SCROLL

SELAMAT DATANG DI Uniek M. Sari's BLOG

Rabu, 18 Desember 2019

MENGGAPAI TUJUAN MELALUI ROLE MODEL


Dengan menimbang
  1. bahwa hakikat pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia;
  2. bahwa pembangunan nasional mencakup semua dimensi dan aspek kehidupan termasuk perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang dilaksanakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  3. bahwa penduduk sebagai modal dasar dan faktor dominan pembangunan harus menjadi titik sentral dalam pembangunan berkelanjutan karena jumlah penduduk yang besar dengan kualitas rendah dan pertumbuhan yang cepat akan memperlambat tercapainya kondisi yang ideal antara kuantitas dan kualitas penduduk dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan;
  4. bahwa keberhasilan dalam mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang dan mengembangkan kualitas penduduk serta keluarga akan memperbaiki segala aspek dan dimensi pembangunan dan kehidupan masyarakat untuk lebih maju, mandiri, dan dapat berdampingan dengan bangsa lain dan dapat mempercepat terwujudnya pembangunan berkelanjutan;
  5. bahwa dalam mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang dan keluarga berkualitas dilakukan upaya pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian, pengarahan mobilitas penduduk, pengembangan kualitas penduduk pada seluruh dimensinya, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga, penyiapan dan pengaturan perkawinan serta kehamilan sehingga penduduk menjadi sumber daya manusia yang tangguh bagi pembangunan dan ketahanan nasional, serta mampu bersaing dengan bangsa lain, dan dapat menikmati hasil pembangunan secara adil dan merata;

maka diterbitkanlah Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga sebagai landasan hukum dari program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh Badan Kependudukan dan keluarga Berencana Nasional.

Target Program

Melihat pada hal di atas maka dapat dilihat keterkaitan dalam program KKBPK bahwa pembangunan keluarga merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan nasional  dikarenakan keluarga adalah pembentuk penduduk dan masalah kependudukan merupakan modal dasar juga faktor dominan dalam pelaksanaan pembangunan. Dan boleh dikatakan pula bahwa kualitas penduduk dapat dimulai dari peningkatkan kualitas keluarga.

Selain itu, berdasar pertimbangan bahwa program KKBPK ditujukan untuk :
  1. mewujudkan pertumbuhan penduduk yag seimbang melalui pengendalian angka kelahiran, penurunan angka kematian dan pengarahan mobilitas penduduk 
  2. keluarga berkualitas melalui penyiapan dan pengaturan kehamilan dan peningkatan ketahanan keluarga.

Target program tersebut apabila dikaitkan dengan visi dan misi Presiden 2019-2024 maka dapat dilihat pada misi : 

Peningkatan Kualitas Manusia Indonesia 
meskipun pada rincian tidak secara tegas menyebutkan pentingnya pembangunan manusia melalui pembangunan keluarga akan tetapi, dalam pembangunan keluarga jelas diarahklan pada peningkatan kualitas manusia yang merupakan anggota keluarga; 
Pembangunan Yang Merata dan Berkeadilan yang bisa terdapat pada kegiatan pengembangkan reformasi sistem jaminan sosial dalam hal ini pelayanan KB dan pembinaan keluarga serta kegiatan mempercepat penguatan ekonomi keluarga; 
Kemajuan Budaya Yang Mencerminkan Pribadi Bangsa  yang bisa dikaitkan dengan pelaksanaan atau implementasi 8 fungsi keluarga ; 
Pengelolaan Pemerintah Yang Bersih dan Efektif dan Sinergi Pemerintah Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan.

Oleh karena itu dapat disebutkan bahwa meskipun Undang-Undang nomor 52 Tahun 2009 ini hadir 10 tahun yang lalu akan tetapi masih tetap bisa sinkron dengan visi dan misi pemerintahan yang terpilih dalam jabatan tahun 2019-2024.


Tolok Ukur Program

Target yang tertuang di dalam Undang-Undang 52 tahun 2009 masih bersifat abstrak sehingga perlu di konkritkan agar dapat diukur dengan benar dan capaiannya bisa dianalisa secara tepat dari tahun ke tahun sehingga kemajuan pembangunannya bisa diketahui.

1. Pertumbuhan Penduduk Seimbang diukur melalui Total Fertility Rate. Berapapun angka yang ditetapkan untuk Total Fertility Rate sehingga pertumbuhan penduduk dikatakan seimbang maka yang diperlu diketahui adalah cara agar target ini terpenuhi. Adapun beberapa cara dalam memenuhi tolok ukur tersebut adalah melalui :

a.       Memperbesar jumlah pemakai kontrasepsi jangka panjang terutama bagi Pasangan Usia Subur yang berada dalam kelompok umur 35-45 tahun dengan anak sudah lebih dari 3 (tiga) orang. Hal ini dilakukan untuk menekan angka putus pakai alat kontrasepsi yang sebagian besar justru terjadi pada Pasangan Usia Subur dalam kelompok umur tersebut dengan anak lebih dari 3 dan hanya menggunakan pil atau suntik.
b.    Meningkatkan usia kawin pertama di kalangan remaja perempuan. Ini perlu dilakukan untuk memendekkan rentang waktu masa subur selama dalam status perwakinan sehingga memungkinkan terjaga kesehatan reproduksinya akibat kelahiran yang bisa diatur sedemikian rupa selama masa kesuburan perempuan tersebut.
c.     Memperbesar cakupan remaja menjadi anggota Kelompok Kegiatan Pusat Informasi Konseling Remaja/Mahasiwa karena dalam wadah institusi inilah pendewasaan usia perkawinan dapat disosialisasikan termasuk informasi tentang pentingnya membuat perencanaan dalam berkeluarga.

2. Peningkatan Ketahanan Keluarga sampai sekarang belum ada tolok ukur yang baku dalam mencapai target peningkatan ketahanan keluarga ini.  Sangat tidak tepat kalau tolok ukur peningkatan ketahanan keluarga hanya pada pengetahuan keluarga tentang alat kontrasepsi, pengetahuan keluarga tentang 8 fungsi keluarga maupun pengetahuan keluarga tentang issue kependudukan. Kalau tolok ukur hanya terfokus pada peningkatan pengetahuan  maka hal ini belum menjadi acuan peningkatan ketahanan keluarga. Tolok ukur yang bisa diberlakukan dalam peningkatan ketahanan keluarga ini adalah tercapainya Netto Reproduction Rate. Berapapun nilai yang ditetapkan dalam Netto Reproduction Rate ini perlu diketahui cara dalam memenuhi tolok ukur tersebut seperti :

a.     Memperbesar cakupan keluarga yang tergabung dalam kelompok kegiatan seperti BKB, BKR, BKL dan UPPKS karena kelompok-kelompok kegiatan ini dibentuk sebagai wadah berlangsungnya sosialisasi program salah satunya adalah tentang angka Netto Reprductiona Rate bisa disampaikan dan dipahami.
b.      Memperluas cakupan keluarga yang hadir dalam pertemuan kelompok kegiatan
c.       Menambah jumlah media massa yang menyiarkan informasi program KKBPK


Segmen Pemenuhan Target

Agar tolok ukur terpenuhi dalam mencapai target maka perlu ditentukan segmen sebuah program, dan untuk program KKBPK dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) segmen yaitu

  1. Pemerintah yang terkait dengan regulasi dari pusat hingga daerah, baik sebagai pembuat kebijakan maupun pelaksanaan kebijakan itu sendiri bahkan terkait dengan tenaga pelaksana program di tingkat lapangan.
  2. Keluarga yang merupakan sasaran pelayanan KB dan sasaran dalam penggarapan peningkatan ketahanan keluarga dalam kelompok kegiatan karena keluarga dianggap sebagai subyek dan obyek pembangunan.
  3. Media massa yang merupakan sarana efektif dalam membangun pemahaman tentang program pembangunan secara menyeluruh sesuai dengan kemampuan keluarga dalam memiliki sarana informasi.

Ketiga segmen ini harus menjadi satu kesatuan yang seharus dapat mengarah pada pemenuhan tolok ukur agar target yang ditetapkan tercapai.

Seperti diketahui bahwa setiap tahun dilakukan suvey yang berkaitan dengan pencapaian target kinerja program dan sudah seharusnya hasil survei ini dijadkan sebagai bahan dasar dalam penetapan segmen program. Misal di dalam hasil penelitian diketahui jenis media apa yang paling banyak dipergunakan dalam mendapatkan informasi maka sebaiknya segmen media massa yang diperkuat adalah media massa sesuai dengan hasil suvey. Begitu pula dalam hasil survei diketahui alat kontrasepsi MKJP jenis apa yang dominan di suatu wilayah maka segmen keluarga yang disasar menjadi peserta KB MKJP dalam satu wilayah seharusnya sudah mengacu pada hasil survei. Hanya saja sayangnya, hasil survei masih terbatas pada pemetaan tingkat rovinsi sehingga kebijakan mengenai segmentasi pelaksanaan program tidak bisa tergambar di level Kabupaten/Kota. Padahal, di level ini juga terdapat pemilahan-pemilahan wilayah pengguna alat konrasepsi MKJP.

Cara Lama Menjaring MKJP

Berdasar hasil survei pula diketahui bahwa akseptor MKJP tingkat nasional hanya 12,1 sehingga upaya untuk menaikkan lagi angka tersebut agar Total Fertility Rate mencapai angka yang sudah ditetapkan. Sepertinya, pengelola program harus kembali melirik cara lama yang cukup berhasil dalam menjaring akseptor KB IUD dan Implant yaitu :

  1. Melakukan seleksi akseptor KB khusus MKJP dengan masa pakai 15 dan 20 tahun yang harus dibuktikan dalam Kartu Keluarga, formulir K/I/KB, bukti visum dari bidan/puskesmas/rumah sakit kemudian menetapkan hasil seleksi guna mendapat penghargaan ;
  2. Bagi akseptor KB MKJP seperti IUD, Implant, MOP dan MOW diberi sebuah kehormatan sebagai role model sesuai dengan tingkatan wilayah nya penghargaan yang dimiliki seperti pemenang seleksi tingkat Kecamatan akan menjadi roleh model di kecamatannya dalam semua kegiatan pertemuan sehingga dengan sendirinya para role model inilah yang akan berbicara tentang MKJP
  3. Bagi akseptor yang masuk seleksi diberikan beasiswa untuk anak-anaknya yang paling kecil dan ini dapat dilakukan dengan bekerjasama antara pemerintah daerah dan CSR perusahaan yang ada di daerah dengan syarat anaknya yang berstatus remaja merupakan anggota PIK remaja
  4. Capaian akseptor MKJP terbanyak merupakan salah satu syarat apabila ada pemilihan petugas lapangan KB unggulan yang akan dilibatkan dalam pertemuan di skala nasional.

