SCROLL

SELAMAT DATANG DI Uniek M. Sari's BLOG

Kamis, 04 Juni 2020

PRESENSI DAN PENGAWASAN

Presensi dan Absensi

Presensi dalam Kamus Besar Bahsa Indinesia Online berarti kehadiran sedangkan absensi dalam link yang sama berarti ketidak hadiran. Oleh karena pengertian ini berbeda maka yang tepat untuk dipergunakan dalam memantau kehadiran adalah istilah presensi. Padahal penggunaan kata absensi sudah diberlakukan sedemikian lama sehingga banyak yang masih menganggap bahwa kehadiran disebut absensi. Pengertian ini sudah seharusnya dilakukan perubahan dari waktu ke waktu.

Penggunaan presensi dalam sebuah organisasi sangatlah penting. Apalagi seiring dengan globalisasi di berbagai sektor termasuk pemerintahan dimana pelayanan publik menjadi perhatian maka kedispilinan menjadi salah satu tolok ukur terselenggaranya pelayanan publik dengan baik. Kedisiplinan para pelaksana pelayanan publik ini ditandai dengan adanya daftar kehadiran yang tepat waktu. Mayoritas pelaksana pelayanan publik berada di unsur pemerintahan sehingga sudah jelas bahwa yang diukur kedisiplinannya ada para pegawai negeri sebagai aparatur negara yang memang tugasnya juga sebagai abdi masyarakat.

Namun demikian, disiplin bagi pegawai negeri sipil bukan hanya terjadi sebagai dampak dari globalisasi melainkan sudah diberlakukan sejak tahun 70-an dengan adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 yang kemudian diubah lagi menjadi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dan terakhir diubah kembali menjadi  Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.

Undang-Undang ini kemudian dilengkapi dengan terbit peraturan pelaksana dibawahnya yakni berupa Peraturan Pemerintah yang juga mengalami beberapa kali perubahan dan terakhir adalah Peraturan Pemerintah Nomor  53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Pasal-pasal di dalam peraturan hukum tersebut memang mengikat secara materiil dan moril Pegawai Negeri Sipil sebagai penyelenggara pelayanan publik.

Akan tetapi, seberapa efektifnya kah peraturan pemerintah tentang disiplin pegawai negeri sipil tersebut dapat dilaksanakan ?

Kehadiran

Dari tahun ke tahun terjadi perubahan dan perkembangan terhadap ketentuan tentang disiplin pegawai yang ditandai dengan kehadiran pegawai dalam kegiatan perkantoran. Salah satu perubahan yang kemudian dianggap mendukung ke arah terpenuhinya disiplin pegawai adalah dikonversi-nya kehadiran pegawai ke arah tersedianya biaya makan dan minum pegawai dengan nilai cukup signifikan sehingga logikanya kebutuhan pegawai untuk memenuhi kedisiplinan tersebut sudah terfasilitasi.

Namun demikian ternyata kondisi yang sebenarnya terdapat di lapangan tidaklah seperti yang diharapkan karena masalah kehadiran ini masih dapat diolah sedemikian rupa sehingga nilai kedisiplinan tetap tinggi dan realisasi anggaran untuk biaya konsumsi pegawai juga sama tinggi-nya sedangkan disiplin pegawai itu sendiri ternyata masih terdapat persoalan-persoalan dengan gambaran sebagai berikut :

  1. 8-0-16 adalah istilah kehadiran pegawai sesuai jam kerja pagi yaitu pukul 08.00 kemudian pegawai bersangkutan tidak terdapat di kantor sampai dengan pukul 16.00 kembali hadir untuk jam pulang. 
  2. Pelaksanaan kegiatan di luar kantor seperti perjalanan dinas ke daerah maupun ke luar daerah yang tercatat dinas namun terkadang dilaksanakan tidak sesuai dengan waktu yang tertera dalam surat tugas.
Kedua kondisi ini dilakukan oleh stratifikasi yang berbeda dalam sebuah organisasi pemerintahan. Pada kondisi pertama yang sering melakukan adalah level staf atau pegawai struktural dengan alasan tidak adanya tugas utama di kantor sehingga mencari penghasilan dengan melakukan kegiatan ekonomi produktif di luar kantor. Sedangkan pada kondisi kedua lebih sering dilakukan oleh level yang memiliki kemungkinan untuk melaksanakan perjalanan dinas baik yang memiliki jabatan struktural maupun fungsional dan staf. Kedua kondisi ini sebenarnya berdampak sekali terhadap disiplin pegawai apalagi bila dilakukan oleh unsur pejabat struktural yang kemudian diketahui secara kasat mata oleh pegawai yang tidak memiliki jabatan struktural.

