SCROLL

SELAMAT DATANG DI Uniek M. Sari's BLOG

Minggu, 03 Maret 2013

SEMINAR SEHARI PERAN SERTA WARTAWAN DALAM PROGRAM KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA DI ERA OTONOMI DAERAH



Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Selatan menggandeng Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalimantan Selatan menyelenggarakan kegiatan Seminar Sehari Peran Serta Wartawan Dalam Program Kependudukan dan Keluarga Berencana di Era Otonomi Daerah. Kegiatan dilaksankan tanggal 2 Maret 2013, mengambil tempat di gedung PWI Kalimantan Selatan, jalan Banua Anyar Kecamatan Banjarmasin Timur dihadiri selain unsur pengurus PWI Kalimantan Selatan juga wartawan media cetak dan elektronik yang kerap bekerja sama dengan Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Selatan. Selain itu hadir pula Pengurus Ikatan Penyuluh KB Kalimantan Selatan dan Penyuluh KB Kota Banjarmasin.


Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Selatan
Dan Ketua PWI Kalimantan Selatan

Dalam kegiatan ini disampaikan dua materi dari dua narasumber yakni Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Selatan dan Ketua PWI Kalimantan Selatan.



Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Kalsel sedang menyampaikan materi

Materi dengan judul  Kebijakan Program Kependudukan dan Keluarga Beren cana disampaikan Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Selatan, Sunarto, MPA., Ph.D 
Pada sessi ini disampaikan hal-hal mengenai :

Kebijakan dengan uraian tentang peraturan perundang-undangan yang menjadi payung hukum BKKBN yang meliputi nomenklatur BKKBN, Logo, Nama kantor dan slogan BKKBN diitnjau secara normative dan fakta di lapangan ;

Fungsi BKKBN dengan melihat pada :
Pengendalian kuantitas penduduk
Pengendalian kualitas penduduk
Penyediaan data basis

Visi dan Misi
Bahwa visi penduduk tumbuh seimbang itu memiliki cirri setiap keluarga hanya ada 1 sampai dengan 2 orang anak dan angka TFR 2,1.

Masalah Yang dihadapi
Indonesia berada di urutan ke-4 penduduk terbanyak di dunia dengan jumlah 237,6 juta jiwa.  LPP Indonesia sebesar 1,49% mengandung arti setiap tahun terdapat penambahan sebanya 4,5 juta. Sedangkan trend pertumbuhan penduduk di Kalsel meningkat namun lebih banyak disebabkan penduduk migran. Harapannya, penduduk yang datang bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kalsel. Laju pertumbuhan penduduk di Kalsel terbesar di Banjarbaru dan Tanah Bumbu sedangkan TFR Kalsel 2,5. Ini cukup sulit menurunkan sampai ke angka 2,1. Akan tetapi, Indonesia dinyatakan berhasil dalam mengubah nilai anak dari banyak menjadi dua.

Human Development Index Indonesia berada di 124 dari 187 negara dengan rata-rata 0,617. Sebenarnya setiap tahun ada kenaikan namun kenaikan ini sangat lambat akibat sulitnya melakukan koordinasi dalam pembangunan. Penetapan HDI adalah :

  • Very high terdiri dari 41 negara dimana Norwegia yang tertinggi dan terendah Barbados ;
  • High terdiri dari 47 negara, yang tertinggi Uruguay dan terendah Tunisia ;
  • Medium terdiri dari 47 negera, yang tertinggi Jordania dan terendah Buthan. Indonesia berada di level medium pada urutan ke 30 dari 47 negara ;
  • Low terdiri dari 56 negara, yang tertinggi Solomon dan terendah Republik Kongo.

Struktur penduduk Indonesia adalah penduduk usia muda.  Komposisi ini mengharuskan pemerintah memperhatikan penduduk usia remaja. Usia kawin muda di Kalimantan Selatan menduduki urutan pertama secara nasional.

Program prioritas adalah :
Peningkatan kualitas pemakaian dari non MKJP menjadi MKJP
Pemberdayaan keluarga
Penyelarasan kebijakan kependudukan
Pemberian informasi kesehatan reproduksi di kalangan remaja.



Materi kedua disampaikan oleh Ketua PWI Kalsel, Drs. Fatturrahman dengan judul  ISU-ISU KEPENDUDUKAN UNTUK LIPUTAN MEDIA.

Materi diawali dengan gambaran pengaruh penduduk terhadap bumi dimana jumlah penduduk bertambah dari waktu ke waktu sedangkan bumi tetap satu dan luasnya tidak bertambah. Permasalahan penduduk menjadi sangat penting untuk diungkapkan melalui media.
Media menjalankan fungsi  :
Informasi
Edukasi
Kritik social
Menghibur
Ekonomi.

