SCROLL

SELAMAT DATANG DI Uniek M. Sari's BLOG

Kamis, 15 November 2012

LEGAL ASPECT 4 LINI LAPANGAN



Legal aspek bukanlah konsep baru dan selama Diklat PIM III konsep ini semakin sering didengar dalam materi-materi yang disampaikan Drs. Sugiyanto, widyaiswara BKKBN Pusat, terutama tentang Pemerintahan, Pembangunan dan Administrasi Publik.

Amandemen UUD 45 pada pasal 1 ayat 3 yang menyebutkan Indonesia adalah negara hukum memberikan kepastian bahwa tindakan berdasarkan hukum akan lebih diakui di Indonesia. Oleh karena itu, bukan hal yang berlebihan kalau saat ini, legal aspek atau aspek legalisasi dari sudut pandang hukum menjadi satu hal yang penting di Indonesia.

DAMPAK OTONOMI

Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah diberlakukan dalam rangka menjawab tantangan pemerataan pembangunan di Indonesia. Ini dikarenakan secara geografis Indonesia memiliki wilayah yang cukup luas terbagi dalam beberapa pulau besar, kecil dan kepulauan. Undang-Undang ini memberikan kebebasan bagi tiap-tiap daerah untuk memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya manusia sesuai kearifan lokal untuk kepentingan masyarakat di daerah itu sendiri.

Pemberlakuan Undang-Undang ini diikuti dengan penetapan PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagi an Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Konsekwensi penyerahan kewenangan ini tentunya berdampak pada komponen pelaksana kewenangan itu sendiri.

Program Keluarga Berencana merupakan salah satu yang kewenangannya termasuk diserahkan ke Pemerintah Daerah. Ketika program Keluarga Berencana diserahkan menjadi urusan pemerintah daerah maka komponen pelaksana program itu sendiri juga menjadi bagian yang diserahkan ke Pemerintah Daerah. Komponen pelaksana program yang menjadi kewenangan daerah adalah dari organisasi unit kerja di tingkat Kabupaten/Kota sampai dengan petugas di lini lapangan.

Ideal-nya, dengan dilaksanakan otonomi daerah dan penyerahan kewenangan ke daerah maka program keluarga berencana akan lebih baik lagi. Namun yang terjadi justru sebaliknya, pasca program Keluarga Berencana di otonomi-kan, banyak hal yang kemudian muncul sebagai dampaknya. Hal yang paling nyata terlihat adalah menurunnya angka kehadiran keluarga dalam kegiatan pembinaan melalui kelompok kegiatan. Padahal dari kesertaan dalam kelompok kegiatan ini ada banyak manfaat bagi keluarga yang bermuara pada pelayanan KB dalam rangka pengendalian TFR sebagai target Pembangunan Kependudukan dan KB secara nasional.

Menurunnya angka kehadiran keluarga dalam kelompok kegiatan disebabkan banyak faktor namun yang lebih dominan adalah ketidak tersediaannya anggaran atau yang bersifat operasional guna mendukung berjalannya institusi measyarakatan itu sendiri.


PERUBAHAN MINDSET

Penerapan UU no 32 tahun 2007 dan PP no 38 tahun 2007 berakibat adanya perubahan lingkungan intern maupun ekstern dalam pelaksanaan program Keluarga Berencana. Dengan lahirnya UU no 52 tahun 2009 tentang Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana yang ditindak lanjuti dengan lahirnya Peraturan Presiden no 62 tahun 2010 tentang BKKBN memberikan kepastian bahwa program KB terkait dengan masalah kependudukan sehingga sebagian besar kewenangannya juga masih berada di BKKBN Pusat. Hal ini bila dikaitkan dengan ketersediaan anggaran akan tetap memiliki permasalahan sebab dari APBN tidak lagi untuk memberikan dana operasional sampai di level lini lapangan. 

Perubahan lingkungan ini seharusnya diikuti pula dengan perubahan mindset di tingkat pembuatan kebijakan terutama dalam melahirkan kebijakan disesuaikan pula dengan perubahan yang terjadi di negara Indonesia.

Dengan dibuatnya kepastian bahwa Indonesia adalah negara hukum maka dalam pelaksanaan program KB yang menyangkut lini lapangan haruslah memperhatikan legal aspect. Beberapa kebijakan dalam menanggulangi permasalahan terkait dengan lini lapangan pasca otonomi yang dapat dilakukan oleh para pengambil kebijakan adalah :

  1. Membuat instrumen legal aspect mengenai mekanisme pengelolaan program sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku yakni dengan menggunakan UU 52/2009 sebagai landasan hukum untuk melahirkan peraturan atau keputusan Presiden mengenai program kegiatan. Ini didasarkan pada asumsi bahwa BKKBN adalah lembaga non departemen yang dalam peraturan Hukum Administrasi Negara hanya akan memiliki legal aspect kalau didasarkan pada Keputusan Presiden. Berikutnya, menggunakan Perpres no 62/2010 sebagai landasan hukum untuk melahirkan Peraturan Gubernur atau Peraturan Bupati/Walikota. Ini didasarkan pada asumsi bahwa peraturan gubernur dan peraturan bupati/walikota memiliki kekuatan dalam legal aspect pelaksanaan program KB di tingkat Kabupaten/Kota.
  2. Membuat instrumen legal aspect untuk institusi penunjang program Kependudukan dan KB dengan mendaftarkan institusi-institusi tersebut ke Pemerintah Daerah khususnya ke Badan Kesatuan Bangsa dan Pelindungan Masyarakat (Kesbanglinmas) di Kabupaten/Kota. Institusi tersebut bisa dimasukkan ke dalam kelompok Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti Ikatan Penyuluh KB,    Kelompok Kegiatan (Poktan) seperti BKB, BKR, BKL dan UPPKS,  Institusi Masyarakat Pedesaan (IMP) seperti PPKBD maupun Sub PPKBD. Dengan terdaftarnya institusi-institusi tersebut sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat sangat memungkinkan untuk mendapatkan dukungan operasional melalui anggaran yang tersedia.
Tulisan ini dibuat atas dasar kepedulian terhadap program Kependudukan dan KB di lapangan yang terengah-engah pasca otonomi daerah karena mindset pengelolaannya yang belum berubah. Hal-hal penting terkait tulisan ini adalah 
  • Ikatan Penyuluh KB yang sudah memiliki ketetapan organisasi dari tingkat Kabupate/Kota. Propinsi dan Pusat dapat membuat legal aspect sesuai dengan posisi institusi ini berada
  • Institusi lainnya harus didahului dengan pembuatan organisasi induk di Kabupaten/Kota, Propinsi dan Pusat.
SEMOGA BERMANFAAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Email

Entri yang Diunggulkan

MENILIK KELEMBAGAAN (Pengamatan dari 3 bagian)

S aya sudah pernah menulis mengenai kelembagaan BKKBN dalam artikel di  https://uniek-m-sari.blogspot.com/2015/02/uu-no-23-tahun-2014-dan-kk...