Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan satu jenis pekerjaan yang diincar oleh banyak orang. Ini terbukti dengan jumlah penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil yang membludak saat formasi penerimaan CPNS dibuka oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. Walaupun yang diterima hanya beberapa persennya, bahkan kurang dari 10%, peserta yang mengikuti seleksi sampai dengan test wawancara kerapkali sangat banyak. Walaupun penghasilan PNS masuk katagori tidak elite, akan tetapi masa tua sebagai mantan PNS lah yang menyebabkan pekerjaan ini diburu oleh ribuan bahkan jutaan orang. Dengan kata lain, ketika seorang CPNS lolos seleksi dan menjadi PNS, dia sudah menggagalkan jutaan orang untuk formasi yang sama yang dia duduki.
Sama hal-nya dengan para pekerja swasta, tidak semua PNS memiliki budi pekerti yang luhur, yang diharapkan menjadi panutan di masyarakat. Ada juga PNS yang memiliki sikap dan prilaku sangat bertentangan dengan kewajibannya untuk menjunjung tinggi martabat PNS sebagaimana tertuang dalam PP 53/2009 tentang disiplin PNS dan PP 45/1990 tentang Pernikahan dan Perceraian bagi PNS. Seharusnya, dengan melihat penjabaran dari kedua landasan hukum bekerjanya PNS, menjadi satu kerangka dalam bersikap dan berbuat.
PNS Selingkuh
Ada sebuah kejadian, seorang PNS yang baru saja menjadi PNS setelah CPNS-nya usai 2 tahun lamanya, melakukan perbuatan tidk terhormat yakni perselingkuhan. Yang lebih mencengangkan, perselingkuhan ini dilakukan satu atap walaupun berbeda bagian. Bahkan yang lebih fatal adalah ketika isteri dari PNS yang berselingkuh itu melaporkan secara tertulis kepada atasan di PNS mengenai perbuatan selingkuh tersebut yang diperkuat dengan pernyataan-pernyataan ber-meterai dan diketahui oleh Ketua RT juga warga setempat.
Proses pemeriksaan pun dilakukan. Sebuah keputusan barangkali akan segera ditetapkan. Akan tetapi, seberapa kuat ketetapan itu memberi efek jera terhadap pelaku perselingkuhan satu atap ? Saya masih sedikit gamang sebab ada yang menggelitik dari pernyataan dua PNS yang melakukan perbuatan tidak etis ini adalah bahwa kantor dimana dia bertugas, tidak akan memberlakukan hukum pemecatan sebab mereka berdua adalah asset yang tidak bisa "dibuang" oleh instansi.
Benarkah demikian ? Pasal demi pasal dari peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara itu sebenarnya sangat kuat. Pengejawantahannya yang seringkali dimandulkan.
Entah, bagaimana tanggapan para pembaca kalau perbuatan selingkuh itu dilakukan diinstansi BKKBN, wadah dimana selalu berkoar-koar untuk membentuk keluarga bahagia dan sejahtera ? Hanya Tuhan yang mengetahui jawabnya dan semoga proses pemeriksaan yang dilakukan, membebaskan atasan mereka itu dari tuntutan sanksi akibat perselingkuhan tersebut. Apabila atasannya tidak menjatuhkan sanksi maka akan kena sanksi. Namun bila sanksi dijatuhkan kemudian tidak diback up oleh pimpinan tertinggi maka atasan langsungnya akan menjadi pimpinan yang mandul dan menjadi bahan cemoohan pelaku selingkuh tersebut.
Selamat berfikir dan berbuat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Email