Bagi media, masalah kependudukan menjadi sangat menarik karena bisa mengkaitkan kelima fungsi media itu sendiri.


Ketua PWI Kalsel sedang memberikan materi

Indonesia dengan ancaman booming population sebenarnya dihadapkan pada kondisi-kondisi memprihatinan terhadap kebutuhan akan panga, papan dan sandang yang kerap menghiasi media-media. Problem kependudukan yang sesungguhnya adalah terkait dengan krisis pangan, krisis air dan krisis energy.

Sampai saat ini, belum terlihat solusi jangka panjang yang dibangun pemerintah untuk mengatasi masalah kependudukan.  Sampai saat ini baru solusi jangka pendek seperti diversifikasi pangan. Namun krisis air dan energy belum teratasi.  Kalau mau ditarik garis, sebenarnya krisi-krisis tersebut disebabkan banyaknya kebutuhan sebagai dampak dari banyaknya penduduk.

Media seharusnya bisa mengungkapkan masalah yang muncul dipermukaan secara integral terkait dengan kependudukan seperti banyaknya penduduk yang belum mendapatkan layanan dasar atau disparitas ketersediaan layanan kesehatan.

Pengendalian penduduk merupakan solusi jangka panjang terkait dengan kuantitas, kualitas dan struktur penduduk. Jargon-jargon yang muncul dalam promosi program Kependudukan dan KB tidak setajam jaman Orde Baru  bahkan ada jargon yang kemudian diplesetkan hingga terkesan tidak mendukung program Kependudukan dan KB.


Sessi Tanya jawab

Pada sessi Tanya jawab, pertanyaan yang terangkum dari peserta seminar adalah sebagai berikut :


  1. Ratna Sari Dewi dari PWI Kalsel menyampaikan bahwa berdasar hasil pengamatan bahwa kontirbusi ledakan penduduk justru dari BKKBN sendiri yang mempromosikan program KB dengan menampilkan keluarga ideal dimana orangtua dengan anak laki-laki dan perempuan sehingga persepsi masyarakat adalah keluarga yang ideal terdiri dari anak laki-laki dan perempuan akibatnya ketika pasangan suami-isteri belum memiliki anak jenis kelamin tertentu maka akan terus  berusaha memperoleh anak jenis kelamin tersebut sehingga terjadi kehamilan yang terus menerus.
  2. Hasan dari LPK Antara menyampaikan bahwa masalah KB sepertinya tidak menarik minat masyarakat karena beritanya monoton. Menyarankan agar BKKBN membuat kegiatan yang bisa menjual program ke masyarakat seperti HIV/Aids. Bagaimana peran BKKBN dalam menanggulangiu masalah ini ?
  3. Toto dari Radar Banjar menyampaikan bahwa peran BKKBN dijaman Orde Baru dan sekarang sangat jauh berbeda. Dijaman orde baru masih menggunakan budaya untuk penyebarluasannya sepeti layar tancap tetapi sekarang tidak lagi. Hendaknya BKKBN tidak hanya mengangkat masalah kependudukan dan kb melainkan masalah lainnya seperti HIV/Aids dan angka kawin muda untuk kemudian dikirimkan atau di posting ke media.

Semua pertanyaan mendapat tanggapan dari Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Selatan seperti :

Berdasar hasil potret yang dilakukan konsultan media diketahui bahwa promosi yang dilakukan BKKBN masih tidak sesuai dengan kondisi sekarang seperti pemanfaatan IT. Bahkan masih belum terbuka ke masyarakat sehingga jargon dan slogan masih dari BKKBN dan belum bersumber dari masyarakat ;

Sebenarnya HIV.Aids merupakan bagian kegiatan di BKKBN yakni di bidang kesehatan reproduksi dan remaja namun persentasinya agak kecil karena harus disesuaikan dengan upoksi BKKBN ;

Kabupaten/Kota sudah memiliki mobil unit penerangan sehingga idealnya pemutaran fil bisa dilakukan oleh masing-masing kabupaten namun ini belum optimal. Di sisi lain, sarana ini belum dimanfaatkan secara luas oleh instansi lain.

Tanggapan dari Ketua PWI Kalsel yaitu :

Kelembagaan BKKBN di Kalsel yang berbeda-beda memang harus disinergi-kan dengan asumsi perlunya kesamaan persepsi tentang ancaman kependudukan. Era orde baru dana untuk KB sangat besar tetapi di era sekarang merupakan era pilih-pilih program sehingga yang diperlukan adalah bagaimana agar bisa memberikan informasi untuk pilah-pilah dalam upaya menetapkan pilihan.

