SCROLL

SELAMAT DATANG DI Uniek M. Sari's BLOG
Tampilkan postingan dengan label materi-diskusi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label materi-diskusi. Tampilkan semua postingan

Kamis, 04 Juni 2020

PRESENSI DAN PENGAWASAN

Presensi dan Absensi

Presensi dalam Kamus Besar Bahsa Indinesia Online berarti kehadiran sedangkan absensi dalam link yang sama berarti ketidak hadiran. Oleh karena pengertian ini berbeda maka yang tepat untuk dipergunakan dalam memantau kehadiran adalah istilah presensi. Padahal penggunaan kata absensi sudah diberlakukan sedemikian lama sehingga banyak yang masih menganggap bahwa kehadiran disebut absensi. Pengertian ini sudah seharusnya dilakukan perubahan dari waktu ke waktu.

Penggunaan presensi dalam sebuah organisasi sangatlah penting. Apalagi seiring dengan globalisasi di berbagai sektor termasuk pemerintahan dimana pelayanan publik menjadi perhatian maka kedispilinan menjadi salah satu tolok ukur terselenggaranya pelayanan publik dengan baik. Kedisiplinan para pelaksana pelayanan publik ini ditandai dengan adanya daftar kehadiran yang tepat waktu. Mayoritas pelaksana pelayanan publik berada di unsur pemerintahan sehingga sudah jelas bahwa yang diukur kedisiplinannya ada para pegawai negeri sebagai aparatur negara yang memang tugasnya juga sebagai abdi masyarakat.

Namun demikian, disiplin bagi pegawai negeri sipil bukan hanya terjadi sebagai dampak dari globalisasi melainkan sudah diberlakukan sejak tahun 70-an dengan adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 yang kemudian diubah lagi menjadi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dan terakhir diubah kembali menjadi  Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.

Undang-Undang ini kemudian dilengkapi dengan terbit peraturan pelaksana dibawahnya yakni berupa Peraturan Pemerintah yang juga mengalami beberapa kali perubahan dan terakhir adalah Peraturan Pemerintah Nomor  53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Pasal-pasal di dalam peraturan hukum tersebut memang mengikat secara materiil dan moril Pegawai Negeri Sipil sebagai penyelenggara pelayanan publik.

Akan tetapi, seberapa efektifnya kah peraturan pemerintah tentang disiplin pegawai negeri sipil tersebut dapat dilaksanakan ?

Kehadiran

Dari tahun ke tahun terjadi perubahan dan perkembangan terhadap ketentuan tentang disiplin pegawai yang ditandai dengan kehadiran pegawai dalam kegiatan perkantoran. Salah satu perubahan yang kemudian dianggap mendukung ke arah terpenuhinya disiplin pegawai adalah dikonversi-nya kehadiran pegawai ke arah tersedianya biaya makan dan minum pegawai dengan nilai cukup signifikan sehingga logikanya kebutuhan pegawai untuk memenuhi kedisiplinan tersebut sudah terfasilitasi.

Namun demikian ternyata kondisi yang sebenarnya terdapat di lapangan tidaklah seperti yang diharapkan karena masalah kehadiran ini masih dapat diolah sedemikian rupa sehingga nilai kedisiplinan tetap tinggi dan realisasi anggaran untuk biaya konsumsi pegawai juga sama tinggi-nya sedangkan disiplin pegawai itu sendiri ternyata masih terdapat persoalan-persoalan dengan gambaran sebagai berikut :

  1. 8-0-16 adalah istilah kehadiran pegawai sesuai jam kerja pagi yaitu pukul 08.00 kemudian pegawai bersangkutan tidak terdapat di kantor sampai dengan pukul 16.00 kembali hadir untuk jam pulang. 
  2. Pelaksanaan kegiatan di luar kantor seperti perjalanan dinas ke daerah maupun ke luar daerah yang tercatat dinas namun terkadang dilaksanakan tidak sesuai dengan waktu yang tertera dalam surat tugas.
Kedua kondisi ini dilakukan oleh stratifikasi yang berbeda dalam sebuah organisasi pemerintahan. Pada kondisi pertama yang sering melakukan adalah level staf atau pegawai struktural dengan alasan tidak adanya tugas utama di kantor sehingga mencari penghasilan dengan melakukan kegiatan ekonomi produktif di luar kantor. Sedangkan pada kondisi kedua lebih sering dilakukan oleh level yang memiliki kemungkinan untuk melaksanakan perjalanan dinas baik yang memiliki jabatan struktural maupun fungsional dan staf. Kedua kondisi ini sebenarnya berdampak sekali terhadap disiplin pegawai apalagi bila dilakukan oleh unsur pejabat struktural yang kemudian diketahui secara kasat mata oleh pegawai yang tidak memiliki jabatan struktural.

