SCROLL

SELAMAT DATANG DI Uniek M. Sari's BLOG

Sabtu, 03 Agustus 2019

SURVEY REFORMASI BIROKRASI


Berdasar situs website Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, pengertian reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business prosess) dan sumber daya manusia aparatur. 
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan reformasi birokrasi tersebut, terdapat berbagai kegiatan yang mengarah pada pencapaian tujuan dari Reformasi Birokrasi. Untuk memantau keberhasilannya, Kemenpan melakukan survei di seluruh kementerian dan lembaga secara berkala dan akan mencapai akhir evaluasi adalah pada tahun 2019. Indeks Reformasi Birokrasi terdiri dari :
A.  Pengungkit terdiri dari 
1.   Manajemen perubahan
2.   Penataan Peraturan Perundang-Undangan
3.   Penataan dan Penguatan Organisasi
4.   Penata tatalaksanaan
5.   Penataan Sistem Manajemen SDM
6.   Penguatan Akuntabilitas
7.   Penguatan Pengawasan
8.   Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

B.  Hasil terdiri dari
1.   Nilai Akuntabilitas Kinerja
2.   Survei Internal Integritas Organisasi
3.   Survei Eksternal Persepsi Korupsi
4.   Opini BPK
5.   Survei Eksternal Pelayanan Publik.

Pencapaian
Lembaga yang termasuk dalam survey RB Kemenpan adalah BKKBN yang memiliki tugas pokok dan fungsi menurunkan laju pertumbuhan penduduk. 

Berdasar hasil survei integritas jabatan di lingkungan BKKBN terdapat kriteria sebagai berikut :
1. Pada tahun 2017 terdapat 21%  memahami tugas pokok dan fungsi sedangkan pada tahun 2018 terdapat 16%
2. Pada tahun 2017 terdapat 11% yang tidak memahami tugas pokok dan fungsi serta ukuran keberhasilan pekerjaan sedangkan pada tahun 2018 menjadi 27%.

Dari kriteria pengetahuan terhadap tugas pokok dan fungsi serta ukuran keberhasilan pekerjaan diketahui bahwa justru yang meningkat adalah ketidak tahuan pegawai atas tugas pokok dan fungsi serta ukuran keberhasilan pekerjaan.

Apabila dikaitkan dengan indeks dalam reformasi birokrasi maka hal tersebut dapat dianalisa sebagai berikut :

A.  Pengungkit terdiri dari 

  1. Manajemen perubahan terdapat capaian sebesar 49,4% dari nilai maksimal pada tahun 2018 sedangkan tahun 2016 tercapai sebesar 49,8% artinya pada tahun 2018 terdapat penurunan sebesar 0,4%
  2. Penataan Peraturan Perundang-Undangan tercapai sebesar  41,8% dari tahun 2016 sampai dengan tahun 2018 dari nilai maksimal sehingga tidak ada perubahan
  3. Penataan dan Penguatan Organisasi tercapai 53,7% tahun 2018 sedangkan tahun 2016 tercapai 64,0% artinya terdapat penurunan sebesar 10,3% dari nilai maksimal
  4. Penata tatalaksanaan tercapai 53,7% tahun 2018 sedangkan tahun 2016 tercapai 56,3% artinya terdapat penurunan sebesar 2,7% dari nilai maksimal
  5. Penataan Sistem Manajemen SDM tercapai 81,0% pada tahun 2018 sedangkan tahun 2016 tercapai 80,5% artinya terdapat kenaikan sebesar 0,5% dari nilai maksimal
  6. Penguatan Akuntabilitas tercapai 57,8% pada tahun 2018 sedangkan pada tahun 2016 sebesar 72,5% artinya terdapat penurunan sebesar 14,7%
  7. Penguatan Pengawasan tercapai 56,8% pada tahun 2018 sedangkan pada tahun 2016 tercapai sebesar 67,7% artinya terdapat penurunan sebesar 10,9% dari tahun 2018
  8. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik tercapai sebesar 59,2% pada tahun 2018 sedangkan pada tahun 2018 tercapai 61,2% artinya tercapai sebesar 2,0% pada tahun 2018.

