SCROLL

SELAMAT DATANG DI Uniek M. Sari's BLOG

Selasa, 20 Juli 2021

PENDATAAN KELUARGA : PENGALAMAN, PEMBELAJARAN DAN PROSPEK

Undang Undang 52 Tahun 2009 diterbitkan sebagai pengganti dari UU no 10 tahun 1992 yang menjadi landasan hukum pelaksanaan program Keluarga Berencana dan bahkan dalam UU 52/2009 disempurnakan menjadi Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga.

Tindak lanjut dari terbitnya UU 52/2009 adalah Peratura Presiden nomor 62 tahun 2010 yang emuat tentang perubahan nomenklatur Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Hal ini kemudian diikuti dengan terbitnya Peraturan Kepala BKKBN Nomor 72/2011 dan 82/2011 tetang struktur organisasi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional dan Perwakilan BKKBN di Provinsi.

Sedangkan secara program, terbitnya Undang-Undang 52/2009 ditindak lanjuti dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2014 tentang Perkembangan Kependudukan, Pembangunan Keluarga dan Sistem Informasi Keluarga. Dalam hal ini, PP 87 tahun 2014 memunculkan satu pokok bahasan baru yakni Sistem Informasi Keluarga (SIGA). Lahirnya PP 87 tahun 2014 ini beriringan dengan lahirnya UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dimana pada Lampiran N yang ternyata juga memuat tentang Sistem Informasi Keluarga yakni pada Sub Urusan ke 2 point d.

Pada pasal PP 87 tahun 2014 pasal 53 disebutkan bahwa Pendataan keluarga wajib dilaksanakan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota secara serentak setiap 5 (lima) tahun untuk mendapatkan data keluarga yang akurat, valid, relevan, dan dapat dipertanggungjawabkan melalui proses pengumpulan, pengolahan, penyajian, penyimpanan, serta pemanfaatan data dan informasi kependudukan dan keluarga. Oleh karenanya, di tahun 2015 elah dilaksanakan Pendataan Keluarga sebagai pengejawantahan pasal 53 PP 87 tahun 2014 ini.

Mengacu pada pasal 53 tersebut dan pada pelaksanaan Pendataan Keluarga Tahun 2015, berarti pada tahun 2020 akan dilaksanakan Pendataan Keluarga tahun kedua sejak diterbitkannya PP 87 Tahun 2014. Tulisan ini mencoba menguraikan pengalaman, pembelajaran dan prospek dari pendataan keluarga yang dilaksanakan oleh BKKBN.

Pengalaman dan Pembelajaran

Landasan Hukum

PP 87 Tahun 2014 yang menjadi landasan pelaksanaan pendataan keluarga pertama dengan menggunakan jangka waktu 5 tahun sekali tidak ditindak lanjuti dalam bentuk Peraturan Kepala BKKBN maupun dalam bentuk Keputusan Kepala BKKBN melainkan hanya berlandaskan pada 
  1. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 470/7580/SJ tanggal 19 Desember 2014, perihal Dukungan Pelaksanaan Pendataan Keluarga Tahun 2015 yang ditujukan kepada seluruh Kepala Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.
  2. Surat Deputi bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi nomor 768/RC.001/G4/2015 tanggal 16 Maret 2015 perihal Pelaksanaan Pendataan Keluarga 2015.
  3. Surat Edaran Sekretaris Utama BKKBN Nomor 922/HK.015/G4/2015 tanggal 31 Maret 2015 tentang Pelaksanaan Pendataan Keluarga Tahun 2015 yang ditujukan kepada seluruh Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi.
Dengan tiga jenis surat inilah seluruh Kepala Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota menerbitkan surat pelaksanaan pendataan di seluruh tingkatan wilayah. Dan pada Panduan Tata Cara Pendataan Keluarga Tahun 2015 berlandaskan pada SUrat Edaran Sekretaris Utama BKKBN.

Pada tahun 2016 barulah diterbitkan Peraturan Kepala BKKBN Nomor 481/PER/G4/2016 tentang Sistem Informasi Keluarga dimana pembahasan tentang Pendataan Keluarga terdapat dalam Pasal 7 Ayat (2).

Dari uraian ini sangat jelas bahwa tahun 2015 memberikan pengalaman  pelaksanaan Pendataan Keluarga yang tidak dilandasi payung hukum secara operasional berbentuk Peraturan Kepala BKKBN atau Keputusan Kepala BKKBN melainkan hanya sampai pada terbitnya Surat Edaran Sekretaris Utama BKKBN.