Hampir semua instansi pemerintahan memiliki kendala dalam pemantauan kedisiplinan pegawai terutama bila hanya mengacu pada presensi yang masih manual.

Presensi Online

Perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi kemudian memberikan ruang untuk memunculkan presensi online di beberapa organisasi swasta dan organisasi pemerintahan. Hal ini sudah barang tentu akan berdampak pada banyak hal namun akan lebih tertuju pada penerapan disiplin itu sendiri. Bebarapa hal bisa dilihat atas perlakuan dari presensi online adalah sebagai berikut :

  1. Kehadiran pada pagi dilakukan dilokasi yang terdeteksi Global Positioning System (GPS) yang ada disarana untuk dipergunakan untuk presensi. Begitu pula pada sore hari jam pulang kerja.  Dengan demikian, akan jelas diketahui keberadaan yang bersangkutan guna menghilangkan kebiasaan dengan rumus 8-0-16 tersebut.
  2. Perjalanan dinas tetap pada presensi yang tidak berlaku online, bisa terjadi di dalam surat tugas disebutkan sejak tanggal 24 sampai dengan 27 namun pelaksanaannya dilakukan hanya tanggal 24 da 25 sedangkan sisa hari tidak lagi berada di tempat yang dituju melainkan sudah kembali ke kantor akan tetapi tidak masuk ke kantor. Dengan menggunakan presensi online maka  pelaksana perjalanan dinas dapat terdeteksi melalui GPS  sehingga dengan sendirinya dapat diketahui apakah perjalanan dinas dilakukan sesuai dengan surat tugas ataukah tidak.
Pemberlakuan presensi secara online maka hal positif lain yang bisa dilihat adalah dalam hal pengawasan karena akan mempermudah pemantauan kegiatan pegawai negeri di tempat kerjanya. Namun, akan lebih bermanfaat lagi apabila GPS tersebut bersifat aktif sehingga pergerakan sarana bisa sekaligus memantau posisi si pegawai apakah setelah presensi pagi tetap berada di kantor atau sudah berubah posisi. Dengan catatan bahwa Global Positioning System di server tetap aktif memantau posisi sarana presensi yang dipergunakan oleh pegawai. Perekaman data dapat dilakukan di jam-jam rawan yangs ering dimanfaatkan oleh pegawai untuk tidak berada di lingkungan kantor.

Sekian dan terima kasih

Selasa, 02 Juni 2020

IT bagi Middle Manager

Pengalihan Jabatan

Pengurangan jabatan struktural menjadi jabatan fungsional merupakan satu langkah kebiakan yang diharapkan dapat mengoptimalkan peran pemerintahan dalam mencapai tujuan pembangunan nasional. Pada prinsipnya, peralihan dari jabatan struktural menajdi jabatan fungsional tidak mempengaruhi kinerja sebuah organisasi pemerintahan. Apalagi kalau melihat pada tingkatan jabatan fungsional yang dikaitkan dengan kepangkatan dalam kepegawaian maka sudah barang tentu pelaksanaaan kegiatan dalam jabatan fungsional tertentu tersebut akan mengacu pada level tanggung jawab yang ada dalam kepangkatan.

Kalau dilihat dari sudut pandang menejemen maka level-level tersebut dapat dilihat sebagai berikut
  1. Top manager untuk tingkatan jabatan fungsional utama dengan pangkat golongan IV/c dan IV/d. Pada level ini tanggung jawab lebih mengarah pada penetapan dan penerapan kebijakan. Bila dikaitkan dengan jenjang pendididkan maka pada tingkatan ini pendidikan minimalnya strata 2 dengan masa kerja sudah lebih dari 20 tahun.
  2. Middle manager untuk tingkatan jabatan fungsional madya dengan pangkat golongan IV/a dan IV/c. Pada level ini tanggung jawab lebih mengarah pada pelaksana penerapan kebijakan dan koordinator dalam pelaksanaan kebijakan disamping sebagai pembina pegawai di level bawahnya. Bila dikaitkan dengan jenjang pendidikan maka pada tingkatan ini pendidikan minimalnya strata 1 dengan masa kerja di bawah 20 tahun tetapi lebih dari 15 tahun.
  3. Lower manager untuk tingkatan jabatan fungsional pertama dan jabatan fungsional muda dengan pangkat golongan III/a sampai dengan III/d. Pada level ini tanggung jawab tertuju pada pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan sumber daya manusia yang melaksanakan kebijakan. Bila dikaitkan dengan jenjang pendidikan maka pada tingkatan ini pendidikan minimalnya diploma 3 dengan masa kerja di atas 10 tahun.