Hampir semua instansi pemerintahan memiliki kendala dalam pemantauan kedisiplinan pegawai terutama bila hanya mengacu pada presensi yang masih manual.

Presensi Online

Perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi kemudian memberikan ruang untuk memunculkan presensi online di beberapa organisasi swasta dan organisasi pemerintahan. Hal ini sudah barang tentu akan berdampak pada banyak hal namun akan lebih tertuju pada penerapan disiplin itu sendiri. Bebarapa hal bisa dilihat atas perlakuan dari presensi online adalah sebagai berikut :

  1. Kehadiran pada pagi dilakukan dilokasi yang terdeteksi Global Positioning System (GPS) yang ada disarana untuk dipergunakan untuk presensi. Begitu pula pada sore hari jam pulang kerja.  Dengan demikian, akan jelas diketahui keberadaan yang bersangkutan guna menghilangkan kebiasaan dengan rumus 8-0-16 tersebut.
  2. Perjalanan dinas tetap pada presensi yang tidak berlaku online, bisa terjadi di dalam surat tugas disebutkan sejak tanggal 24 sampai dengan 27 namun pelaksanaannya dilakukan hanya tanggal 24 da 25 sedangkan sisa hari tidak lagi berada di tempat yang dituju melainkan sudah kembali ke kantor akan tetapi tidak masuk ke kantor. Dengan menggunakan presensi online maka  pelaksana perjalanan dinas dapat terdeteksi melalui GPS  sehingga dengan sendirinya dapat diketahui apakah perjalanan dinas dilakukan sesuai dengan surat tugas ataukah tidak.
Pemberlakuan presensi secara online maka hal positif lain yang bisa dilihat adalah dalam hal pengawasan karena akan mempermudah pemantauan kegiatan pegawai negeri di tempat kerjanya. Namun, akan lebih bermanfaat lagi apabila GPS tersebut bersifat aktif sehingga pergerakan sarana bisa sekaligus memantau posisi si pegawai apakah setelah presensi pagi tetap berada di kantor atau sudah berubah posisi. Dengan catatan bahwa Global Positioning System di server tetap aktif memantau posisi sarana presensi yang dipergunakan oleh pegawai. Perekaman data dapat dilakukan di jam-jam rawan yangs ering dimanfaatkan oleh pegawai untuk tidak berada di lingkungan kantor.

Sekian dan terima kasih

Selasa, 02 Juni 2020

IT bagi Middle Manager

Pengalihan Jabatan

Pengurangan jabatan struktural menjadi jabatan fungsional merupakan satu langkah kebiakan yang diharapkan dapat mengoptimalkan peran pemerintahan dalam mencapai tujuan pembangunan nasional. Pada prinsipnya, peralihan dari jabatan struktural menajdi jabatan fungsional tidak mempengaruhi kinerja sebuah organisasi pemerintahan. Apalagi kalau melihat pada tingkatan jabatan fungsional yang dikaitkan dengan kepangkatan dalam kepegawaian maka sudah barang tentu pelaksanaaan kegiatan dalam jabatan fungsional tertentu tersebut akan mengacu pada level tanggung jawab yang ada dalam kepangkatan.

