SCROLL

SELAMAT DATANG DI Uniek M. Sari's BLOG

Rabu, 22 Januari 2014

EFEK JERA

Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan satu jenis pekerjaan yang diincar oleh banyak orang. Ini terbukti dengan jumlah penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil yang membludak saat formasi penerimaan CPNS dibuka oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. Walaupun yang diterima hanya beberapa persennya, bahkan kurang dari 10%, peserta yang mengikuti seleksi sampai dengan test wawancara kerapkali sangat banyak. Walaupun penghasilan PNS masuk katagori tidak elite, akan tetapi masa tua sebagai mantan PNS lah yang menyebabkan pekerjaan ini diburu oleh ribuan bahkan jutaan orang. Dengan kata lain, ketika seorang CPNS lolos seleksi dan menjadi PNS, dia sudah menggagalkan jutaan orang untuk formasi yang sama yang dia duduki.

Sama hal-nya dengan para pekerja swasta, tidak semua PNS memiliki budi pekerti yang luhur, yang diharapkan menjadi panutan di masyarakat. Ada juga PNS yang memiliki sikap dan prilaku sangat bertentangan dengan kewajibannya untuk menjunjung tinggi martabat PNS sebagaimana tertuang dalam PP 53/2009 tentang disiplin PNS dan PP 45/1990 tentang Pernikahan dan Perceraian bagi PNS. Seharusnya, dengan melihat penjabaran dari kedua landasan hukum bekerjanya PNS, menjadi satu kerangka dalam bersikap dan berbuat.

PNS Selingkuh

Ada sebuah kejadian, seorang PNS yang baru saja menjadi PNS setelah CPNS-nya usai 2 tahun lamanya, melakukan perbuatan tidk terhormat yakni perselingkuhan. Yang lebih mencengangkan, perselingkuhan ini dilakukan satu atap walaupun berbeda bagian. Bahkan yang lebih fatal adalah ketika isteri dari PNS yang berselingkuh itu melaporkan secara tertulis kepada atasan di PNS mengenai perbuatan selingkuh tersebut yang diperkuat dengan pernyataan-pernyataan ber-meterai dan diketahui oleh Ketua RT juga warga setempat.

Proses pemeriksaan pun dilakukan. Sebuah keputusan barangkali akan segera ditetapkan. Akan tetapi, seberapa kuat ketetapan itu memberi efek jera terhadap pelaku perselingkuhan satu atap ? Saya masih sedikit gamang sebab ada yang menggelitik dari pernyataan dua PNS yang melakukan perbuatan tidak etis ini adalah bahwa kantor dimana dia bertugas, tidak akan memberlakukan hukum pemecatan sebab mereka berdua adalah asset yang tidak bisa "dibuang" oleh instansi.
Benarkah demikian ? Pasal demi pasal dari peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara itu sebenarnya sangat kuat. Pengejawantahannya yang seringkali dimandulkan.

Entah, bagaimana tanggapan para pembaca kalau perbuatan selingkuh itu dilakukan diinstansi BKKBN, wadah dimana selalu berkoar-koar untuk membentuk keluarga bahagia dan sejahtera ? Hanya Tuhan yang mengetahui jawabnya dan semoga proses pemeriksaan yang dilakukan, membebaskan atasan mereka itu dari tuntutan sanksi akibat perselingkuhan tersebut. Apabila atasannya tidak menjatuhkan sanksi maka akan kena sanksi. Namun bila sanksi dijatuhkan kemudian tidak diback up oleh pimpinan tertinggi maka atasan langsungnya akan menjadi pimpinan yang mandul dan menjadi bahan cemoohan pelaku selingkuh tersebut.

Selamat berfikir dan berbuat.

Rabu, 08 Januari 2014

EFEKTIF-NYA PROGRAM KB DI MATA PEMDA

Pembentukan BKKBD merupakan amanat dari Undang-Undang no 52 tahun 2009 yang seharusnya diimplementasikan dalam Peraturan Daerah. Akan tetapi, dari 500 kabupaten/kota di Indonesia, sampai dengan akhir tahun 2013 baru terbentuk 12 BKKBD. Bukan hanya masih sedikit yang terbentuk, bahkan di salah satu kabupaten di Kalimantan Selatan yang semula bersemangat akan membentuk, terkendala dengan pertanyaan dari pihak Organisasi dan Tata Laksana : apakah benar efektif pembentukan BKKBD bagi daerah ?

Pertanyaan ini sepertinya biasa saja, namun akan menjadi sangat luar biasa sebab pertanyaan itu mengandung arti adanya keraguan terhadap UU no 52/2009 bahkan notabene terhadap keberhasilan program Kependudukan dan KB di Indonesia. Barangkali, kalau disandingkan dengan hasil SDKI 2012 yang terus menerus digembar-gemborkan sebagai kegagalan program KB mungkin sekali pertanyaan ini sangat benar. Hanya saja, teramat naif bila hanya melihat program KB dari angka TFR. Program KB sebenarnya bisa dilihat dan diukur dari segala sisi, bukan semata-mata berhenti di angka TFR.