Dari pemilahan manager ini tentu sudah menggambarkan stratifikasi kepemimpinan. Namun demikian, para pejabat fungsional ini masih memerlukan jabatan struktural mengingat kenaikan pangkat jabatan fungsional adalah melalui penilaian angka kredit yang hanya bisa dilakukan oleh pejabat struktural. Untuk itu, pengalihan sebagian besar pejabat strktural menjadi pejabat fungsional tentu tidak menghilangkan jabatan struktural tertentu yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya manusia dan sumber daya organisasi.

Kemampuan Pejabat Struktural
Seorang pejabat struktural selain memiliki peran yang sama dengan top manager juga diharapkan memiliki kemampuan lainnya yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Oleh karenanya, hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh pejabat struktural adalah :
  1. Kemampuan untuk melakukan analisis baik menggunakan pisau analisis USG, Fishbone terutama SWOT sehingga dengan analisis yang tepat akan bisa membuat keputusan dan langkah-langkah yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan yang ditemui.
  2. Kemampuan untuk melakukan komunikasi antar personal sehingga proses penularan kebijakan, pengawasan tidak langsung dan pembinaan dapat dilakukan dengan pendekatan kemanusiaan secara efektif.
  3. Kemampuan dalam hal ilmu pengetahuan dan tehnologi sehingga proses pelaksanaan kegiatan di era digitalisasi dapat dilaksanakan secara tepat, cepat dan akurat.

Dari ketiga macam kemampuan tersebut, yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah kemampuan dalam mengoperasionalkan sarana dan prasaran tehnologi seperti komputer, laptop bahkan akses jaringan untuk menyelesaikan pekerjaan melalui online.

Bisa dibayangkan ketika seorang pejabat administrasi tidak dapat mengoperasionalkan alat tehnologi maka ketika mendapat tugas untuk memberikan penilai secara indepen, pekerjaan itu akan diserahkan kepada bawahan yang menguasai tehnologi. Akibatnya, penilaian yang diberikan tidak lagi berdasar sudut pandang jabatan sebagai administrator, bisa jadi justru berdasar sudut pandang pejabat pengawas atau bahkan mungkin berdasar sudut pandangan seorang analis yang bari bekerja di instansi tersebut. Independensi penilaian pun sangat diragukan apabila penilaian dibuat secara manual terlebih dahulu baru diinput oleh analis dengan jabatan operator tehnologi.

Angka Kredit dan Penilaian
Berdasar keseluruhan pembahasan maka apabila seluruh pejabat pengawas dan sebagai pejabat administrator akan di alih fungsikan menjadi pejabat fungsional, yang dibutuhkan sebuah lembaga adalah pejabat adminsitrasi berikut ini :
  1. Sekretaris yang menangani semua sumber daya manusia organisasi, sumber daya peralatan dan perlengkapan organisasi dan sumber daya bahan baku organisasi. Pada jabatan ini harus dilakukan need assessment yang berdasar kompetensi tingkat tinggi karena keputusan yang diambil menyangkut kinerja manusia dan kinerja organisasi
  2. Operasional Program yang menangani semua pelaksanaan yang berhubungan dengan program-program kegiatan. Pada tataran jabatan ini dibutuhkan banyak jabatan fungsional yang fungsinya sesuai dengan program yang diemban organisasi.
  3. Pengembangan sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan kemampuan pengelola program agar fungsi-fungsi pengelolaan berjalan sesuai dengan tujuan organisasi.

Dari ketiga jenis jabatan administrator ini, setiap jabatan memiliki peran yang tidak terlepas dari penilaian dan penentuan angka kredit pejabat fungsional. Sistematika keterkaitan adalah sebagaimana diagram berikut :

Dengan mengacu pada pentingnya kemampuan IT seorang Middle dan Top Manager maka proses penilaia angka kredit ke depannya apabila semua jabatan dialihkan menjadi fungsional akan berdampak pada penilaian yang tidak tepat karena dilakukan oleh operator yang dipekerjakan oleh Middle maupun Top Manager.

FIN
Hopefully my article can be a good suggestion for the good management.

I'm proud to be a family planning participant



Kamis, 12 Desember 2019

PISAU ANALISIS

Berhasil atau gagalnya pelaksanaan sebuah program dapat diukur melalui controling yang merupakan salah satu dari fungsi manajemen. Pengawasan atau controling dilakukan menggunakan berbagai macam cara seperti monitoring, evaluasi dan survei.

Monitoring adalah aktifitas pemantauan sejak sebuah kebijakan diterbitkan kemudian diberlakukan yang ditujukan untuk memberikan informasi tentang sebab dan akibat dari suatu kebijakan yang sedang dilaksanakan sehingga sejak awal dapat diketahui kesalahan dalam pelaksanaan kebijakan dan kemudian dapat diperbaiki sesegera mungkin guna mengurangi risiko yang lebih besar. Dengan definisi ini makan sebuah kegiatan monitoring dilakukan dari awal sebagai fungsi controling dalam rangka antisipasi kerugian yang lebih besar.