Dengan cara-cara sedemikian rupa itu maka keluarga akan merasakan manfaat secara holistik dari pelayanan KB MKJP. Indikator dalam melakukan harus jelas bahwa MOP dan MOW lebih tinggi nilainya dan IUD lebih tinggi nilainya dibanding implant. Pemilihan sudah langsung disaring hanya pada akseptor KB MKJP.

Cara Meningkatkan NRR

Netto Reprodcution Rate merupakan cara baru dalam menentukan pencapaian target peningkatan ketahanan keluarga. Masih mengacu pada cara lama dalam menjaring MKJP, dalam menjaring keluarga yang telah melaksanakan prinsip NRR tersebut maka dilakukan dengan cara :

  1. Seleksi terhadap keluarga terutama  pasangan usia subur kelompok usia 20 – 35 tahun yang memiliki anak 2 orang tanpa memperbandingkan jenis kelamin anak melainkan melihat pada jarak antara anak pertama dengan anak kedua minimal 4 tahun serta akseptor KB di luar MKJP untuk kemudian menetapkan hasil seleksi untuk mendapatkan penghargaan
  2. Bekerjasama dengan CSR Produk Keluarga seperi susu, perlengkapan anak, perlengkapan sekolah atau organsasi kemasayrakatan lainnya yang bergerak di bidang pembangunan keluarga untuk menajdi para pemenang seleksi ini sebagai peserta kegiatan
  3. Menjadikan pasangan suami-istri pemenang seleksi ini sebagai role model terutama bagi yang memiliki anak dengan jenis kelamin yang sama (laki-laki saja atau perempuan saja) sesuai dengan tingkatan dalam seleksi.
  4. Bagi petugas lapangan hal ini dapat dijadikan ukuran apabila ada pemilihan petugas lapangan unggulan.

Cara Meningkatkan Jumlah Anggota PIK Remaja/Mahasiswa

Meningkatnya usia kawin pertama bagi remaja perempuan akan sangat berpengaruh terhadap angka kelahiran hidup bagi perempuan selama masa suburnya. Agar para remaja perempuan terpapar informasi pentingnya menjaga kesehatan reproduksi terutama pra pernikahan maka target penurunan TFR dapat dipenuhi. Cara memenuhi tolok ukur dari peningkatan jumlah anggota PIK Remaja/Mahasiswa adalah sebagai berikut :

  1. Membentuk kelompok PIK Remaja berbasis kemasyarakatan dengan target setiap desa/kelurahan 1 (satu) PIK Remaja beranggotakan maksimal 50 orang di luar Pendidik Sebaya dan Konselor Sebaya sedangkan kegiatan dilakukan secara rutin mingguan dengan pembinaan selain oleh petugas lapangan juga menjadi tanggung jawab Kepala Desa/Lurah sebab merupakan bagian dalam misi Presiden 2019-2024
  2. Membentuk kelompok PIK Mahasiswa berbasis pendidikan dengan kegiatan menyatu dengan kegiatan kemahasiswaan yang dalam pembinaan Bidang Kemahasiswaa di perguruan tinggi
  3. Melakukan seleksi kelompok kegiatan dengan frekwensi aktifitas pembinaan lebih intensif, kerapian dalam administrasi dan inovasi-inovasi pembina dalam meningkatkan pengetahuan pendewasaan usia perkawinan bagi remaja khususnya remaja perempuan.
  4. Menetapkan hasil seleksi per tingkatan wilayah untuk mendapatkan penghargaan dan salah satu penghargaan bagi kelompok adalah menjadi role model di wilayahnya.

Cara Meningkatkan Peran Media Massa

Harus diakui bahwa media massa memegang peranan penting dalam penyebar luasan informasi semua program pembangunan. Semakin tahun di era globalisasi ini, tehnologi semakin berkembang dan media massa cetak sudah semakin ditinggalkan. Televisi dan media elektronik lah yang saat ini menjadi sarana komunikasi yang dominan di masyarakat. Oleh karenanya pemanfaatan media massa juga sangat penting dan untuk mendapat cakupan terluas dalam penyebar luasan informasi dapat dilakukan dengan cara :
1.    Melakukan pemantauan untuk proses seleksi terhadap media massa yang memiliki slot waktu dalam penyiaran program dengan kriteria prime time dan not prime time.
2.    Pemantauan dilakukan selama setahun guna mengetahui materi dalam penyiaran program dan memastikan bahwa slot waktu da acara itu merupakan inisiatif media massa bersangkutan tanpa ada campur tangan dari pengelola program.
3.       Seleksi berjenjang sehingga ada penetapan media massa unggulan dalam penyiaran program.

Tulisan ini hanya sumbang pemikiran dalam pelaksanaan program KKBPK sehingga dalam masa kerja 5 tahun ke depan dapat mendukung visi dan misi presiden secara keseluruhan. Bahwa role model sangat diperlukan dalam pelaksanaan program KKBPK.

Semoga bermanfaat.

I'm proud to be a family planning participant !!

Kamis, 12 Desember 2019

PISAU ANALISIS

Berhasil atau gagalnya pelaksanaan sebuah program dapat diukur melalui controling yang merupakan salah satu dari fungsi manajemen. Pengawasan atau controling dilakukan menggunakan berbagai macam cara seperti monitoring, evaluasi dan survei.

Monitoring adalah aktifitas pemantauan sejak sebuah kebijakan diterbitkan kemudian diberlakukan yang ditujukan untuk memberikan informasi tentang sebab dan akibat dari suatu kebijakan yang sedang dilaksanakan sehingga sejak awal dapat diketahui kesalahan dalam pelaksanaan kebijakan dan kemudian dapat diperbaiki sesegera mungkin guna mengurangi risiko yang lebih besar. Dengan definisi ini makan sebuah kegiatan monitoring dilakukan dari awal sebagai fungsi controling dalam rangka antisipasi kerugian yang lebih besar.


Evaluasi merupakan saduran dari bahasa Inggris "evaluation" yang diartikan sebagai penaksiran atau penilaian. Nurkancana (1983) menyatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan berkenaan dengan proses untuk menentukan nilai dari suatu hal. Hal-hal yang dilakukan dalam pelaksanaan evaluasi adalah menyangkut sumber daya organisasi dengan mengacu pada 1) siapa 2) apa 3) dimana 4) bilamana atau kapan 5) bagaimana dan 6) mengapa. Dikarenakan sebuah evaluasi menyangkut nilai maka acuan dalam melakukan evaluasi tentu mengarah pada pencapaian tujuan dari sebuah program.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia survei merupakan kata benda yang berarti tehnik riset dengan memberi batas yang jelas atas data; penyelidikan; peninjauan. Dengan adanya batas yang jelas atas data maka yang diberlakukan bukan hanya terkait dengan kebijakan, sumber daya organisasi melainkan juga sasaran dan kurun waktu menjadi tolok ukur dalam kegiatan survei.
Survei Program

  1. Monitoring dikarenakan merupakan kegiatan yang dilakukan sepanjang pelaksanaan kebijakan maka bisa jadi dilakukan secara berkala sehingga dalam sebulan terdapat minimal 2 kali monitoring baik di tempat yang sama maupun tempat berbeda. Penggunaan waktu monitoring adalah bulanan.
  2. Evaluasi dikarenakan merupakan kegiatan yang dilakukan menyangkut nilai berupa perbandingan capaian tujuan berdasarkan waktu sehingga dalam setahu pelaksanaan program akan ada evaluasi per-tri semester atau per semester.
  3. Survei dikarenakan merupakan kegiatan dilakukan dengan batasan data baik dari segi wilayah, waktu, data dan lain sebagainya agar bisa melihat efektifitas dan efisiensi pelaksanaan program sehingga seringkali dilakukan dalam kurun waktu tertentu seperti tahunan, tiga tahunan atau lima tahunan.
Hampir semua organisasi melaksanakan ketiga pola pengawasan atau kontroling ini dengan tujuan agar apa yang menjadi tujuan akhir dari organisasi benar-benar dapat diperhitungkan efektifitas dan efisiensi dalam pencapaiannya. Tentunya termasuk organisasi pemerintahan meskipun tujuan organisasi pemerintahan lebih sering diukur berdasarkan kualitatif.

Di dalam organisasi pemerintahan pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut standar-nya dilakukan dengan memperhatikan kurun waktu seperti :

Kegiatan ini mengarah pada fungsi controling yang sama yakni mengukur keberhasilan sebuah program yang dilaksanakan baik dari sisi kebijakan, sumber daya organisasi maupun pencapaian tujuan program.
Akan tetapi, dari ketiga cara memantau hasil pelaksanaan program, survei merupakan salah satu cara yang lebih banyak dilakukan dengan alasan pelaksanaan survei dengan menggunakan data yang memiliki batasan waktu, tempat dan jumlah dipandang lebih mendekati kebenaran karena data-data yang dikumpulkan dipersepsikan mewakili satu wilayah yang akan dilihat keberhasilannya.

Pisau Analisis

Survei bukan hanya unggul dalam hal pengumpulan data yang dianggap representatif dalam satu wilayah melainkan juga pengolahan datanya yang menggunakan langkah-langkah statistika sangat menggambarkan tingkat kebenaran yang bisa diakui secara teoritis dan empiris meskipun anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan sebuah survei tidaklah sedikit. Oleh karenanya, survei sebagai alat untuk mengukur tingkat keberhasilan program yang dijalankan.