Perlu adanya pertemuan rutin antara BKKBN dengan media untuk memfokuskan informasi yang akan disampaikan kemasyarakat. Banyak issue positif dari kependudukan yang bisa diekspose. Di media massa tersedia ruang untuk dimanfaatkan dan sebaiknya datang ke media untuk menyampaikan atau melaporkan kegiatan.

Disamping hal-hal tersebut, ada beberapa masukan dari Ketua Ikatan Penyuluh KB Provinsi Kalimantan Selatan,  Kabid dalduk dan Kabid KS-PK Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Selatan.

Diakhir kegiatan, beberapa wartawan melakukan wawancara dengan Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Selatan.
Wawancara dengan peserta seminar yakni wartawan

Sabtu, 02 Maret 2013

MEMBACA DATA YANG HILANG



Laporan 100%

Berikut saya tampilkan grafik yang menggambarkan pembinaan keluarga melalui Kelompok Bina Keluarga Balita di Kalimantan Selatan, data pada Januari 2013.

 Sumber Data : Rek F/I/Kab-Dal/10 bulan Januari 2013 & 2012 Tabel 9 dan 10b.1






Grafik di atas menggambarkan keadaan sebagai berikut :
  1. Warna biru menunjukkan jumlah kelompok BKB yang ada pada Januari 2013.
  2. Warna merah menunjukkan jumlah kelompok BKB yang lapor pada Januari 2013.
  3. Warna jingga menunjukkan jumlah pertemuan/penyuluhan kelompok BKB pada Januari 2013.
Gambaran pada grafik di atas dapat dianalisa yaitu :
  1. Bahwa jumlah kelompok yang ada, sama dengan jumlah kelompok yang melapor. Kecuali di Kabupaten Tanah Laut, Hulu Sungai Tengah dan Balangan ;
  2. Bahwa jumlah kelompok yang melapor sama dengan jumlah kelompok yang melakukan pertemuan/ penyuluhan yakni di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Tanah Bumbu dan Kota Banjarbaru ;
  3. Bahwa jumlah kelompok yang melakukan pertemuan/penyuluhan lebih banyak daripada yang melapor ada di Kabupaten Tabalong ;
  4. Bahwa jumlah kelompok yang melapor lebih banyak daripada kelompok yang melakukan pertemuan/ penyuluhan ada di 8 Kabupaten/Kota yakni Kota Banjarmasin, Kabupaten Tanah Laut, Kotabaru, Banjar, Barito Kuala, Tapin, Hulu Sungai Tengah, dan Hulu Sungai Utara.
Analisa dari grafik di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
  1. Ada 3 dari 13 Kabupaten yang laporan kelompok BKB nya tidak mencapai 100%. Artinya, di wilayah ini jumlah kelompok BKB yang melapor lebih sedikit daripada jumlah kelompok BKB yang ada ;
  2. Ada 3 dari 13 Kabupaten/Kota yang laporan kelompok BKBnya sesuai antara jumlah kelompok dengan kelompok yang melakukan pertemuan. Artinya, di wilayah ini laporan kelompok BKB mendekati nilai kebenaran ;
  3. Ada 1 dari 13 Kabupaten/Kota yang laporan kelompok BKB-nya kurang dari jumlah kelompok yang melakukan pertemuan. Artinya, di wilayah ini ada kelompok yang melakukan pertemuan namun tidak tercover dalam pelaporan ;
  4. Ada 8 dari 13 Kabupaten/Kota yang laporan kelompok BKB-nya lebih banyak dari jumlah kelompok yang melakukan pertemuan. Artinya, di wilayah ini kelompok yang dilaporkan tidak seluruhnya bersumber dari kelompok yang melakukan pertemuan.
Dari empat kesimpulan di atas, kesimpulan yang keempat menimbulkan pertanyaan : Bagaimana caranya menetapkan jumlah kelompok BKB yang melapor kalau kelompok BKB itu tidak melakukan pertemuan/penyuluhan ?
Pertanyaan tersebut bukan muncul begitu saja, sebab pembinaan terhadap Pasangan Usia Subur dalam rangka menjaring Peserta KB Aktif dilakukan melalui kelompok kegiatan ini. Dengan adanya pencatatan dan pelaporan yang tidak sesuai prosedur maka penjaringan Peserta KB Aktif akan sulit untuk dilakukan. Jawaban dari pertanyaan di atas sangat terkait dengan pola pembinaan di lapangan.