Kalau dilihat dari sudut pandang menejemen maka level-level tersebut dapat dilihat sebagai berikut
  1. Top manager untuk tingkatan jabatan fungsional utama dengan pangkat golongan IV/c dan IV/d. Pada level ini tanggung jawab lebih mengarah pada penetapan dan penerapan kebijakan. Bila dikaitkan dengan jenjang pendididkan maka pada tingkatan ini pendidikan minimalnya strata 2 dengan masa kerja sudah lebih dari 20 tahun.
  2. Middle manager untuk tingkatan jabatan fungsional madya dengan pangkat golongan IV/a dan IV/c. Pada level ini tanggung jawab lebih mengarah pada pelaksana penerapan kebijakan dan koordinator dalam pelaksanaan kebijakan disamping sebagai pembina pegawai di level bawahnya. Bila dikaitkan dengan jenjang pendidikan maka pada tingkatan ini pendidikan minimalnya strata 1 dengan masa kerja di bawah 20 tahun tetapi lebih dari 15 tahun.
  3. Lower manager untuk tingkatan jabatan fungsional pertama dan jabatan fungsional muda dengan pangkat golongan III/a sampai dengan III/d. Pada level ini tanggung jawab tertuju pada pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan sumber daya manusia yang melaksanakan kebijakan. Bila dikaitkan dengan jenjang pendidikan maka pada tingkatan ini pendidikan minimalnya diploma 3 dengan masa kerja di atas 10 tahun.

Dari pemilahan manager ini tentu sudah menggambarkan stratifikasi kepemimpinan. Namun demikian, para pejabat fungsional ini masih memerlukan jabatan struktural mengingat kenaikan pangkat jabatan fungsional adalah melalui penilaian angka kredit yang hanya bisa dilakukan oleh pejabat struktural. Untuk itu, pengalihan sebagian besar pejabat strktural menjadi pejabat fungsional tentu tidak menghilangkan jabatan struktural tertentu yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya manusia dan sumber daya organisasi.

Kemampuan Pejabat Struktural
Seorang pejabat struktural selain memiliki peran yang sama dengan top manager juga diharapkan memiliki kemampuan lainnya yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Oleh karenanya, hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh pejabat struktural adalah :
  1. Kemampuan untuk melakukan analisis baik menggunakan pisau analisis USG, Fishbone terutama SWOT sehingga dengan analisis yang tepat akan bisa membuat keputusan dan langkah-langkah yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan yang ditemui.
  2. Kemampuan untuk melakukan komunikasi antar personal sehingga proses penularan kebijakan, pengawasan tidak langsung dan pembinaan dapat dilakukan dengan pendekatan kemanusiaan secara efektif.
  3. Kemampuan dalam hal ilmu pengetahuan dan tehnologi sehingga proses pelaksanaan kegiatan di era digitalisasi dapat dilaksanakan secara tepat, cepat dan akurat.

Dari ketiga macam kemampuan tersebut, yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah kemampuan dalam mengoperasionalkan sarana dan prasaran tehnologi seperti komputer, laptop bahkan akses jaringan untuk menyelesaikan pekerjaan melalui online.

Bisa dibayangkan ketika seorang pejabat administrasi tidak dapat mengoperasionalkan alat tehnologi maka ketika mendapat tugas untuk memberikan penilai secara indepen, pekerjaan itu akan diserahkan kepada bawahan yang menguasai tehnologi. Akibatnya, penilaian yang diberikan tidak lagi berdasar sudut pandang jabatan sebagai administrator, bisa jadi justru berdasar sudut pandang pejabat pengawas atau bahkan mungkin berdasar sudut pandangan seorang analis yang bari bekerja di instansi tersebut. Independensi penilaian pun sangat diragukan apabila penilaian dibuat secara manual terlebih dahulu baru diinput oleh analis dengan jabatan operator tehnologi.

Angka Kredit dan Penilaian
Berdasar keseluruhan pembahasan maka apabila seluruh pejabat pengawas dan sebagai pejabat administrator akan di alih fungsikan menjadi pejabat fungsional, yang dibutuhkan sebuah lembaga adalah pejabat adminsitrasi berikut ini :
  1. Sekretaris yang menangani semua sumber daya manusia organisasi, sumber daya peralatan dan perlengkapan organisasi dan sumber daya bahan baku organisasi. Pada jabatan ini harus dilakukan need assessment yang berdasar kompetensi tingkat tinggi karena keputusan yang diambil menyangkut kinerja manusia dan kinerja organisasi
  2. Operasional Program yang menangani semua pelaksanaan yang berhubungan dengan program-program kegiatan. Pada tataran jabatan ini dibutuhkan banyak jabatan fungsional yang fungsinya sesuai dengan program yang diemban organisasi.
  3. Pengembangan sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan kemampuan pengelola program agar fungsi-fungsi pengelolaan berjalan sesuai dengan tujuan organisasi.

