SCROLL

SELAMAT DATANG DI Uniek M. Sari's BLOG

Kamis, 28 Maret 2013

PERENCANAAN DAN PROGRAM

Hasil SDKI 2012 menunjukkan angka TFR secara nasional  2,6 sama dengan hasil SDKI tahun 2007. Artinya Total Fertility Rate secara nasional stagnan atau jalan ditempat. Hal ini bisa disebabkan banyak faktor seperti misalnya penambahan jumlah Pasangan Usia Subur yang cukup signifikan sepanjang tahun 2007 sampai dengan 2012. Namun demikian, disaat hal tersebut menjadi perbincangan di lingkungan kantor, satu pertanyaan yang mungkin muncul terkait dengan anggaran adalah dengan stagnannya angka TFR, kemana anggaran program selama ini ?

Saya sempat terpesona mendengar pertanyaan ini sebab sepertinya si penanya mengindikasikan ada kesalahan dalam mengalokasikan anggaran program. Padahal, penanya adalah penanggung jawab program di daerah. Saat itu saya menjawab bahwa persentasi terbesar dari anggaran secara riil ditujukan kepada pelaksanaan program di daerah. Kalau stagnan-nya capaian hasil program (dalam hal ini TFR) dikaitkan dengan anggaran maka dapat dikatakan anggaran-nya memiliki tujuan yang benar namun tidak tepat sasaran.

Ketidak tepatan sasaran merupakan hal yang umum terjadi disemua instansi pemerintah. Hal ini dilontarkan DR. Hidayatullah, MM., MPA. Kepala Sub Bagian Perencanaan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Selatan dalam kegiatan Pelatihan Pengelolaan Data dan Informasi Gender dengan Materi METODA PENGELOLAAN DATA TERPILAH DALAM MENDUKUNG PPRG. PPRG singkatan dari Pedoman Perencanaan Pembangunan Responsif Gender merupakan pendekatan untuk mengintegrasikan perspektif gender dalam proses perencanaan dan penganggaran. Perencanaan yang responsif gender adalah perencanaan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender, yang dilakukan melalui pengintegrasian pengalaman, aspirasi, kebutuhan, potensi dan penyelesaian permasalahan perempuan dan laki-laki. 

Contoh yang sudah menggunakan PRRG adalah BKKBN sebab sudah menggunakan data terpilah sesuai dengan kriteria jenis kelamin meskipun tidak secara langsung. Namun demikian, ternyata masih dapat dikatakan pelaksanaan program masih tidak tepat yang diindikasikan dengan tidak adanya penurunan Total Fertility Rate.
Oleh karena itu, perlu ditelisik lebih mendalam lagi pemasalahan mendasar hingga tidak tepat sasaran program.

Sasaran Program

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia online, yang dimaksud sasaran adalah bulan-bulanan; yg disasarkan; hasil menyasar atau sesuatu yg menjadi tujuan. "Sesuatu" menunjukkan "materi" dari sebuah tujuan. Dalam hal ini, sasaran program Kependudukan dan Keluarga Berencana adalah Pasangan Usia Subur. Tujuan dari program Kependudukan dan Keluarga Berencana adalah menekan laju pertumbuhan akibat kelahiran dengan menaikan Contraceptive Preavalence Rate dan menurunkan Total Fertility Rate.

Dengan konsep tujuan dan sasaran ini menggambarkan bahwa ada keterkaitan yang cukup signifikan antara PUS sebagai peserta KB Aktif dengan penurunan TFR. Namun selama beberapa tahun ini, program Kependudukan dan Keluarga Berencana justru terfokus pada penggarapan terhadap peserta KB Baru. Hampir seluruh sumber daya organisasi ditujukan pada perolehan Peserta KB Baru. Perolehan peserta KB Baru ini ternyata dibarengi dengan tinggi-nya Drop Out Peserta KB. Hal ini dapat diartikan bahwa kegagalan dalam penurunan TFR akibat kurangnya pembinaan terhadap peserta KB Baru agar menjadi peserta KB Aktif. Kurangnya pembinaan terhadap peserta KB Aktif disebabkan kurangnya dukungan anggaran untuk pembinaan peserta KB Aktif. 

Hal ini merupakan permasalahan pertama yang menyebabkan tidak tercapainya target program Kependudukan dan Keluarga Berencana berupa TFR Nasional.

Penetapan Item Anggaran

Dari materi yang disampaikan dalam Pelatihan Pengelolaan Data dan Informasi Gender disampaikan bahwa dengan pengunaan data yang tepat maka penyusunan rencana anggaran tidak akan lepas sasaran. BKKBN dikenal sebagai lembaga yang memiliki data akurat seperti dikatakan FB. Didiek Santosa Kepala Bidang Analisis dan Penyajian Informasi Gender Asisten Deputi Informasi Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI karena datanya diperoleh by name by address
Dengan memperhatikan pernyataan yang disampaikan pemberi materi Strategi Meningkatkan IPM, IPG dan IDG di Kalimantan Selatan dan Cara Penghitungan Indikator Gender ini sebenarnya data di BKKBN menjadi kekuatan dalam penyusunan rencana anggaran agar tepat sasaran.