Evaluasi merupakan saduran dari bahasa Inggris "evaluation" yang diartikan sebagai penaksiran atau penilaian. Nurkancana (1983) menyatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan berkenaan dengan proses untuk menentukan nilai dari suatu hal. Hal-hal yang dilakukan dalam pelaksanaan evaluasi adalah menyangkut sumber daya organisasi dengan mengacu pada 1) siapa 2) apa 3) dimana 4) bilamana atau kapan 5) bagaimana dan 6) mengapa. Dikarenakan sebuah evaluasi menyangkut nilai maka acuan dalam melakukan evaluasi tentu mengarah pada pencapaian tujuan dari sebuah program.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia survei merupakan kata benda yang berarti tehnik riset dengan memberi batas yang jelas atas data; penyelidikan; peninjauan. Dengan adanya batas yang jelas atas data maka yang diberlakukan bukan hanya terkait dengan kebijakan, sumber daya organisasi melainkan juga sasaran dan kurun waktu menjadi tolok ukur dalam kegiatan survei.
Survei Program

  1. Monitoring dikarenakan merupakan kegiatan yang dilakukan sepanjang pelaksanaan kebijakan maka bisa jadi dilakukan secara berkala sehingga dalam sebulan terdapat minimal 2 kali monitoring baik di tempat yang sama maupun tempat berbeda. Penggunaan waktu monitoring adalah bulanan.
  2. Evaluasi dikarenakan merupakan kegiatan yang dilakukan menyangkut nilai berupa perbandingan capaian tujuan berdasarkan waktu sehingga dalam setahu pelaksanaan program akan ada evaluasi per-tri semester atau per semester.
  3. Survei dikarenakan merupakan kegiatan dilakukan dengan batasan data baik dari segi wilayah, waktu, data dan lain sebagainya agar bisa melihat efektifitas dan efisiensi pelaksanaan program sehingga seringkali dilakukan dalam kurun waktu tertentu seperti tahunan, tiga tahunan atau lima tahunan.
Hampir semua organisasi melaksanakan ketiga pola pengawasan atau kontroling ini dengan tujuan agar apa yang menjadi tujuan akhir dari organisasi benar-benar dapat diperhitungkan efektifitas dan efisiensi dalam pencapaiannya. Tentunya termasuk organisasi pemerintahan meskipun tujuan organisasi pemerintahan lebih sering diukur berdasarkan kualitatif.

Di dalam organisasi pemerintahan pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut standar-nya dilakukan dengan memperhatikan kurun waktu seperti :

Kegiatan ini mengarah pada fungsi controling yang sama yakni mengukur keberhasilan sebuah program yang dilaksanakan baik dari sisi kebijakan, sumber daya organisasi maupun pencapaian tujuan program.
Akan tetapi, dari ketiga cara memantau hasil pelaksanaan program, survei merupakan salah satu cara yang lebih banyak dilakukan dengan alasan pelaksanaan survei dengan menggunakan data yang memiliki batasan waktu, tempat dan jumlah dipandang lebih mendekati kebenaran karena data-data yang dikumpulkan dipersepsikan mewakili satu wilayah yang akan dilihat keberhasilannya.

Pisau Analisis

Survei bukan hanya unggul dalam hal pengumpulan data yang dianggap representatif dalam satu wilayah melainkan juga pengolahan datanya yang menggunakan langkah-langkah statistika sangat menggambarkan tingkat kebenaran yang bisa diakui secara teoritis dan empiris meskipun anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan sebuah survei tidaklah sedikit. Oleh karenanya, survei sebagai alat untuk mengukur tingkat keberhasilan program yang dijalankan.

Bagaikan pisau yang bisa mengupas kulit buah sehingga diketahui bentuk dan warna isi buah kemudian bisa mengambil inti dari buah itu untuk dipastikan bisa ditanam lagi untuk pertumbuhan berikutnya. 

Sebagai pisau analisis terhadap program, sebuah survei seyogyanya tidak hanya menggambar buah dari sisi kulitnya saja. Memang, dari sisi kulit buah sudah dapat digambarkan ukuran, warna kulit, tekstur bahkan bisa diduga atau diprediksi kemanisan buah sebelum dikupas. Apabila sebagai pisau, sebuah survei hanya menggambarkan kulit programnya saja maka hal tersebut akan mencederai makna dari survei itu sendiri.