Dari ketiga jenis jabatan administrator ini, setiap jabatan memiliki peran yang tidak terlepas dari penilaian dan penentuan angka kredit pejabat fungsional. Sistematika keterkaitan adalah sebagaimana diagram berikut :

Dengan mengacu pada pentingnya kemampuan IT seorang Middle dan Top Manager maka proses penilaia angka kredit ke depannya apabila semua jabatan dialihkan menjadi fungsional akan berdampak pada penilaian yang tidak tepat karena dilakukan oleh operator yang dipekerjakan oleh Middle maupun Top Manager.

FIN
Hopefully my article can be a good suggestion for the good management.

I'm proud to be a family planning participant



Rabu, 27 Mei 2020

Penilaian dan Evaluasi SPM

Penilaian Indikator SPM
Dalam rangka mengetahui seberapa jauh pencapaian indikator  SPM Bangga Kencana, sebaiknya telah ditetapkan pula “Kondisi Ideal yang diinginkan”. Pelaksanaan penilaian indikator  disini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh perbedaan pencapaian indikator pada kondisi yang diinginkan. Yakni dengan membandingkan antara “hasil penghitungan indikator ” dengan “kondisi ideal yang diinginkan”.
Pada paparan sebelumnya telah disebutkan bahwa kondisi yang diinginkan adalah menuju pada capaian target dalam RPJMN 2020-2024. Namun terkait dengan indikator SPM maka kondisi ideal yang diinginkan tidak terlepas dari pelaksanaan urusan wajib yang menjadi kewenangan masing-masing tingkatan pemerintah. Penetapan kondisi ideal yang diinginkan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat yang dalam bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana berada di BKKBN.
Berikut beberapa kemungkinan yang bisa dijadikan masukkan dalam penetapan kondisi ideal yang diinginkan dalam mewujudkan indikator SPM.
1. Target Dalam RPJMN
No
Jenis Target
Nilai Target
Kondisi Ideal
Jenis Capaian
1
2
3
4
TFR
mCPR
Unmet Need
ASFR 15-19 th
2,10
63,41
7,4
18
2,08
63,45
7,4
19
Makin kecil makin baik
Mendekati 75% makin baik
Makin kecil makin baik
Mendekati 19 makin baik
2. Berdasar Kewenangan Wajib
    a. Pemerintah Daerah Provinsi

No
Jenis Target
Nilai Target
Kondisi Ideal
Jenis Capaian
1.            
Desain Advokasi dan KIE Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana
3 dari 5
5 dari 5
Makin besar makin baik
2.            
Pemberdayaan dan peningkatan peran serta organisasi kemasya rakatan
70%
75%
Mendekati 75% makin baik
3.            
Pengelolaan desain pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahan an keluarga
60%
65%
Mendekati 65% makin baik

    b. Pemerintah Daerah Kabupaten.Kota

No
Jenis Target
Nilai Target
Kondisi Ideal
Jenis Capaian
1
Pelaksanaan advokasi/KIE
85%
90%
Makin besar makin baik
2
Pendayagunaan tenaga PKB
85%
90%
Makin besar makin baik
3
Pengendalian dan pendistri busian alokon
70%
75%
Makin besar makin baik
4
Pelaksanaan Pelayanan KB di Daerah




a. Peserta KB Baru MKJP
20%
25%
Makin besar makin baik

b. Peserta KB Aktif MKJP
40%
45%
Makin besar makin baik
5
Memberdayakan dan meningkatkan peran serta organisasi kemasyarakatan
60%
70%
Makin besar makin baik
6
Pelaksanaan  desain pemba ngunan keluarga melalui pem binaan ketahanan keluarga
70%
80%
Makin besar makin baik
    c. Perwakilan BKKBN Provinsi
No
Jenis Target
Nilai Target
Kondisi Ideal
Jenis Capaian
1





3
4
Penyediaan Alokon
a. Suntik
b. Pil
c. Kondom
d. IUD
e. Implant
Standarisasi PLKB
Sertifikasi PLKB
Pengelolaan dan Pengendalian SIGA