Hal yang seharusnya menjadi perhatian adalah item dalam penyusunan anggaran. Apabila data sudah menjadi kekuatan makan item yang ada dalam penyusunan mengarah pada pencapaian tujuan organisasi. Item ini harus memperhatikan faktor utama dan faktor pendukung. Yang masuk kedalam faktor utama dari program Kependudukan dan Keluarga Berencana adalah pelayanan dan pembinaan kesertaan ber-KB dari Pasangan Usia Subur seperti Klinik KB, Provider, Institusi Masyarakat Pedesaan, Petugas Lapangan KB, Pencatatan dan Pelaporan dan Institusi Ketahanan Keluarga. Yang termasuk kedalam faktor pendukung dari program Kependudukan dan Keluarga Berencana adalah peraturan perundang-undangan di daerah sebagai penguat fungsi regulasi Perwakilan di Provinsi seperti Lembaga Legislatif, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Unsur Pimpinan Daerah (Kepala Daerah-TNI-Kepolisian) dan Lintas Sektor :Lainnya.
Hal ini merupakan permasalahan berikutnya yang menjadi penyebab tidak tercapainya sasaran program Kependudukan dan Keluarga Berencana pada skala nasional.

Mengatasi permasalahan dalam hal program tepat sasaran haruslah diketahui faktor utama dan faktor pendukung dari tujuan program. Dengan mengetahui faktor utama dan faktor penunjang, khususnya di daerah, tempat dimana sebagian besar anggaran program Kependudukan dan Keluarga Berencana dialokasikan maka besar kemungkinan perencanaan pembangunan di BKKBN bukan hanya responsif gender melainkan tepat sasaran. Semoga belum terlambat untuk memusatkan perhatian pada sasaran yang tepat hingga Millenium Development Goals yang menjadi acuan program pada tahun 2015 bisa terpenuhi terutama dibidang Kesehatan dan Keluarga Berencana. 

Tulisan ini terinspirasi usai mengikuti Pelatihan yang diselenggarakan oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Kalimantan Selata dan kebetulan pada waktu yang bersamaan telah dikemukakan adanya kegiatan perencanaan tahun 2014. Semoga tulisan ini memberi manfaat, khususnya buat saya dan semoga berguna buat semua.
Salam KB !!!!

Jumat, 22 Maret 2013

MEMAHAMI TUPOKSI

Tupoksi merupakan akronim yang kerap dilekatkan pada seseorang yang bekerja dalam sebuah organisasi baik organisasi formal maupun non formal dan organisasi pemerintah maupun swasta. Tupoksi sendiri berasal dari kata tugas pokok dan fungsi yang dimaknai sebagai sasaran utama atau pekerjaan yang dibebankan kepada organisasi untuk dicapai dan dilakukan. Dalam organisasi pemerintahan, tugas pokok dan fungsi merupakan bagian tidak terpisahkan dari keberadaan organisasi tersebut. 

Penetapan tugas pokok dan fungsi atas suatu unit organisasi menjadi landasan hukum bagi unit organisasi tersebut dalam beraktifitas sekaligus sebagai rambu-rambu dalam pelaksanaan tugas dan koordinasi pada tataran aplikasi di lapangan. Dalam pengertian ini maka dapat dikatakan bahwa tugas pokok organisasi akan menyebar ke tugas pokok komponen yang ada di struktur organisasi itu sendiri. Bagi organisasi modern,  penetapan tugas pokok dan fungsi ini menjadi sangat penting sebab struktur organisasi yang multilevel memungkinkan terjadinya tabrakan pelaksanaan kegiatan bila tidak diberi tugas pokok dan fungsi. Sebuah  organisasi modern memiliki ciri utama memiliki banyak komponen dan menggunakan sarana komunikasi informasi yang mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi.


Pembagian Tugas Pokok dan Fungsi

Tugas pokok dan fungsi yang tersebar dalam komponen penyelenggara merupakan satu rantai yang saling berhubungan dan bergerak pada arah, kecepatan dan ritme yang sama atau diibaratkan sebagai mesin penggerak sehingga rangkaian kegiatan ini benar-benar bergerak ke arah pencapaian tujuan organisasi. Melalui bagan struktur organisasi dapat diketahui mengenai pelaksanaan tugas pokok dan fungsi sebuah organisasi. Bagian-bagian dari struktur organisasi merupakan bagian dari rantai dalam mesin penggerak. Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi biasanya akan melekat pada tanggung jawab dan kewenangan.

Oleh karenanya, tugas pokok dan fungsi dalam organisasi kerap dibedakan ke dalam berbagai jenis.
  1. Tugas pokok dan fungsi struktural adalah tugas pokok dan fungsi yang dijalankan bagian dari organisasi sesuai dengan struktur pekerjaan yang terkait secara langsung terhadap pencapaian tujuan organisasi. Di dalam tugas pokok dan fungsi struktural ini dilaksanakan berdasar jenjang managerial yang terdapat dalam organisasi. Inti dari organisasi adalah menajemen dan inti dari manajemen adalah kepemimpinan maka tanggung jawab dan kewenangan tupoksi struktural akan terkait dengan kepemimpinan.
  2. Tugas pokok dan fungsi fungsional adalah tugas pokok dan fungsi yang dijalan sesuai kebutuhan organisasi dalam upaya untuk mencapai tujuannya. Di dalam tugas pokok dan fungsi fungsional ini tidak berlaku jenjang managerial dan hanya merupakan bagian dari aspek manajemen.
Dari kedua hal diatas maka sebenarnya bagi sebuah organisasi baik formal maupun informal, pemerintah maupun swasta tidak akan dapat hanya menerapkan tugas pokok dan fungsi fungsional sebab masih dibutuhkan managerial pada level tertentu.