B.  Hasil terdiri dari

  1. Nilai Akuntabilitas Kinerja tercapai sebesar 63,4% pada tahun 2018 sedangkan pada tahun 2016 tercapai sebesar 67,6% artinya terdapat penurunan sebesar 4,2% pada tahun 2018
  2. Survei Internal Integritas Organisasi tercapai sebesar 74,7% pada tahun 2018 sedangkan pada tahun 2016 tercapai sebesar 69,7% artinya terdapat peningkatan sebesar 5,0% pada tahun 2018
  3. Survei Eksternal Persepsi Korupsi tercapai sebesar 89,1% pada tahun 2018 sedangkan pada tahun 2016 tercapai 88,0% artinya terdapat peningkatan sebesar 1,1% pada tahun 2018
  4. Opini BPK tercapai sebesar 100% pada tahun 2018 sedangkan di tahun 2016 tercapai sebesar 66,7% artinya terdapat peningkatan sebesar 33,3% pada tahun 2018
  5. Survei Eksternal Pelayanan Publik  tercapai sebesar 89,4% pada tahun 2018 sedangkan pada tahun 2016 tercapai sebesar 83,8% artinya terdapat peningkatan sebesar 1,1% pada tahun 2018.
Dari pencapaian tersebut terlihat bahwa dari 8 indeks pada bagian Pengungkit terdapat sebanyak 5 indeks yang terjadi penurunan, 1 indeks yang tetap dan 2 indeks terjadi peningkatan. Dari indeks hasil diketahui sebanyak 4 dari 5 indeks yang terjadi peningkatan dan 1 indeks yag terjadi penurunan, 
Indeks yang menurun baik penguat ataupun dari hasil adalah sebagai berikut :
  • Manajemen Perubahan
  • Penataan dan penguatan organisasi
  • Penata laksanaan
  • Penguatan akuntabilitas
  • Penguatan pengawasan
  • Nilai akuntabilitas

ANALISA SEDERHANA

Kalau dilihat pada paparan singkat di atas dapat diketahui bahwa 5 indeks yang menurun berkaitan erat dengan turunnya indeks hasil pada bagian nilai akuntabilitas.
Hal lain yang juga mempengaruhi penurunan indeks hasil pada bagian nilai akuntabilitas adalah hasil survei yang menunjukkan penurunan kriteria pegawai yang mengetahui tugas pokok dan fungsi serta ukuran keberhasilan pekerjaan serta peningkatan kriteria pegawai yang tidak mengetahui tugas pokok dan fungsi serta ukuran keberhasilan pekerjaan. Survei tersebut bukan hanya dilevel BKKBN Pusat melainkan juga di Perwakilan BKKBN Provinsi.

Analisa sederhana dari permasalahan terhadap penurunan indeks penguatan dan indeks hasil dapat dilihat sebagai berikut :

Komposisi Golongan



Piramida di atas merupakan komposisi pegawai berdasarkan golongan. Persentasi terbesar adalah pegawai golongan III yakni 75,52%. Pada komposisi ini, kriteria golongan III bisa terbagi atas lulusan perguruan tinggi yang berarti pegawai baru dari jenjang pendidikan strata 1 dan strata 2 atau lulusan Sekolah Tingkat Lanjutan Atas yang berarti pegawai yang sudah naik golongan dari golongan II ke golongan III dikarenakan masa kerja telah mencukupi.

Komposisi Pendidikan

Gambaran diagram di atas menunjukkan bahwa 53,15% dari pegawai adalah berpendidikan S-1 sedangkan SMA sebanyak 21,30%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa persentasi terbesar dari pegawai golongan III adalah pegawai yang berpendidikan SLTA/SMA dan yang berpendidikan strata 1. 

Dengan dua gambaran ini maka jelas bahwa yang menjadi sasaran survei terbanyak adalah pegawai golongan III dengan pendidikan SMA tetap dengan jalur pendidikannya atau pegawai yang masuk dari pendidikan SMA namun dapat meningkatkan pendidikan ke strata-1 dan pegawai murni formasi dari pendidikan starta 1. Perbedaan pendidikan ini sangat berpengaruh.

Pegawai Pendidikan SMA

Kalau yang dari pendidikan SMA merupakan pegawai senior yang sangat mungkin telah memiliki banyak pengetahuan dikarena adanya pengalaman dalam pekerjaan. Ini merupakan sisi positif dari pegawai yang berpendidikan SMA tapi sudah berada di golongan III baik karena lama bekerja maupun karena mampu meningkatkan jenjang pendidikan. Banyak dari pegawai ini yang tidak mengikuti perubahan lingkungan di luar lingkungan kantor seperti perubahan ilmu pengetahuian dan tehnologi.

