BERITA PAGI INI
Wacana
Kepala BKKBN Pusat, Bapak Fasli Jalal yang diungkap dalam berita pagi
ini di nasional.sindonews.com dengan judul BKKBN akui pembinaan kader KB
lemah sangat menarik.
Di satu sisi, program Kependudukan dan KB
pasca otonomi daerah memang mengalami banyak kendala sehingga tidak bisa
berjalan secara optimal dan hasilnya kurang maksimal. Ini tergambar
dari stagnan-nya TFR berdasar hasil SDKI 2007 dibandingkan dengan hasil
SDKI terbaru tahun 2012 yang tetap diangka 2,6. Berbagai upaya dilakukan
untuk meningkatkan pencapaian target dalam program Kependudukan dan KB
untuk mencapai TFR 2,1.
Hal ini sejalan dengan yang disampaikan
anggota Komisi IX DPR RI, Okky Asokawati yang melihat bahwa Pemerintah
Daerah tidak melihat alangkah bahayanya jika hal ini tidak dilakukan
secara maksimal, maka akan terjadi ledakan penduduk nantinya. Di media
online yang sama, Okky justru menyampaikan banyak tenaga kerja KB dan
penduduk di daerah disatukan dengan tugas
lainnya. Di daerah luar jawa seperti Kalimantan, banyak petugas KB yang
dijadikan satu dengan pekerja pertamanan, pemadam kebakaran dan petugas
pemberdayaan perempuan dan ini menunjukan kebijakan pusat tidak
dilakukan dengan baik oleh pemda. Sehingga banyak kebijakan yang tidak
dilakukan, akibatnya penurunan ledakan penduduk menjadi sedikit.
Hasil kajian bahwa pembinaan
kader KB
lemah dan pernyataan anggota Komisi IX tersebut, kemudian Kepala BKKBN
meminta agar BKKBN Pusat mengambil alih untuk membina para
kader merupakan satu jalan keluar untuk mengatasi permasalahan dibidang
Kependudukan dan KB.,
dibarengi dengan satu kenyataan bahwa ada Undang-Undang tentang Otonomi
Daerah yang membatasi pengambil alihan pembinaan kader KB tersebut.
UU DAN PP
Ketika Undang-Undang nomor 22 tahun 1999
yang diperbaharui dengan UU terkahir nomor 32 tahun 2004 tentang Otonomi
Daerah di-syah kan, maka UU nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah dinyatakan tidak berlaku. Konsideran hukum yang
melatar belakangi terbitnya UU No. 32/2004 jo UU no 22/99 adalah adanya
keinginan ideal agar pemerintahan tidak lagi menganut sistem
sentralistik. Ini berarti, lahirnya UU no 32/2009 tentang Otonomi Daerah
merupakan dasar hukum pembagian kekuasaan pemerintahan yang semula terpusat di negara
menjadi kekuasan pemerintahan yang terpusat di daerah. Apabila
dikaitkan dengan hak dan kewajiban maka negara memberikan sebagian dan
hak-nya kepada daerah untuk mengelola sumber daya alam dan sumber daya
manusia agar tujuan nasional berupa kesejahteraan masyarakat bisa
terpenuhi.
Penyerahan hak oleh negara kepada pemerintah daerah, tentunya harus disertai dengan kewajiban
yang harus diemban oleh daerah. Itu sebabnya kemudian, tindak lanjut
dari UU no. 32/2007 adalah terbitnya Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun
2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Konsideran hukum yang dipergunakan untuk terbitnya PP 38/2007 adalah
pasal 14 ayat 3 UU 32/2004. Dalam PP 38 tahun 2007 ini ditetapkan
bidang-bidang yang semula merupakan tanggungjawab
pemerintah untuk diserahkan dan menjadi tanggungjawab pemerintah daerah
provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota. Pada Bab II pasal II ayat
4 huruf l dari PP 38/2007 disebutkan bahwa salah satu tanggungjawab
yang diserahkan ke pemerintah daerah adalah bidang KB dan KS.
Penyerahan hak oleh negara sudah dilakukan untuk pemerintah daerah. Pemberian kewajiban
berupa urusan pemerintahan sudah pula diberikan oleh pemerintah pusat.
