SCROLL

SELAMAT DATANG DI Uniek M. Sari's BLOG

Jumat, 12 Mei 2023

Perwakilan BKKBN di Provinsi (sebuah tinjauan dari sisi UU 23 tahun 2014)

BKKBN di Provinsi : Menurut UU 52/2009

Diberlakukannya Undang-Undang nomor 52 tahu 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga memberikan perubahan nomenklatur yang semula BKKBN merupakan singkatan dari Badan Koordinasi Keuarga Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Perubahan nomenklatur ini diikuti dengan perubahan tata kerja organisasi yang dituangkan dalam Peraturan Kepala BKKBN Nomor 72 tahun 2011. Sedangkan di provinsi diterbitkan Peraturan Kepala BKKBN Nomor 82 tahun 2011 tentang Perwakilan BKKBN di Provinsi.

Penerbitan Peraturan Kepala BKKBN Nomor 82 tahun 2011 ini menjadi pedoman penyelenggaraan program perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga di provinsi dengan penyebutan lembaga sebagai Perwakilan BKKBN Provinsi. Di dalam peraturan kepala tersebut juga disebutkan struktur organisasi perwakilan BKKBN Provinsi sesuai dengan type-type provinsi masing-masing.

Kalau dicermati lebih jauh, terbitnya Peraturan Kepala BKKBN nomor 82/2011 tersebut seharusnya menjadi pedoman atau dasat terbentuknya Badan Keendudukan dan Keluarga Berencana Daerah tingkat provinsi sebagaimana amanat di dalam pasal 54 dari Undang-Undang tahun 2009 tersebut.

Mengacu pada penerapan Undang-Undang nomor 52 tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga terutama pasal 54 ayat ayat 1 berbunyi dalam rangka  pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana di daerahm pemerintah daerah membentuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah yang selanjutnya disingkat BKKBD tongkat provinsi dan kabupaten/kota. Pasal yang sama ayat ke 2 berbunyi BKKBD sebagimana dimaksud dalam ayat 1   dalam menjalankan tugas dan fungsinya memiliki hubungan fungsional dengan BKKBN.

Pasal 57 ayat 2 berbunyi kewenangan BKKBD  dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan an ayta 3 berbunyi ketentuan lebih lanut tugas, fungsi dan susunan organisasai BKKBD  diatur dengan Peraturan Daerah.

Akan tetapi sudah 13 tahun sejak diberlakukannya Undang-Undang nomor 52 tahun 2009 itu, belum ada upaya untuk merealisasikan pasal 54 dan pasal 57 sehingga sampai sekarang pelaksanaan kegiatan di tigkat provinsi masih bersandar pada peraturan kepala BKKBN nomor 82 tahun 2011.

Dari bagian ini sudah sangat jelas bahwa belum seluruh pasal dari UU nomor 52/2009 dilaksanakan.


BKKBN di Provinsi : Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014

Perjalanan tata pemerintahan kemudian berubah dengan terbitnya Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dimana dalam Undang-Undang tersebut diatur secara jelas urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan konkuren serta ditetapkannya kewenangan pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

Dalam uraian saya mengenai urusan wajib sudah saya bahas di https://uniek-m-sari.blogspot.com/2020/05/urusan-wajib-pemerintah-daerah-dari-uu.html dan diketahui bahwa Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana merupakan urusan wajib. Hal ini tentunya memberikan gambaran bahwa pemerintah masih menempatkan pengelolaan pertumbuhan penduduk dalam skala urusan wajib yang harus dilaksanakan di semua tingkatan pemerintahan.

Di dalam Undang-Undang 23 Tahun 2014 Lampiran N dapat dilihat pembagian kewenangan penyelenggaran program perkembangan kependudukan dan keluarga berencana tersebut seperti