Membaca Tupoksi Jabatan


Berbicara tentang tugas pokok dan fungsi organisasi bila dikaitkan dengan organisasi pemerintah maka tidak akan terlepas dari pegawai pelaksana tugas pokok dan fungsi di organisasi pemerintah tersebut. Berdasar pada tanggung jawab dan kewenangan maka seorang pelaksana tugas pokok dan fungsi dalam struktural dapat melakukan tugas pokok dan fungsi fungsional. Oleh karenanya, dalam sebuah organisasi pemerintahan modern akan menyertakan jabatan struktural dan jabatan fungsional di bagan organisasinya.

Pada jabatan struktural maka tugas pokok dan fungsi yang dilaksanakan akan terkait dengan kepemimpinan dan pengambilan keputusan sebagai inti dari manajemen dan inti dari organisasi. Sedangkan jabatan fungsional yang tidak terkait dengan manajerial maka tidak ada tanggung jawab dan kewenangan dalam kepemimpinan dan pengambilan keputusan. Dalam pelaksanaannya, sebagian tugas pokok dan fungsi dari jabatan fungsional dapat dilakukan oleh pejabat struktural asalkan sudah mengikuti pendidikan dan pelatihan yang menjadi syarat untuk jabatan fungsional, sebaliknya pada jabatan fungsional tidak dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsi dari jabatan tsruktural walaupun sudah mengikuti pendidikan dan pelatihan struktural. Hal ini tidak terlepas dari tanggung jawab dan kewenangan kepemimpinan yang tidak ada pada jabatan fungsional.

Yang justru harus dicermati adalah adanya kesalahan dalam penerapan tugas pokok dan fungsi seperti misalnya :

  1. Tugas pokok dan fungsi pejabat struktural dilaksanakan oleh pejabat fungsional. Pada tataran ini sebenarnya kesalahan lebih bertitik tolak pada kemampuan dalam menjabarkan tugas pokok dan fungsi masing-masing jabatan. Jabatan fungsional memiliki tugas pokok dan fungsi yang mengacu pada Peraturan Presiden sedangkan tugas pokok dan fungsi jabatan struktural diatur oleh lembaga yang bersangkutan dengan mengacu pada peraturan perundangan yang lebih tinggi  ;
  2. Tugas pokok dan fungsi pejabat eselon tertentu dilaksanakan oleh pejabat pada eselon diatasnya. Ini berdampak pada kurangnya responsibility jabatan dari pejabat yang bersangkutan ;
  3. Tugas pokok dan fungsi yang seharusnya dilaksanakan oleh seorang pejabat justru dilaksanakan oleh staf atau bawahannya.
Kesalahan semacam ini sebenarnya bisa saja dikesampingkan namun lambat laut akan berpengaruh pada fungsi bagian selaku mesin organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Oleh karenanya, perlu dilakukan pemantapan dalam pengertian dan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi ini melalui kegiatan pembinaan baik secara perseorangan maupun per-satuan kerja.

Sosialisasi tugas pokok dan fungsi dilakukan dalam rangka mengembalikan fungsi-fungsi yang seharusnya dilaksanakan agar bisa berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk itu dan asessment merupakan cara untuk mengetahui ketepatan dalam menempatkan seseorang dalam gugus tugas pokok dan fungsi di organisasi.

Dengan melalui sosialisasi dan assesment ini maka setiap individu yang berada dalam sebuah organisasi akan memahami tugas pokok dan fungsinya sehingga mesin organisasi berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar tujuan organisasi bisa tercapai.

Tulisan ini terinspirasi dari hasil pengamatan terhadap penyimpangan penggunaan sarana kantor untuk kepentingan pribadi oleh staf yang tidak memiliki tanggung jawab dan kewenangan untuk itu. Penyimpangan ini, dikeluhkan juga oleh staf yang lain karena berpengaruh besar terhadap tugas pokok dan fungsi yang menjadi tanggung jawab dan kewenangannya.

Semoga tulisan ini juga menginspirasi berbagai pihak untuk melakukan pembinaan tupoksi secara berjenjang. Terima kasih.

Kamis, 14 Maret 2013

The Functional Allowances



At my first job description in structural official is about training and development. I should try to learn about all of training and development including the trainers there. We call the trainer with widyaiswara.

What is widyaiswara ?


In accordance with regulation No. 101 of  2000 on Education and Training Position of Civil Servants (PNS), mentioned that one of the crucial components of the training is widyaiswara. This is confirmed in the Minister of State PAN Number 14/2009 regarding Functional Official of Widyaiswara and Credit Value of Widyaiswara and Head of the Joint Regulation LAN and BKN No. 1 and 2 in 2010.

Widyaiswara is the word. comes from Sanskrit. Vidya is mean knowledge, ish is mean have and vara is mean selected. So widyaiswara in the simple meaning is someone who has knowledges and she/he selected by some of competences.
So, from that two terms of  functional, we can take the result of widyaiswara is a functional positions of civil servants with the task of educating, teaching and / or training in full on the unit education and training from government agencies. It means, widyaiswara is functional official, not structural functional in a government agencies.

