SCROLL

SELAMAT DATANG DI Uniek M. Sari's BLOG

Selasa, 12 Februari 2013

DATA-DATA BKKBN DAN BPS

De Jure dan De Facto 

Demografi adalah uraian tentang penduduk, terutama tentang kelahiran, perkawinan, kematian dan migrasi. Demografi meliputi studi ilmiah tentang jumlah, persebaran geografis, komposisi penduduk, serta bagaimana faktor faktor ini berubah dari waktu kewaktu. Demografi merupakan hal yang penting untuk diamati, dievaluasi dan dianalisis sebab segala bentuk pengejawantahan pembangunan fisik dan non fisik akan melibatkan penduduk. Oleh karenanya, data demografi menjadi sangat diperlukan dalam rangka pelaksanaan pembangunan di negara manapun di belahan bumi ini, termasuk Indonesia.

Presiden menetapkan BPS sebagai lembaga pemerintahan vertikal berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 166 tahun 2000. Keputusan tersebut menetapkan posisi, peran, otorisasi, struktur organisasi dan sistem kerja BPS sebagai aparatur pemerintah non-departemen. Berdasar peraturan hukum ini, BPS Indonesia adalah lembaga pemerintah non-departemen yang bertanggung jawab langsung kepada presiden, dipimpin oleh seorang kepala dan diberi mandat hukum untuk melaksanakani tugas pemerintahan di bidang statistik.

Statistik itu sendiri berasal dari kata state yang artinya negara. Dalam pengertian yang paling sederhana statistik artinya data. Sedangkan pengertian yang lebih luas, statistik dapat diartikan sebagai kumpulan data dalam bentuk angka maupun bukan angka yang disusun dalam bentuk tabel (daftar) dan atau diagram yang menggambarkan (berkaitan) dengan suatu masalah tertentu. Umumnya suatu data diikuti atau dilengkapi dengan keterangan-keterangan yang berkaitan dengan suatu peristiwa atau keadaan tertentu. Kata statistik juga menyatakan ukuran atau karakteristik pada sampel seperti nilai rata-rata, dan koefisien korelasi.

Dengan melihat pada tugas pokok dan fungsi Badan Pusat Statistik disertai pengertian statistik itu sendiri maka jelas bahwa Badan Pusat Statistik mempunyai kewenangan secara hukum untuk mengumpulkan data baik dalam bentuk angka maupun bukan angka dalam format tabel, diagram yang berkaitan dengan masalah tertentu.

Bila dikaitkan dengan pelaksanaan pemerintahan ( baca : pembangunan) maka peran data yang disajikan oleh Badan Pusat Statistik sudah dipastikan akan mewakili seluruh sektor pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia, tanpa terkecuali. Termasuk data demografi.

Kalau Badan Pusat Statistik  memiliki kewenangan dalam mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data yang salah satunya adalah data demografi maka Badan Kependudukan dan Keluaraga Berencana Nasional juga memiliki kewenangan dalam mengatur kelahiran yang merupakan bagian dari pelaksanaan pembangunan di Indonesia. Notabene, data demografi yang diperlukan oleh BKKBN sudah selayaknya tercantum pula dalam data demografi yang dikelola oleh Badan Pusat Statistik.

Dalam kewenangan secara hukum, jelas, BPS memiliki landasan de jure untuk menjalankan tugas pokok dan fungsinya pengumpulan data. Namun ternyata, ada beberapa bagian data yang diperlukan BKKBN belum termaktub dalam data di BPS seperti kesertaan ber-KB, kondisi keluarga dan lain sebagainya. Tahun 1992 sebagai momentum awal dilaksanakannya pendataan keluarga sejahtera di Indonesia untuk melengkapi kebutuhan BKKBN dibidang data keluarga dan kesertaan ber-KB. Indikator yang dipergunakan oleh BKKBN saat itu, berbeda dengan kegiatan sensus penduduk yang rutin dilakukan oleh BPS.

Cakupan hasil pendataan keluarga yang dilakukan oleh BKKBN dipergunakan sebagai bahan evaluasi dan sebagai data dasar penetapan kebijakan di bidang Keluarga Berencana. Oleh karena secara de jure BPS yang berwenang dibidang data maka hasil pendataan keluarga yang secara de facto mewakili pendataan by name by address dipergunakan untuk konsumsi internal BKKBN. Dengan ketetapan ini maka tidak ada benturan kepentingan antara BPS dan BKKBN.

Konsep dalam Demografi

Sebuah data memiliki makna penting bagi  organisasi.  Terutama bagi organisasi modern yang mengandalkan perkembangan kegiatannya berdasar pada data seperti BKKBN. Oleh karena itu, dipergunakan beberapa istilah dalam pendataan yang diharapkan bisa mewakili kepentingan program.

Ketika tahun 1993-1995 pemerintah akan melaksanakan pembangunan di desa tertinggal melalui Inpres Desa Tertinggal (IDT), pemerintah melalui BPS tidak memiliki angka absolut mengenai jumlah penduduk miskin. Justru data yang ada di BKKBN bisa menetapkan by name by address keluarga pra sejahtera dan sejahtera I alasan ekonomi yang kemudian dipergunakan sebagai landasan dalam menetapkan "Desa Tertinggal". Namun demikian, ini tidak serta merta mengubah status BKKBN sebagai sumber data sebab  mengingat bahwa BPS memiliki kewenangan dalam hal statistik demografi maka dipergunakanlah data hasil pendataan keluarga sebagai sumber data bagi BPS. Hal ini berlangsung sampai dengan diberlakukannya kebijakan pemberian Beras Miskin di berbagai wilayah di Indonesia. Pemerintah daerah selaku penanggung jawab Raskin ditahun 1997 mengambil data dari petugas lapangan KB dalam menetapkan penerima Raskin (Pengalaman pribadi sewaktu menjadi PKB di Kelurahan Melayu, Kecamatan Teweh Tengah Kabupaten Barito Utara tahun 1996 s/d 2003).

