Teori Kependudukan
Thomas
Robert Maltus (1798) seorang ahli di bidang ekonomi yang juga seorang
pendeta terkenal di Inggris berpandangan bahwa penduduk memiliki kemampuan luar biasa untuk berkembang. Jika pertumbuhan penduduk tersebut tidak dikendalikan maka akan mengikut deret pola ukur,
sedangkan pertumbuhan ekonomi dan pangan akan mengikuti deret hitung. Oleh karenanya Maltus berpendapat bahwa pertumbuhan penduduk harus dikendalikan dan dia menyebutkan ada 2 cara pengendaliannya, yaitu :
- Positive Check : yaitu cara pengendalian yang tidak moralis dan tidak dapat dikontrol seperti perang, wabah, atau perlakuan manusia lainnya yang tidak berperikemanusiaan.
- Preventive Check : yaitu dengan pengekangan moral dalam membatasi kelahiran (birth control ). dan untuk ini cara yang dianjurkan adalah dengan menunda atau pendewasaan perkawinan (PUP)
- Laju pertumbuhan penduduk melampaui makanan
- Manusia dapat mempengaruhi perilaku demografinya
- Manusia dengan produktifitas tinggi, cenderung ingin keluarga kecil
- Kekurangan pangan dapat diatasi dengan migrasi dan impor
Landasan teori tersebut menjadi acuan Pemerintah Indonesia dalam menetapkan kebijakan pembangunan dengan menempatkan pengendalian penduduk melalui program Keluarga Berencana. Program ini memiliki ttujuan
umum adalah membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekutan sosial
ekonomi suatu keluarga dengan cara pengaturan kelahiran anak, agar
diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya. Sedangkan tujuan
lain meliputi pengaturan kelahiran, pendewasaan usia perkawinan,
peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga.
Dapat disimpulkan bahwa tujuan program KB adalah:
- Memperbaiki kesehatan dan kesejahteraan ibu, anak, keluarga dan bangsa;
- Mengurangi angka kelahiran untuk menaikkan taraf hidup rakyat dan bangsa;
- Memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan KR yang berkualitas, termasuk upaya-upaya menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.
Sejarah BKKBN
- Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) dibentuk dengan tugas mencakup dua hal, yakni melembagakan KB dan mengelola segala jenis bantuan untuk KB. Setahun LKBN berdiri, proses pengenalan KB kepada masyarakat berlangsung memuaskan dan tidak menghadapi tantangan yang berarti, sehingga pemerintah memutuskan mengambil alih menjadi program pemerintah dan menetapkan program KB nasional merupakan bagian integral dari program pembangunan nasional dan masuk dalam program pembangunan lima tahunan.
- BKKBN Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 8 Tahun 1970 didirikan untuk melaksanakan dan mengelola program KB nasional dimaksud, pemerintah membentuk BKKBN dengan pertimbangan bahwa program perlu ditingkatkan dengan cara lebih memanfaatkan dan memperluas kemampuan fasilitas dan sumber yang tersedia. Pelaksanaan program perlu mengikutsertakan seluruh masyarakat dan pemerintah secara maksimal serta diselenggarakan secara teratur, terencana dan terarah demi terwujudnya tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Dalam melaksanakan tugasnya, BKKBN bertanggung jawab kepada presiden, yang sehari-hari didampingi oleh Musyawarah Pertimbangan KB Nasional.Berdasarkan Keppres Nomor 8 Tahun 1970, wilayah program meliputi enam provinsi di Jawa Bali yakni : DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali.
- BKKBN Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 33 Tahun 1972 menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan langsung di bawah presiden dengan fungsi membantu presiden dalam menetapkan kebijaksanaan pemerintah di bidang program KB nasional dan mengkoordinasikan pelaksanaan program KB nasional.Penanggung jawab umum penyelenggaraan program KB nasional berada di tangan presiden, sedangkan Ketua BKKBN bertanggung jawab langsung kepada presiden. Dalam Keppres ini, wilayah program diperluas dengan sepuluh provinsi di luar Jawa Bali I yakni : DI Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat. Disamping itu, Keppres ini menyatakan bahwa Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikota Kepala Daerah Tingkat II adalah Penanggung Jawab Umum penyelenggaraan program KB nasional di daerahnya masing-masing.
