SCROLL

SELAMAT DATANG DI Uniek M. Sari's BLOG

Senin, 19 Agustus 2013

JALAN KELUAR MELALUI SPM


BERITA PAGI INI

Wacana Kepala BKKBN Pusat, Bapak Fasli Jalal yang diungkap dalam berita pagi ini di nasional.sindonews.com dengan judul BKKBN akui pembinaan kader KB lemah sangat menarik. 
 


Di satu sisi, program Kependudukan dan KB pasca otonomi daerah memang mengalami banyak kendala sehingga tidak bisa berjalan secara optimal dan hasilnya kurang maksimal. Ini tergambar dari stagnan-nya TFR berdasar hasil SDKI 2007 dibandingkan dengan hasil SDKI terbaru tahun 2012 yang tetap diangka 2,6. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan pencapaian target dalam program Kependudukan dan KB untuk mencapai TFR 2,1.





Hal ini sejalan dengan yang disampaikan anggota Komisi IX DPR RI, Okky Asokawati yang melihat bahwa Pemerintah Daerah tidak melihat alangkah bahayanya jika hal ini tidak dilakukan secara maksimal, maka akan terjadi ledakan penduduk nantinya. Di media online yang sama, Okky justru menyampaikan banyak tenaga kerja KB dan penduduk di daerah disatukan dengan tugas lainnya. Di daerah luar jawa seperti Kalimantan, banyak petugas KB yang dijadikan satu dengan pekerja pertamanan, pemadam kebakaran dan petugas pemberdayaan perempuan dan ini menunjukan kebijakan pusat tidak dilakukan dengan baik oleh pemda. Sehingga banyak kebijakan yang tidak dilakukan, akibatnya penurunan ledakan penduduk menjadi sedikit.





Hasil kajian bahwa pembinaan kader KB lemah dan pernyataan anggota Komisi IX tersebut, kemudian Kepala BKKBN meminta agar BKKBN Pusat mengambil alih untuk membina para kader merupakan satu jalan keluar untuk mengatasi permasalahan dibidang Kependudukan dan KB., dibarengi dengan satu kenyataan bahwa ada Undang-Undang tentang Otonomi Daerah yang membatasi pengambil alihan pembinaan kader KB tersebut.

UU DAN PP

Ketika Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 yang diperbaharui dengan UU terkahir nomor 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah di-syah kan, maka UU nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah dinyatakan tidak berlaku. Konsideran hukum yang melatar belakangi terbitnya UU No. 32/2004 jo UU no 22/99 adalah adanya keinginan ideal agar pemerintahan tidak lagi menganut sistem sentralistik. Ini berarti, lahirnya UU no 32/2009 tentang Otonomi Daerah merupakan dasar hukum pembagian kekuasaan pemerintahan yang semula terpusat di negara menjadi kekuasan pemerintahan yang terpusat di daerah. Apabila dikaitkan dengan hak dan kewajiban maka negara memberikan sebagian dan hak-nya kepada daerah untuk mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusia agar tujuan nasional berupa kesejahteraan masyarakat bisa terpenuhi.

Penyerahan hak oleh negara kepada pemerintah daerah, tentunya harus disertai dengan kewajiban yang harus diemban oleh daerah. Itu sebabnya kemudian, tindak lanjut dari UU no. 32/2007 adalah terbitnya Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Konsideran hukum yang dipergunakan untuk terbitnya PP 38/2007 adalah pasal 14 ayat 3 UU 32/2004. Dalam PP 38 tahun 2007 ini ditetapkan bidang-bidang yang semula merupakan tanggungjawab pemerintah untuk diserahkan dan menjadi tanggungjawab pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota. Pada Bab II pasal II ayat 4 huruf l dari PP 38/2007 disebutkan bahwa salah satu tanggungjawab yang diserahkan ke pemerintah daerah adalah bidang KB dan KS.