90%
90%
90%
90%
90%
65%
75%
90%

100%
100%
100%
100%
100%
70%
80%
100%

Makin besar makin baik
Makin besar makin baik
Makin besar makin baik
Makin besar makin baik
Makin besar makin baik
Makin besar makin baik
Makin besar makin baik
Makin besar makin baik
Beberapa catatan penting dari penilaian indikator  yang perlu diperhatikan adalah pemahaman rumus yang akan digunakan untuk penilaian, yaitu
  1. Untuk penilaian Semakin Tinggi Semakin Baik” rumus yang digunakan adalah Realisasi dibagi Perencanaan dikali 100%
  2. Untuk penilaian “Semakin Rendah Semakin Baik” rumus yang digunakan adalah Perencanaan dibagi Realisasi dikali 100%.
Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan SPM dilakukan oleh Tim SPM di tingkat  Provinsi dan Kabupaten/Kota dan dilakukan setiap akhir tahun anggaran.
Format dan bentuk laporanperlu ditentukan dalam peraturan hukum yang mengikat dan diterbitkan oleh pimpinan lembaga dalam hal ini Kepala BKKBN yang merupakan satu kesatuan dengan peraturan tentang SPM dan NSPK.
Pelaksana pemantauan adalah Bidang Sekretariat karena berkaitan dengan NSPK dan SPM maka lebih diutamakan Bagian Hukum dan Pengawasan.
Laporan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan SPM dan NSPK merupakan bagian dari penilaian Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan sehingga apabila Laporan SPM dan NSPK belum dilakukan maka penilaian SAKIP dapat berkurang.
Demikian rangkaian pemikiran yang bisa saya sumbangsihkan untuk pelaksanaan program Bangga Kencana di Republik Indonesia. Dengan alur pemikiran
  1. Target di RPJMN Fondasi bangunan Bangga Kencana
  2. SPM adalah bangunan Bangga Kencana
  3. NSPK adalah pagar saat melaksananakan pembangunan


Semoga bermanfaat.
I;m Proud To Be A Family Planing Participant

Selasa, 26 Mei 2020

SPM, TARGET RPJMN DAN URUSAN WAJIB

Perhitungan Target dalam RPJMN

TFR
Pembilang      : Jumlah kelahiran pada wanita usia subur per kelompok umur 15-19, 20-29, 30-39,  40-49 tahun pada periode tahun penilaian.
Sumber Data  : Pendataan Keluarga atau Survey
Penyebut        : Jumlah wanita usia subur per kelompok umur 15-19, 20-29, 30-39, 40-49 tahun pada periode tahun penilaian.
Sumber Data    : Pendataan keluarga atau Survey

mCPR
Pembilang        :  Jumlah peserta KB Aktif kontrasepsi mondern pada periode tahun penilaian
Sumber Data    :    Pendataan Keluarga atau Survey
Penyebut          :    Jumlah Pasangan Usia Subur pada periode tahun penilaian
Sumber Data    :    Pendataan Keluarga atau Survey

Unmet Need
Pembilang         : Jumlah PUS yang tidak ber-KB walaupun tidak ingin anak lagi dan ingin anak tapi ditunda pada periode tahun penilaian.
Sumber Data    :    Pendataan Keluarga dan Survey
Penyebut          :    Jumlah PUS pada periode tahun penilaian
Sumber Data    :    Pendataan Keluarga dan Survey

ASFR 15-19 Tahun
Pembilang       : Jumlah kelahiran pada wanita usia subur kelompok umur 15-19 tahun pada periode tahun penilaian.
Sumber Data : Pendataan Keluarga dan Survey 
Penyebut       : Jumlah Wanita Usia Subur kelompok umur 15-19 Tahun pada peri ode tahun penilaian 
Sumber Data : Pendataan Keluarga dan Survey

SPM Berdasar Kewenangan Urusan Wajib

A.  Pemerintah Daerah Provinsi melaksanakan kewenangan urusan wajib yaitu :
  1. Desain Advokasi dan KIE Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana
  2. Pemberdayaan dan peningkatan peran serta organisasi kemasyarakatan di provinsi dalam pengendalian penduduk dan keluarga berencana
  3. .Pengelolaan desain pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan keluarga.
Rincian perhitungan SPM berdasar masing-masing urusan adalah sebagai berikut :
    1. Desain Advokasi dan KIE Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana
    Pembilang     Jumlah Aspek Grand Desain Pembangunan Kependudukan yang  disusun pada periode tahun penilaian.
    Sumber Data :  Dokumen GDPK
    Penyebut       :  5 Aspek Grand Desain Pembangunan Kependudukan yang tersusun pada periode tahun penilaian
    Sumber Data  :  Dokumen GDPK