Allowances of widyaiswara is based on Government Regulation No. 52/2006 and related with that, the job descriptions of widyaiswara is based on Government Regulation No. 1/2006. In that regulations there's no one explanation that widyaiswara can do the structural official jobs except requested by head officer. 
Allowances of widyaiswara is attached together with the job description.

Based on prime secretary letter that widyaiswara can't get allowances when teaching at a training have many reactions of widyaiswara. The feared thing,  is widyaiswara only give dinamika kelompok at a training event. The other functional duty of widyaiswara,  will be given by the structural level.

Kamis, 07 Maret 2013

VISI PRIBADI DAN VISI ORGANISASI

Reformasi Birokrasi merupakan salah satu agenda reformasi pemerintah yang harus terwujud pada tahun 2014. Untuk itulah berbagai instansi pemerintah melakukan inovasi dalam upaya memenuhi tuntutan reformasi tersebut. Seperti halnya yang dilakukan BKKBN. Dengan berbagai fasilitas yang dimiliki, BKKBN berupaya keras melakukan reformasi birokrasi.

Hal ini disampaikan dalam kegiatan Sosialisasi Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi dengan menggunakan fasilitas video konfrensi guna menjelaskan cara pengukuran pelaksanaan reformasi birokrasi di BKKBN. Aplikasi pengukuran pelaksanaan reformasi sangat sederhana untuk dilakukan namun masih memerlukan perbaikan untuk menjaga keamanan survey Pelaksanaan Reformasi Birokrasi itu sendiri. Hal ini menyebabkan penundaan pelaksanaan survey secara online yang seyogyanya dicanangkan akan dilakukan sejak hari ini, 7 Maret 2013.

Dari paparan yang disampaikan Tim Reformasi Birokrasi pada video conference tadi, ada beberapa hal yang bisa dipelajari secara lebih cermat yakni mengenai Visi Pribadi dan Visi Organisasi. Pertanyaan yang dilontarkan moderator, cukup sederhana namun sangat menggelitik yaitu apakah visi pribadi sama dengan visi organisasi ?

Visi Organisasi

Visi berasal dari kata vision yang berarti gambaran. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, visi  berarti (1) kemampuan untuk melihat pada inti persoalan; (2) pandangan atau wawasan ke depan:  (3) kemampuan untuk merasakan sesuatu yang tidak tampak melalui kehalusan jiwa dan ketajaman penglihatan; (4) apa yg tampak dalam khayalan; (5) penglihatan; pengamatan.

Kalau dihubungkan dengan organisasi maka akan lebih terkait dengan program sehingga pengertian visi organisasi lebih tepat diartikan sebagai pandangan atau wawasan ke depan. Dengan demikian, ketika program yang melekat pada Kependudukan dan Keluarga Berencana adalah menekan laju pertumbuhan penduduk maka visi yang ditetapkan adalah Penduduk Tumbuh Seimbang. Untuk bisa sampai pada kondisi Penduduk Tumbuh Seimbang diperlukan satu upaya yakni mengatur kelahiran hingga setiap wanita hanya memiliki anak 1-2 orang sepanjang usia suburnya. Oleh karenanya, program Kependudukan dan Keluarga Berencana mengusung jargon, DUA ANAK CUKUP.

Visi organisasi ini dilaksanakan dengan membuat perencanaan strategis sampai dengan aplikasinya di lini lapangan. Pencapaian-pencapaian target yang ditetapkan dari tahun ke tahun kemudian dievaluasi ternyata menunjukkan angka yang cukup mencengangkan. Total fertility rate yang diharapkan berada di angka 2,1 ternyata berdasar hasil SDKI 2012 masih berada diangka 2,6 yang berarti tidak ada perubahan capaian pada tahun 2007. Kegagalan ini bukannya tanpa sebab melainkan disebabkan oleh banyak faktor penyebab.


Promosi


Kalau dianalogikan ke dunia bisnis maka yang dijual BKKBN adalah pelayanan KB. Agar pelayanan KB ini mampu terjual ke masyarakat dan kemudian menimbulkan kepuasan bagi masayarakat dan bagi pemerintah maka diperlukan slogan atau jargon tehnik promosi yang tepat. Bila dikaitkan lagi dengan target pada RPJMN 2010-2014 maka penjualan program ini sudah berada pada limit waktu.

Untuk meningkatkan penjualan dalam waktu singkat secara cepat diperlukan strategi promosi yang tepat dan kreatif, yaitu dengan melakukan pull strategy maupun push strategy. Full strategy banyak melibatkan kegiatan iklan, brand, trade promo dan consumer promo. Sedangkan push strategy banyak melibatkan agen – agen penjualan sebagai perantara. Ketidaktepatan ramuan masing – masing program promosi yang dijalankan, menyebabkan pemborosan biaya promosi tanpa menghasilkan peningkatan penjualan yang cukup signifikan.

Promosi untuk peningkatan pelayanan KB sudah banyak dilakukan bahkan berdasar laporan hasil pelayanan KB sudah maksimal dilaksanakan namun tidak bergesernya TFR dari angka 2.6 di tahun 2007 pada tahun 2012 membuktikan bahwa masih perlu dievaluasi lagi strategi promosi program KB.