Dengan perubahan-perubahan yang terjadi akibat adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi, tidak sedikit pula perubahan-perubahan pada visi dan misi lembaga yang dikaitkan dengan IT. Dan kebanyak pegawai dari kelompok ini justru tidak mengikuti perkembangan pengetahuan dan tehnologi. Sehingga disaat menjadi responden dalam kegiatan survei, akan banyak hal yang tidak diketahuinya.

Pegawai Pendidikan Strata 1

Pegawai dengan pendidikan strata-1 memiliki kemampuan yang tentunya lebih sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Meskipun dalam hal pengalaman agak kurang akan tetapi kemampuan mencari informasi di media online akan memberikan dampak positif karena dengan sendirinya pegawai dengan pendidikan strata-1 sudah dapat mengikuti visi dan misi yang berkaitan dengan IT.

Hanya saja, pegawai dengan pendidikan strata-1 ini tidak seluruhnya merupakan pejabat yang kemudian dapat diikutkan dalam survei integritas jabatan dalam Reformasi Birokrasi. Apalagi yang masa kerjanya masih di bawah 10 tahun.

PERBAIKAN PENGETAHUAN

Dalam upaya meningkatkan hasil survei integritas jabatan pada Reformasi Birokrasi maka yang memiliki peran penting di Perwakilan BKKBN Provinsi adalah Sub Bagian Kepegawaian yang seharusnya bekerjasama dengan Bidang Pelatihan dan Pengembangan.

Hal ini dikarenakan tanggung jawab pelaksanaan Reformasi Birokrasi berada di Sub Bagian Kepegawaian di Sekretariat sedangkan peningkatan kompetensi pegawai pengelola program KKBPK berada di bidang Pelatihan dan Pengembangan.

Setidaknya ada kegiatan  workshop dengan materi utama adalah 
1.    Landasan hukum pelaksanaan program KKBPK
2.  Struktur organisasi dan tanggung jawab BKKBN dan Perwakilan BKKBN Provinsi
3. Tugas pokok dan fungsi masing-masing Bidang di Perwakilan BKKBN Provinsi
4.     Sistem Pengendalian Instansi Pemerintah dan Reformasi Birokrasi.

Selama ini, penambahan pengetahuan melalui bidang Pelatihan dan Pengembangan hanya diarahkan pada pengelola program KKBPK di lini lapangan dan mitra kerja. Pelaksanaan pembinaan pegawai pun hanya di arahkan pada kegiatan-kegiatan seremonial yang tidak menyentuh sisi program KKBPK. Kegiatan Monitoring dan Evaluasi program juga hanya diarahkan ke Kabupaten/Kota dan Mitra Kerja, tanpa pernah melakukan monitoring dan evaluasi ke internal BKKBN.

Demikian urun rembug pemikiran berkaitan dengan reformasi birokrasi. Sudah saatnya membenahi faktor kekuatan internal.

Salam KB
I am proud to be a family planning participant

Rabu, 24 Juli 2019

MELIHAT PROSES SKAP

Survey Kinerja dan Akuntablitas Program merupakan salah satu cara untuk memantau pelaksanaan program pemerintah di lapangan. Demikian pula dengan program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga. Survey Kinerja dan Akuntabilitas Program KKBPK merupakan cara mengukur keberhasilan program yang berjalan dalam kurun waktu pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional di lingkungan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.

Fokus Survey

Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga merupakan program yang dilaksanakan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Lembaga ini memiliki kewenangan dalam menurunkan laju pertumbuhan penduduk melalui beberapa kegiatan antara lain Pendewasaan Usia Perkawinan melalui pembinaan terhadap remaja, Pengaturan jarak dan jumlah anak melalui Keluarga Berencana dan peningkatan kualitas penduduk melalui pembinaan keluarga di kelompok-kelompok kegiatan.

Secara kewenangan, beberapa kegiatan di BKKBN ada yang tidak diserahkan ke Pemerintah Provinsi dan tidak diserahkan ke Pemerintah Kabupaten/Kota, ada yang diserahkan ke Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota serta ada yang tidak diserahkan ke Pemerintah Provinsi tetapi dserahkan ke Pemerintah Kabupaten/Kota.

Dengan dua hal tersebut maka sangat jelas bahwa fokus survey melalui SKAP KKBPK ini adalah pada responden rumah tangga, keluarga, WUS dan Remaja terdapat di 13 Kabupaten/Kota. Karena survey bukanlah pendataan maka diambil sampel yang mengacu pada klaster dari blok sensus. Masin-masing provinsi, memiliki jumlah klaster yang berbeda.