Bagaikan pisau yang bisa mengupas kulit buah sehingga diketahui bentuk dan warna isi buah kemudian bisa mengambil inti dari buah itu untuk dipastikan bisa ditanam lagi untuk pertumbuhan berikutnya. 

Sebagai pisau analisis terhadap program, sebuah survei seyogyanya tidak hanya menggambar buah dari sisi kulitnya saja. Memang, dari sisi kulit buah sudah dapat digambarkan ukuran, warna kulit, tekstur bahkan bisa diduga atau diprediksi kemanisan buah sebelum dikupas. Apabila sebagai pisau, sebuah survei hanya menggambarkan kulit programnya saja maka hal tersebut akan mencederai makna dari survei itu sendiri.

Akan tetapi, tentu akan berbeda hasilnya apabila pisau ini tadi mengupas kulit sehingga dapat diketahui kondisi dalam dari buah baik warna, ketebalan, tekstur isi buah bahkan mungkin rasanya tidak lagi merupakan prediksi melainkan benar-benar bisa dirasakan. Apabila sebuah survei hanya sampai pada titik ini maka itupun belumlah survei yang sempurna.

Saat sebuah pisau bisa membelah daging buah maka akan terlihat unsur-unsur yang mendukung pada pembuktian akan manisnya daging dari buah itu. Atau mungkin tidak terlihat unsur-unsur yang mendukung pada pembuktian rasa manis melainkan justru mengarah pada rasa asam dan kecut. Akhirnya bisa sampai pada biji buah yang kemudian bisa disimpulkan apakah biji itu bisa ditanam untuk melanjutkan atau memperbanyak pohon buah yang sama atau tidak. Analogi pada tahap ini merupakan kesempurnaan sebuah survei.

Artinya, sebagai pisau analisis, sebuah survei seharusnya bisa menjawab apakah yang pemantauan atau yang dipetakan berdasar hasil survei dapat menjawab tantangan program dimasa depan atau tidak. Apakah program bisa dilanjutkan atau tidak.

Apabila sebuah pisau analisis hanya mampu menunjukkan kulit kemudian memperbandingkan kulit buah tahun lalu dan kulit buah tahun sekarang maka bisa jadi hal ini merupakan kegagalan pemahaman dalam melaksanakan survei. Belum lagi apabila dikaitkan dengan fungsi manajemen terhadap pelaksanaan survei, hasil survei itu sendiri yang kemudian hanya sekedar menggambarkan kulit maka ini justru merupakan kegiatan yang tidak efektif dan tidak efisien sehingga bila sampai pada kesimpulan ini, pelaksanaan survei itu sendiri perlu dipertanyakan, apakah perlu dilanjutkan atau diberhentikan ?

Bagaimana mengetahui apakah sebuah survei menjadi pisau yang mengupas buah secara lengkap ataukah hanya sekedar mendampingi tampilnya buah beserta kulitnya ? Ikutilah jalannya diseminasi yang dilaksanakan. Ikuti pula paparan setiap data yang ditampilkan. Dengan demikian akan bisa menjawab, apakah survei itu sebagai pisau analisis atau sekedar gugur kewajiban ? Dan justru mengupas hal lain yang tidak berkaitan dengan langsung dengan program. Anda semua pasti tahu jawabannya.

Tulisan ini hanya tuangan rasa dihari kemarin yang berakibat terpautnya pemikiran bahwa tidak memerlukan pembahasan lebih lanjut selain thank you, for your coming.

I'm proud to be a family planning participant

Selasa, 15 Oktober 2019

INISIATOR dan INOVATOR atau PLAGIATOR

Manager dan Perannya

Dalam sebuah organisasi modern, struktur organisasi menjadi hal penting sehingga proses manajemen dapat berjalan dan tujuan organisasi dapat tercapai. Pada stratifikasi sosial, piramida  merupakan gambaran dari struktur yang ada di dalam organisasi.

Pada lapisan paling bawah dan jumlahnya sangat besar adalah para pelaksana yang bisa juga disamakan dengan staf atau bawahan. Komposisi lapisan ini setidaknya sebesar 40% dari total jumlah sumber daya manusia organisasi. Lapisan berikutnya adalah level lower manager setingkat eselon IV atau eselon V dan supervisor. Komposisi lapisan ini setidaknya 30% dari total jumlah sumber daya manusia organisasi. Komposisi pada lapisan ketiga adalah middle manager setingkat site manager atau eselon III setidaknya 15% dan Top manager atau setingkat manager atau eselon II sebanyak 10% dan sisanya merupakan lapisan paling puncak dengan jumlah yang sangat kecil.

Akan tetapi dalam hal pelaksanaan peran, posisi piramida struktural justru terbalik dimana pada top manager ke atas memiliki peran yang sangat besar karena menjalankan fungsi manajerial dalam bentuk pembuatan keputusan atau kebijakan organisasi yang mengikat seluruh anggota organisasi. Pada middle manager perannya lebih rendah daripada top manager yakni menterjemahkan kebijakan dan mengatur yang melaksanakan kebijakan serta dapat memberikan sanksi berupa hukuman dan penghargaan atas pelaksanaan keputusan atau kebijakan organisasi. Pada lapisan ketiga yakni lower manager memiliki peran yang hanya sebatas melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan kebijakan. Sedangkan pada stratifikasi sosial paling bawah terkait dengan peran hanya memiliki peran sebagai pembantu pelaksana kebijakan bahwa sebagai bagian yang terkena aturan hukum dari kebijakan itu sendiri.

Stratifikasi yang digambarkan tersebut masih pada organisasi sederhana dengan wilayah yang terbatas. Semakin luas wilayah kerja organisasi maka strukturnya akan semakin majemuk dan perannya tentu juga tidak sesederhana yang sudah diuraikan.

Selain peran-peran yang berkaitan dengan fungsi manajerial, masing-masing level stratifikasi menjalankan juga peran yang tidak terlepas dari prinsip kepemimpinan. Prinsip yang terkenal adalah ing arso sung tolodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. Di depan memberi contoh, di tengah-tengah dapat membangun karsa dan mendorong atau memberi dukungan dari belakang.

Pengertian Konsep

Berhubungan dengan peran kepemimpinan, hal yang lazim terlihat dalam suatu organisasi adalah upaya untuk mencapai tujuan. Apabila tujuan menjadi target utama organisasi maka sudah pasti peran manager dan prinsip kepemimpinan ini akan saling berkaitan.

Pemberian target bukan hanya menyangkut program kerja-program kerja melainkan pada hal-hal yang lebih bersifat pada pembentukan karakter diri terutama sebagai seorang manager atau pemimpin. Target pribadi justru lebih kompleks dengan tujuan utama untuk membentuk karakter yang cerdas, ulet, kemitraan  yang dapat memberi contoh, membangun karsa dan memberi dukungan kepada bawahan atau staf nya.

Beberapa konsep yang berkaitan dengan pemenuhan target pembentukan karakter adalah sebagai inisiator dan inovator. 

Inisator

Inisiator adalah orang yang memiliki inisiatif atau yang memiliki pra karsa. Kata inisiatif itu setara dengan prakarsa sedangkan prakarsa adalah upaya atau tindakan mula-mula yang dimunculkan oleh seseorang. Atau bisa juga diartikan sebagai yang mempelopori, mengikhtiarkan atau mengusahakan  untuk pertama kalinya sebelum orang lain melakukan.

Penjelasan konsep inisiator ini berarti sesuatu hal yang belum pernah dilakukan oleh orang lain kemudian untuk pertama kali dilakukan. Seorang inisiator lebih sering bermain konsep atau rancangan kegiatan yang memang bersumber dari kematangan pengalaman dan pendalaman pengetahuan sehingga dapat melihat dengan jelas hal apa yang perlu dilakukan sedangkan orang lain belum memulainya. Akan tetapi, sebagai inisator bukanlah eksekutor yang menuntaskan inisiatifnya.

Kembali pada peran manager maka sebagai inisator, seorang manajer memiliki kemampuan untuk memberikan inisiatif tentang apa yang bisa dilakukan oleh bawahan dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Bukan pada tahap sebagai orang yang menyelesaikan apa yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

Contoh nyata sebagai seorang inisiator adalah yang pertama kali menggunakan thumbler sebagai tempat minum dalam rangka mengurangi sampah pelastik. Atau tidak menggunakan tas kresek melainkan menggunakan keranjang belanja sebelum dikeluarkan larangan penggunaan tas kresek saat berbelanja.


Inovator

Inovator adalah orang yang memperkenalkan gagasan, metoda dan sebagainya yang baru  Dalam hal ini yang dilakukan oleh seorang inovator adalah melakukan analisa terhadap cara atau metoda atau gagasan yang mungkin sudah ada namun tidak sesuai dengan kondisi sekarang atau bisa jadi jugacara atau metoda atau gagasan yang memang belum ada akan tetapi dibutuhkan saat sekarang. Yang pasti gagasan, metoda atau cara ini benar-benar baru.

Seorang manager atau pemimpin sudah lazim bila menjadi inovator agar pelaksanaan kegiatan dalam mencapai tujuan organisasi tidak monoton atau statis yang menyebabkan kejenuhan. Dengana danya gagasan, metoda atau cara yang baru maka sangat memungkinkan menjadi energyzer bagi sumber daya manusia organisasi.

Contoh nyata seorang inovator adalah saat menemukan gagasan dalam mengurai kemacetan dengan melakukan kampanye penggunaan sepeda melalui perbuatan nyata yaitu tidak menggunakan mobil di jam-jam jalan padat. Atau ketika kampanye program menggunakan tatap muka sudah mulai menjemukan maka dipergunakan kampanye program melalui film, video, lagu dan sebagainya.

Yang Manakah ?

