SCROLL

SELAMAT DATANG DI Uniek M. Sari's BLOG

Selasa, 25 Maret 2014

MENANGIS PERTAMA

Perjalanan saya ke Sukabumi tempo hari, menyisakan satu catatan kecil yang ingin saya bagikan melalui blogspot saya ini.

Terus terang, saya tidak tahu namanya. Keberadaan saya dalam kelompok diskusi dimana beliau sebagai pembicara dikarenakan peserta diskusinya adalah para pengelola data dan informasi dari BKKBN Pusat yang sedang melakukan stydu banding ke Jawa Barat terkait dengan pendataan keluarga. Pembicaraan malam itu, memberi nilai tambah sendiri bagi saya, dan sayang rasanya bila hanya menjadi milik kami yang berdiskusi hingga lewat pukul 12.00 WIB malam itu.

TFR STAGNAN, SIAPA YANG MENANGIS ?

Stagnan-nya Total Fertility Rate merupakan salah satu pokok bahasan dalam diskusi singkat tersebut. Dengan stagnanya angka TFR pada 2,6 skala nasional, satu pertanyaan mendasar dari beliau adalah siapa yang seharusnya menangis ?

Secara keseluruhan tentunya yang menangis adalah BKKBN. Akan tetapi, sebagai sebuah organisasi, BKKBN memiliki unit-unit kerja. Sebagai sebuah sistem maka BKKBN memiliki sub sistem yang bekerja dalam memenuhi target organisasi. Maka, sub sistem manakah yang seharusnya menangis karena TFR stagnan di angka 2,6. Sub sistem dalam sistem besar BKKBN adalah KB-KR, KS-PK, Sekretariat, Latbang, Dalduk dan ADPIN. Sub sistem ini memiliki unit kerja yang satu sama lain saling berkaitan. Ini gambaran dari penjelasan beliau tentang BKKBN.

Ketika TFR Stagnan maka yang seharusnya menangis pertama kali adalah Sub Sistem KS-PK. Hal ini dikarenakan Sub Sistem KS-PK memiliki tugas pokok dan fungsi melakukan pembinaan terhadap Pasangan Usia Subur sesuai dengan kriteria Pasangan Usia Subur itu sendiri. Bila PUS memiliki anak Balita maka pembinaan kesertaan ber-KB melalui BKB, bila memiliki anak Remaja maka pembinaan kesertaan ber-KB melalui BKR dan bila memiliki anggota keluarga lansia maka pembinaan kesertaan ber-KB melalui BKL.
Disisi lain, TFR sangat dipengaruhi oleh ASFR yang bila dilihat pada kelompok umur 15-19 terdapat angka kelahiran yang cukup tinggi.  Oleh karenanya, pembinaan terhadap Generasi Muda yang dilakukan melalui program GenRe tidak semata-mata menumbuhkan institusinya melainkan memberikan pembinaan kepada para remaja agar tidak keburu meninkah.

Apabila pembinaan melalui Sub Sistem KS-PK ini sudah benar maka yang harus menangis kedua adalah Sub Sistem KB-KR sebab keberhasilan pembinaan yang tidak dibarengi pelayanan juga menjadikan TFR stagnan. Yang menangis ketiga adalah Sekretariat sebagai wadah penyediaan alat kontrasepsi.

PESERTA KB BARU dan PESERTA KB AKTIF

Secara nasional Peserta KB Aktif  atau disebut juga Contraceptive Prevalence Rate sesuai hasil SDKI adalah 64%. Idealnya, CPR tidak akan sama dengan atau lebih dari 80%. Kalau ada daerah dengan capaian lebih dari 80% maka patut dipertanyakan keabsahannya. Hal ini disampaikan beliau berdasarkan asumsi bahwa sudah seharusnya diberi ruang sebanyak 15-20% dari pasangan usia subur ini untuk hamil dan ingin anak segera terutama bagi mereka yang belum punya anak atau anaknya baru satu orang. Oleh  karena itu, PA yang sebesar 64% ini harus mendapatkan pembinaan secara intensif agar bertahan di angka tersebut atau meningkat ke angka 70% yaitu dengan melakukan pelayanan KB terhadap PUS.