HAMIL dan LAHIR

Keluarga Berencana (KB) memiliki tujuan untuk mengatur kelahiran dengan mencegah terjadinya kehamilan melalui pemasangan alat kontrasepsi. Artinya, sebuah alat kontrasepsi bagi Pasangan Usia Subur berperan sebagai alat pencegah terjadinya kehamilan sehingga mengurangi kelahiran.

Inti dari program KB adalah mencegah terjadinya kelahiran. Oleh karena itu, selain TFR, BKKBN juga bisa menghitung efektifitas pengguna alat kontrasepsi terhadap jumlah kelahiran yang sudah dicegah pada tahun tertentu. Hal ini dilakukan dengan melakukan Analisis Multi Indikator dengan sumber data dari statistik rutin dan pendataan keluarga tahun lalu.

Angka efektifitas penggunaan alat kontrasepsi diperoleh dari jumlah efektifitas per mix kontrasepsi di kali dengan % pengguna alat kontrasepsi. Sedangkan angka kelahiran tercegah dilihat dari CBR tahun sekarang dikurang dengan CBR tahun lalu. Tehnik penghitungan ini terdapat dalam Analisis Multi Indikator yang rutin dilakukan Sub Direktorat Analisa dan Evaluasi.

Kalimantan Selatan, dengan menggunakan penghitungan pada analisis multi indikator terhadap data tahun 2012 menunjukkan angka efektifitas penggunaan alat kontrasepsi tertimbang sebesar 95,82 berhasil mencegah kelahiran sebanyak  138.142 selama tahun 2012.  Ini merupakan angka keberhasilan dalam program KB yang dijalankan BKKBN. Dengan efetifitas pengguna kontrasepsi sebanyak 95,82% maka tercegahlah kehamilan sehingga Kalimantan Selatan batal mendapatkan penduduk baru sebanyak 138.142 pada tahun 2012.

NILAI SEORANG PENDUDUK BARU

Angka kelahiran tercegah sebanyak 138.142 ini memang tidak terkait dengan TFR. Akan tetapi, angka kelahiran tercegah ini dapat dihitung sebagai beneffit cost program KB dengan penghitungan sebagai berikut :


  1. Apabila program kesehatan dasar yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada Balita berupa imunisasi lengkap beserta perawatan kesehatan senilai Rp. 2.000.000,- peroang maka dengan tercegahnya kelahiran sebanyak 138.142 ini berarti terdapat penghematan senilai Rp. 276.284.000.000,-
  2. Apabila program Jampersal berlaku untuk ibu yang melahirkan dengan nilai Rp. 5.000.000,- setiap kelahiran maka kelahiran tercegah sebanyak 139.142 ini memberi penghematan senilai  Rp. 690.710.000.000,-
  3. Apanila program pendidikan dasar diberikan kepada anak usia sekolah dasar senilai Rp. 3.000.000,- perorang maka angka kelahiran tercegah sebanyak 139.142 ini memberi penghematan senilai Rp. 414.426.000.000,-
Dari ketiga unsur utama yang terkait dengan kehamilan dan kelahiran ini jelas terlihat bahwa angka kelahiran tercegah sebanyak 138.142 memberi kontribusi berupa penghematan biaya belanja bagi daerah dengan total nilai Rp. 1.381.420.000.000,-

Apabila diperbandingkan dengan dukungan anggaran dari APBN untuk provinsi Kalimantan Selatan sebesar 33 milyar maka dukungan program KB untuk penghematan APBD sebesar 41.861,2%

Dengan penghitungan semacam ini maka pertanyaan, apakah benar efektif pembentukan BKKBD bagi daerah bisa dijawab dengan jawaban yang sangat pasti yaitu SANGAT EFEKTIF dan MEMANG PERLU DIBENTUK.

Ini hanya sumbang pemikiran, semoga berguna sehingga BKKBN mampu mewujudkan amanat UU No 52/2009 yakni terbentuknya BKKBD di 500 Kabupaten/Kota se Indonesia.

Salam Sukses,
Salam KB 2 Anak Cukup
Semakin MATANP KB-ku semakin Sejahtera Keluargaku

Entri yang Diunggulkan

MENILIK KELEMBAGAAN (Pengamatan dari 3 bagian)

S aya sudah pernah menulis mengenai kelembagaan BKKBN dalam artikel di  https://uniek-m-sari.blogspot.com/2015/02/uu-no-23-tahun-2014-dan-kk...