Dalam masa-masa sekarang ini dimana seorang pemimpin diminta membuktikan integritas terhadap organisasi yang dipimpin dengan menetapkan 100 hari program kerja yang bisa dicapai setelah disyahkan menjadi pemimpin sebuah organisasi atau unit organisasi maka perlu diamati pencapaian target kinerja 100 hari tersebut baik sebagai inisiator, inovator atau sekedar plagiator.

Berikut adalah analisa kasus terkait tiga kriteria tersebut :

Inisiator

Ketika seorang manager mendapat tugas tugas sebagai seorang mentor dari peserta Pelatihan Dasar (Latsar) saat melaksanakan Rancangan Aktualisasi, seorang inisator tidak akan memberikan konsep apa yang bisa diselesaikan oleh peserta Latsar melainkan memberikan inisiatif beberapa pilihan apa yang bisa dikerjakan oleh peserta Latsar. Dari pilihan inisatif tersebut, Peserta Latsar memiliki kesempatan untuk memikirkan, memilih dan memutus apa yang akan dikerjakannya agar dapat mewujudkan tujuan dari pembuatan rancangan aktualiasasinya. 

Dengan beberapa argumentasi yang dapat membuka wawasan dan pemikiran peserta Latsar sehingga berbekal argumentasi tersebut peserta Latsar dapat memutuskan akan mengerjakan apa yang menurutnya bisa dilakukan. Inisiator kemudian akan membiarkan yang telah diberikan inisiatif tadi untuk menyelesaikan secara keseluruhan apa yang yang menjadi tanggung jawabnya menyangkut penyelesaian Rancangan Aktualiasasi.

Inisiator akan gagal peran disaat peserta Latsar justru hanya meng copy paste dari pemikiran mentornya. Ini bisa diarahkan sebagai plagiator. Apalagi kalau kemudian secara keseluruhan dari yang dikerjakan oleh peserta Latsar adalah pemikiran mentor. Dalam ini, seorang manager atau pemimpin justru tidak melaksanakan kepemimpinan dengan benar karena lepas dari prinsi ing arso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.

Inovator

Ketika seorang manager mendapat target pencapaian kinerja selama 100 hari sejak diangkat dalam sebuah jabatan kemudian menemukan gagasan, ide, metoda dan cara yang baru dan berbeda dengan sebelumnya maka boleh jadi hal itu merupakan fungsi pemimpin sebagai inovator yang kemudian diikuti oleh manager di bawahnya dan bawahannya.

Inovator akan disebut gagal peran manakala ide, gagasan, metoda atau cara yang diunggulkan ternyata bukan berasal dari pemikiran sendiri melainkan berasal dari hal yang sudah ada melainkan hanya tempat penerapannya yang berbeda.

Contoh dalam hal hemat energi dan air sebenarnya sudah ada peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 31 Tahun 2012 tentang pembentukan tim gugus tugas penghematan energi dan air, berarti ketika kegiatan pembentukan tim gugus tugas ini menjadi salah satu dari 100 hari program kerja maka penempatan kegiatan ini tidak termasuk dalam inovasi melainkan hanya pelaksanaan dari ketentuan hukum yang berlaku yang sebenarnya sudah ada di tahun 2012. Apalagi bila ternyata ide atau gagasan itu ternyata munculnya bukan dari pemikiran sendiri melainkan dari pemikiran bawahan maka

Seorang manager atau pemimpin akan gagal peran sebagai insiator dan inovator disaat target pembentukan karakter yang menjadi tanggung jawab kepemimpinannya justru dia ambil dari pemikiran keseluruhan dari bawahan atau stafnya. Dalam hal ini, seorang manager atau pemimpin justru dapat dianggap plagiator. Mengarah pada prinsip yang seharusnya dipunyai seeorang pemimpin yakni ing arso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani maka perilaku seperti ini hanya mengurangi wibawa sebagai manager atau pimpinan.

Kesimpulan

Untuk menjadi seorang pemimpin sebaiknya tidak menggunakan rumus ATM dalam arti Amati, Tiru dan Mulai dari sekarang melainkan justru harusnya menggunakan rumus ATM dalam artian Analisa, Terjemahkan dan Modifikasi.

Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua terutama bagi penulis.

Salam KB !!
I am proud to be a family planning participant


Rabu, 02 Oktober 2019

KETIKA KEPUTUSAN TIDAK MEWAKILI ORGANISASI

Organisasi menurut Profesor Dr. Sondang P. Siagian,  adalah setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja sama serta secara formal terikatdalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan dalam ikatan yang mana terdapat seseorang / beberapa orang yang disebut atasan dan seorang / sekelompok orang disebut bawahan.

Saya mencoba mengurai satu persatu dari pengertian organisasi tersebut.
  1. Persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja sama memberikan gambaran bahwa keterikatan antara orang perorang di dalam sebuah organisasi dibarengi dengan sebuah kerjasama. Tanpa ada kerjasama maka persekutuan itu bukanlah organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa pengerian organisasi bisa di aplikasikan serendah-rendahnya di tingkat keluarga dan setinggi-tingginya di tingkat negara.
  2. Secara formal memberikan gambaran bahwa kerjasama itu dilakukan dengan legitimasi yang syah baik menurut undang-undang formal maupun menurut norma atau kaidah yang berlaku di dalam masyarakat. Oleh karena itu, legitimasi terhadap persekutuan  menjadi dasar terselenggaranya sebuah kerjasama.
  3. Pencapaian tujuan merupakan sesuatu yang akan dipenuhi atas terbentuknya persekutuan tersebut baik secara kualitas maupun kuantitas yang bersifat fisik maupun non fisik, material maupun immaterial..
  4. Atasan dan bawahan merupakan deskripsi yang memperjelas pola hubungan antar perorangan dalam perserikatan itu sendiri sehingga alur perintah dalam rangka mencapai tujuan semakin jelas dan mudah dilakukan.


Ideal-nya setiap organisasi akan dapat mencapai TUJUAN yang telah ditetapkan apabila sebuah persekutuan sudah dilegitimasi untuk kerjasama dan pola kerjasama yang jelas.

Penetapan tujuan biasanya disesuaikan dengan tingkat  kebutuhan organisasi itu sendiri yang terkait dengan manusia, peralatan, cara/tehnik dan keuangan. Namun ada kalanya sebuah organisasi yang dibetuk dengan dasar legitimasi yang kuat ternyata tidak dapat mewujudkan tujuan organisasi dalam artian baik GAGAL SEBAGIAN maupun gagal secara keseluruhan.

Kegagalan dalam pencapaian tujuan bisa disebabkan oleh 
  • Bentuk kerjasama tidak memiliki fundamen yang kuat baik dari sisi hubungan antar anggotanya maupun legitimasi garis perintah
  • Tujuan yang ditetapkan tidak bisa diukur baik secara kualitas maupun kuantitas
  • Hubungan antar personil dalam organisasi tidak memiliki kesamaan pandangan.
  • Keputusan atau kebijakan yang diambil tidak mewakili organisasi.
Salah satu penyebab kegagalan pencapaian tujuan adalah adanya keputusan atau kebijakan yang tidak mewakili organisasi melainkan untuk KEPENTINGAN perorangan.

Ketika sebuah keputusan dan kebijakan tidak mewakili organisasi khususnya secara formil apalagi bila ternyata keputusan itu untuk memenangkan KEPENTINGAN PERORANGAN atau GOLONGAN maka sudah bisa dipastikan pencapaian TUJUAN akan GAGAL TOTAL baik dari segi JUMLAH maupun KUALITAS-nya

Rabu, 14 Agustus 2019

KAJIAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA

Data

Sejak tahun 1991, BKKBn telah memiliki sistem pengolahan data yang tersttruktur dimulai dari tingkat terendah seperti Puskesmas untuk pelayanan KB dan keluarga untuk pembinaan ketahanan keluarga yang tersaji sampai ke tingkat nasional. Sejak dari proses manual yang memakan waktu berbulan-bulan hingga proses cepat menggunakan tehnologi informatika sehingga hanya perlu beberapa jam untuk mendapatkan data dari tingkat terendah dalam program Kependudukan, Keluarga Berencana dan pembangunan Keluarga.

Data-data tersebut terekapitlasi secara sistematis sehingga mudah ditelusuri sumber data dan mudah pula dilakukan penghitungan terhadap angka-angka yang tersedia sehingga menghasilkan kesimpulan yang cukup signifikan dalam penentuan kebijakan baik secara program maupun anggaran.

Akan tetapi, data-data yang tersedia dan disajikan oleh BKKBN masih merupakan gambaran-gambaran umum mengenai program KB atau KS saja. Data-data itu sendiri belum dicoba untuk dilakukan kajian secara lebih mendalam guna mengambil satu langkah besar dalam program KKBPK.

Mengacu pada yang pernah dilaksanakan oleh Pemda Kabupaten Sukabumi pada tahun 2011 yakni dengan memanfaatkan data-data yang ada dalam program KKBPK untuk melakukan sebuah kajian akademis yang kemudian dapat menjawab pertanyaan yang cukup penting yaitu apakah program KB dibutuhkan atau tidak ?

Tulisan berikut mencoba mengolah data yang ada di Kalimantan Selatan untuk melihat Cost and Beneffit Program KKBPK di Kalimantan Selatan. Adapun yang akan dianalisa adalah data-data

  • Hasil pendataan keluarga tahun 2015
  • Pasangan Usia Subur, Peserta KB Aktif per Mix Kontrasepsi Rapat Pengendalian Program per Desember 2017 dan Desember 2018, 
  • Jumlah Penduduk 2018 dari BPS


Penghitungan Data Dasar

Tujuan program KKBPK adalah menahan laju pertumbuhan penduduk melalui pengaturan jarak dan jumlah kelahiran. Oleh karena itu, ukuran yang akan dijadikan sebagai kunci jawaban dari pertanyaan di atas adalah pada jumlah kelahiran. 

Angka Crude Birth Rate adalah rata-rata penduduk lahir hidup per 1000 penduduk disebuah wilayah.  Pada tahun 2011 CBR di Kalsel sebesar 18,3 artinya per 1000 penduduk terdapat 183 penduduk lahir hidup. Dalam penghitungan ini diberi konstan 50 yang berarti dalam 1000 penduduk terdapat 500 kelahiran.