Akan tetapi, tentu akan berbeda hasilnya apabila pisau ini tadi mengupas kulit sehingga dapat diketahui kondisi dalam dari buah baik warna, ketebalan, tekstur isi buah bahkan mungkin rasanya tidak lagi merupakan prediksi melainkan benar-benar bisa dirasakan. Apabila sebuah survei hanya sampai pada titik ini maka itupun belumlah survei yang sempurna.

Saat sebuah pisau bisa membelah daging buah maka akan terlihat unsur-unsur yang mendukung pada pembuktian akan manisnya daging dari buah itu. Atau mungkin tidak terlihat unsur-unsur yang mendukung pada pembuktian rasa manis melainkan justru mengarah pada rasa asam dan kecut. Akhirnya bisa sampai pada biji buah yang kemudian bisa disimpulkan apakah biji itu bisa ditanam untuk melanjutkan atau memperbanyak pohon buah yang sama atau tidak. Analogi pada tahap ini merupakan kesempurnaan sebuah survei.

Artinya, sebagai pisau analisis, sebuah survei seharusnya bisa menjawab apakah yang pemantauan atau yang dipetakan berdasar hasil survei dapat menjawab tantangan program dimasa depan atau tidak. Apakah program bisa dilanjutkan atau tidak.

Apabila sebuah pisau analisis hanya mampu menunjukkan kulit kemudian memperbandingkan kulit buah tahun lalu dan kulit buah tahun sekarang maka bisa jadi hal ini merupakan kegagalan pemahaman dalam melaksanakan survei. Belum lagi apabila dikaitkan dengan fungsi manajemen terhadap pelaksanaan survei, hasil survei itu sendiri yang kemudian hanya sekedar menggambarkan kulit maka ini justru merupakan kegiatan yang tidak efektif dan tidak efisien sehingga bila sampai pada kesimpulan ini, pelaksanaan survei itu sendiri perlu dipertanyakan, apakah perlu dilanjutkan atau diberhentikan ?

Bagaimana mengetahui apakah sebuah survei menjadi pisau yang mengupas buah secara lengkap ataukah hanya sekedar mendampingi tampilnya buah beserta kulitnya ? Ikutilah jalannya diseminasi yang dilaksanakan. Ikuti pula paparan setiap data yang ditampilkan. Dengan demikian akan bisa menjawab, apakah survei itu sebagai pisau analisis atau sekedar gugur kewajiban ? Dan justru mengupas hal lain yang tidak berkaitan dengan langsung dengan program. Anda semua pasti tahu jawabannya.

Tulisan ini hanya tuangan rasa dihari kemarin yang berakibat terpautnya pemikiran bahwa tidak memerlukan pembahasan lebih lanjut selain thank you, for your coming.

I'm proud to be a family planning participant

Rabu, 14 Agustus 2019

KAJIAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA

Data

Sejak tahun 1991, BKKBn telah memiliki sistem pengolahan data yang tersttruktur dimulai dari tingkat terendah seperti Puskesmas untuk pelayanan KB dan keluarga untuk pembinaan ketahanan keluarga yang tersaji sampai ke tingkat nasional. Sejak dari proses manual yang memakan waktu berbulan-bulan hingga proses cepat menggunakan tehnologi informatika sehingga hanya perlu beberapa jam untuk mendapatkan data dari tingkat terendah dalam program Kependudukan, Keluarga Berencana dan pembangunan Keluarga.

Data-data tersebut terekapitlasi secara sistematis sehingga mudah ditelusuri sumber data dan mudah pula dilakukan penghitungan terhadap angka-angka yang tersedia sehingga menghasilkan kesimpulan yang cukup signifikan dalam penentuan kebijakan baik secara program maupun anggaran.

Akan tetapi, data-data yang tersedia dan disajikan oleh BKKBN masih merupakan gambaran-gambaran umum mengenai program KB atau KS saja. Data-data itu sendiri belum dicoba untuk dilakukan kajian secara lebih mendalam guna mengambil satu langkah besar dalam program KKBPK.

Mengacu pada yang pernah dilaksanakan oleh Pemda Kabupaten Sukabumi pada tahun 2011 yakni dengan memanfaatkan data-data yang ada dalam program KKBPK untuk melakukan sebuah kajian akademis yang kemudian dapat menjawab pertanyaan yang cukup penting yaitu apakah program KB dibutuhkan atau tidak ?

Tulisan berikut mencoba mengolah data yang ada di Kalimantan Selatan untuk melihat Cost and Beneffit Program KKBPK di Kalimantan Selatan. Adapun yang akan dianalisa adalah data-data

  • Hasil pendataan keluarga tahun 2015
  • Pasangan Usia Subur, Peserta KB Aktif per Mix Kontrasepsi Rapat Pengendalian Program per Desember 2017 dan Desember 2018, 
  • Jumlah Penduduk 2018 dari BPS


Penghitungan Data Dasar

Tujuan program KKBPK adalah menahan laju pertumbuhan penduduk melalui pengaturan jarak dan jumlah kelahiran. Oleh karena itu, ukuran yang akan dijadikan sebagai kunci jawaban dari pertanyaan di atas adalah pada jumlah kelahiran. 