Pemantauan Survey

Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi, pelaksanaan survey tidak lagi dilakukan secara manual melainkan sudah berbasis Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi (IT). Pertanyaan yang diajukan diakses melalui perangkat berbasis tehnologi dan jawaban yang diberikan juga langsung tersimpan dalam aplikasi secara online. Oleh karena dilakukan secara online maka yang dibutuhkan sebagai bukti akurasi pengambilan data benar-benar langsung di responden maka setiap pencacah wajib menghidupkan Global Position System (GPS) yang ada di perangkat survey sehingga titik ordinat responden bisa dipantau melalui statelit.

Bukan hanya perangkatnya yang sesuai dengan perkembangan tehnologi, aplikasi dan pelaksana survey juga dipersyaratkan memiliki keahlian dalam IT.

Aplikasi pemantauan SKAP KKBPK telah dikembangkan sehingga dapat dilihat proses pelaksanaan survey. Hal-hal yang bisa dilihat dari aplikasi pemantau adalah data listing, data ruta yang diwawancara, data keluarga yang diwawancara, data Wanita Usia Subur yang diwawancara dan data remaja yang diwawacara. Selain itu bisa dilakukan monitoring secara online prosedur survey diantaranya akurasi lokasi survey termasuk juga durasi saat enumerator melakukan wawancara.

Dengan aplikasi yang memadai tersebut tentunya diharapkan data yang dihasilkan melalui Suvey Kinerja dan Akuntabilitas  Program KKBPK merupakan data valid dan akuntabel juga.

Output Kualitas atau Kuantitas

Pelaksanaan SKAP KKBPK diberi target selesai selama 90 (sembilan puluh) hari dan pada hari ini sudah memasuki hari ke 42 dan kalau dipersentasi maka setidaknya data yang terkumpul masing-masing adalah 46,6% rumah tangga yang diwawancara. Kalau target selesainya pekerjaan selama 60 (enam puluh) hari maka pada hari ini paling tidak terpenuhi 69,9% rumah tangga yang diwawancara. Sedangkan bila ditarget selesai selama 40 hari maka saat ini proses wawancara sudah selesai. Perbedaan target waktu penyelesaian tentu akan berdampak pada banyak hal seperti :
  1. Tersedianya dana survey di atas 200 juta rupiah mengharuskan pelaksanaan SKAP menggunakan perjanjian kontrak dengan pihak pelaksana SKAP. Penggunaan waktu merupakan konsideran penalti akibat penyelesaian yang tidak sesuai dengan waktu dalam kobtrak.
  2. Pembayaran biaya-biaya yang tidak sesuai seperti uang harian, penginapan dan transport bagi enumerator dan supervisor apabila didalam kontrak disebutkan selama 90 hari  tapi dilaksanakan hanya 60 hari atau 40 hari
  3. Kuantitas pekerjaan terpenuhi karena mencapai 100% akan tetapi kualitas pekerjaan harus dipertimbangkan. 
Seperti telah disampaikan bahwa di dalam aplikasi pemantauan SKAP terdapat monitoring terkait dengan durasi wawancara. Ketika proses wawancara dilakukan terhadap responden terdiri dari 1 rumah tangga dengan 1 keluarga (suami/isteri), WUS (isteri dan anak) serta remaja ( 1 sampai 3 orang) akan mustahil memakan durasi waktu di bawah 30 menit. Pada rumah tangga yang majemuk (lengkap respondennya) akan membutuhkan waktu minimal 40 menit dan maksimal 55 menit. Maka ketika durasi waktu wawancara kurang dari 15 menit per orang, boleh jadi kualitasnya masih bisa dipertanyakan. Oleh karenanya, selesai secara kuantitas 100% harus dianalisa lagi durasi waktu untuk wawancara 1 responden. Ditambah lagi, adanya keharusan bagi enumerator untuk memastikan Global Position System dari reponden yang diwawancara, dimana daerah-daerah tertentu tidak semudah yang diperkirakan.

Tulisan ini hanya sumbang pemikiran bagi yang baru melaksanakan SKAP. Bahwa dalam proses pengumpulan data hendaknya dilakukan dengan banyak perhitungan dan bukan hanya sekedar mengejar target selesai lebih cepat sebelum 90 hari. Kualitas data yang baik akan menghasilkan kesimpulan yang baik. Kualitas data yang kurang baik tentunya hanya akan menimbulkan kesimpulan yang kurang tepat.