Yang diperlukan adalah alat kontrol pelaksanaan hak dan kewajiban
tersebut. Oleh karena itu, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah
nomor 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar
Pelayanan Minimal. PP tentang Standar Pelayanan Minimal(SPM) ini disusun
dengan mengambil landasan hukum UU no 32 tahun 2004 pasal 11 dan pasal
14 ayat 3. Pada Bab IV pasal 1 ayat (1) menyebutkan Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen menyusun SPM sesuai dengan urusan wajib
maka Kepala BKKBN menerbitkan Peraturan Kepala BKKBN nomor
55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan Minimap (SPM) Bidang KB-KS
di Kabupaten/Kota.
SPM BIDANG KB-KS
Pada SPM bidang KB_KS ini, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota diwajibkan memenuhi 9 (sembilan) kewenangan yaitu :
- Cakupan PUS yang isterinya berusia bawah 20 tahun dengan target capaian 3,5% dan kriteria penilaian makin tinggi dari angka 3,5% maka semakin baik
- Cakupan sasaran PUS menjadi Peserta KB Aktif dengan target capaian 65% dan kriteria penilaian makin tinggi dari angka 65% maka semakin baik
- Cakupan PUS yang ingin ber-KB tidak terpenuhi dengan target capaian 5% dan kriteria penilaian makin rendah dari 5% maka semakin baik
- Cakupan anggota BKB yang ber-KB dengan target capaian 80% dan kriteria penilaian makin tinggi dari 80% maka semakin baik
- Cakupan PUS anggota UPPKS yang menjadi peserta KB dengan target capaian 87% dan kriteria penilaian makin tinggi dari 87% maka semakin baik
- Ratio PLKB/PKB dengan target capaian 1 dan kriteria penilaian makin rendah dari 1 maka semakin baik
- Ratio PPKBD dengan target capaian 1 dan kriteria penilaian makin rendah dari 1 maka semakin baik
- Cakupan penyediaan Alkon untuk memenuhi PPM dengan target capaian 30% dan kriteria penilaian makin tinggi dari 30% maka semakin baik
- Cakupan penyediaan informasi data mikro per desa dengan target capaian 100% dan kriteria penilaian makin tinggi dari 100% maka semakin baik.
Dengan target dan kriteria penilaian ini
sebenarnya pemerintah daerah sudah memiliki rambu-rambu dalam
pelaksanaan pembangunan Kependudukan dan KB. Yang menjadi persoalan
adalah, apakah BKKBN melalui Perwakilan di seluruh provinsi sudah
melakukan evaluasi pelaksanaan program Kependudukan dan KB dengan
menggunakan rambu-rambu yang bersumber dari peraturan hukum tata negara
ini ?
SPM ADALAH JALAN KELUAR
Terkait dengan wacana Kepala BKKBN mengenai pengambil alihan pembinaan kader KB oleh BKKBN Pusat dan berdasar pada alur pikir terhadap UU/PP maka wacana tersebut akan bisa direalisasikan dengan catatan :
Tulisan ini hanya sekedar urun pemikiran dengan harapan pelaksanaan Pembangunan Kependudukan dan KB di masa yang akan menjadi lebih baik.
SPM ADALAH JALAN KELUAR
Terkait dengan wacana Kepala BKKBN mengenai pengambil alihan pembinaan kader KB oleh BKKBN Pusat dan berdasar pada alur pikir terhadap UU/PP maka wacana tersebut akan bisa direalisasikan dengan catatan :
- Seluruh provinsi sudah melakukan evaluasi pelaksanaan program KKB dengan menggunakan SPM untuk mengetahui berapa persen dari Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia yang bisa melaksanakan 9 (sembilan) kewenangan di bidang KB-KS ;
- SPM Bidang KB-KS di Kabupaten/Kota sudah dipastikan pernah disosialisasikan ke pemerintah daerah provinsi maupun pemerintah daerah kabupaten/kota untuk mengantisipasi protes balik dari pemerintah daerah yang bersangkutan apabila Perwakilan BKKBN Provinsi belum pernah melakukan sosialisasi SPM Bidang KB-KS ke Kabupaten/Kota.
Tulisan ini hanya sekedar urun pemikiran dengan harapan pelaksanaan Pembangunan Kependudukan dan KB di masa yang akan menjadi lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Email