  1. Merupakan kewenangan pemerintah pusat dan tidak diserahkan ke pemerintah provinsi dan tidak diserahkan ke pemerintah kabupaten/kota. Ini merupakan menunjukkan urusan wajub tertentu merupakan kegiatan tersentraliasi yaitu standarisasi pelayanan KB, sertifikasi Penyuluh KB serta pengelolaan dan pengendalian sistem informasi keluarga.
  2. Merupakan kewenangan pemerintah pusat yang tidak didelegasikan ke pemerintah provinsi namun didelegasikan ke pemerintah kabupaten/kota yang berarti kegiatan bersifat disentraliasi yaitu distribusi alokon dan pelayanan KB serta pemanfaatan tenaga Penyuluh KB
  3. Merupakan kewenangan pusat yang didelegasikan ke pemerintah provinsi namun tidak didelegasikan ke pemerintah kabupaten/kotayangberarti kegiatan ini bersifat dekonsentrasi disertai dengan pelaksanaannya di tingkat pemerintah kabupaten/kota yaitu berkaitan dengan kenijakan pengendalian penduduk seperti penyusunan Grand Desin Pembanguna  Kependudukan.
Dari pengelompokan urusan wajib sesuia dengan kewenangan masing-masing tingkatan ini sebenarnya pelaksanaan pengelolaan pertumbuhan penduduk di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota sudah dapat dipilah sehingga akan lebih mempermudah pelaksanaan pasal 54 dan 57 dari Undang-Undang nomor 52 tahun 2009.

BKKBN di Provinsi : menurut Peraturan Daerah

Menurut pasal 57 UU 42/2009 bahwa pembentukan BKKBD di tingkat provinsi harus didasarkan pada peraturan daerah. Seperti diketahui bahwa Peraturan Daerah dalam sistem perundang-undangan di Indonesia merupakan tingkatan paling akhir. Hal ini dikarenakan peraturan daerah merupakan produk dari kepala daerah yakni DPRD sebagai lembaga legislatif dan Gubernur sebagai lembaga eksekutif.

Dengan demikian, untuk lahirnya sebuah peraturan daerah didahului dengan inisiasi dari ekskutif untuk pengajuan Rencana Peraturan Daerah (Raperda) ke lembaga legislatif yang kemudian akan dilakukan pembahasan hingga terbit menjadi Peraturan Faerah. Oleh karena lahorya peraturan daerah merupakan inisiasi dari eksekutif maka pendekatan kepada Gubernur selaku unsur Kepala Daerah mutlak diperlukan dan sesuai dengan kedudukannya hal ini bisa dilakukan langsung oleh BKKBN atau melalui Kepala Perwakilan yang saat ini penempatannya didasarkan pada Peraturan Kepala BKKBN nomor 82 tahun 2011.

Baca kembali https://uniek-m-sari.blogspot.com/2013/05/memahami-peraturan-perundang-undangan.html maka akan dipahami mengapa Peraturan Kepala BKKBN tidak dapat ditindak lanjuti menjadi sebuah peraturan daerah. Demikian pula peraturan menteri, hanya mengikat di internal kementerian saja dan mengikat publik pada layanan yang diberikan kementerian.

Di dalam sistem perundang-undangan Indonesia disebutkan bahwa peraturan tingkat di bawah tidak noleh bertentangan dengan peraturan setingkat di atasnya. Dalam artian Peratran Daerah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Pemerintah dan tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang. Oleh karenanya, inisasi Gubernur yang dimulai dari Kepala Perwakilan BKKBN di Provinsi harus mengacu pada Undang-Undang nomor 52 tahun 2009 dan Undang-Undang nomor 23 tahun 2014. Khusus pada Undang-Undang 23 tahun 2014 lampiran N menjadi dasar dalam peraturan daerah dalam pembagian tugas pokok, fungsi dan peran secara sentralisasi, disentralisasi dan dekonsentrasi pada pengelolaan pertumbuhan penduduk di provinsi.

Apabila mengacu pada hal tersebut di atas maka kedudukan BKKBN di Provinsi masih harus menjadi Perwakilan BKKBN dikarenakan adanya tugas yang bersifat sentralisasi dan tidak diserahkan ke pemerintah provinsi. Nomenklatur yang sejalan dengan Undang-Undang nomor 52 tahun 2009 dan tetap mengacu pada Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 adalah Badan Kependudukan dan Keuarga Berencana Daerah Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional di Provinsi disingkat BKKBD Provinsi. Sedangkan tugas BKKBD mengacu pada UU 52/2009, fungsi BKKBD mengacu pada PP 87/2014 sedangkan , kedudukan dan kewenangan BKKBD mengacu pada UU 23/2014.

BKKBN di Provinsi : legalitas prosedur

Dari uraian di atas maka dapat diketahui bahwa peran Perwakilan BKKBN Provinsi yang saat ini masih mengacu pada Peraturan Kepala BKKBN nomor 72 tahun 2011 sangat penting dalam penerbitan Peraturan Daerah yang berkaitan dengan kelembagaan BKKBN di Provinsi. Sampai dengan tahun 2022 dari seluruh Kepala Perwakilan yang dilantik di beberapa provinsi, tidak ada satu orangpun yang berinisiatif untuk memastikan kelembagaan di provinsi ini. Padahal, sebagai unsur pertama terbentuknya negara, mengharuskan pengelolaan pertumbuhan penduduk sebagai urusan negara dan lembaga yang berada di provinsi sudah seharusnya tetap bersifat sentralisasi, apalagi diperkuat dengan Undang-Undang 23 tahun 2014.