Angka Kelahiran Total pada penghitungan ini adalah dengan mengambil data dasar jumlah penduduk usia dibawah 1 tahun dibanding dengan jumlah wanita usia subur pada hasil Pendataan Keluarga tahun 2015 karena dianggap 90% merupakan data valid by name by address yang diperoleh dari hasil pendataan keluarga di Kalimantan Selatan. Angka ini kemudian di bagi 1000. Angka ini seharusnya merupakan Total Fertility Rate akan tetapi TFR yang diperoleh dari hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia tidak dapat menggambarkan data per Kabupaten/Kota sehingga perlu dihitung angka yang mendekati angka kelahiran total ini.

Angka Efektifitas diperoleh dari jumlah keseluruhan % per mix kontrasepsi terhadap efektifitas masing-masing kontrasepsi dimana

  • Efektifitas IUD yang tinggi 0,95; sedang 0,90 dan rendah 0,85
  • Efektifitas MOP dan MOW yang tinggi; sedang maupun rendah sebesar 1
  • Efektifitas Implant yang tinggi 0,95; sedang 0,90 dan rendah 0,85
  • Efektifitas Suntik dan Pil yang tinggi 0,95; sedang 0,87 dan rendah 0,80
  • Efektifitas kondom yang tinggi 0,95; sedang 0,80 dan rendah 0,75

Data lainnya diambil dari sumber-sumber yang sudah disebutkan di atas.

Hasil Penghitungan


Sumber Data : Hasil Penghitungan Data Dasar PK 2015, Radalgram Desember 2017 dan 2018

Tabel di atas menunjukkan hasil pengolahan pada data dasar yang memunculkan proses input data terdiri dari % PA/PUS, %PUS tahun 2017, % PUS tahun 2018, P(penduduk) tahun 2018 dan % Angka Kelahiran Total.

Dari angka-angka di atas diketahui bahwa

  1. % angka kelahiran total di Kalimantan Selatan pada tahun 2015 sebesar 0,82. Laju pertambahan pasangan usia subur tahun 2017 ke 2018 sebesar 0,04. 
  2. Efektifitas kontrasepsi di Kalimantan Selatan tertinggi 96,05; sedang 87,79 dan terendah 72,33.
Kedua jenis hasil penghitungan data dasar ini kemudian dilakukan perhitungan dan untuk efektifitas kontrasepsi yang dipakai adalah efektifitas tertinggi.

Hasil Pengolahan

Berikut merupakan hasil pengolahan data dasar berupa 
  1. Angka kelahiran kasar berdasar efektifitas yakni pengurangan antara angka kelahiran kasar awal dengan perkalian antara PA/PUS dengan tingkat efektifitas tertinggi dibagi laju pertambahan PUS.
  2. Angka kelahiran total berdasar efektifitas yakni pengurangan antara angka kelahiran kasar efektitas dikalikan dengan angka kelahiran total.
Dari kedua hasil penghitungan ini bisa diketahui angka kelahiran tercegah menurut efektifitas yakni dengan mengurangkan angka kelahiran kasar berdasar efektifitas terhadap angka kelahiran total berdasar efektifitas dibagi 1000 dan dikali dengan penduduk tahun 2018.

Sumber Data : Hasil Pengolahan Data Dasar

Tabel di atas menunjukkan kondisi sebagai berikut
  1. Angka kelahiran kasar menurut efektifitas penggunaan kontrasepsi di Kalimantan Selatan sebesar 21,20. Angka ini termasuk cukup besar dan dari 13 Kabupaten/Kota terlihat angka kelahiran kasar menurut efektifitas penggunaan alat kontrasepsi ada di Kabupaten Kotabaru, Banjar, Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah dan Balangan.
  2. Angka kelahiran total menurut efektifitas penggunaan kontrasepsi di Kalimantan Selatan sebesar 2,97 dan hampir seluruh Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan berada di angka 2-3.
  3. Kelahiran tercegah disebabkan efektifitas penggunaan kontrasepsi di Kalimantan Selatan sebanyak 105.146 tersebar di 13 Kabupaten/Kota dengan kelahiran tercegah paling banyak di Kota Banjarmasin dan Kabupaten Banjar. Untuk Kabupaten Banjar perlu dilakukan penelitian lebih mendalam sebab Angka Kelahiran Kasar menurut efektifitas penggunaan kontrasepsi besar akan tetapi kelahiran tercegahnya juga besar. Hal ini bisa besarnya angka kelahiran tercegah di Kabupaten Banjar tidak sepenuhnya disebabkan efektifitas penggunaan kontrasepsi melainkan hal-hal lain di luar kontrasepsi modern.
Dengan 105.146 kelahiran yang dapat dicegah di Provinsi Kalimantan Selatan ini, apabila diperhitungkan ke dalam pembiayaan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah menyangkut pendidikan dasar dan kesehatan maka dengan tercegahnya kelahiran karena penggunaan Alat Obat Kontrasepsi ini memberikan korelasi yang cukup besar dalam penghematan anggaran.

Berdasar asumsi 1 orang mendapat biaya pendidikan dasar sebesar 3 juta rupiah dan kesehatan dasar sebesar 3 juta 5 ratus ribu rupiah maka Pemerintah (Pusat mapun Daerah) perlu menyiapkan dana sebesar Rp. 6.500.000,- (enam juta lima ratus ribu rupiah) perorang.

Kelahiran tercegah di Provinsi Kalimantan Selatan sebanyak 105.146 maka Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah tidak jadi atau tercegah menyiapkan anggaran lebih dari 630 milyar rupiah. Kalau tidak ada penggunaan alat kontrasepsi maka tidak ada kelahiran yang tercegah dan tentunya harus menyiapkan anggaran yang lebih besar untuk pendidikan dasar dan kesehatan dasar.

Semoga uraian ini memberikan gambaran bahwa program KKBPK dibutuhkan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Hasil dari program ini tidak dirasakan secara langsung melainkan dirasakan secara tidak langsung karena penghematan anggaran sebesar 630 milyar rupiah tersebut dapat diarahkan pada pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah Kalimantan Selatan.

Perhitungan yang sama bisa dilakukan untuk seluruh Provinsi di Indoensia guna menjawab pertanyaan tentang tingkat kebutuhan program KKBPK di Indonesia.

Salam KB !!!
I am proud to be a family planning participant 


Rabu, 07 Agustus 2019

POHON SALAM

Secara umum salam diartikan sebagai cara bagi makhluk hidup untuk secara sengaja meng-komunikasi-kan kesadaran akan kehadiran orang lain untuk menunjukan perhatian dan/atau untuk menegaskan atau menyarankan jenis hubungan atau status sosial antar individu atau kelompok orang yang berhubungan satu sama lain. Tujuan sebuah salam adalah untuk mempererat hubungan.

Dalam tulisan kali ini, saya ingin membahas mengenai pohon salam. Tentunya bukan salam secara khusus dalam pengertian agama atau kepercayaan, melainkan salam-salam yang berkaitan dengan pelaksanaan sebuah program. Dalam hal ini khususnya program KKBPK.

Struktur Pohon

Seperti diketahui bersama, yang nampak dipermukaan dari sebuah pohon adalah batang, cabang, ranting, ruas untuk kemudian di setiap ruas inilah ada lembaran daun sehingga berbentuk pohon.

Sebuah pohon yang hanya terdiri dari batang, tentu bukan pohon hidup sebab ciri sebuah pohon hidup adalah adanya daun. Dan daun, tidak tumbuh di batang pohon, minimal tumbuh di pelepah batang pohon yang merupakan bagian dari batang pohon.

Pohon Salam

Program utama dari Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga adalah menahan laju pertumbuhan penduduk dengan program pengaturan jarak dan jumlah kelahiran. Dengan demikian slogan DUA ANAK CUKUP dapat mewakili pelaksanaan program di lembaga pemerintah non departemen ini.

Slogan itu kemudian diikuti dengan salam yang khas terdengar sudah sejak lama yaitu samal KB yang akan dijawab dengan DUA ANAK CUKUP, BAHAGIA SEJAHTERA.

Dengan salam dan jawaban ini, sebenarnya sudah mewakili program Keluarga Berencana secara keseluruhan.

Akan tetapi, dengan perkembangan situasi dan kondisi lingkungan eksternal, program KKBPK kemudian melaksanakan berbagai kegiatan di berbagai kelompok umur. Akhirnya setiap kegiatan unit yang menyelenggarakan program KKBPK memiliki salam-salamnya sendiri.

Sebagai sebuah pohon, salam KB akhirnya bercabang menjadi salam petugas lapangan KB, salam GenRe, salam Lansia, salam BKB, salam KKBPK dan salam lainnya. Jawaban salam-pun beraneka ragam. Pada akhirnya, dari sebatang pohon salam KB menjadi cabang, ranting dan ruas salam yang cukup banyak. Siapa yang menanggung beban salam ini ?

Beban Salam

Ketika sebuah salam muncul, awalnya diperkenalkan kepada 33 orang dari 33 provinsi dan hanya untuk kalangan di cabang salam itu sendiri. Tetapi ketika salam membentuk ranting maka 33 provinsi sudah menerima salam cabang dan salam ranting. 

Bila sebuah pohon memiliki 6 cabang dan 30 ranting maka jumlah salam sangat bergantung pada cabang dan ranting ini. Beruntung kalau dari 6 cabang ini tidak semua ranting memiliki salam. Kalau semua ranting memiliki salam maka penyebaran ke 33 provinsi menjadi sebanyak 37 salam yakni salam utama, salam cabang dan salam ranting.

Siapa yang terkena beban salam ? Pembahasan berikut gambarannya.