Penyerahan hak oleh negara sudah dilakukan untuk pemerintah daerah. Pemberian kewajiban berupa urusan pemerintahan sudah pula diberikan oleh pemerintah pusat. Yang diperlukan adalah alat kontrol pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Oleh karena itu, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah nomor 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. PP tentang Standar Pelayanan Minimal(SPM) ini disusun dengan mengambil landasan hukum UU no 32 tahun 2004 pasal 11 dan pasal 14 ayat 3. Pada Bab IV pasal 1 ayat (1) menyebutkan Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen menyusun SPM sesuai dengan urusan wajib maka Kepala BKKBN menerbitkan Peraturan Kepala BKKBN nomor 55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan Minimap (SPM) Bidang KB-KS di Kabupaten/Kota. 

SPM BIDANG KB-KS
 
Pada SPM bidang KB_KS ini, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota diwajibkan memenuhi 9 (sembilan) kewenangan yaitu :
  1. Cakupan PUS yang isterinya berusia bawah 20 tahun dengan target capaian 3,5% dan kriteria penilaian makin tinggi dari angka 3,5% maka semakin baik
  2. Cakupan sasaran PUS menjadi Peserta KB Aktif dengan target capaian 65% dan kriteria penilaian makin tinggi dari angka 65% maka semakin baik
  3. Cakupan PUS yang ingin ber-KB tidak terpenuhi dengan target capaian 5% dan kriteria penilaian makin rendah dari 5% maka semakin baik
  4. Cakupan anggota BKB yang ber-KB dengan target capaian 80% dan kriteria penilaian makin tinggi dari 80% maka semakin baik
  5. Cakupan PUS anggota UPPKS yang menjadi peserta KB dengan target capaian 87% dan kriteria penilaian makin tinggi dari 87% maka semakin baik
  6. Ratio PLKB/PKB dengan target capaian 1 dan kriteria penilaian makin rendah dari 1 maka semakin baik
  7. Ratio PPKBD dengan target capaian 1 dan kriteria penilaian makin rendah dari 1 maka semakin baik
  8. Cakupan penyediaan Alkon untuk memenuhi PPM dengan target capaian 30% dan kriteria penilaian makin tinggi dari 30% maka semakin baik
  9. Cakupan penyediaan informasi data mikro per desa dengan target capaian 100% dan kriteria penilaian makin tinggi dari 100% maka semakin baik.
Dengan target dan kriteria penilaian ini sebenarnya pemerintah daerah sudah memiliki rambu-rambu dalam pelaksanaan pembangunan Kependudukan dan KB. Yang menjadi persoalan adalah, apakah BKKBN melalui Perwakilan di seluruh provinsi sudah melakukan evaluasi pelaksanaan program Kependudukan dan KB dengan menggunakan rambu-rambu yang bersumber dari peraturan hukum tata negara ini ?

SPM ADALAH JALAN KELUAR

Terkait dengan wacana Kepala BKKBN mengenai pengambil alihan pembinaan kader KB oleh BKKBN Pusat dan berdasar pada alur pikir terhadap UU/PP maka wacana tersebut akan bisa direalisasikan dengan catatan :
  1. Seluruh provinsi sudah melakukan evaluasi pelaksanaan program KKB dengan menggunakan SPM untuk mengetahui berapa persen dari Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia yang bisa melaksanakan 9 (sembilan) kewenangan di bidang KB-KS ;
  2. SPM Bidang KB-KS di Kabupaten/Kota sudah dipastikan pernah disosialisasikan ke pemerintah daerah provinsi maupun pemerintah daerah kabupaten/kota untuk mengantisipasi protes balik dari pemerintah daerah yang bersangkutan apabila Perwakilan BKKBN Provinsi belum pernah melakukan sosialisasi SPM Bidang KB-KS ke Kabupaten/Kota.
PP tentang SPM memilik sumber hukum yang sama dengan PP tentang Pembagian Urusdan Pemerintahan. Analisis terhadap pelaksanaan Urusan Pemerintahan melalui SPM merupakan jalan keluar dari permasalahan sesuai dengan ketentuan hukum terkait hak otonomi daerah.
Tulisan ini hanya sekedar urun pemikiran dengan harapan pelaksanaan Pembangunan Kependudukan dan KB di masa yang akan menjadi lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Email

Entri yang Diunggulkan

MENILIK KELEMBAGAAN (Pengamatan dari 3 bagian)

S aya sudah pernah menulis mengenai kelembagaan BKKBN dalam artikel di  https://uniek-m-sari.blogspot.com/2015/02/uu-no-23-tahun-2014-dan-kk...