Bila target pencapaian di arahkan pada PA maka logika berpikirnya adalah program KB mempertahankan PA dan meningkatkan PA dari PB. Sedangkan bila target pencapaian hanya diarahkan pada PB maka logika berpikirnya adalah program KB hanya mengejar PB yang tidak selalu memberi nilai tambah pada PA. Penggambaran lain dalam hal ini adalah apabila BKKBN menggarap PA maka dengan sendirinya akan menggarap PB sebab penambahan PA itu sendiri berasal dari PB.

Apabila PA tidak bertambah atau PB tidak mendukung ke arah penambahan PA maka yang menangis pertama kali adalaha Sub Sistem KB-KR dalam pelayanan diikuti Sub Sistem Sekretariat dalam penyediaan alat kontrasepsi.

PERIHAL DATA

Ada protes kecil dari para pengelola Data dan Informasi sebab dengan stagnan-nya TFR di 2,6 yang ditunjuk bersalah justru laporan yang diolah di bagian Data dan Informasi. Hasil penayangan dalam laporan bulanan dianggap “sampah” dan menjadi biang kerok stagnan-nya TFR di 2,6.

Bapak yang lama bertugas di Bina Program, pernah menjabat sebagai Kepala BKKBN Kabupaten dan pensiun di HOTL ini menyayangkan adanya pihak yang menyebutkan data sebagai penyebab stagnan-nya TFR. Hal ini dikarenakan, Sub Sistem ADPIN bertugas dalam mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data yang diperoleh dari hasil pelayanan dan pembinaan. Dengan demikian, apabila ada kekeliruan dalam pengolahan dan penyajian data harus dilihat pada input datanya. 

Apabila data yang disajikan adalah “sampah” sehingga menyebabkan TFR stagnan maka sumber data adalah gudang sampah. Dengan perbaikan sistem pencatatan pelaporan yang menggunakan Informasi Tehnologi dan dilakukan secara online maka sumber data yang dikatagorikan gudang sampah bisa jadi Perwakilan BKKBN di Provinsi dan bisa jadi SKPD-KB Kabupaten/Kota. Bagaimana cara melihat gudang sampah tersebut ?

CATATAN KECIL DARI SAYA

Pencatatan dan pelaporan berbasis IT yang dikembangkan Sub Sistem ADPIN memiliki 2 cara input data dari sumber data yang sama. Sumber data adalah SKPD-KB Kabupaten/Kota. Bila sebuah provinsi sudah melakukan pencatatan dan pelaporan secara online langsung dari operator Kabupaten/Kota maka sumber data itu jelas dari Kabupaten/Kota. Maka provinsi yang 100% Kabupaten/Kota nya melakukan pencatatan pelaporan secara online memiliki 100% gudang sampahnya berada di Kabupaten/Kota.

Cara input data lainnya adalah online dari provinsi sebab Kabupaten/Kota di wilayah tersebut belum seluruhnya online. Ada yang sudah 80% online, ada yang sudah lebih 30-50% online dan ada yang dibawah 30% online. Pada wilayah dengan sistem online semacam ini, memiliki gudang sampah 80% di Kabupaten/Kota dan 20% di provinsi ; 30-50% memiliki gudang sampah di Kabupaten/kota dan 70-50% di provinsi; Kurang dari 30% memiliki gudang sampah di Kabupaten/Kota dan 70% memiliki gudang sampah di provinsi.

Saya ingin mengambil sedikit peribaratan yang dikemukan Buya HAMKA dalam sebuah buku yang ditulis beliau mengenai Falsafah Hidup.

Janganlah kau tunjukkan jari pada orang lain untuk menyalahkan orang itu dan membernakan dirimu sendiri sebab sejatinya ada tiga jari lain yang menunjuk dirimu sendiri.

Saya menambahkan sedikit pada bagian akhirnya, tiga jari lain yang menunjuk dirimu sendiri dan diperkuat oleh jempol.


Makna yang terkandung dalam ungkapan Buya HAMKA tersebut adalah dengan menyalahkan orang lain sebanyak satu kali tunjukan maka ada tiga kesalahan yang menunjuk ke arah dirimu sendiri. Arti ringkasnya, sebelum menyalahkan orang lain, introspeksi lah dulu secara menyeluruh. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Email

Entri yang Diunggulkan

MENILIK KELEMBAGAAN (Pengamatan dari 3 bagian)

S aya sudah pernah menulis mengenai kelembagaan BKKBN dalam artikel di  https://uniek-m-sari.blogspot.com/2015/02/uu-no-23-tahun-2014-dan-kk...