- BKKBN Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 38 Tahun 1978 dengan tugas utama untuk dapat melaksanakan pokok-pokok kebijaksanaan program KB nasional dan program kependudukan seperti tercantum dalam GBHN 1978 maka perlu penyesuaian dan peningkatan organisasi BKKBN dan wilayah program KB diperluas lagi ke sebelas provinsi lainnya di Luar Jawa Bali II, yakni : Riau, Jambi, Bengkulu, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Maluku, Irian Jaya, Timor Timur.
- BKKBN Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 64 Tahun 1983 dengan melihat pada GBHN 1983 dirumuskan bahwa program KB nasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera, dengan cara mengendalikan kelahiran untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk Indonesia. Untuk itu dilakukan penyempurnaan organisasi BKKBN yang dilandasi pertimbangan bahwa penyelenggaraan program KB nasional sebagai bagian integral pembangunan nasional oleh karenanya perlu ditingkatkan dengan jalan lebih memanfaatkan dan memperluas kemampuan fasilitas dan sumber daya yang tersedia dan untuk lebih menjamin tingkat kesejahteraan rakyat yang memadai, dengan mempercepat penurunan kelahiran.
- BKKBN Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 109 Tahun 1993 dilandaskan pada pertimbangan bahwa untuk mempercepat terwujudnya keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera perlu lebih meningkatkan peran serta semua pihak, pemerintah dan masyarakat secara terkoordinasi, integrasi dan sinkronisasi dalam pelaksanaan gerakan KB nasional dan pembangunan keluarga sejahtera.
- BKKBN Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 20 Tahun 2000 penyempurnaan kembali organisasi BKKBN dilandaskan pada pertimbangan bahwa program KB harus seiring dengan perkembangan program KB, pembangunan nasional, era reformasi dan globalisasi. Dasar Pertimbangan keluarnya Keppres ini adalah untuk mempercepat terwujudnya keluarga berkualitas, maju, mandiri dan sejahtera, dipandang perlu untuk meningkatkan peran serta semua pihak secara terkoordinasi, terintegrasi dan tersinkronisasi dalam program KB nasional dan pembangunan KS serta pemberdayaan perempuan. Status BKKBN dalam Keppres ini merupakan lembaga pemerintah non departemen yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada presiden dan dipimpin oleh seorang kepala yang dijabat oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan.
- BKKBN Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 166 Tahun 2000 dengan mempertimbangkan tuntutan reformasi dalam bidang pemerintahan, dikeluarkan Keppres RI Nomor 166 Tahun 2000 yang diperbaharui dengan Keppres RI Nomor 178 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Lembaga Pemerintah Non Departemen yang di dalamnya termasuk BKKBN.Dalam Keppres ini BKKBN mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintah di bidang KB dan KS sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.BKKBN sebagai lembaga pemerintah non departemen berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada presiden, dan dipimpin oleh seorang kepala yang dijabat dan dikoordinasikan oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan.
- BKKBN Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 103 Tahun 2001 yang diikuti dengan Keputusan Presiden RI Nomor 110 Tahun 2001. Dalam Keppres ini dikukuhkan kembali bahwa BKKBN tetap mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintah di bidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BKKBN sebagai lembaga non departemen dipimpin oleh seorang kepala dan berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada presiden melalui koordinasi Menteri Kesehatan RI. Berdasarkan Keppres ini, maka sebagian kewenangan BKKBN telah diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota. Demikian pula kelembagaan BKKBN kabupaten/kota telah diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota per-Januari 2004. Dengan diserahkannya kelembagaan ini, maka lembaga yang menangani program KB di kabupaten/kota bentuknya bervariasi, ada yang berbentuk dinas/badan merger, ada yang berbentuk kantor KB.
Keberhasilan program KB di skala Nasional tidak terjadi dengan sendirinya melainkan ada peran penting dari Petugas Lapangan KB yang menjadi ujung tombak pelaksanaan program di lini lapangan. Adanya perubahan BKKBN berdasar Keppres nomor 103 Tahun 2011 yang menjadi landasan hukum penyerahan kewenangan BKKBN ke Pemerintah Daerah, diikuti dengan terbitnya surat keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI nomor KEP/120/M.PAN/9/2004 tanggal 2 September 2004 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Keluarga Berencana dan Angka Kredit-nya. Tugas pokok dan fungsi Petugas Lapangan Keluarga Berencana walaupun sudah menjadi pegawai di lingkungan Pemerintah Daerah mengacu pada SK Kepmenpan tahun 2004 ini.