Proses

Di dalam panduan ini disampaikan secara rinci tata cara pelaksanaan kegiatan baik secara manajerial maupun secara operasional sehingga memudahkan pelaksanaan pendataan lima tahun sekali di tahun pertama yakni 2015. Secara manual, pelaksanaan pendataan keluarga di tahun 2015 memiliki keseragaman baik pola maupun sistematika-nya yang bukan hanya aman dari segi pelaksanaan akan tetapi aman dari sisi penggunaan anggaran.

Hal lain yang diatur di dalam Panduan ini adalah ketentuan mengenai operasional pendataan dimana pada angka 3 mengenai Pengolahan dan Umpan Balik / Pencetakan Output disebutkan 
  1. Pengolahan hasil Pendataan Keluarga menggunakan metode Data Capture atau Data Entry dengan Alih Daya memanfaatkan jasa pihak ketiga, hal ini dilakukan untuk mengatasi keterbatasan tenaga dan sarana yang dimiliki.  
  2. Setelah pengolahan hasil pendataan selesai dilakukan, maka akan didapatkan basis data keluarga Indonesia secara nasional. Untuk memberikan umpan balik kepada para pengelola data dan informasi di setiap tingkatan wilayah diperlukan pencetakan output basis data keluarga tersebut, yang akan digunakan oleh kader pendata sebagai dasar pembuatan peta keluarga di tingkat RT, serta juga digunakan untuk dasar pemutakhiran data keluarga tahun berikutnya pada periode pendataan keluarga secara nasional 
Dengan adanya pilihan pada proses pengolahan ini menyebabkan adanya perbedaan hasil dari proses pendataan keluarga. Kedua jenis proses pengolahan ini memiliki kelebihan dan kekurangan yang berdampak cukup signifkan pada penyimpanan data di aplikasi.
  1. Pada pengolahan data capture hanya memerlukan tenaga ahli dan mesin scanner karena formulir-formulir yang sudah berisi data hanya perlu di scan kemudian akan dialihkan menjadi simbol angka, huruf dan gambar sehingga bisa diupload ke aplikasi dan tersimpan sebagai data mentah berupa tabel-tabel. Untuk kebutuhan tenaga dalam pengolahan data capture ini lebih sedikit karena cukup mempekerjakan tenaga ahli untuk melakukan scanning. Akan tetapi permasalahan yang muncul dari pengolahan menggunakan data capture ini adalah jusru pada saat scanning dimana alat scanner salah membaca simbol huruf, angka dan gambar yang ada di formulir karena bentuk tulisan tangan pendata yang berbeda-beda. Yang paling sering terjadi adalah kekeliruan saat membaca antara huruf dan angka sehingga bisa ditemui saat pertanyaan dalam formulir mengenai lamanya ber KB yang seharusnya berisi angka 8 boleh jadi terbaca 13 atau bisa jadi terbaca huruf B. Akibatnya terdapat kendala saat data mentah ditarik ke dalam format PDF sebagai output yang akan dicetak dan dimanfaatkan.
  2. Pada pengolahan data entry, kesalahan yang terjadi dalam proses data capture tidak akan terjadi sebab data yang terdapat di formulir yang berupa tulisan tangan bisa dibaca dan disesuaikan dengan pertanyaan. Akan tetapi dalam cara pengolahan ini  perlu tenaga yang lumayan banyak untuk melakukan entry data. Disamping itu, kemampuan dalam menggunakan aplikasi pendataan keluarga perlu mendapat perhatian khusus sebab di tahun 2015 penggunaan aplikasi masih terbatas pada mereka yang memiliki basis pendidikan di bidang IT, Sedangkan tidak semua yang memahami IT adalah yang memahami program KKBPK sehingga kesalahan bisa terjadi pada saat melakukan input yang berkaitan dengan program KB terutama yang berkaitan dengan usia kawin pertama dan jenis-jenis alat kontrasepsi.
Dari uraian ini sangat jelas bahwa apapun proses pengolahan yang dipilih untuk menyimpan data memiliki kelebihan dan kekurangan. Akan tetapi dalam hal ke akurat an data maka proses pengolah data entry lebih terjamin daripada data capture. Apalagi dengan ketersediaan dana yang memadai pada kegiatan pendataan keluarga tahun 2015, hal tersebut dapat diantisipasi. Provinsi Kalimantan Selatan telah membukti keberhasilan proses pengolahan data entry dengan cara 

1. Melatih seluruh petugas lapangan KB untuk melakukan sendiri entry data
2. Pendampingan tenaga entry yang disewa oleh petugas lapangan KB guna verifikasi data

Dengan dilakukannya entry data sendiri oleh PKB maka disaat ada kekeliruan dalam tulisan kader di formulir, PKB akan secara langsung memperbaiki tulisan sebab seorang PKB akan hapal dengan warga yang dibinanya. Terhadap tenaga yang disewa PKB untuk melakukan entry karena keterbatasan kemampuan IT-nya maka dengan sendirinya bila ada hal-hal yang tidak dimengerti oleh pelaksana entry dengan segera dapat dikomunikasikan dengan PKB.