    2. Pemberdayaan dan peningkatan peran serta organisasi kemasyarakatan
    Pembilang    : Jumlah organisasi kemasyarakatan yang mendapatkan sosialisasi GDPK pada periode tahun penilaian.
    Sumber Data : Evaluasi Pelaksanaan GDPK
    Penyebut       Jumlah Organisasi Kemasyarakatan se Provinsi pada periode tahun penilaian
    Sumber Data : Data Kesbangpol Pemerintah Daerah Provi

    3. Jumlah Keluarga Menjadi Anggota Bina Keluarga (Balita-Remaja-Lansia) pada periode tahun penilaian.
    Pembilang       : Jumlah Keluarga Menjadi Anggota Bina Keluarga (Balita-Remaja-Lansia) pada periode tahun penilaian.
    Sumber Data  : Evaluasi Pelaksanaan GDPK
    Penyebut       : Jumlah Keluarga se Provinsi Per Kelompok Umur anggota Keluarga (Balita, Remaja dan Lansia) pada periode tahun penilaian
    Sumber Data  : Dokumen GDPK

    B. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melaksanakan kewenangan urusan wajib yaitu :
    1. Pelaksanaan advokasi/KIE
    2. Pendayagunaan tenaga penyuluh KB
    3. Pengendalian dan pendistribusian alokon
    4. Pelaksanaan Pelayanan KB di daerah
    5. Memberdayakan dan meningkatkan peran serta organisasi kemasyarakatan dalam pelaksanaan pelayanan dan pembinaan
    6. Pelaksanaan  desain pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan keluarga
    Rincian perhitungan SPM berdasar masing-masing urusan adalah sebagai berikut 

    1. Pelaksanaan advokasi/KIE
    • Pembilang       Jumlah Gerak Mobil Unit Penerangan pada periode tahun penilaian.
    • Sumber Data  :  Laporan MUPEN
    • Penyebut        :  Jumlah Mingguan pada periode tahun penilaian
    • Sumber Data  :  Laporan MUPEN

    2. Pendayagunaan tenaga penyuluh KB
    • Pembilang       :  Jumlah Keluarga yang diberi penyuluhan oleh PKB/PLKB pada periode tahun penilaian.
    • Sumber Data   :  F/I/Dal/15
    • Penyebut         :  Jumlah Seluruh Keluarga di Kabupaten/Kota pada periode tahun penilaian
    • Sumber Data   :  F/I/Dal/15

    3. Pengendalian dan pendistribusian alokon
    • Pembilang       :  Jumlah Faskes yang melaporkan distribusi alokon pada periode tahun penilaian.
    • Sumber Data  :   F/II/KB/15
    • Penyebut         :  Jumlah Faskes Yang Mendapatkan Droping alokon pada periode tahun penilaian
    • Sumber Data  :   F/II/KB/15

    4. Pelaksanaan Pelayanan KB di daerah
    • Pembilang       :  Jumlah Peserta KB Aktif pada periode akhir tahun penilaian.dikurangi Jumlah Peserta KB Aktif periode awal bulan tahun penilaian
    • Sumber Data  :   F/II/KB/15 Desember dan F/II/KB/15 Januari
    • Penyebut         :  Jumlah Peserta KB Aktif pada periode akhir tahun penilaian
    • Sumber Data  :   F/II/KB/15 Desember

    5.  Memberdayakan dan meningkatkan peran serta organisasi kemasyarakatan dalam pelaksanaan pelayanan dan pembinaan
    • Pembilang       : Jumlah organisasi kemasyarakatan yang mendapatkan sosialisasi GDPK pada periode tahun penilaian.
    • Sumber Data  : Evaluasi Pelaksanaan GDPK
    • Penyebut        : Jumlah Organisasi Kemasyarakatan se Kabupaten/Kota pada periode tahun penilaian
    • Sumber Data  : Data Kesbangpol Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