Angka Crude Birth Rate adalah rata-rata penduduk lahir hidup per 1000 penduduk disebuah wilayah.  Pada tahun 2011 CBR di Kalsel sebesar 18,3 artinya per 1000 penduduk terdapat 183 penduduk lahir hidup. Dalam penghitungan ini diberi konstan 50 yang berarti dalam 1000 penduduk terdapat 500 kelahiran.

Angka Kelahiran Total pada penghitungan ini adalah dengan mengambil data dasar jumlah penduduk usia dibawah 1 tahun dibanding dengan jumlah wanita usia subur pada hasil Pendataan Keluarga tahun 2015 karena dianggap 90% merupakan data valid by name by address yang diperoleh dari hasil pendataan keluarga di Kalimantan Selatan. Angka ini kemudian di bagi 1000. Angka ini seharusnya merupakan Total Fertility Rate akan tetapi TFR yang diperoleh dari hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia tidak dapat menggambarkan data per Kabupaten/Kota sehingga perlu dihitung angka yang mendekati angka kelahiran total ini.

Angka Efektifitas diperoleh dari jumlah keseluruhan % per mix kontrasepsi terhadap efektifitas masing-masing kontrasepsi dimana

  • Efektifitas IUD yang tinggi 0,95; sedang 0,90 dan rendah 0,85
  • Efektifitas MOP dan MOW yang tinggi; sedang maupun rendah sebesar 1
  • Efektifitas Implant yang tinggi 0,95; sedang 0,90 dan rendah 0,85
  • Efektifitas Suntik dan Pil yang tinggi 0,95; sedang 0,87 dan rendah 0,80
  • Efektifitas kondom yang tinggi 0,95; sedang 0,80 dan rendah 0,75

Data lainnya diambil dari sumber-sumber yang sudah disebutkan di atas.

Hasil Penghitungan


Sumber Data : Hasil Penghitungan Data Dasar PK 2015, Radalgram Desember 2017 dan 2018

Tabel di atas menunjukkan hasil pengolahan pada data dasar yang memunculkan proses input data terdiri dari % PA/PUS, %PUS tahun 2017, % PUS tahun 2018, P(penduduk) tahun 2018 dan % Angka Kelahiran Total.

Dari angka-angka di atas diketahui bahwa

  1. % angka kelahiran total di Kalimantan Selatan pada tahun 2015 sebesar 0,82. Laju pertambahan pasangan usia subur tahun 2017 ke 2018 sebesar 0,04. 
  2. Efektifitas kontrasepsi di Kalimantan Selatan tertinggi 96,05; sedang 87,79 dan terendah 72,33.
Kedua jenis hasil penghitungan data dasar ini kemudian dilakukan perhitungan dan untuk efektifitas kontrasepsi yang dipakai adalah efektifitas tertinggi.

Hasil Pengolahan

Berikut merupakan hasil pengolahan data dasar berupa 
  1. Angka kelahiran kasar berdasar efektifitas yakni pengurangan antara angka kelahiran kasar awal dengan perkalian antara PA/PUS dengan tingkat efektifitas tertinggi dibagi laju pertambahan PUS.
  2. Angka kelahiran total berdasar efektifitas yakni pengurangan antara angka kelahiran kasar efektitas dikalikan dengan angka kelahiran total.
Dari kedua hasil penghitungan ini bisa diketahui angka kelahiran tercegah menurut efektifitas yakni dengan mengurangkan angka kelahiran kasar berdasar efektifitas terhadap angka kelahiran total berdasar efektifitas dibagi 1000 dan dikali dengan penduduk tahun 2018.