Titik berat pembentukan Peraturan Daerah tentang BKKBD provinsi ini  ada pada Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi yang diasarkan Peraturan Kepala BKKBN nomor 82 tahun 2011 dikarenakan kedudukan selaku Kepala Perwakilan merupakan perpanjangan tangan BKKBN di provinsi dengan hubungan kerja setingkat Gubernur dan erangkat Daerah Provinsi termasuk di dalamnya Sekretaris Daerah dan Biro Hukum. Selain ini, hubungan kerja Kepala Perwakilan juga dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi. Dengan pola hubungan yang demikian memudahkan adanya komunikasi terkait usulan Rencana Peraturan Daerah pembentukan BKKBN.

Namun untuk legalitas penerbitan peraturan daerah perlu adanya prosedur yang ilmiah dikarenakan tindak lanjut dari Undang-Undang nomor 52 tahun 2009 dan Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 belum pernah dilakukan. Agar terbitnya peraturan daerah sesuai dengan kaidah keilmiahan maka harus melalui proses yang legal juga secara keilmiahan. Adapun prosedur yang memungkinkan untuk dilakukan adalah pada saat Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Kepimpinan Tingkat II dalam sebuah proyek perubahan.

Diklat PIM II merupakan proses pendidikan untuk pejabat eselon II yang dilaksanakan langsung oleh Lembaga Administrasi Negara. Salah satu hasil dari Diklat PIM II adalah penyusunan proyek perubahan. Proyek perubahan bagi pejabat eselon II  seharusnya berupa kebijakan, yang bisa diterapkan di lingkungan organisasinya. Apalagi, proyek perubahan tersebut untuk sampai pada output Diklat dilakukan melalui prosedur selayaknya pendidikan dan pelatihan seperti keterlibatan pakar atau ahli di bidangnya, keterlibatan instansi dan melalui seminar serta observasi sehingga keilimiahannya sudah bisa dijamin. Oleh karenanya, pembuatan Peraturan Daerah dapat menjadi output bagi Kepala Perwakilan yang mengikuti Diklat PIM II.

BKKBN di Provinsi : simpulan

Sudah lebih dari 13 tahun sejak berlakunya Undang-Undang nomo 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Penduduk dan Pembangunan Keluarga, belum ada wujud dari pelaksanaan pasal 54 dan 57 UU 52/2009 tersebut.

Sebagai unsur terbentuknya mengara maka penduduk tidak dapat dilepaskan dari tugas negara dalam pengelolaannya dan hal itu tergambar dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 dimana negara mengatur secara tegas pelaksanaan kegiatan perkembangan kependudukan dan keluarga berencana sebagai urusan wajib.

Penerapan pasal 54 dan 57 dari UU 52/2019 tidak dapat dilepaskan dari UU 23/2014 dengan melihat pada sifat pendelegasian kewenangan karena masih ada yang sentralisasi dan dekonsentrasi sehingga tugas, fungsi, kedudukan dan kewenangannya harus tetap bersandar pada pemerntahan pusat.

Uji empiris penerbitan Peraturan Daerah sebagai landasan dibentuknya BKKBD adalah proyek perubahan kepala perwakilan saat mengikuti Diklat PIM II karena secara prosedural memiliki aspek keilmiah yang legal atau dapat dipertanggung jawabkan. Setelah ada proyek perubahan dan berhasil membentuk BKKBD maka hal tersebut bisa menjadi dasar untuk provinsi-provinsi lain melakukan hal yang sama.

Semoga tulisan ini dapat menginspirasi siapapun yang menjabat sebagai Kepala Perwakilan dan akan mengikuti Diklat PIM II agar kelembagaan BKKBN di Provinsi dapat diperjuangkan legal formanya secara legal prosedur.


I'm proud to be a family planning participant..... SALAM KB

Berencana itu KEREEEEENNN !!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Email

Entri yang Diunggulkan

MENILIK KELEMBAGAAN (Pengamatan dari 3 bagian)

S aya sudah pernah menulis mengenai kelembagaan BKKBN dalam artikel di  https://uniek-m-sari.blogspot.com/2015/02/uu-no-23-tahun-2014-dan-kk...