Jumat, 19 Juli 2019

DIBALIK HARGANAS XXVI TAHUN 2019

Hari Keluarga tingkat Nasional XXVI Tahun 2019 di Kalimantan Selatan sudah berakhir pada tanggal 6 Juli 2019. Proposal berikut disampaikan ke pihak Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan setelah mendapat kepastian bahwa Kalimantan Selatan disetujui untuk menjadi lokasi Puncak Acara Harganas XXVI Tahun 2019.

MENGGAPAI MURI MELALUI HARGANAS 2019

A.        Latar Belakang

 1.    Dasar
Hari Keluarga Nasional merupakan monetum peringatan yang dilaksanakan oleh BKKBN setiap tahun. Setiap tahun, pelaksanaan Hari Keluarga Nasional ditempatkan di provinsi sesuai dengan penetapan oleh BKKBN. Tahun 2019, telah disepakati pelaksanaan Hari Keluarga Nasional dipusatkan di Provinsi Kalimantan Selatan.
Hal ini tentunya merupakan peluang bagi Kalimantan Selatan untuk memperkenalkan ke seluruh Indonesia hal-hal seperti 
  1. Destinasi wisata seperti Kiram, Gunung Mawar, Danau Seran, Bukit Keladan, Rumah Jomblo, Amanah Borneo Park, Tahura, Pasar Terapung dan lain sebagainya
  2. Masakan dan makanan khas Kalimantan Selatan
  3. Seni dan Budaya Kalimantan Selatan.

2.    Perkiraan Peserta
Kegiatan Harganas ini diikuti oleh 34 Provinsi yang dimotori oleh Perwakilan BKKBN di 34 Provinsi se Indonesia. Dengan 34 Provinsi dan 508 Kabupaten/Kota maka dapat diperkirakan jumlah peserta yang akan menghadiri Harganas adalah sebagai berikut :

a.     Tingkat Provinsi sebanyak 33 provinsi sebanyak 1.221 orang diperkirakan terdiri dari
    •      Gubernur dan Isteri                    66 orang
    •      Wakil Gubernur dan isteri          66 orang
    •      Sekda dan asisten                       99 orang
    •      BKKBN Provinsi @10 orang   330 orang
    •      TP PKK Provinsi @ 10 orang   330 orang
    •      Ajudan Gubernur @ 5 orang    165 orang
    •      SKPD Pemprov @5 SKPD      165 orang
b.    Tingkat Kabupaten/Kota sebanyak 495 kab/kota 14.850 orang diperkirakan terdiri dari
    •      Bupati/Walikota dan Isteri                      990 orang
    •      Wakil Bup/Walikota dan isteri               990 orang
    •      Sekda dan asisten                                 1.485 orang
    •      OPD KB Kab/Kota @10 orang           4.950 orang
    •      TP PKK Kab/Kota @ 5 orang             2.475 orang
    •      Ajudan Bupati/Walikota @ 3 orang    1.485 orang
    •      SKPD Kab/Kota @5 SKPD                2.475 orang
c.       Tuan Rumah dan Pemerintah Pusat sebanyak 1.000 orang

Total peserta yang diperkirakan berada di tempat penyelenggaraan Harganas sebanyak 16.071 orang. Jumlah tersebut sangat spektakuler sehingga memungkinkan dilaksanakannya kegiatan yang menghasilkan penghargaan dari MUsium Record Indonesia (MURI).

B.      Bentuk Kegiatan

Dalam event Hari Keluarga, seringkali dimanfaatkan oleh beberapa provinsi untuk memecahkan rekor MURI. Beberapa contoh MURI yang digelar dalam kegiatan Harganas seperti Senam Geermas dalam Harganas di Lampung, Pemakaian Batik NTT, Makan Bubur Manado dan sebagainya.
Untuk Provinsi Kalimantan Selatan, dapat meraih lebih dari 3 rekor MURI dalam pelaksanaan Hari Keluarga Tahun 2019 apabila kegiatan dikemas dengan baik dan melibatkan peran Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Sektor Swasta dan masyarakat melalui Industri Kecil.
Bentuk kegiatan tersebut yakni :
1.    Pemecahan rekor MURI di Kalimantan Selatan adalah sebagai berikut :
a.       Pemakaian KAOS SASIRANGAN terbanyak (15.000 atau lebih)
Kegiatan ini merupakan bentuk kerjasama antara Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dengan Perhimpunan Perhotelan dan Industri Rumah Tangga.
Proses pemecahan rekor sebagai berikut :
1)  Tamu yang menginap di seluruh hotel di Banjarmasin, Banjar dan Banjarbaru baik yang berbintang maupun Melati, per orang diberi free 1 lembar kaos sasirangan ukuran all size.
2)   Kaos sasirangan berlogo Harganas, berlogo Pemprov Kalsel, berlogo Hotel dan ikon Harganas dengan warna disesuaikan warna utama masing-masing hotel (tidak berlogo BKKBN karena sudah ada logo harganas dan ini murni dari Pemprov Kalsel)
3)   Kaos wajib dipakai pada kegiatan senam massal dan peserta dilarang memakai kaos lain pada saat senam massal.
Dengan kegiatan ini maka rekor pemakaian kaos sasirangan terbanyak bisa dipecahkan.