Yang sangat diperlukan dalam menentukan strategi promosi program KB agar dapat berhasil dan memiliki impact (pengaruh) yang besar adalah mengetahui 
  1. Positioning dimaknai sebagai penempatan sumberdaya organisasi Hal ini sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan promosi. Seseorang yang tidak memiliki kompetensi berkomunikasi aktif maupun pasif sudah barang tentu tidak dapat melakukan promosi sehingga perlu dicermati saat menempatkan seseorang pada posisi penting bagi organisasi. Kominukasi verbal dan non verbal atau komunikasi aktif dan pasif merupakan salah satu syarat untuk bisa menduduki jabatan sebab seseorang yang duduk pada sebuah jabatan dalam organisasi seharusnya memiliki peran sebagai promotion agent of organization.
  2. Differentiation, dimaknai sebagai keunggulan organisasi. Keunggulan ini yang membedakan organisasi satu dengan yang lainnya. Semua organisasi memiliki tujuan yang sama yakni meningkatkan kesejahteraan dan memiliki sasaran yang sama yakni masyarakat. Untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah dengan memenuhi kebutuhan dasar dan kebutuhan lain yang diperlukan masyarakat. Keanekaragaman kebutuhan masyarakat inilah merupakan target yang harus dicapai oleh semua organisasi. Keunggulan organisasi tentunya harus melihat pada kebutuhan masyarakat ini. Ketika BKKBN fokus pada peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pengaturan kelahiran maka segmentasi sasaran promosi sangat jelas adalah pasangan usia subur.
  3. Branding diri kita, dimaknai sebagai pemberian label pada individu yang berada didalam organisasi. Ketika dalam upaya pelayanan KB sebagai program yang diberikan kepada masyarakat dengan menggunakan slogan promosi dua anak cukup maka branding diri kita seharusnya sejalan dengan  slogan ini.
Ketiga hal di atas bukanlah berdiri sendiri melainkan merupakan satu rangkaian yang terkait satu sama lain sehingga kegiatan promosi dapat dilakukan tanpa terbatas pada jenis promosi dan media yang digunakan. 
Dalam sessi tanya jawab pada acara video konfrensi tanggal 7 Maret 2013 tersebut, pernyataan yang dilontarkan dari Provinsi Papua mengenai Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Pejabat Struktural masih belum mengacu pada jumlah anak yang menjadi slogan dari BKKBN. Terkadang branding diri  ini dianggap tidak penting dengan alasan bahwa pejabat di Provinsi dan Pusat tidak bersentuhan langsung dengan masyarakat sehingga bisa diabaikan. Namun bila kembali pada hal yang mempengaruhi keberhasilan promosi  adalah positioning dan diffentiation maka sudah seharusnya hal ini bisa dievaluasi ulang. Terkait dengan pertanyaan apakah visi pribadi sama dengan visi organisasi bisa dijawab dengan tegas yakni visi organisasi seharusnya menjadi visi pribadi dan visi pribadi sejalan dengan visi organisasi sehingga sebagai bagian dari organisasi bisa menjalankan peran  promotion and marketer program Kependudukan dan Keluarga Berencana.
Tulisan ini benar-benar terinspirasi dari pernyataan dari provinsi Papua pada Video Konfrensi Sosialisasi Survey Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi
Semoga bermanfaat. 

Minggu, 03 Maret 2013

SEMINAR SEHARI PERAN SERTA WARTAWAN DALAM PROGRAM KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA DI ERA OTONOMI DAERAH



Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Selatan menggandeng Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalimantan Selatan menyelenggarakan kegiatan Seminar Sehari Peran Serta Wartawan Dalam Program Kependudukan dan Keluarga Berencana di Era Otonomi Daerah. Kegiatan dilaksankan tanggal 2 Maret 2013, mengambil tempat di gedung PWI Kalimantan Selatan, jalan Banua Anyar Kecamatan Banjarmasin Timur dihadiri selain unsur pengurus PWI Kalimantan Selatan juga wartawan media cetak dan elektronik yang kerap bekerja sama dengan Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Selatan. Selain itu hadir pula Pengurus Ikatan Penyuluh KB Kalimantan Selatan dan Penyuluh KB Kota Banjarmasin.


Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Selatan
Dan Ketua PWI Kalimantan Selatan

Dalam kegiatan ini disampaikan dua materi dari dua narasumber yakni Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Selatan dan Ketua PWI Kalimantan Selatan.



Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Kalsel sedang menyampaikan materi

Materi dengan judul  Kebijakan Program Kependudukan dan Keluarga Beren cana disampaikan Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Selatan, Sunarto, MPA., Ph.D 
Pada sessi ini disampaikan hal-hal mengenai :

Kebijakan dengan uraian tentang peraturan perundang-undangan yang menjadi payung hukum BKKBN yang meliputi nomenklatur BKKBN, Logo, Nama kantor dan slogan BKKBN diitnjau secara normative dan fakta di lapangan ;

Fungsi BKKBN dengan melihat pada :
Pengendalian kuantitas penduduk
Pengendalian kualitas penduduk
Penyediaan data basis

Visi dan Misi
Bahwa visi penduduk tumbuh seimbang itu memiliki cirri setiap keluarga hanya ada 1 sampai dengan 2 orang anak dan angka TFR 2,1.

Masalah Yang dihadapi
Indonesia berada di urutan ke-4 penduduk terbanyak di dunia dengan jumlah 237,6 juta jiwa.  LPP Indonesia sebesar 1,49% mengandung arti setiap tahun terdapat penambahan sebanya 4,5 juta. Sedangkan trend pertumbuhan penduduk di Kalsel meningkat namun lebih banyak disebabkan penduduk migran. Harapannya, penduduk yang datang bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kalsel. Laju pertumbuhan penduduk di Kalsel terbesar di Banjarbaru dan Tanah Bumbu sedangkan TFR Kalsel 2,5. Ini cukup sulit menurunkan sampai ke angka 2,1. Akan tetapi, Indonesia dinyatakan berhasil dalam mengubah nilai anak dari banyak menjadi dua.