Sumber Data : Hasil Pengolahan Data Dasar

Tabel di atas menunjukkan kondisi sebagai berikut
  1. Angka kelahiran kasar menurut efektifitas penggunaan kontrasepsi di Kalimantan Selatan sebesar 21,20. Angka ini termasuk cukup besar dan dari 13 Kabupaten/Kota terlihat angka kelahiran kasar menurut efektifitas penggunaan alat kontrasepsi ada di Kabupaten Kotabaru, Banjar, Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah dan Balangan.
  2. Angka kelahiran total menurut efektifitas penggunaan kontrasepsi di Kalimantan Selatan sebesar 2,97 dan hampir seluruh Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan berada di angka 2-3.
  3. Kelahiran tercegah disebabkan efektifitas penggunaan kontrasepsi di Kalimantan Selatan sebanyak 105.146 tersebar di 13 Kabupaten/Kota dengan kelahiran tercegah paling banyak di Kota Banjarmasin dan Kabupaten Banjar. Untuk Kabupaten Banjar perlu dilakukan penelitian lebih mendalam sebab Angka Kelahiran Kasar menurut efektifitas penggunaan kontrasepsi besar akan tetapi kelahiran tercegahnya juga besar. Hal ini bisa besarnya angka kelahiran tercegah di Kabupaten Banjar tidak sepenuhnya disebabkan efektifitas penggunaan kontrasepsi melainkan hal-hal lain di luar kontrasepsi modern.
Dengan 105.146 kelahiran yang dapat dicegah di Provinsi Kalimantan Selatan ini, apabila diperhitungkan ke dalam pembiayaan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah menyangkut pendidikan dasar dan kesehatan maka dengan tercegahnya kelahiran karena penggunaan Alat Obat Kontrasepsi ini memberikan korelasi yang cukup besar dalam penghematan anggaran.

Berdasar asumsi 1 orang mendapat biaya pendidikan dasar sebesar 3 juta rupiah dan kesehatan dasar sebesar 3 juta 5 ratus ribu rupiah maka Pemerintah (Pusat mapun Daerah) perlu menyiapkan dana sebesar Rp. 6.500.000,- (enam juta lima ratus ribu rupiah) perorang.

Kelahiran tercegah di Provinsi Kalimantan Selatan sebanyak 105.146 maka Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah tidak jadi atau tercegah menyiapkan anggaran lebih dari 630 milyar rupiah. Kalau tidak ada penggunaan alat kontrasepsi maka tidak ada kelahiran yang tercegah dan tentunya harus menyiapkan anggaran yang lebih besar untuk pendidikan dasar dan kesehatan dasar.

Semoga uraian ini memberikan gambaran bahwa program KKBPK dibutuhkan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Hasil dari program ini tidak dirasakan secara langsung melainkan dirasakan secara tidak langsung karena penghematan anggaran sebesar 630 milyar rupiah tersebut dapat diarahkan pada pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah Kalimantan Selatan.

Perhitungan yang sama bisa dilakukan untuk seluruh Provinsi di Indoensia guna menjawab pertanyaan tentang tingkat kebutuhan program KKBPK di Indonesia.