Struktur pohon, sama dengan struktur organisasi. Atau boleh jadi, struktur organisasi merupakan pengejawantahan dari sebuah pohon. Itu sebabnya, sebuah organisasi besar akan terdiri dari organisasi pusat atau organisasi induk, organisasi cabang, organisasi ranting dan seterusnya hingga organisasi tersebut berada di tingkat paling rendah dan rimbun yakni desa/kelurahan. Disebut rendah karena secara tata perintahan levelnya terakhir adalah desa/kelurahan disebut rimbun karena jumlah desa/kelurahan lebih banyak dibanding jumlah kecamatan apalagi dibanding jumlah kabupaten/kota dan jumlah provinsi.

Beban pekerjaan sebuah program berada di level desa/kelurahan. Kalau di organisasi induk terdapat pembagian struktur yang melaksanakan tugas secara terfokus hanya pada tugas pokok dan fungsi dari strukturnya saja, demikian pula bi level provinsi dan kabupaten/kota maka berbeda di tingkat desa/kelurahan. 

Seorang petugas lapangan KB adalah struktur utuh dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional dimana bidang perencanaan, bidang KB, bidang KS, Bidang Dalduk, Bidang Adpin, Sekretariat dan Bidang Pelatihan berada di tugas pokok dan fungsi petugas lapangan KB. Akan bisa dibayangkan seorang petugas lapangan KB harus mengucapkan 36 buah salam dipertemuan yang berbeda-beda.

Dampak Salam

Pelaksanaan program KKBPK tidak hanya dilakukan oleh petugas lapangan KB melainkan juga oleh Kader KB. Sama hal-nya dengan petugas lapangan KB, karena setiap pembinaan dari provinsi dan kabupaten/kota membawa salam maka seorang kader KB akan menampung minimal 6 sampai dengan 10 salam.

Bisa dibayangkan kalau semua salam ini sampai ke tengah-tengah masyarakat dengan pendidikan yang rata-rata SD. Bisa jadi dengan analisis sederhana-nya masyarakat akan bertanya, sebenarnya program KKBPK itu fokusnya kemana ? Kalau kemudian jawaban atas pertanyaan itu tidak sesuai yang diharapkan maka akan menimbulkan kesimpulan bahwa program KKBPK itu tumpang tindih dengan program lain. Pada akhirya mempengaruhi pelaksanaan program KKBPK itu sendiri di tengah-tengah masyarakat karena mereka ambigu dengan tujuan program yang dijalankan oleh petugas lapangan KB dan oleh kader KB.

Akan tetapi dengan penggambaran ini, bukan berarti salam-salam tersebut dihilangkan melainkan justru harus lebih difokuskan lagi sesuai dengan segmen dan wilayahnya. Salam harus dibedakan mana salam yang untuk masyarakat banyak dan mana salam yang hanya untuk pelaksana program. 

Contoh 
  1. Salam petugas lapangan KB untuk segmen pengelola program bukan semua sektor melainkan pengelola program KKBPK dari tingkat provinsi dan lini lapangan
  2. Salam KKBPK untuk segmen pengelola program di tingkat provinsi, bukan untuk petugas lapangan KB karena mereka sudah ada salam sendiri
  3. Salam GenRe merupakan salam untuk segmen remaja maka tidak perlu dibawa ke masyarakat luas melainkan cukup di lingkungan remaja dan pada pertemuan remaja
  4. Salam lansia merupakan salam untuk segmen bina keluarga lansia, tidak perlu dibawa ke pertemuan umum.
Dengan memahami segmentasi tersebut maka salam akan terfokus sesuai dengan sasaran program dan hal tersebut justru lebih melekat sesuai dengan kelompok kegiatan dimana program KKBPK itu berjalan.

Demikian dan semoga bermanfaatn

Salam KB !!

I am proud to be a family planning participant.......

Minggu, 04 Agustus 2019

JARI

Lima jari yang kita miliki, masing-masing punya nama dan makna sendiri-sendiri
  1. Jari telunjuk : merupakan jari yang dipergunakan untuk menunjuk baik jauh maupun dekat. Dengan posisi ini maka kita dapat menyebutkan jari telunjuk adalah lambang orang yang suka memberi perintah (pemerintah)
  2. Jari tengah : merupakan jari dengan ukuran paling tinggi dan berada persis di tengah. Dengan posisi ini maka kita dapat menyebutkan jari tengah adalah lembang kaum elit yang berada pada posisi di atas.
  3. Jari manis : merupakan jari dimana sering mengenakan perhiasan berupa cincin. Dengan posisi ini maka kita dapat menyebutkan jari manis adalah lambang kaum borju atau orang-orang kaya.
  4. Jari kelingking : merupakan jari paling kecil dan seringkali dihitung paling akhir. Dengan posisi ini maka kita dapat menyebutkan jari kelingking adalah lambang kaum yang diperhitungkan paling akhir karena mereka hanya orang-orang kecil.
  5. Jari jempol : segala hal yang bagus, hebat, istimewa diberi acungan jempol dan saat menghitung jempol selalu mendapat urutan pertama. Dengan posisi ini maka kita dapat menyebutkan jari jempol adalah lambang kaum yang hebat seperti ulama, cendikiawan dan sejenisnya.


TAHUKAH

1.  Bahwa jari kelingking itu :
  • Cuma berdampingan dengan jari manis tanpa bisa saling menyentuh dengan mesra. Artinya, orang-orang kecil selalu ada dekat dengan kaum borju namun tidak akan bisa bersentuhan
  • Tidak bisa disentuh oleh jari tengah walau jari tengah membungkuk sekalipun. Dengan menimbulkan rasa sakit, jari tengah tidak akan bisa menyentuh jari kelingking. Artinya, kaum elit tidak akan bisa menyentuh orang-orang kecil dan andaikata dipaksa hanya menimbulkan rasa sakit pada sekitarnya.
  • Tersentuh hanya sekedarnya oleh jari telunjuk dan itupun telunjuklah yang harus mendekat Artinya, orang yang memberi perintah / pemerintah hanya bisa menyentuh orang-orang kecil ini sekedarnya saja
  • Bersentuhan sempurna dengan jari jempol. Artinya, hanya orang-orang jempol-lah yang bisa menyentuh orang-orang kecil.

2.  Bahwa jari telunjuk itu :
  • Dengan jari kelingking sudah jelas.
  • Dengan jari tengah hanya berdampingan tanpa bisa bersentuhan dengan sempurna. Artinya, pemerintah dan orang elit hanya bisa berdampingan namun tidak bisa saling bersentuhan
  • Dengan jari manis bisa bersentuhan bila keduanya saling mendekat. Artinya, pemerintah dan kaum borju bisa bersentuhan dengan baik walau dipisah oleh kaum elit
  • Dengan jari jempol bersentuhan sangat sempurna. Artinya, orang-orang jempol bisa menyentuh pemerintah.

3. Bahwa jari tengah itu :
  • Dengan jari kelingking sudah jelas
  • Dengan jari telunjuk sudah jelas
  • Dengan jari manis berdampingan namun tidak bisa saling menyentuh satu sama lain. Artinya, kaum elit sulit bersentuhan dengan kaum borju
  • Dengan jari jempol, bersentuhan sangat sempurna bila jari tengah menunduk. Artinya, orang-orang elit hanya bisa bersentuhan dengan orang-orang jempol

4. Bahwa jari manis itu :
  • Dengan jari kelingking sudah jelas
  • Dengan jari tengah sudah jelas
  • Dengan jari telunjuk sudah jelas
  • Dengan jari jempol, bila jari manis menunduk dan jari jempol mendekat maka akan bersentuhan. Artinya, kaum borju bila mau merendah dan di dekati oleh orang-orang jempol maka mereka akan saling bersentuhan

5. Bahwa jari jempol itu :
  • Dengan jari telunjuk bisa mendekat dan bersentuhan
  • Dengan jari tengah bila si tengah menunduk maka bisa bersentuhan
  • Dengan jari manis bila si manis mendekat maka bisa bersentuhan
  • Dengan jari kelingking bila keduanya saling mendekat maka bersentuhan.


MAKA ALANGKAH BAHAGIANYA ORANG YANG MENEMPATKAN DIRINYA PADA GOLONGAN JEMPOL SEBAB BISA MENYENTUH SEGALA KELOMPOK DALAM STRATA KEHIDUPAN BERMASYARAKAT.

JANGAN BANGGA SAAT MENEMPATKAN DIRI SEBAGAI JARI TELUNJUK, JARI TENGAH APALAGI JARI MANIS SEBAB TEMANNYA SANGAT TERBATAS.

Selamat sore

ISTILAH "JUAL PANDIRAN"

Pandiran di dalam bahasa Indonesia adalah “omongan” atau “perkataan”. Dengan demikian, jual pandiran berarti menjual perkataan. Kalau seseorang bertindak sebagai penjual barang maka akan disebut sesuai dengan barang yang diperjual belikan. Jual sayur berarti dilakukan oleh penjual dengan barang dagangan adalah sayur mayur….walau dalam dagangannya terdapat ikan, bumbu sayur dan sebagainya sebab dianggap barangan dampingan dari barang yang dijual. Keuntungan yang di dapat tentunya bersifat simbiosis mutualisme yakni sebagai pembeli dapat manfaat atas barang yang dibeli dan sebagai penjual mendapat keuntungan dari barang yang dijual.

Bagaimana dengan “jual pandiran” ?

Sudah jelas, yang dijual adalah perkataan. Perkembangan jaman mengharuskan adanya seorang penjual perkataan.  Maksudnya, dengan perkataan yang disampaikan maka seseorang bisa mendapat keuntungan atas perkataannya sedangkan pihak lain mendapat manfaat dari perkataan itu. Artinya, dalam kegiatan jual pandiran tetap ada prinsip simbiosis mutualisme.

Contoh sederhana dari orang yang jual pandiran adalah “komentator” sepak bola atau olahraga lainnya. Si penjual perkataan mendapat keuntungan berupa material sementara orang yang mendengar perkataan itu mendapat manfaat dengan pertambahan pengetahuan dalam olahraga yang diberi komentar.