Human Development Index Indonesia berada di 124 dari 187 negara dengan rata-rata 0,617. Sebenarnya setiap tahun ada kenaikan namun kenaikan ini sangat lambat akibat sulitnya melakukan koordinasi dalam pembangunan. Penetapan HDI adalah :

  • Very high terdiri dari 41 negara dimana Norwegia yang tertinggi dan terendah Barbados ;
  • High terdiri dari 47 negara, yang tertinggi Uruguay dan terendah Tunisia ;
  • Medium terdiri dari 47 negera, yang tertinggi Jordania dan terendah Buthan. Indonesia berada di level medium pada urutan ke 30 dari 47 negara ;
  • Low terdiri dari 56 negara, yang tertinggi Solomon dan terendah Republik Kongo.

Struktur penduduk Indonesia adalah penduduk usia muda.  Komposisi ini mengharuskan pemerintah memperhatikan penduduk usia remaja. Usia kawin muda di Kalimantan Selatan menduduki urutan pertama secara nasional.

Program prioritas adalah :
Peningkatan kualitas pemakaian dari non MKJP menjadi MKJP
Pemberdayaan keluarga
Penyelarasan kebijakan kependudukan
Pemberian informasi kesehatan reproduksi di kalangan remaja.



Materi kedua disampaikan oleh Ketua PWI Kalsel, Drs. Fatturrahman dengan judul  ISU-ISU KEPENDUDUKAN UNTUK LIPUTAN MEDIA.

Materi diawali dengan gambaran pengaruh penduduk terhadap bumi dimana jumlah penduduk bertambah dari waktu ke waktu sedangkan bumi tetap satu dan luasnya tidak bertambah. Permasalahan penduduk menjadi sangat penting untuk diungkapkan melalui media.
Media menjalankan fungsi  :
Informasi
Edukasi
Kritik social
Menghibur
Ekonomi.

Bagi media, masalah kependudukan menjadi sangat menarik karena bisa mengkaitkan kelima fungsi media itu sendiri.


Ketua PWI Kalsel sedang memberikan materi

Indonesia dengan ancaman booming population sebenarnya dihadapkan pada kondisi-kondisi memprihatinan terhadap kebutuhan akan panga, papan dan sandang yang kerap menghiasi media-media. Problem kependudukan yang sesungguhnya adalah terkait dengan krisis pangan, krisis air dan krisis energy.

Sampai saat ini, belum terlihat solusi jangka panjang yang dibangun pemerintah untuk mengatasi masalah kependudukan.  Sampai saat ini baru solusi jangka pendek seperti diversifikasi pangan. Namun krisis air dan energy belum teratasi.  Kalau mau ditarik garis, sebenarnya krisi-krisis tersebut disebabkan banyaknya kebutuhan sebagai dampak dari banyaknya penduduk.

Media seharusnya bisa mengungkapkan masalah yang muncul dipermukaan secara integral terkait dengan kependudukan seperti banyaknya penduduk yang belum mendapatkan layanan dasar atau disparitas ketersediaan layanan kesehatan.

Pengendalian penduduk merupakan solusi jangka panjang terkait dengan kuantitas, kualitas dan struktur penduduk. Jargon-jargon yang muncul dalam promosi program Kependudukan dan KB tidak setajam jaman Orde Baru  bahkan ada jargon yang kemudian diplesetkan hingga terkesan tidak mendukung program Kependudukan dan KB.


Sessi Tanya jawab

Pada sessi Tanya jawab, pertanyaan yang terangkum dari peserta seminar adalah sebagai berikut :


  1. Ratna Sari Dewi dari PWI Kalsel menyampaikan bahwa berdasar hasil pengamatan bahwa kontirbusi ledakan penduduk justru dari BKKBN sendiri yang mempromosikan program KB dengan menampilkan keluarga ideal dimana orangtua dengan anak laki-laki dan perempuan sehingga persepsi masyarakat adalah keluarga yang ideal terdiri dari anak laki-laki dan perempuan akibatnya ketika pasangan suami-isteri belum memiliki anak jenis kelamin tertentu maka akan terus  berusaha memperoleh anak jenis kelamin tersebut sehingga terjadi kehamilan yang terus menerus.
  2. Hasan dari LPK Antara menyampaikan bahwa masalah KB sepertinya tidak menarik minat masyarakat karena beritanya monoton. Menyarankan agar BKKBN membuat kegiatan yang bisa menjual program ke masyarakat seperti HIV/Aids. Bagaimana peran BKKBN dalam menanggulangiu masalah ini ?
  3. Toto dari Radar Banjar menyampaikan bahwa peran BKKBN dijaman Orde Baru dan sekarang sangat jauh berbeda. Dijaman orde baru masih menggunakan budaya untuk penyebarluasannya sepeti layar tancap tetapi sekarang tidak lagi. Hendaknya BKKBN tidak hanya mengangkat masalah kependudukan dan kb melainkan masalah lainnya seperti HIV/Aids dan angka kawin muda untuk kemudian dikirimkan atau di posting ke media.