b.     Pembuatan Tas Purun terbanyak (10.000 atau lebih)
Kegiatan ini merupakan kerjasama antara Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dengan Pemerintah Daerah Kabupaten penghasil tas purun atau bakul.
Proses pemecahan rekor sebagai berikut :
1)     Pemerintah Daerah Kabupaten (misalkan Barito Kuala) menyiapkan bahan bakul
2)     Mengumpulkan pengrajin bakul dan sepakat pembiaya pembuatan bakul
3)     Bakul yang dibuat dalam ukuran kecil muat untuk beban 500 gram (1/2 kg)
4) Ditetapkan lamanya pembuatan untuk 10.000 bakul misalkan empat hari atau seminggu.
c.      Pembuatan Kue Apam terbanyak (20.000 atau lebih) prosesnya hampir sama dengan rekor bakul hanya saja Pemerintah Daerah Kabupaten yang bisa diajak kerjasama adalah Kabupaten penghasil Kue Apam misalkan Kabupaten Hulu Sungai Utara
d.     Pembuatan Kipas Rotan terbanyak (10.000 atau lebih) prosesnya hampir sama dengan rekor bakul dan Kue Apam hanya saja Pemerintah Daerah Kabupaten yang bisa diajak kerjasama adalah Kabupaten penghasil Kipas Rotan misalkan Kabupaten Tapin
e.        Pembuatan Amplang terbanyak (10.000 atau lebih) prosesnya hampir sama dengan rekor bakul, Kue Apam dan kipas hanya saja Pemerintah Daerah Kabupaten yang bisa diajak kerjasama adalah Kabupaten penghasil Amplang misalkan Kabupaten Kotabaru

2.    Pengenalan Budaya
Dalam senam massal, agar Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan mempromosikan Senam Japin yang sudah dikembangkan Guru Senam dan Guru Olahraga dibeberapa sekolah dan sanggar senam.
Dengan demikian, senam budaya lokal yang gerakan-gerakan mengadopsi tarian Japin Tirik Lalan bisa diperkenalkan ke seluruh Indonesia melalui senam massal ini.
Ini pun bisa dicatatkan pada Rekor MURI karena jumlah peserta yang senam Japin di atas 10.000 orang.
C.     Manfaat
Dengan melaksanakan kegiatan sebagaimana uraian di atas maka Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan telah melaksanaan bagian dari Good Governance yaitu melibat sektor swasta dan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan skala nasional. Sektor swasta diwakili oleh pihak perhotelan sebagai penyedia bonus berupa kaos sasirangan sedangkan sektor masyarakat diwakili industri kecil atau home industry yang memproduksi kaos sasairangan yang menjadi mitra hotel-hotel yang ada di Banjarmasin, Banjarbaru dan Banjar. Selain itu, permasalahan penyediaan Goody Bag pun dilakukan dengan melaksanakan koordinasi ke Pemerintah Kabupaten/Kota yang kemudian akan memanfaatkan industry rumah tangga/industry kecil di masyarakat untuk penyediaannya.
Bukan hanya itu, juga dapat dilakukan pelibatan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam mendukung pelaksanaan Harganas di Kalimantan Selatan melalui penyediaan Goody bag berupa bakul dan isinya. Apabila dihitung secara materiil, dengan perhitungan sebagai berikut :
a.       Bakul @ Rp. 5.000,-  x 10.000 buah (Batola)                 = Rp. 50.000.000,-
b.      Kue Apam @ Rp. 5.000,-  x 10.000 buah (HSU)            = Rp. 50.000.000,-
c.       Kipas rotan @ Rp. 5.000,-  x 10.000 buah (Tapin)          = Rp. 50.000.000,-
d.      Amplang @ Rp. 5.000,-  x 10.000 buah (Tanah Bumbu)= Rp. 50.000.000,-