Aplikasi

Umpan balik atau cetak output dapat diberikan apabila proses penyimpanan data dapat dilakukan dengan baik dipengaruhi 3 hal yaitu validasi, server dan jarak.

Validasi saat data diinput ke aplikasi sangat penting sebab dengan validasi ini data-data yang masuk ke server telah disaring antara data yang valid dan tidak valid. Untuk penentuan validasi data maka konsep-konsep yang berkaitan dengan pertanyaan dalam formulir hars jelas dibahasakan juga dalam program aplikasi. Pada tataran ini seharusnya programer mempelajari dengan benar keseluruhan program KKBPK sehingga paham dengan benar secara kuantitas maupun kualitas konsep tentang Balita, Remaja, Lansia, Pasangan Usia Subur, Alat Kontrasepsi termasuk batasan-batasan masing-masing konsep. Contoh sederhana adalah tentang remaja. Kalau hanya berhenti pada konsep penduduk berusia 11 sampai dengan 24 tahun maka Pasangan Usia Subur yang berusia 17 tahun akan lolos dalam aplikasi termasuk kriteria remaja. Oleh karenanya perlu batasan yang jelas bahwa apabila sudah menikah meskipun usianya 115, 16 atau 17 tahun makan tidak dikelompokkan sebagai remaja. Dengan proses validasi yang sejak awal dibangun oleh programer maka tidak akan terjadi ada data yang tergolong tidak valid dan masuk ke aplikasi melainkan akan langsung tertolak oleh sistem. Validasi berdasarkan konsep ini sangat mutlak diperlukan karena data tidak valid hanya akan membebani server disebabkan data tidak valid ini tetap tersimpan dalam sistem namun tidak dapat ditarik sebagai data mentah.

Hal lain yang mempengaruhi aplikasi adalah kapasitas server dalam penyimpanan data.

Berikut gambaran sederhana dari data yang dihasilkan pada Pendataan Keluarga Tahun 2015.

Gambar di atas adalah file-file hasil entry data yang dilakukan oleh PKB Provinsi Kalimantan Selatan ke aplikasi pusat. Terdapat perbedaan ukuran masing-masing file dimana ukuran terbesar adalah Kelurahan Teluk Dalam di Banjarmasin dan terkecil adalah Desa Angkinang di Kabupaten Hulu Sungai Selatan.

Ukuran file di Desa Angkinang sebesar 435 KB (KiloByte) dan ketika file dibuka berisikan 315 Kepala Keluarga. Artinya setiap keluarga rata-rata memerlukan 1,38 KiloByte guna diupload ke aplikasi penyimpanan data. Dengan target hasil pendataan keluarga seluruh Indonesia sebanyak 70.000.000 kepala keluarga maka diperlukan server dengan ukuran 96.600.000 KiloByte atau setara dengan 96,6 GB (GegaByte). Apabila sebuah server memiliki kemampuan menyimpan file sebanyak 32 GB maka dalam pelaksanaan pendataan keluarga dibutuhkan paling tidak 3 atau 4 server dengan kapasitas penyimpanan 32GB. Penyediaan server dengan kapasitas yang rendah tentunya akan sangat berpengaruh terhadap proses penyimpanan data,

Hal lain yang juga berpengaruhi dalam proses penyimpanan data adalah jarak antara titik awal upload dengan server tempat penyimpanan data. Analogi guna memahami perlunya mempertimbangkan jarak adalah pesawat terbang. Untuk tiba di Jakarta, pesawat terbang dari Papua atau Papua Barat akan transit di 2 (dua) bandara. Analogi yang lain dan berkaitan dengan akses jaringan adalah bahwa setiap provider akan menyedian BTS di titik-titik tertentu yang akan menyambung satu sama lain sehingga akses jaringan akan stabil. Setidaknya dari satu tempat ke tempat lain diperlukan paling sedikit 3 (tiga) titik. Gambaran pesawat dan akses jaringan ini bila diposisikan pada proses penyimpanan data tentunya sangat mendekati. Saat sebuah file dengan ukuran 435 KB diupload ke server yang ada di Pusat dimana titik awal berada di Jawa Barat tentu akan berbeda kecepatan dengan titik awal di Kalimantan Utara dan akan berbeda pula kecepatannya dengan yang titik awalnya di Papua.