Semua pertanyaan mendapat tanggapan dari Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Selatan seperti :

Berdasar hasil potret yang dilakukan konsultan media diketahui bahwa promosi yang dilakukan BKKBN masih tidak sesuai dengan kondisi sekarang seperti pemanfaatan IT. Bahkan masih belum terbuka ke masyarakat sehingga jargon dan slogan masih dari BKKBN dan belum bersumber dari masyarakat ;

Sebenarnya HIV.Aids merupakan bagian kegiatan di BKKBN yakni di bidang kesehatan reproduksi dan remaja namun persentasinya agak kecil karena harus disesuaikan dengan upoksi BKKBN ;

Kabupaten/Kota sudah memiliki mobil unit penerangan sehingga idealnya pemutaran fil bisa dilakukan oleh masing-masing kabupaten namun ini belum optimal. Di sisi lain, sarana ini belum dimanfaatkan secara luas oleh instansi lain.

Tanggapan dari Ketua PWI Kalsel yaitu :

Kelembagaan BKKBN di Kalsel yang berbeda-beda memang harus disinergi-kan dengan asumsi perlunya kesamaan persepsi tentang ancaman kependudukan. Era orde baru dana untuk KB sangat besar tetapi di era sekarang merupakan era pilih-pilih program sehingga yang diperlukan adalah bagaimana agar bisa memberikan informasi untuk pilah-pilah dalam upaya menetapkan pilihan.

Perlu adanya pertemuan rutin antara BKKBN dengan media untuk memfokuskan informasi yang akan disampaikan kemasyarakat. Banyak issue positif dari kependudukan yang bisa diekspose. Di media massa tersedia ruang untuk dimanfaatkan dan sebaiknya datang ke media untuk menyampaikan atau melaporkan kegiatan.

Disamping hal-hal tersebut, ada beberapa masukan dari Ketua Ikatan Penyuluh KB Provinsi Kalimantan Selatan,  Kabid dalduk dan Kabid KS-PK Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Selatan.

Diakhir kegiatan, beberapa wartawan melakukan wawancara dengan Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Selatan.
Wawancara dengan peserta seminar yakni wartawan

Sabtu, 02 Maret 2013

MEMBACA DATA YANG HILANG



Laporan 100%

Berikut saya tampilkan grafik yang menggambarkan pembinaan keluarga melalui Kelompok Bina Keluarga Balita di Kalimantan Selatan, data pada Januari 2013.

 Sumber Data : Rek F/I/Kab-Dal/10 bulan Januari 2013 & 2012 Tabel 9 dan 10b.1






Grafik di atas menggambarkan keadaan sebagai berikut :
  1. Warna biru menunjukkan jumlah kelompok BKB yang ada pada Januari 2013.
  2. Warna merah menunjukkan jumlah kelompok BKB yang lapor pada Januari 2013.
  3. Warna jingga menunjukkan jumlah pertemuan/penyuluhan kelompok BKB pada Januari 2013.
Gambaran pada grafik di atas dapat dianalisa yaitu :
  1. Bahwa jumlah kelompok yang ada, sama dengan jumlah kelompok yang melapor. Kecuali di Kabupaten Tanah Laut, Hulu Sungai Tengah dan Balangan ;
  2. Bahwa jumlah kelompok yang melapor sama dengan jumlah kelompok yang melakukan pertemuan/ penyuluhan yakni di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Tanah Bumbu dan Kota Banjarbaru ;
  3. Bahwa jumlah kelompok yang melakukan pertemuan/penyuluhan lebih banyak daripada yang melapor ada di Kabupaten Tabalong ;
  4. Bahwa jumlah kelompok yang melapor lebih banyak daripada kelompok yang melakukan pertemuan/ penyuluhan ada di 8 Kabupaten/Kota yakni Kota Banjarmasin, Kabupaten Tanah Laut, Kotabaru, Banjar, Barito Kuala, Tapin, Hulu Sungai Tengah, dan Hulu Sungai Utara.
Analisa dari grafik di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
  1. Ada 3 dari 13 Kabupaten yang laporan kelompok BKB nya tidak mencapai 100%. Artinya, di wilayah ini jumlah kelompok BKB yang melapor lebih sedikit daripada jumlah kelompok BKB yang ada ;
  2. Ada 3 dari 13 Kabupaten/Kota yang laporan kelompok BKBnya sesuai antara jumlah kelompok dengan kelompok yang melakukan pertemuan. Artinya, di wilayah ini laporan kelompok BKB mendekati nilai kebenaran ;
  3. Ada 1 dari 13 Kabupaten/Kota yang laporan kelompok BKB-nya kurang dari jumlah kelompok yang melakukan pertemuan. Artinya, di wilayah ini ada kelompok yang melakukan pertemuan namun tidak tercover dalam pelaporan ;
  4. Ada 8 dari 13 Kabupaten/Kota yang laporan kelompok BKB-nya lebih banyak dari jumlah kelompok yang melakukan pertemuan. Artinya, di wilayah ini kelompok yang dilaporkan tidak seluruhnya bersumber dari kelompok yang melakukan pertemuan.
Dari empat kesimpulan di atas, kesimpulan yang keempat menimbulkan pertanyaan : Bagaimana caranya menetapkan jumlah kelompok BKB yang melapor kalau kelompok BKB itu tidak melakukan pertemuan/penyuluhan ?
Pertanyaan tersebut bukan muncul begitu saja, sebab pembinaan terhadap Pasangan Usia Subur dalam rangka menjaring Peserta KB Aktif dilakukan melalui kelompok kegiatan ini. Dengan adanya pencatatan dan pelaporan yang tidak sesuai prosedur maka penjaringan Peserta KB Aktif akan sulit untuk dilakukan. Jawaban dari pertanyaan di atas sangat terkait dengan pola pembinaan di lapangan.