    6. Pelaksanaan  desain pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan keluarga
    • Pembilang       : Jumlah Keluarga Menjadi Anggota Bina Keluarga (Balita-Remaja-Lansia) pada periode tahun penilaian.
    • Sumber Data   :  Evaluasi Pelaksanaan GDPK
    • Penyebut           Jumlah Keluarga se Provinsi Per Kelompok Umur anggota Keluarga (Balita, Remaja dan Lansia) pada periode tahun penilaian
    • Sumber Data    : Dokumen GDPK

    C. Perwakilan BKKBN Provinsi melaksanakan kewenangan urusan wajib yaitu :
    1. Penyediaan Alokon
    2. Standardisasi pelayanan KB dan sertifikasi PLKB/PKB
    3.  Pengelolaan dan pengendalian sistem informasi keluarga
    Rincian perhitungan SPM berdasar masing-masing urusan adalah sebagai berikut
    1.  Penyediaan Alokon
    • Pembilang       :    Jumlah Terpenuhinya Kebutuhan Alat Kontrasepsi per Jenis Kontrasepsi bagi Peserta KB Aktif dan Peserta KB Baru pada periode akhir tahun penilaian.dikurangi Jumlah Peserta KB Aktif periode awal bulan
    • Sumber Data   :    F/II/KB/15
    • Penyebut         :    Jumlah Ketersediaan Alat Kontrasepsi Per Jenis Kontrasepsi pada periode akhir tahun penilaian
    • Sumber Data  :    F/II/KB/15

    2. Standardisasi pelayanan KB dan sertifikasi PLKB/PKB
    • Pembilang       :    Jumlah PKB yang Lulus Sertifikasi pada periode tahun penilaian
    • Sumber Data   :    Sertifikasi PLKB/PKB
    • Penyebut         :    Jumlah seluruh PKB pada periode tahun penilaian
    • Sumber Data   :    Sertifikasi PLKB/PKB

    3.  Pengelolaan dan pengendalian sistem informasi keluarga
    • Pembilang         :    Jumlah Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa / Kelurahan yang melapor online pada periode penilaian
    • Sumber Data        :    F/II/KB/15
    • Penyebut          :    Jumlah Kabupaten/Kpta, Kecamatan dan Desa/Kelurahan yang ada  pada periode akhir tahun penilaian
    • Sumber Data        :    F/II/KB/15

    Penghitungan Pencapaian Indikator SPM

    Untuk pencapaian SPM tetap yang utama adalah pencapaian target RPJMN 2020-2024 Bidang Pengenda lian Penduduk dan Keluarga Berencana seperti TFR, ASFR, Umet Need dan mCPR dan kemudian pencapaian pelaksanaan kewenangan wajib seperti yang telah diuraikan per Pemerintah Daerah dan Perwakilan BKKBN Provinsi. 

    Dalam penghitungan pencapaian indikator SPM dapat dikelompokkan sebagai berikut :
    1. Semakin tinggi semakin baik untuk indikator SPM yang memang memerlukan hasil penghitungan dengan nilai tinggi
    2. Semakin rendah semakin baik untuk indikator SPM yang memang memerlukan hasil penghitungan dengan nilai rendah.
    Contoh yang memerlukan hasil penghitungan dengan nilai rendah semakin baik adalah unmet need. Oleh karenanya, perlu rumus-rumus penghitungan yang tepat untuk melakukan evaluasi apakah SPM sudah terlaksana dengan baik atau belum. Untuk itu, pada artikel berikut akan mencoba membahas tehnik evaluasi pelaksanaan SPM.

    Dengan pelaksanaan SPM maka penerapan NSPK sebagai pedoman pelaksanaan urusan wajib bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana dapat dievaluasi setiap tahunnya hingga 5 tahun sesuai masa berlaku RPJMN.

    Sampai bertemu pada artikel berikut mengenai evaluasi pelaksanaan SPM.


    I'm proud to be a family planing participant

    Entri yang Diunggulkan

    MENILIK KELEMBAGAAN (Pengamatan dari 3 bagian)

    S aya sudah pernah menulis mengenai kelembagaan BKKBN dalam artikel di  https://uniek-m-sari.blogspot.com/2015/02/uu-no-23-tahun-2014-dan-kk...