Salam KB !!!
I am proud to be a family planning participant 


Minggu, 20 Februari 2011

PERBANDINGAN PASAL 1 UNDANG-UNDANG TENTANG KELUARGA BERENCANA

UU 10/1992, PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA 
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
  1. Penduduk adalah orang dalam matranya sebagai diri pribadi, anggota keluarga, anggota masyarakat, warga negara, dan himpunan kuantitas yang bertempat tinggal di suatu tempat dalam batas wilayah negara pada waktu tertentu. 
  2. Kependudukan adalah hal ihwal yang berkaitan dengan jumlah, ciri utama, pertumbuhan, persebaran, mobilitas, penyebaran, kualitas, kondisi kesejahteraan yang menyangkut politik, ekonomi, sosial, budaya, agama serta lingkungan penduduk tersebut.
  3. Perkembangan kependudukan adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan perubahan keadaan penduduk yang meliputi kuantitas, kualitas, dan mobilitas yang mempunyai pengaruh terhadap pembangunan dan lingkungan hidup.
  4. Kualitas penduduk adalah kondisi penduduk dalam aspek fisik dan non fisik serta ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan dasar untuk mengembangkan kemampuan dan menikmati kehidupan sebagai manusia yang berbudaya, berkepribadian, dan layak.
  5. Kemandirian penduduk adalah sikap mental penduduk dalam mendayagunakan kemampuan dan potensi diri yang sebesar-besarnya bagi dirinya dan pembangunan.
  6. Masyarakat rentan adalah penduduk yang dalam berbagai matranya tidak atau kurang mendapat kesempatan untuk mengembangkan potensinya sebagai akibat dari keadaan fisik dan non fisiknya.
  7. Mobilitas penduduk adalah gerak keruangan penduduk dengan melewati batas administrasi Daerah Tingkat II.
  8. Persebaran penduduk adalah kondisi sebaran penduduk secara keruangan.
  9. Penyebaran penduduk adalah upaya mengubah persebaran penduduk agar serasi, selaras, dan seimbang dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan. 
  10. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-isteri, atau suami-isteri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya.
  11. Keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materiil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar anggota dan antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.
  12. Keluarga berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera. 
  13. Kualitas keluarga adalah kondisi keluarga yang mencakup aspek pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, kemandirian keluarga, dan mental spiritual serta nilai-nilai agama yang merupakan dasar untuk mencapai keluarga sejahtera.
  14. Kemandirian keluarga adalah sikap mental dalam hal berupaya meningkatkan kepedulian masyarakat dalam pembangunan, *6463 mendewasakan usia perkawinan, membina dan meningkatkan ketahanan keluarga, mengatur kelahiran dan mengembangkan kualitas dan kesejahteraan keluarga, berdasarkan kesadaran dan tanggung jawab.
  15. Ketahanan keluarga adalah kondisi dinamik suatu keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik-materiil dan psikis-mental spiritual guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.
  16. Norma keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera adalah suatu nilai yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan sosial budaya yang membudaya dalam diri pribadi, keluarga, dan masyarakat, yang berorientasi kepada kehidupan sejahtera dengan jumlah anak ideal untuk mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.
  17. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
  18. Daya dukung alam adalah kemampuan lingkungan alam beserta segenap unsur dan sumbernya untuk menunjang perikehidupan manusia serta makhluk lain secara berkelanjutan.
  19. Daya tampung lingkungan binaan adalah kemampuan lingkungan hidup buatan manusia untuk memenuhi perikehidupan penduduk.
  20. Daya tampung lingkungan sosial adalah kemampuan manusia dan kelompok penduduk yang berbeda-beda untuk hidup bersama-sama sebagai satu masyarakat secara serasi, selaras, seimbang, rukun, tertib, dan aman.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA
 KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
  1. Penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. 
  2. Kependudukan adalah hal ihwal yang berkaitan dengan jumlah, struktur, pertumbuhan, persebaran, mobilitas, penyebaran, kualitas, dan kondisi kesejahteraan yang menyangkut politik, ekonomi, sosial budaya, agama serta lingkungan penduduk setempat.
  3. Perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga adalah upaya terencana untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan mengembangkan kualitas penduduk pada seluruh dimensi penduduk.
  4. Perkembangan kependudukan adalah kondisi yang berhubungan dengan perubahan keadaan kependudukan yang dapat berpengaruh dan dipengaruhi oleh keberhasilan pembangunan berkelanjutan.
  5. Kualitas penduduk adalah kondisi penduduk dalam aspek fisik dan nonfisik yang meliputi derajat kesehatan, pendidikan, pekerjaan, produktivitas, tingkat sosial, ketahanan, kemandirian, kecerdasan, sebagai ukuran dasar untuk mengembangkan kemampuan dan menikmati kehidupan sebagai manusia yang bertakwa, berbudaya, berkepribadian, berkebangsaan dan hidup layak.
  6. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya.
  7. Pembangunan keluarga adalah upaya mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat.
  8. Keluarga Berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.
  9. Pengaturan kehamilan adalah upaya untuk membantu pasangan suami istri untuk melahirkan pada usia yang ideal, memiliki jumlah anak, dan mengatur jarak kelahiran anak yang ideal dengan menggunakan cara, alat, dan obat kontrasepsi. 
  10. Keluarga berkualitas adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 
  11. Ketahanan dan kesejahteraan keluarga adalah kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik-materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan lahir dan batin.
  12. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan terencana di segala bidang untuk menciptakan perbandingan ideal antara perkembangan kependudukan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa harus mengurangi kemampuan dan kebutuhan generasi mendatang, sehingga menunjang kehidupan bangsa.
  13. Penduduk rentan adalah penduduk yang dalam berbagai matranya tidak atau kurang mendapat kesempatan untuk mengembangkan potensinya sebagai akibat dari keadaan fisik dan/atau non fisiknya.
  14. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  15. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.

TERNYATA, BANYAK YANG BERBEDA BAIK DEFINISI MAUPUN KETENTUAN SPESIFIK LAINNYA..... DAN INGAT, DENGAN DI SYAH-KAN UU NO. 52 TAHUN 2009 MAKA UU NO. 10 TAHUN 1992 DICABUT DAN DINYATAKAN TIDAK BERLAKU LAGI
 Akan tetapi yang pasti, terbitnya Undang-Undang Kependudukan dan KB ini dilatar belakangi oleh Millenium Development Goals dengan konsekwensi apabila tidak dapat memenuhi salah satu dari 7 item dalam MDGs itu maka negara akan mendapat sanksi dari dunia internasional. Masihkah Kependudukan dan KB di Indonesia dikesampingkan peran aktifnya dalam pemerintahan ?

Entri yang Diunggulkan

MENILIK KELEMBAGAAN (Pengamatan dari 3 bagian)

S aya sudah pernah menulis mengenai kelembagaan BKKBN dalam artikel di  https://uniek-m-sari.blogspot.com/2015/02/uu-no-23-tahun-2014-dan-kk...