Dari ketiga uraian mengenai aplikasi ini dapat tergambar bahwa ketika proses penyimpanan data ke server di pusat terjadi antrian yang cukup panjang. Akibat yang ditimbulkannya tentu saja pada kualitas data yang tersimpan.

Prospek Tahun 2020

Manfaat pendataan keluarga sebenarnya sangat besar. Data keluarga yang meliputi individu dan juga kondisi sosial ekonomi di dalamnya sangat membantu dalam pelaksanaan pembangunan di semua sektor. Untuk sanitasi, dari pendataan keluarga sudah diperoleh data tentang jamban dan air bersih. Untuk kepemilikan rumah pun sudah tersedia di aplikasi pendataan keluarga. Dengan manfaat-manfaat tersebut dan diperkuat dengan penggunaan NIK sebagai primary key saat input data maka akan sangat memungkinkan hasil pendataan keluarga ini dipergunakan atau dimanfaatkan oleh sektor lain sebab sifatnya by name by address yang bukan terdata dari hasil pelayanan melainkan dari kunjungan rumah ke rumah. Apalagi bila pelaksanaan di tahun 2020 ini dilakukan penyempurnaan-penyempurnaan baik terhadap landasan hukum, pemilihan proses pengolahan yang tepat dan aplikasi penyimpanannya dimaksimalkan. 

Hanya saja ada batasan-batasan yang perlu didalami lebih lanjut yakni bahwa berdasar UU 23 Tahun 2014 Lampiran N sub urusan ke 2 Keluarga Berencana  point d tentang Sistem Informasi Keluarga bahwa kewenangannya berada di Pemerintah Pusat yang tidak dibagi dan atau tidak diserahkan ke Pemerintah Daerah Provinsi dan atau Pemerintah Kabupaten/Kota. Ini merupakan landasan hukum kenapa pada pendataan keluarga tahun 2015 lalu basis data keluarga tidak berada di level Kabupaten/Kota sebagaimana Sistem Informasi Kependudukan yang ada di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Oleh karena, penempatan Perwakilan BKKBN Provinsi sebagai perpanjangan tangan BKKBN menjadi acuan agar jarak yang sudah dibahas tadi dapat dipersingkat dengan menempatkan server-server secara regional di Perwakilan BKKBN Provinsi. Hal ini menjadi batasan bahwa Pendataan Keluarga yang merupakan data basis program KKBPK dalam Sistem Informasi Keluarga tidak dapat diintegrasikan ke dalam basis data kependudukan karena level kewenangannya yang berbeda. Akan tetapi, pemanfaatannya bisa dilakukan dengan proses perjanjian kerjasama.

Untuk tahun 2020, pendataan keluarga harus dilakukan lagi.karena

  1. Merupakan amanat dari PP 87 Tahun 2014 bahwa pendataan keluarga dilakukan setiap 5 tahun sekali, 
  2. Selama 5 tahun pasca pelaksanaan Pendataan Keluarga 2015 proses update data keluarga tidak berjalan secara sempurna. Hal ini bisa jadi disebabkan perpindahan atau mutasi aplikasi ke Sistem Informasi Keluarga atau bisa juga dikarenakan mind set pencatatan pelaporan masih menggunakan pola lama yaitu mengandalkan laporan formulir manual.
Untuk itu perlu pelaksanaan pendataan keluarga tahun 2020 perlu diperkuat dengan cara

  1. Memberikan payung hukum yang kuat seperti Peraturan Kepala yang memuat tentang Pedoman Pendataan Keluarga secara khusus (terlepas dari SIGA)
  2. Menyempurnakan sarana dan prasarana terutama aplikasi penyimpanan data
  3. Menyiapkan sumber daya manusia sebagai petugas entry data
  4. Tetap melaksanakan pendataan keluarga dengan sistematika yang sudah dibangun pada tahun 2015 yaitu berupa mekanisme menejerial dari tingkat Desa/Kelurahan hingga Provinsi.
Tahun 2020 tinggal menghitung bulan, semoga tulisan ini bermanfaat.
Salam KB !!
I am proud to be a family planning participant


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Email

Entri yang Diunggulkan

MENILIK KELEMBAGAAN (Pengamatan dari 3 bagian)

S aya sudah pernah menulis mengenai kelembagaan BKKBN dalam artikel di  https://uniek-m-sari.blogspot.com/2015/02/uu-no-23-tahun-2014-dan-kk...