Data Yang Hilang

Sumber data dari grafik di atas jelas disebutkan adalah formulir pengendalian lapangan yang rekapitulasinya berada di Kabupaten/Kota dan dikirim secara online ke Provinsi dan Pusat. Ini dilakukan secara berjenjang mulai dari lini lapangan. Artinya, sumber dari laporan pengendalian lapangan adalah dari laporan pengendalian lapangan di kelurahan/desa atau di lini lapangan. Kalau merujuk pada sumber laporan ini maka pertanyaan tersebut akan bisa terjawab.

Form Laporan Pengendalian Lapangan yang berada di lini lapangan bukanlah laporan yang dalam format sim salabim terus menjadi laporan bulanan pengendalian lapangan. Form ini merupakan kompilasi dari berbagai catatan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di lapangan seperti :
  1. Catatan Kelompok BKB dalam form C/I/BKB/10
  2. Catatan Kelompok BKR dalam form C/I/BKR/10
  3. Catatan Kelompok BKL dalam form C/I/BKL/10
  4. Catatan UPPKS dalam form C/I/UPPKS/10.
Catatan-catatan ini menjadi rujukan dalam pengisian laporan pengendalian lapangan di tingkat desa dan kelurahan. Catatan-catatan kelompok kegiatan ini juga ada sumber datanya yakni berupa formulir registrasi sesuai dengan kelompok kegiatannya seperti R/I/BKB/10 untuk keluarga yang memiliki Balita, R/I/BKR/10 untuk keluarga yang memiliki Remaja dan seterusnya.
Dengan demikian, ketika jumlah kelompok BKB yang ada masuk ke dalam katagori "dilaporkan" harusnya sama dengan yang melakukan kegiatan pertemuan/penyuluhan. Grafik di atas jelas menunjukkan ada sumber data yang hilang sehingga jumlah kelompok yang melapor/dilaporkan lebih besar daripada yang melakukan kegiatan pertemuan/penyuluhan.

Form registrasi keluarga PUS atau keluarga yang memiliki Balita, Remaja, Lansia dan kegiatan UPPKS itu pun bukan merupakan formulir abrakadabra. Form registrasi ini tentunya harus bersumber pada registrasi pendataan keluarga yang dilakukan di setiap akhir tahun.
Dampak dari pembuatan laporan pengendalian lapangan yang tidak berpulang pada data awal yakni  hasil pendataan keluarga adalah seperti terlihat dalam grafik berikut :
Sumber Data : Rek F/I/Kab-Dal/10 bulan Januari 2013 Tabel 14a dan Rek.Prov.R/I/KS/07 Tahun 2012


Grafik seperti di atas tidak hanya terjadi di Kalimantan Selatan, besar kemungkinan terjadi di seluruh penjuru tanah air. 

Dengan kondisi tersebut, sudah seharusnya melakukan introspeksi diri. Sejak ditetapkan bahwa Kesehatan dan Keluarga Berencana merupakan urusan daerah maka sifat Perwakilan BKKBN Provinsi hanyalah meregulasi dan memfasilitasi agar program Kependudukan dan Keluarga Berencana yang fokus kegiatannya di Kabupaten/Kota masih sejalan dengan tujuan pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana secara Nasional. Salah satu yang seharusnya dalam fasilitasi adalah ketersediaan formulir pencatatan dan pelaporan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
Pengalaman  saat saya masih bertugas di Sub Bidang Bina Keluarga Balita-Anak dan Ketahanan Keluarga Lansia, sewaktu melakukan pembinaan ke kelompok BKB dan BKL hampir semua petugas lapangan KB menyatakan tidak pernah melihat form registrasi maupun Catatan Kelompok yang diminta. Bahkan beberapa diantara PKB ini meminta form register dan catatan ke Sub Bidang Balnak dan Hanlan untuk melengkapi kelompoknya sebab desa dimana kelompok itu berada  diikutsertakan dalam lomba yang dilaksanakan oleh Tim Penggerak PKK. Ini sungguh ironis.
Ternyata euforia otonomi daerah bukan hanya ada di Kabupaten/Kota melainkan juga di provinsi, Ini bisa dilihat dari adanya pengurangan fasilitas terhadap formulir yang dibutuhkan di lini lapangan. Kita bisanya hanya menunjuk jari untuk menyalahkan pihak lain atas hilangnya data dalam pencatatan/pelaporan dan tidak pernah punya keberanian untuk mengakui kesalahan. Hilangnya data di lapangan besar kemungkinan disebabkan hilangnya formulir-formulir dari peredaran pencatatan dan pelaporan.

Semoga tulisan ini bermanfaat.


Entri yang Diunggulkan

MENILIK KELEMBAGAAN (Pengamatan dari 3 bagian)

S aya sudah pernah menulis mengenai kelembagaan BKKBN dalam artikel di  https://uniek-m-sari.blogspot.com/2015/02/uu-no-23-tahun-2014-dan-kk...