Seiring dengan berjalannya waktu, BPS semakin menyempurnakan perannya dan tidak semata-mata menyajikan data sensus penduduk melainkan demografi, sosial dan budaya secara menyeluruh. Dengan penyempurnaan ini, maka BPS sebagai sumber data kembali  berperan dan menjadi rujukan dalam perolehan data yang dibutuhkan dalam pembangunan. Termasuk pembangunan kependudukan dan KB. Pertanyaan mendasar yang kemudian muncul adalah apakah konsep yang dipergunakan BPS berbeda dengan BKKBN ?

Tahun 2010, BPS kembali melakukan kegiatan sensus penduduk. Proses pendataan yang dilakukan dengan proyeksi penduduk yaitu  perhitungan jumlah penduduk (menurut komposisis umur dan jenis kelamin) di masa yang akan datang berdasarkan asumsi arah perkembangan fertilitas, mortalitas dan migrasi.  Hasil proyek penduduk sangat bermanfaat untuk perencanaan penyediaan pangan, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, fasilitas perumahan, dan fasilitas kesempatan kerja.

Metode komponen sering digunakan dalam penghitungan proyeksi penduduk. Metode ini melakukan tiap komponen penduduk secara terpisah dan untuk mendapat proyeksi jumlah penduduk total, hasil proyeksi tiap komponen digabungkan. Metode ini membutuhkan data-data sebagai berikut:
  • Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin yang telah dilakukan  perapihan (smothing). 
  •  Pola mortalitas menurut umur. 
  •  Pola fertilitas menurut umur. 
  •  Rasio jenis kelamin saat lahir. 
  •  Proporsi migrasi menurut umur.
Dengan memahami hal tersebut maka sangat jelas bahwa data yang diperoleh BPS juga merupakan data yang diperlukan BKKBN seperti salah satu yang disebut dalam metode yang telah disebutkan adalah membutuhkan data mengenai pola fertilitas. Darimana data ini diperoleh ? Tentunya, sebagai sumber data, BPS memiliki data yang dimaksud. Perbedaan mendasar dari konsep yang dipergunakan oleh BPS dan BKKBN hanyalah redaksi bukan substansi seperti :

  1. Konsep "pra sejahtera" dipergunakan oleh BKKBN yang berarti belum sejahtera sedangkan BPS menggunakan konsep "miskin" yang juga berarti belum sejahtera ;
  2. Konsep "rate"  yang dipergunakan oleh BKKBN yang terjemahannya kedalam bahasa Indonesia berarti "laju" atau"angka" sedangkan BPS menggunakan konsep "rata-rata"
  3. Konsep "total" yang dipergunakan oleh BKKBN berarti "jumlah" dalam bahasa Indonesia sedangkan BPS menggunakan konsep "jumlah"
  4. Konsep "fertility" yang dipergunakan oleh BKKBN yang terjemahannya kedalam bahasa Indonesia berarti "kesuburan" sedangkan BPS menggunakan konsep "wanita kelompok umur 10-14, 15-19, 20-24, 25-29, 30-34, 35-39, 40-44, 45-49, 50-54 dan + 55 tahun" dimana kelompok wanita usia subur berada diantara kelompok umur tersebut.
  5. Konsep "Total Fertility Rate" yang dipergunakan BKKBN mengandung arti "total angka kesuburan" dan di dalam demografi dikaitkan dengan "kelahiran selama dalam kesuburan" sedangkan BPS menggunakan konsep yang disempurnakan dalam bahasa Indonesia yaitu "rata-rata banyaknya anak yang pernah dilahirkan hidup" oleh wanita berdasar kelompok umur tertentu. 
Masih banyak konsep lain yang sepintas lalu seperti ada perbedaan konsep antara BPS dengan BKKBN. Padahal ketika dilakukakn sensus penduduk yang dilakukan dengan door to door ternyata indikator yang dipergunakan tidak jauh berbeda dengan indikator pendataan keluarga (kebetulan rumah tangga saya menjadi salah satu dari rumah di blok C11 yang didatangi kader pendata kegiatan sensus penduduk tahun 2010).
Hal pembeda data BKKBN dengan data BPS adalah :
  1. Data mengenai Pasanga Usia Subur yang menjadi sasaran program Kependudukan dan KB sangat dinamis sebab adanya perubahan baik karena faktor usia maupun peristiwa alam dan sosial lainnya ;
  2. Pelayanan KB yang rutin mengakibatkan akseptor KB yang dinamis dan ini mempengaruhi angka-angka pada Peserta KB Baru maupun Peserta KB Aktif.
Perbedaan inilah yang mengharuskan pendataan keluarga diupdate setiap tahun sedangkan sensus penduduk dilakukan sepuluh tahun sekali. Rentang waktu pendataan keluarga yang lebih dari setahun akan menyebabkan data pokok progam Kependudukan dan KB menjadi bayes atau invalid untuk dijadikan pedoman dalam penetapan kebijakan dibidang Kependudukan dan KB.

Salam KB buat pembaca dan semoga tulisan ini bermanfaat.














































































































































































































































Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Email

Entri yang Diunggulkan

MENILIK KELEMBAGAAN (Pengamatan dari 3 bagian)

S aya sudah pernah menulis mengenai kelembagaan BKKBN dalam artikel di  https://uniek-m-sari.blogspot.com/2015/02/uu-no-23-tahun-2014-dan-kk...