Moratorium adalah penundaan. Konsep ini dilekatkan pada Pegawai Negeri Sipil dan menjadi Moratorium PNS artinya penundaan penerimaan PNS. Kebijakan moratorium bertujuan untuk perbaikan birokrasi pemerintahan baik secara
kelembagaan atau struktur organisasi, tatalaksana dan manajemen sumber
daya manusia aparatur. Kebijakan moratorium PNS ditetapkan sampai dengan 31 Desember 2012.
Moratorium PNS ditanda tangani oleh 3 lembaga penting di pemerintahan yaitu Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri. Dengan melihat pihak-pihak tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa
moratorim juga bertujuan untuk efisienasi efisiensi anggaran sebab 50% dari APBN dipergunakan untuk belanja pegawai. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar pijakan adanya usulan dari pihak DPR-RI agar moratorium dilaksanakan sampai dengan
berakhirnya masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yakni sampai
dengan tahun 2014 sebab dengan sisa dana sebanyak 50% pemerintah tidak dapat melakukan apa-apa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Tidak adanya penambahan pegawai berakibat pada optimalisasi PNS yang ada dalam penyelesaian tugas-tugas di unit kerjanya. Berangkat dari pemahaman terhadap kebijakan moratorium ini maka penerapan PP 53 tahun 2010 merupakan alat ukur yang tepat dalam upaya peningkatan kinerja pegawai yang akan membersihkan organisasi pemerintahan dari pegawai-pegawai yang tidak produktif.
Dampak dari kebijakan ini adalah berkurangnya tenaga pelaksana di unit-unit kerja termasuk tenaga pelaksana kegiatan operasional di lini lapangan. Bila pemerintah pusat melalui Kepmenpan dan pemerintah melalui Kepmendagri berupaya menekan pengeluaran atas belanja pegawai maka ada satu inisiatif untuk mengadakan tenaga kontrak untuk lini lapangan. Ketika inisiatif ini digulirkan, reaksi positif diberikan oleh petugas di lini lapangan dengan memberikan dukungan agar tenaga kontrak ini sesegera mungkin direalisasikan.
Pemikiran mengenai pengadaan tenaga kontrak dapat dilihat dari beberapa hal yang apabila dikaitkan dengan kegiatan di lini lapangan adalah sebagai beikut :
- Pengadaan tenaga kontrak di lini lapangan didasarkan pada asumsi bahwa ideal-nya satu tenaga lini lapangan membina 2-3 desa. Kalau dikaji lebih jauh ke belakang sebenarnya sejak program KB diluncurkan hingga ke lini lapangan, seorang petugas lini lapangan membina10 sampai dengan 15 wilayah. Ini akan menjadi tanda tanya besar, mengapa perbandingan antara jumlah tenaga lapangan dengan wilayah binaan baru dipermasalahkan saat ini. Dengan kondisi wilayah binaan yang tidak berubah sebenarnya petugas lapangan sudah memiliki perbedaan yang signifikan dari tahun ke tahun. Sampai saat ini, hampir seluruh petugas lapangan memiliki kendaraan roda dua. Artinya, mobilisasi pembinaan sudah dipermudah dibandingkan ketika tahun 80-90 yang hanya mengandalkan sepeda dan transportasi lokal. Dengan adanya tenaga kontrak maka optimalisiasi pegawai negeri sipil dalam menyelesaikan tugas pokok dan fungsi pembinaan, penggerakan serta pelayanan program di lapangan tidak akan terjadi sebab boleh jadi pekerjaan tersebut akan dibebankan kepada tenaga kontrak yang berlabel "pegawai pusat".
- Dari sisi efisiensi biaya, akan lebih tepat bila anggaran yang dipergunakan untuk membayar honor tenaga kontrak ini difokuskan pada penguatan ke lembagaan di lini lapangan. Seperti diketahui bahwa tidak semua daerah memberikan perhatian yang besar terhadap program KB terutama dalam dukungan anggaran. Di sisi lain, dana APBN tidak diperbolehkan menempatkan kegiatan yang bersifat operasional sebab berdasar PP 38 tahun 2007 adalah menjadi kewenangan pemerintah daerah. Penguatan kelembagaan di lini lapangan tidak harus dengan memberikan kegiatan operasional kepada institusi yang melakukan penggerakan melainkan dalam bentuk pendampingan pengembangan, pendampingan pembentukan, pendampingan peningkatan kualitas dan sebagainya. Setiap kegiatan pendampingan harus dibarengi dengan laporan berupa hasil pendampingan seperti peningkatan jumlah capaian peserta KB Baru, jumlah capaian peserta KB Aktif, jumlah kesertaan dalam kegiatan bina-bina dan lain sebagainya. Disamping itu, rapat koordinasi merupakan sarana untuk melakukan penguatan kelembagaan. Kegiatan rapat koordinasi ini dilakukan hanya di 2 wilayah yaitu Kelurahan/Desa untuk komunikasi program antar Institusi Masyarakat Pedesaan dengan Petugas Lapangan di wilayah tersebut dan di Kecamatan yaitu untuk komunikasi program KB dengan lintas sektor di tingkat Kecamatan. Hal lain yang tidak kalah penting di dalam penguatan kelembagaan adalah memperkuat hubungan kerja dengan SKPD-KB guna mengoptimalkan advokasi ke lembaga legislatif dan eksekutif daerah agar bisa memberikan perhatian terhadap pentingnya Kependudukan dan Keluarga Berencana dalam pembangunan sehingga bisa memberikan anggaran yang memadai untuk pelaksanaan program tersebut di daerah yang bersangkutan.
- Sebuah program akan memiliki value bila bersifat long term. Penempatan tenaga kontrak di lini lapangan tidak bisa bersifat long term sebab akan berbatasan dengan usia kerja tenaga kontrak tersebut. Dalam artian, ketika seseorang menandatangani sebuah kontrak kerja akan selalu mempertimbangkan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih layak guna persiapan kehidupan berkeluarga. Di sisi lain, pembayaran atas biaya kontrak juga tidak bisa bersifat long term sebab akan berbatasan dengan plafond program strategis lainnya yang lebih utama. Hal ini berarti inisiatif penempatan tenaga kontrak hanya bersifat insidentil dan belum menjawab permasalahan esensi dari ketidak berhasilan menekan laju pertumbuhan pendudukan di Indonesia.
- Tujuan dan sasaran kegiatan program Kependudukan dan KB berhasil hingga ke lini lapangan
- Petugas Lapangan selain memiliki daya dukung sarana yang memadai juga di dukung dengan dana serta optimalisiasi peran dan fungsinya di lapangan
- Sinkronisasi peraturan hukum dalam hal penerimaan tenaga pegawai di kelembagaan pemerintah pusat dan daerah.
Banjarmasin, 8 Januari 2013