SCROLL

SELAMAT DATANG DI Uniek M. Sari's BLOG

Kamis, 28 Februari 2013

Tantangan MKJP dalam Program KB

Bulan Pebruari 2013 hampir berakhir. Artinya, sudah dua bulan waktu berjalan dan ini memiliki banyak makna bagi program Kependudukan dan Keluarga Berencana. Perhitungan-perhitungan sudah mulai dilakukan dengan memperbandingkan antara pencapaian dengan target-target yang sudah ditetapkan untuk kinerja tahun 2013.
Sasaran program Kependudukan dan Keluarga Berencana adalah menekan laju pertumbuhan penduduk melalui pembinaan terhadap keluarga dan pelayanan kontrasepsi. Oleh karenanya, pemantauan terhadap pelayanan kontrasepsi mutlak diperlukan terutama capaian terhadap Peserta KB Aktif. Hal ini didasarkan pemikiran bahwa Peserta KB Aktif lah yang memiliki kontribusi besar dalam upaya menekan laju pertumbuhan penduduk. Penggunaan kontrasepsi untuk jangka panjang secara langsung akan berdampak pada menurunnya angka kelahiran. Salah satu faktor yang mendukung terjadinya laju pertumbuhan penduduk di Indonesia adalah tingginya angka kelahiran. Dengan persepsi bahwa Peserta KB Aktif  menggunakan Metoda Kontrasepsi Jangka Panjang merupakan pendukung utama dalam mengurangi kelahiran dan menekan laju pertumbuhan penduduk maka sangat wajar apabila Pemerintah melalui BKKBN menekankan penggunaan Metodak Kontrasepsi Jangka Panjang bagi Pasangan Usia Subur yang mengatur kelahiran maupun yang menghentikan kehamilan. 

Disebut metoda kontrasepsi jangka panjang adalah dikarenakan dengan satu kali pemasangan, alat kontrasepsi ini berlaku sampai dengan batas waktu tertentu namun lebih dari setahun. Alat kontrasepsi jangka panjang secara umum dikenal adalah IUD, MOW, MOP dan Implant. Penggolongan kontrasepsi MKJP berdasar jenisnya adalah 
  1. Hormonal yakni Implant, Norplant.
  2. Mekanik yakni IUD.
  3. Metoda Operasi.
Akan tetapi, harapan pemerintah agar Pasangan Usia Subur mau ber-KB dengan menggunakan kontrasepsi jangka panjang tidaklah semudah saat membuat penetapan. Hal ini dikarena pemasangan alat kontrasepsi ini menghadapi banyak tantangan seperti misalnya :
  1. Akses bagi Pasangan Usia Subur untuk mendapat pelayanan kontrasepsi jangka pajang sangat terbatas dikarenakan wilayah dimana calon akseptor berada yang tidak terjangkau sarana pelayanan medis maupun dikarenakan sarana yang tersedia tidak mendukung pelaksanaan MKJP ;
  2. Masalah tehnis seperti dokter dan bidan yang ditempatkan di daerah belum memiliki keahlian dalam pemasangan alat kontrasepsi MKJP ;
  3. Kurangnya pengetahuan Pasangan Usia Subur mengenai alat kontrasepsi.
Dari tantangan tersebut, pengetahuan Pasangan Usia Subur yang paling dominan pengaruhnya terhadap pemilihan MKJP sebagai alat kontrasepsi pilihan PUS. Pengetahuan yang dimaksud bukan hanya menyangkut jenis, komposisi, efek samping maupun cara kerja alat kontrasepsi melainkan juga nilai ekonomis alat kontrasepsi itu sendiri.

Nilai ekonomis bagi Pasangan Suami Isteri. Disaat pasangan suami isteri memutuskan menggunakan kontrasepsi IUD kemudian membayar untuk penggunaan alat kontrasepsi tersebut, sebenarnya ada penghematan selama 5 sampai dengan 7 tahun. Apabila di konversi dengan penggunaan alat kontrasepsi pil yang nilai satu strip microgynon berkisar diharga Rp. 30.000,- maka dalam 5 tahun penggunaan pil akan memerlukan biaya Rp. 1.800.000,- . Beda lagi dengan suntikan yang sekali suntik seharga Rp. 50.000,- maka penggunaan suntikan per 3 bulan selama 5 tahun membutuhkan dana sebesar Rp. 1.500.000,- sedangkan pemasangan IUD selama 5 tahun hanya memerlukan biaya Rp. 750.000,-. Apalagi bila yang ber-KB adalah keluarga pra sejahtera maka tidak ada biaya yang dikeluarkan namun aman melakukan hubungan suami-isteri tanpa terjadi kehamilan selama minimal 5 tahun. Demikian pula dengan alat kontrasepsi jangka panjang yang lainnya bila diperbandingkan dengan suntik dan pil KB.

Hanya saja, perhitungan semacam ini kalah pamor dibandingkan dengan "kebiasaan" dan "kenyamanan" yang dirasakan oleh pasangan suami-isteri terhadap salah satu alat kontrasepsi non MKJP sehingga sangat sulit untuk berpindah ke alat kontrasepsi MKJP.

Disamping itu, ada semacam anekdot di kalangan bidan yang melayani kontrasepsi MKJP.....kalau semua PUS menggunakan MKJP maka untuk apa menjadi bidan. Sekolah mahal-mahal dengan predikat bidan adalah menolong persalinan dan .........................penghasilan dari pelayanan kontrasepsi yang merupakan penghasilan tambahan hanya akan diperoleh lima tahun sekali sebab MKJP bersifat long term contraceptive beda dengan suntikan yang sebulan sekali atau tiga bulan sekali ........ it is the real  threat of Long Term Contraceptive in Family Planning

1 komentar:

  1. Memang perlu dukungan provider (dalam hal ini bidan praktek swasta) untuk mendukung program 2 anak cukup. Tidak hanya memikirkan "menurunnya income" apabila sebagian besar PUS beralih ke MKJP.

    BalasHapus

Email

Entri yang Diunggulkan

MENILIK KELEMBAGAAN (Pengamatan dari 3 bagian)

S aya sudah pernah menulis mengenai kelembagaan BKKBN dalam artikel di  https://uniek-m-sari.blogspot.com/2015/02/uu-no-23-tahun-2014-dan-kk...