D.      Hal-hal yang dipandang perlu
Untuk optimalnya persiapan perlu adanya kepastian tentang pelaksanaan kegiatan meliputi :
1.     Waktu penyelenggaraan.
Apabila waktu penyelenggaraan Harganas dilaksanakan pada bulan Juni 2019 maka persiapan paling minimal dilakukan sejak bulan Maret 2019 dikarenakan pada bulan Mei-Juni adalah bulan Ramadhan yang sebagian besar masyarakat mengurangi frekwensi kegiatan dan terfokus pada pelaksanaan ibadah puasa.
2.      Logo dan Ikon Harganas
Dalam penyediaan kos sasirangan diperlukan pula logo dan ikon Harganas yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Kepala BKKBN. Dengan adanya ketetapan logo dan ikon maka ajang promosi sudah bisa dilakukan seperti pencetakan spanduk, baliho dan umbul-umbul. Terlebih utama untuk pencetakan di kaos sasirangan yang akan dipakai untuk senam bersama dalam memecahkan Rekor MURI.

E.       Penutup
Demikian pemikiran dan usulan saya selaku warga Banjarmasin kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dalam rangka persiapan Hari Keluarga Tingkat Nasional yang diselenggarakan di Kalimantan Selatan pada tahun 2019.
Semoga bermanfaat.

Banjarmasin,    Januari 2019
Warga Banjarmasin

Meskipun tidak seluruh isi proposal ini direalisasikan dalam kegiatan Harganas XXVI Tahun 2019, setidaknya ada bagian dari proposal ini yang di akomodir oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Meskipun pelaksanaan di lapangan akhirnya tidak sepenuhnya sama dengan maksud dalam proposal, sebagai warga Banjarmasin, sudah sepatutnya saya berterima kasih karena masukkan saya diperhatikan.

Salam !!!

Kamis, 18 Juli 2019

MEMBAHAS TENTANG MERGER

Sebuah kue lezat dan berukuran besar, tidak dapat dimakan begitu saja melainkan harus dipotong-potong kecil kemudian barulah bisa dimakan bagian perbagian hingga kue itu habis. Siapapun yang ingin memakan kue besar dan lezat itu, tentu akan melakukan hal tersebut.

Analogi tersebut bisa disematkan pada sebuah program besar dan penuh manfaat serta hasilnya dirasakan oleh banyak pihak. Tanpa disadari, program besar ini dipilah-pilah dan dipecah-pecah ke dalam sub bidang dan sub bagian yang satu sama lain seolah tidak saling berhubungan. Setelah terpecah-pecah dan konsentrasi masing-masing hanya pada sub bidang atau sub bagiannya, tanpa disadari banyak pihak yang merasakan manfaat dari program besar ini yang tertarik untuk mengelolanya. Maka, karena sudah terpilah, terpecah dan terkonsentrasi secara egosentris sub bidang dengan adanya wacana pengambil alihan program, barulah kemudian tersadar untuk mengeluarkan upaya mempertahankan.

Berbagai pemikiran kemudian dimunculkan agar program ini bisa tetap dipertahankan utuh sebagai program yang sejak awal berdiri memang diperuntukkan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pengaturan jarak dan jumlah kelahiran, meningkatkan peran isteri dalam pemberdayaan ekonomi keluarga, memaksimalkan peran keluarga dalam membina sumber daya manusia dalam keluarga dengan menjalankan 8 fungsi keluarga. Salah satunya adalah melakukan pembaharuan dan penguatan untuk kembali pada Brand atau merek program yang pernah menuai masa keemasan dan keberhasilan di tingkat dunia. Dalam saat ini, berbagai upaya dan usulan disampaikan hanya untuk mengubah pola, warna dan motif baju saja tanpa melihat pada materi substansi, upaya perbaikan pola pikir dan pola kerja agar organisasi tetap bisa berdiri sendiri.

Tulisan ini tertuju pada program KKBPK yang diemban oleh BKKBN.

Kembali Menjadi Satu

Dengarkanlah disaat sedang ada pertemuan. Masing-masing sub bidang akan mengeluarkan yel-yel dan slogan-nya sendiri-sendiri. Salam KB. Salam GenRe. Salam BKB. Salam BKL.
Dengarkan pula saat melakukan pembinaan. Masing-masing mengeluarkan mars.....mars BKL Kecamatan A....Mars PIK R Kabupaten X.....