Contoh lainnya adalah ahli social, politik, pendidikan dan sebagainya yang sering memberikan pembahasan tentang hal-hal yang menjadi spesialisasinya. Dengan penyampaian pembahasan tersebut penjual perkataan mendapat keuntungan material maupun non material sementara pendengar mendapat manfaat berupa pengetahuan dan apabila “jual pandiran” itu dilakukan melalui media massa sudah barang tentu diharapkan bisa menaikkan rating maupun oplah.

Jual pandiran pada masyarakat modern justru diperlukan sebab perkembangan ilmu pengetahuan ternyata menunjukkan bahwa perlu seorang motivator atau fasilitator yang bisa meningkatkan pengetahuan sampai dengan mengubah sikap dalam pengambilan kebijakan. Seorang motivator dan fasilitator pada dasarnya “jual pandiran” namun sekali lagi ada simbiosis mutualisme dalam pola kegiatannya.

Dari seluruh contoh tersebut jelas bahwa orang yang “jual pandiran” perlu memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan secara khusus sehingga “pandiran” yang dijual bisa memberi manfaat bagi yang mendengarkan.

Ada ilustrasi orang yang juga termasuk dalam istilah “jual pandiran” tanpa harus memiliki kualitas dalam hal pengetahuan, keterampilan maupun kemampuan khusus sebagai berikut :

Si A mengatakan kepada si C bahwa dirinya akan pergi bila si B memberikan rekomendasi untuk kepergian itu. Sementara kepada orang lain justru si A mengatakan si C yang berkata demikian. Padahal baik B maupun C tidak melakukan tindakan apapun dalam memberikan rekomendasi tersebut bahkan tidak mengatakan seperti apa yang disampaikan oleh si A.

Sahabatku, bagaimana dengan “jual pandiran” yang tidak didasarkan pada kualitas yang khusus terhadap pengetahuan, keterampilan maupun kemampuan seperti ilustrasi di atas ? Bersifat simbiosis mutualisme ataukah simbiosis parasitisme ?


Catatan 7 Pebruari 2011

MANA YANG LEBIH DAHULU ?

Pembahasan berikut ini tidak berkaitan dengan anekdot lebih dahulu mana antara ayam dan telur melainkan sebuah pembahasan yang berkenaan dengan organisasi pemerintahan.


Moratorium dan Gap Struktur

Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan moratorium Pegawai Negeri Sipil di tahun 2014. Penerimaan pegawai kemudian dilaksanakan pada tahun 2017 dan tahun 2018. Penerimaan pegawai di tahun 2016 dan 2018 ditujukan untuk mengganti pegawai yang pensiun pada tahun 2016 dan 2018. Dengan tidak adanya penerimaan pegawai selama 4 tahun tersebut sangat terlihat dampaknya pada suksesi pejabat struktural di lembaga pemerintahan baik pusat maupun daerah.

Banyak jabatan-jabatan kosong yang kemudian diisi rangkap oleh pejabat definitif lain. Rangkap jabatan itu sendiri akhirnya berlangsung dalam waktu yang cukup lama sebab terdapat gap yang cukup lebar saat dilakukan pemetaan pegawai. Pemetaan pegawai sangat diperlukan untuk mengetahui kemapuan personil terhadap beban kerja organisasi pemerintahan. Di dalam pemetaan tersebut yang perlu dilihat selain pendidikan tentunya masa kerja pegawai, kemampuan managerial  dan kemampuan operasional sesuai kebutuhan organisasi. Kenyataannya, dengan 4 (empat) tahun moratorium menyebabkan banyak pegawai yang kemudian secara instan menduduki jabatan-jabatan yang kosong padahal dari segi kemampuan managerial dan operasional belum memenuhi syarat.

Dampak dari penempatan karena faktor instan ini adalah bukan hanya dalam hal me menage kegiatan dan anggaran yang bermasalah melainkan pemahaman terhadap tugas pokok dan fungsi yang sangat rendah.

Sebagai contoh pernah saya temui, seorang pejabat eselon 4 yang baru dilantik padahal masa kerja kurang dari 10 tahun tidak memahami definisi operasional yang menjadi tugas pokok dan fungsinya seperti PPKBD, Sub PPKBD, BKB, BKR, BKl dan UPPKS. Hal ini berpengaruh pada pelaksanaan kegiatan di lapangan karena pejabat baru ini mengira semua petugas lapangan merupakan kader PPKBD. Akhirnya, agar tidak salah kaprah, perlu diberi inforasi-informasi tambahan bagi pejabat baru ini.

Hal lain yang kemudian terjadi adalah ketika perlu dilakukan perputaran pejabat, yang bersangkutan menyatakan tidak ingin dimutasi ke tempat yang lain dengan alasan status pendidikannya mengharuskan dia berada di jabatan tersebut selama bekerja di organisasi pemerintahan dimana dia berada. Kondisi ini tentunya sangat tidak menguntungkan bagi organisasi berkaitan dengan kewajiban untuk memberikan pengembangan bagi sumber daya manusia dalam organisasi tersebut. Walhasil, pejabat yang dilantik tahun 2015 ini sampai sekarang masih berada di posisi yang sama sementara beberapa rekannya sudah bergeser.

Gap-gap semacam ini yang muncul pasca diterapkan moratorium pegawai negeri sipil. Pejabat yang duduk secara instant.

Mana Yang Duluan ?

Banyak organisasi pemerintahan yang akhirnya kekurangan personil untuk mengisi jabatan-jabatan kosong. Dari sekian banyak jabatan yang ada dalam struktur organisasi pemerintahan, terdapat jabatan vital yang seharusnya definitif apalagi ketika pimpinan di organisasi tersebut menghadapi masa purna tugas.

Jabatan vital tersebut adalah sekretaris dikarenakan tugas pokok dan fungsinya yang menangangi permasalahan administrasi kepegawaian, administrasi keuangan dan administrasi perkantoran lainnya. Disaat sebuah organisasi pemerintahan memiliki pimpinan, jabatan sekretaris yang kosong tidak akan berdampak secara signifikan karena tanggung jawab menejerial berada di level pimpinan. Akan tetapi dalam posisi tidak adanya sekretaris yang kemudian diikuti dengan tidak adanya pimpinan akibat purna tugas, akan berdampak sangat signifikan. . 

Apabila pejabat yang ditempatkan sebagai sekretaris adalah pejabat yang secara definitif merupakan pejabat operasional dikhawatirkan akan menimbulkan permasalahan tersendiri. Permasalahan bukan hanya sekedar pada kemampuan dalam membagi perhatian pada pelaksanaan tanggung jawab dua bidang melainkan akan terjadi benturan kepentingan. Hal ini dikarenakan sekretaris memiliki tanggung jawab administrasi keuangan dan program dari lingkungan internal sampai eksternal sedangkan jabatan operasional bagi sekretaris bukan hanya bagian dari menejerial internal melainkan juga merupakan eksternal bagi pelaksanaan administrasi keuangan dan administrasi program.

Akan berbeda bila pejabat sekretaris merangkap jabatan operasional karena secara definitif tanggung jawabnya sudah pada bagian menejerial sehingga sifat bantuan ke jabatan operasional yang diembannya sebagai jabatan rangkap hanya akan bersifat adminsitratif. Benturan kepentingan akan sangat kecil terjadi.

Dengan dasar pemikiran ini makan sebaiknya yang didahulukan adalah pelantikan terhadap pejabat sekretaris.

Pentingnya Assesment

Mengingat jabatan sekretaris adalah jabatan strutural yang vital dalam sebuah organisasi pemerintahan, sudah seharusnya penempatan personil dalam jabatan ini mengacu pada need assesment. Bukan hanya dari segi kemampuan menejerial yang harus diketahui melainkan sikap dan tingkat emosional. Berbeda dengan jabatan operasional dimana hubungan individu terjalin dengan mitra kerja, seorang sekretaris memiliki hubungan individu selain dengan mitra kerja juga dengan pegawai-pegawai internal.

Yang lebih utama adalah tidak adanya indikasi perilaku dan pemikiran untuk melakukan penyalah gunaan wewenang dikarenakan dalam jabatan sekretaris ini administrasi keuangan dan administrasi pekerjaan berlangsung. Berbeda dengan jabatan operasional yang hanya mengelola anggaran bidang sendiri, jabatan sekretaris memiliki tanggung jawab mengelola keuangan keseluruhan dalam organisasi pemerintahan.

Salam 

Sabtu, 03 Agustus 2019

SURVEY REFORMASI BIROKRASI


Berdasar situs website Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, pengertian reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business prosess) dan sumber daya manusia aparatur. 
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan reformasi birokrasi tersebut, terdapat berbagai kegiatan yang mengarah pada pencapaian tujuan dari Reformasi Birokrasi. Untuk memantau keberhasilannya, Kemenpan melakukan survei di seluruh kementerian dan lembaga secara berkala dan akan mencapai akhir evaluasi adalah pada tahun 2019. Indeks Reformasi Birokrasi terdiri dari :
A.  Pengungkit terdiri dari 
1.   Manajemen perubahan
2.   Penataan Peraturan Perundang-Undangan
3.   Penataan dan Penguatan Organisasi
4.   Penata tatalaksanaan
5.   Penataan Sistem Manajemen SDM
6.   Penguatan Akuntabilitas
7.   Penguatan Pengawasan
8.   Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

B.  Hasil terdiri dari
1.   Nilai Akuntabilitas Kinerja
2.   Survei Internal Integritas Organisasi
3.   Survei Eksternal Persepsi Korupsi
4.   Opini BPK
5.   Survei Eksternal Pelayanan Publik.

Pencapaian
Lembaga yang termasuk dalam survey RB Kemenpan adalah BKKBN yang memiliki tugas pokok dan fungsi menurunkan laju pertumbuhan penduduk. 

Berdasar hasil survei integritas jabatan di lingkungan BKKBN terdapat kriteria sebagai berikut :
1. Pada tahun 2017 terdapat 21%  memahami tugas pokok dan fungsi sedangkan pada tahun 2018 terdapat 16%
2. Pada tahun 2017 terdapat 11% yang tidak memahami tugas pokok dan fungsi serta ukuran keberhasilan pekerjaan sedangkan pada tahun 2018 menjadi 27%.