Namun terbitnya UU Nomor 52 tahun 2009 yang diikuti dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 62 tahun 2010 yang mengubah nomeklatur BKKBN dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional menjadi landasan fundamental perlunya dilakukan penyempurnaan Surat Keputusan Menpan nomor KEP/120/M.PAN/9/2004 tersebut. Bukan hanya nomenklatur yang berubah melainkan beberapa tugas pokok dan fungsi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana mengalami penyempurnaan sehingga hal ini juga mengharuskan adanya perubahan tugas pokok dan fungsi petugas lapangan KB di Indonesia. Payung hukum kinerja petugas lapangan KB adalah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara.
Berdasar pada pemikiran tersebut, jabatan fungsional KB dapat dirumuskan ke dalam ketentuan-ketentuan baru yang sejalan dengan perubahan lingkungan internal dan eksternal program KB. Berikut beberapa pemikiran saya mengenai tugas pokok dan fungsi PKB/PLKB yang seharusnya mendapat perhatian pemerintah dalam hal ini Kemenpan RI.
Jabatan
Fungsional KB dan Angka Kredit
Selama ini, jabatan fungsional Penyuluh KB hanya
dilihat berdasarkan latar belakang pendidikannya saja. Tugas pokok dan fungsi
dalam jabatan fungsional Penyuluh KB ditetapkan berdasar satuan angka kredit
yang dari tahun ke tahun tidak mengalami perubahan dan penyempurnaan. Beberapa
hal yang bisa dijadikan acuan dalam rangka mempertajam jabatan fungsional
Penyuluh KB dan nantinya bisa dijadikan sebagai kerangka dalam penentuan angka
kredit bagi petugas lapangan KB dapat dilihat berdasarkan azas keadilan.
1.
Jabatan Fungsional PKB Berdasar Geografi,
Demografi dan Pemerintahan
a. Berdasar
Georgrafi
Jabatan fungsional PKB harus melihat
pada kondisi geografi sebab wilayah binaan petugas lapangan satu daerah dengan
daerah lainnya sangat berbeda. Oleh karenanya, seorang PKB yang ditempatkan di
wilayah tertinggal, terpencil dan perbatasan (Galciltas) harus memiliki angka
kredit yang berbeda dengan petugas lapangan KB yang berada di daerah perkotaan.
Geografis bukan hanya menyangkut letak sebuah wilayah melainkan karakteristik
penduduk di wilayah tersebut. Secara logis dapat disebutkan semakin jauh dari
perkotaan semakin berat tantangan pembinaan, penyuluhan dan pelayanan.
b. Berdasar
Demografi
Jabatan fungsional PKB harus melihat
pada jumlah penduduk yang di bina-nya. Seorang PKB yang memiliki jumlah penduduk lebih banyak akan berbeda angka
kreditnya dengan yang memiliki jumlah penduduk lebih sedikit. Kriteria penduduk
berdasar program KB dapat dilihat dari :
1)
Jumlah Pasangan Usia Subur
2)
Jumlah Wanita Usia Subur
3)
Jumlah Unmet Need
4)
Jumlah Keluarga Punya Balita
5)
Jumlah Keluarga Punya Remaja
6)
Jumlah Keluarga Punya Lansia
7)
Jumlah keluarga yang berusaha
8)
Jumlah penduduk usia remaja
9)
Jumlah penduduk lanjut usia
10) Jumlah
keluarga berdasar tahapan KS
Perbedaan ini sangat penting sebab merupakan sasaran
kegiatan sehingga secara logis bisa disebutkan semakin besar angka demografi
nya semakin besar sasaran kegiatan maka semakin berat tantangan pembinaan,
penyuluhan dan pelayanan.
c. Berdasar
Pemerintahan
Hal
ini sangat berpengaruh sebab ada kalanya seorang PKB membina beberapa wilayah
pemerintahan yakni Desa dan Kelurahan. Seorang PKB dengan wilayah binaan yang
lebih banyak tentunya akan mendapat angka kredit lebih besar daripada yang
wilayah binaannya hanya beberapa desa/kelurahan. Secara logis dapat dikatakan
bahwa semakin banyak wilayah binaan maka semakin berat tantangan untuk
melakukan pembinaan, penyuluhan dan pelayanan.