Data Yang Hilang

Sumber data dari grafik di atas jelas disebutkan adalah formulir pengendalian lapangan yang rekapitulasinya berada di Kabupaten/Kota dan dikirim secara online ke Provinsi dan Pusat. Ini dilakukan secara berjenjang mulai dari lini lapangan. Artinya, sumber dari laporan pengendalian lapangan adalah dari laporan pengendalian lapangan di kelurahan/desa atau di lini lapangan. Kalau merujuk pada sumber laporan ini maka pertanyaan tersebut akan bisa terjawab.

Form Laporan Pengendalian Lapangan yang berada di lini lapangan bukanlah laporan yang dalam format sim salabim terus menjadi laporan bulanan pengendalian lapangan. Form ini merupakan kompilasi dari berbagai catatan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di lapangan seperti :
  1. Catatan Kelompok BKB dalam form C/I/BKB/10
  2. Catatan Kelompok BKR dalam form C/I/BKR/10
  3. Catatan Kelompok BKL dalam form C/I/BKL/10
  4. Catatan UPPKS dalam form C/I/UPPKS/10.
Catatan-catatan ini menjadi rujukan dalam pengisian laporan pengendalian lapangan di tingkat desa dan kelurahan. Catatan-catatan kelompok kegiatan ini juga ada sumber datanya yakni berupa formulir registrasi sesuai dengan kelompok kegiatannya seperti R/I/BKB/10 untuk keluarga yang memiliki Balita, R/I/BKR/10 untuk keluarga yang memiliki Remaja dan seterusnya.
Dengan demikian, ketika jumlah kelompok BKB yang ada masuk ke dalam katagori "dilaporkan" harusnya sama dengan yang melakukan kegiatan pertemuan/penyuluhan. Grafik di atas jelas menunjukkan ada sumber data yang hilang sehingga jumlah kelompok yang melapor/dilaporkan lebih besar daripada yang melakukan kegiatan pertemuan/penyuluhan.

Form registrasi keluarga PUS atau keluarga yang memiliki Balita, Remaja, Lansia dan kegiatan UPPKS itu pun bukan merupakan formulir abrakadabra. Form registrasi ini tentunya harus bersumber pada registrasi pendataan keluarga yang dilakukan di setiap akhir tahun.
Dampak dari pembuatan laporan pengendalian lapangan yang tidak berpulang pada data awal yakni  hasil pendataan keluarga adalah seperti terlihat dalam grafik berikut :
Sumber Data : Rek F/I/Kab-Dal/10 bulan Januari 2013 Tabel 14a dan Rek.Prov.R/I/KS/07 Tahun 2012


Grafik seperti di atas tidak hanya terjadi di Kalimantan Selatan, besar kemungkinan terjadi di seluruh penjuru tanah air. 

Dengan kondisi tersebut, sudah seharusnya melakukan introspeksi diri. Sejak ditetapkan bahwa Kesehatan dan Keluarga Berencana merupakan urusan daerah maka sifat Perwakilan BKKBN Provinsi hanyalah meregulasi dan memfasilitasi agar program Kependudukan dan Keluarga Berencana yang fokus kegiatannya di Kabupaten/Kota masih sejalan dengan tujuan pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana secara Nasional. Salah satu yang seharusnya dalam fasilitasi adalah ketersediaan formulir pencatatan dan pelaporan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
Pengalaman  saat saya masih bertugas di Sub Bidang Bina Keluarga Balita-Anak dan Ketahanan Keluarga Lansia, sewaktu melakukan pembinaan ke kelompok BKB dan BKL hampir semua petugas lapangan KB menyatakan tidak pernah melihat form registrasi maupun Catatan Kelompok yang diminta. Bahkan beberapa diantara PKB ini meminta form register dan catatan ke Sub Bidang Balnak dan Hanlan untuk melengkapi kelompoknya sebab desa dimana kelompok itu berada  diikutsertakan dalam lomba yang dilaksanakan oleh Tim Penggerak PKK. Ini sungguh ironis.
Ternyata euforia otonomi daerah bukan hanya ada di Kabupaten/Kota melainkan juga di provinsi, Ini bisa dilihat dari adanya pengurangan fasilitas terhadap formulir yang dibutuhkan di lini lapangan. Kita bisanya hanya menunjuk jari untuk menyalahkan pihak lain atas hilangnya data dalam pencatatan/pelaporan dan tidak pernah punya keberanian untuk mengakui kesalahan. Hilangnya data di lapangan besar kemungkinan disebabkan hilangnya formulir-formulir dari peredaran pencatatan dan pelaporan.

Semoga tulisan ini bermanfaat.


Entri yang Diunggulkan

MENILIK KELEMBAGAAN (Pengamatan dari 3 bagian)

S aya sudah pernah menulis mengenai kelembagaan BKKBN dalam artikel di  https://uniek-m-sari.blogspot.com/2015/02/uu-no-23-tahun-2014-dan-kk...