Dari kriteria pengetahuan terhadap tugas pokok dan fungsi serta ukuran keberhasilan pekerjaan diketahui bahwa justru yang meningkat adalah ketidak tahuan pegawai atas tugas pokok dan fungsi serta ukuran keberhasilan pekerjaan.

Apabila dikaitkan dengan indeks dalam reformasi birokrasi maka hal tersebut dapat dianalisa sebagai berikut :

A.  Pengungkit terdiri dari 

  1. Manajemen perubahan terdapat capaian sebesar 49,4% dari nilai maksimal pada tahun 2018 sedangkan tahun 2016 tercapai sebesar 49,8% artinya pada tahun 2018 terdapat penurunan sebesar 0,4%
  2. Penataan Peraturan Perundang-Undangan tercapai sebesar  41,8% dari tahun 2016 sampai dengan tahun 2018 dari nilai maksimal sehingga tidak ada perubahan
  3. Penataan dan Penguatan Organisasi tercapai 53,7% tahun 2018 sedangkan tahun 2016 tercapai 64,0% artinya terdapat penurunan sebesar 10,3% dari nilai maksimal
  4. Penata tatalaksanaan tercapai 53,7% tahun 2018 sedangkan tahun 2016 tercapai 56,3% artinya terdapat penurunan sebesar 2,7% dari nilai maksimal
  5. Penataan Sistem Manajemen SDM tercapai 81,0% pada tahun 2018 sedangkan tahun 2016 tercapai 80,5% artinya terdapat kenaikan sebesar 0,5% dari nilai maksimal
  6. Penguatan Akuntabilitas tercapai 57,8% pada tahun 2018 sedangkan pada tahun 2016 sebesar 72,5% artinya terdapat penurunan sebesar 14,7%
  7. Penguatan Pengawasan tercapai 56,8% pada tahun 2018 sedangkan pada tahun 2016 tercapai sebesar 67,7% artinya terdapat penurunan sebesar 10,9% dari tahun 2018
  8. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik tercapai sebesar 59,2% pada tahun 2018 sedangkan pada tahun 2018 tercapai 61,2% artinya tercapai sebesar 2,0% pada tahun 2018.

B.  Hasil terdiri dari

  1. Nilai Akuntabilitas Kinerja tercapai sebesar 63,4% pada tahun 2018 sedangkan pada tahun 2016 tercapai sebesar 67,6% artinya terdapat penurunan sebesar 4,2% pada tahun 2018
  2. Survei Internal Integritas Organisasi tercapai sebesar 74,7% pada tahun 2018 sedangkan pada tahun 2016 tercapai sebesar 69,7% artinya terdapat peningkatan sebesar 5,0% pada tahun 2018
  3. Survei Eksternal Persepsi Korupsi tercapai sebesar 89,1% pada tahun 2018 sedangkan pada tahun 2016 tercapai 88,0% artinya terdapat peningkatan sebesar 1,1% pada tahun 2018
  4. Opini BPK tercapai sebesar 100% pada tahun 2018 sedangkan di tahun 2016 tercapai sebesar 66,7% artinya terdapat peningkatan sebesar 33,3% pada tahun 2018
  5. Survei Eksternal Pelayanan Publik  tercapai sebesar 89,4% pada tahun 2018 sedangkan pada tahun 2016 tercapai sebesar 83,8% artinya terdapat peningkatan sebesar 1,1% pada tahun 2018.
Dari pencapaian tersebut terlihat bahwa dari 8 indeks pada bagian Pengungkit terdapat sebanyak 5 indeks yang terjadi penurunan, 1 indeks yang tetap dan 2 indeks terjadi peningkatan. Dari indeks hasil diketahui sebanyak 4 dari 5 indeks yang terjadi peningkatan dan 1 indeks yag terjadi penurunan, 
Indeks yang menurun baik penguat ataupun dari hasil adalah sebagai berikut :
  • Manajemen Perubahan
  • Penataan dan penguatan organisasi
  • Penata laksanaan
  • Penguatan akuntabilitas
  • Penguatan pengawasan
  • Nilai akuntabilitas

ANALISA SEDERHANA

Kalau dilihat pada paparan singkat di atas dapat diketahui bahwa 5 indeks yang menurun berkaitan erat dengan turunnya indeks hasil pada bagian nilai akuntabilitas.
Hal lain yang juga mempengaruhi penurunan indeks hasil pada bagian nilai akuntabilitas adalah hasil survei yang menunjukkan penurunan kriteria pegawai yang mengetahui tugas pokok dan fungsi serta ukuran keberhasilan pekerjaan serta peningkatan kriteria pegawai yang tidak mengetahui tugas pokok dan fungsi serta ukuran keberhasilan pekerjaan. Survei tersebut bukan hanya dilevel BKKBN Pusat melainkan juga di Perwakilan BKKBN Provinsi.

Analisa sederhana dari permasalahan terhadap penurunan indeks penguatan dan indeks hasil dapat dilihat sebagai berikut :

Komposisi Golongan



Piramida di atas merupakan komposisi pegawai berdasarkan golongan. Persentasi terbesar adalah pegawai golongan III yakni 75,52%. Pada komposisi ini, kriteria golongan III bisa terbagi atas lulusan perguruan tinggi yang berarti pegawai baru dari jenjang pendidikan strata 1 dan strata 2 atau lulusan Sekolah Tingkat Lanjutan Atas yang berarti pegawai yang sudah naik golongan dari golongan II ke golongan III dikarenakan masa kerja telah mencukupi.

Komposisi Pendidikan

Gambaran diagram di atas menunjukkan bahwa 53,15% dari pegawai adalah berpendidikan S-1 sedangkan SMA sebanyak 21,30%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa persentasi terbesar dari pegawai golongan III adalah pegawai yang berpendidikan SLTA/SMA dan yang berpendidikan strata 1. 

Dengan dua gambaran ini maka jelas bahwa yang menjadi sasaran survei terbanyak adalah pegawai golongan III dengan pendidikan SMA tetap dengan jalur pendidikannya atau pegawai yang masuk dari pendidikan SMA namun dapat meningkatkan pendidikan ke strata-1 dan pegawai murni formasi dari pendidikan starta 1. Perbedaan pendidikan ini sangat berpengaruh.

Pegawai Pendidikan SMA

Kalau yang dari pendidikan SMA merupakan pegawai senior yang sangat mungkin telah memiliki banyak pengetahuan dikarena adanya pengalaman dalam pekerjaan. Ini merupakan sisi positif dari pegawai yang berpendidikan SMA tapi sudah berada di golongan III baik karena lama bekerja maupun karena mampu meningkatkan jenjang pendidikan. Banyak dari pegawai ini yang tidak mengikuti perubahan lingkungan di luar lingkungan kantor seperti perubahan ilmu pengetahuian dan tehnologi.

Dengan perubahan-perubahan yang terjadi akibat adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi, tidak sedikit pula perubahan-perubahan pada visi dan misi lembaga yang dikaitkan dengan IT. Dan kebanyak pegawai dari kelompok ini justru tidak mengikuti perkembangan pengetahuan dan tehnologi. Sehingga disaat menjadi responden dalam kegiatan survei, akan banyak hal yang tidak diketahuinya.

Pegawai Pendidikan Strata 1

Pegawai dengan pendidikan strata-1 memiliki kemampuan yang tentunya lebih sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Meskipun dalam hal pengalaman agak kurang akan tetapi kemampuan mencari informasi di media online akan memberikan dampak positif karena dengan sendirinya pegawai dengan pendidikan strata-1 sudah dapat mengikuti visi dan misi yang berkaitan dengan IT.

Hanya saja, pegawai dengan pendidikan strata-1 ini tidak seluruhnya merupakan pejabat yang kemudian dapat diikutkan dalam survei integritas jabatan dalam Reformasi Birokrasi. Apalagi yang masa kerjanya masih di bawah 10 tahun.

PERBAIKAN PENGETAHUAN

Dalam upaya meningkatkan hasil survei integritas jabatan pada Reformasi Birokrasi maka yang memiliki peran penting di Perwakilan BKKBN Provinsi adalah Sub Bagian Kepegawaian yang seharusnya bekerjasama dengan Bidang Pelatihan dan Pengembangan.

Hal ini dikarenakan tanggung jawab pelaksanaan Reformasi Birokrasi berada di Sub Bagian Kepegawaian di Sekretariat sedangkan peningkatan kompetensi pegawai pengelola program KKBPK berada di bidang Pelatihan dan Pengembangan.

Setidaknya ada kegiatan  workshop dengan materi utama adalah 
1.    Landasan hukum pelaksanaan program KKBPK
2.  Struktur organisasi dan tanggung jawab BKKBN dan Perwakilan BKKBN Provinsi
3. Tugas pokok dan fungsi masing-masing Bidang di Perwakilan BKKBN Provinsi
4.     Sistem Pengendalian Instansi Pemerintah dan Reformasi Birokrasi.

Selama ini, penambahan pengetahuan melalui bidang Pelatihan dan Pengembangan hanya diarahkan pada pengelola program KKBPK di lini lapangan dan mitra kerja. Pelaksanaan pembinaan pegawai pun hanya di arahkan pada kegiatan-kegiatan seremonial yang tidak menyentuh sisi program KKBPK. Kegiatan Monitoring dan Evaluasi program juga hanya diarahkan ke Kabupaten/Kota dan Mitra Kerja, tanpa pernah melakukan monitoring dan evaluasi ke internal BKKBN.

Demikian urun rembug pemikiran berkaitan dengan reformasi birokrasi. Sudah saatnya membenahi faktor kekuatan internal.

Salam KB
I am proud to be a family planning participant

Entri yang Diunggulkan

MENILIK KELEMBAGAAN (Pengamatan dari 3 bagian)

S aya sudah pernah menulis mengenai kelembagaan BKKBN dalam artikel di  https://uniek-m-sari.blogspot.com/2015/02/uu-no-23-tahun-2014-dan-kk...