2. Jabatan Fungsional Berdasar Kompetensi
Hal terpenting yang selama ini diabaikan adalah ketersediaan Tim Penilai Angka Kredit di Kabupaten/Kota. Padahal, angka kredit merupakan indikator kinerja pejabat fungsional Penyuluh Keluarga Berencana. BKKBN Pusat dan jajaran hingga ke Perwakilan Provinsi, memiliki tanggungjawab moril untuk keberadaan Tim Penilai Angka Kredit bagi PKB/PLKB ini.
Tulisan ini hanya sumbangsih pemikiran saya atas upaya perbaikan kondisi Petugas Lapangan KB di Seluruh Indonesia.
Semoga bermanfaat.
2. Jabatan Fungsional Berdasar Kompetensi
- Pejabat fungsional penyuluh KB dengan latar belakang pendidikan SLTA pada komposisi managerial dapat disejajarkan dengan Lower Manager dimana persentasi terbesar dari aktifitasnya adalah 60% operational skill, 30% conceptual skill dan 10% managerial skill. Pada tataran ini maka gugus tugas fungsional lebih banyak pada kegiatan penyuluhan kegiatan operasional seperti penyuluhan, pembinaan dan pelayanan. Oleh karenanya, persentasi angka kredit pada kelompok jabatan ini lebih besar di kegiatan operasional yakni 100% sedangkan kegiatan konseptual dan manajerial mendapat angka 30-40% dari total perolehan.
- Pejabat fungsional penyuluh KB dengan latar belakang pendidikan Strata-1 pada komposisi managerial dapat disejajarkan dengan Midle Manager dengan persentasi aktifitas 40% operational skill, 40% conceptual skill dan 20% managerial skill. Artinya, saat melakukan kegiatan operasional, pejabat fungsional dalam kelompok ini mendapat nilai kredit sebesar 60% dari total kegiatan dan 40% dari analisa (konseptual) sedangkan untuk kegiatan managerial diberi nilai 30-40% dari total perolehan.
- Pejabat fungsional penyuluh KB dengan latar belakang pendidikan Strata-2 pada komposisi managerial dapat disetarakan dengan Top Manager dengan persentasi aktifitas sebanyak 10% operational skill, 50% conceptual skill dan 30% managerial skill. Artinya, kelompok jabatan ini lebih banyak melakukan kegiatan mengorganisiri dan membuat konsep atau perencanaan kegiatan di lapangan sehingga persentasi perolehan angka kredit pada sisi perencanaan, analisa dan pengorganisasian sebesar 100% sedangkan kegiatan operasional hanya 30-40% dari total perolehan.
Hal terpenting yang selama ini diabaikan adalah ketersediaan Tim Penilai Angka Kredit di Kabupaten/Kota. Padahal, angka kredit merupakan indikator kinerja pejabat fungsional Penyuluh Keluarga Berencana. BKKBN Pusat dan jajaran hingga ke Perwakilan Provinsi, memiliki tanggungjawab moril untuk keberadaan Tim Penilai Angka Kredit bagi PKB/PLKB ini.
Tulisan ini hanya sumbangsih pemikiran saya atas upaya perbaikan kondisi Petugas Lapangan KB di Seluruh Indonesia.
Semoga bermanfaat.
Wow menarik sekali tulisannya Bu. Bu, ngomong2 tugas penyuluh KB dari S1 apakah dilakukan seorang diri & berkeliling ke desa2 gitu ya?. trims atas jawabnnya
BalasHapusLalu Raditya, maaf baru membalas komentar.
BalasHapusPenyuluh KB mempunyai tugas melakukan penyuluhan dan pelayanan. Penyuluhan bisa secara massal bisa juga perorangan, ditujukan kepada tokoh formal, informal dan keluarga. Pelayanan bisa momentum dan bisa statis. Nah dengan gambaran ini maka jelas harus berkeliling desa. Sebainya jangan sendiri melainkan bersama kader atau bidan di desa.
Salam kenal Ibu, saya PKB dari kalbar.. Ibu bagaimana cara menulis karya ilmiah yang sesuai dengan penilaian angka kredit ? Terima Kasih.
BalasHapusmedia muslimah,
BalasHapusmaaf baru membaca komentarnya
karya tulis ilmiah tentunya karya tulis yg memenuhi syarat2 keilmiah seperti melihat korelasi antar variabel atau membukti sebuah pernyatan. Penulisannya sudah tentu mengikuti kaidah-kaidah keilmiahan. Plus syarat mutlaknya. dipublikasikan di media imiah atau pertemuan ilmiah.
Salam