Awalnya, ini merupakan hal yang menggembirakan sebab menunjukkan kepedulian dan ciri khas dalam pembinaan kelompok kegiatan. Sementara sub bidang yang tidak melakukan pembinaan sangat miskin dengan yel-yel dan mars. Tetapi lama kelamaan terjadilah dikotomi pemahaman tentang program di tengah-tengah masyarakat.

Perhatikanlah pelayanan KB saat ini, terpisah sangat jelas mana pelayanan jalur pemerintah, pelayanan jalur swasta dan pelayanan jalur khusus. Dengan pemisahan ini maka masing-masing sub bidang berkonsentrasi pada jenis pelayanan yang menjadi tanggungjawabnya.Padahal pemisahan itu dulunya hanya sebatas pencatatan dan pelaporan hanya untuk mengetahui pelayanan yang diperoleh akseptor. Hal ini sangat penting karena terdapat data akseptor yang lebih besar daripada data alat obat kontrasepsi yang dikeluarkan oleh BKKBN.

Untuk itu, perlu diingatkan kembali bahwa program yang diemban oleh BKKBN adalah menahan laju pertumbuhan penduduk dengan Keluarga Berencana. Siklus untuk sampai pada tujuan tersebut adalah sebagai berikut :
  1. Pembinaan Pasangan Usia Subur melalui Kelompok Kegiatan untuk mendapatkan calon akseptor atau untuk menjaga kelestarian akseptor KB. Kelompok-Kelompok kegiatan yang dibentuk sesuai dengan anggota keluarga yang dimiliki seperti keluarga yang memiliki anak Balita tergabung dalam Poktan BKB, yang punya remaja tergabung dalam BKR, yang punya Lansia tergabung dalam BKL.
  2. Keberadaan Poktan-Poktan merupakan sasaran antara yakni pada Balita, Remaja dan Lansia dalam rangka pembinaan sumber daya manusia dengan masih menggarap sasaran utama yakni pada kesertaan ber-KB bagi PUS yang menjadi anggota Poktan.
  3. Setelah diberikan informasi tentang alat kontrasepsi, calon akseptor atau akseptor yang ingin melestarikan kesertaan ber-KB nya diberikan pelayanan. Dalam hal pelayanan ini, barulah diperankan institusi pelayanan kesehatan baik Puskesmas (sekarang FKTP), Bidan atau Dokter praktek dan rumah sakit.
  4. Pasca dilayani, akseptor KB ini tetap tergabung dalam Poktan yang telah dibentuk. Tujuannya bukan hanya meneruskan pembinaan anggota keluarga sesuai katagori usianya melainkan masih terus pada upaya melestarikan kesertaan ber-KB akseptor tersebut. Bahkan bilamana memungkinkan di arahkan pada kesertaan ber-KB metoda kontrasepsi jangka panjang.
Dari gambaran terhadap siklus pelaksanaan program KB (ini dilakukan sejak berdirinya BKKBN sampai dengan menjelang era reformasi), jelas bahwa antara bidang KB dan bidang KS merupakan satu kesatuan.

Kondisi ini kemudian berubah dan masing-masing bidang bekerja sesuai dengan target yang telah ditetapkan sehingga kemudian menjadi konsetrasi sub bidang masing-masing. Tidak lagi merupakan satu kesatuan.  Hal ini dapat digambarkan pada struktur organisasi dimana Bidang KB dan Bidang KS terpisah dan masing-masing bidang memiliki sub bidang yang kemudian melakukan kegiatan tidak saling bersama melainkan secara terpisah juga sehingga dengan kasat mata, pihak manapun akan menyimpulkan bahwa bidang KB hanya pada tugas pelayanan kontrasepsi dan bidang KS hanya pada tugas BKB, BKR, BKL dan UPPKS yang tujuan tidak sama dengan bidang KB.

Kondisi inilah yang kemudian sangat mudah disimpulkan oleh pihak manapun bahwa bidang KB bisa saja dialihkan ke sektor pelayanan KB dan bidang KS bisa dialihkan ke sektor yang melayani anak dan remaja juga sektor yang menangani usaha ekonomi.

Dengan asumsi tersebut, sebaiknya BKKBN kembali pada fundamen awal terbentuknya di tahun 1971 yaitu lembaga yang mengemban kewenangan dalam menurunkan atau menahan laju pertumbuhan penduduk dengan cara pengaturan jarak dan jumlah kelahiran yang dipromosikan melalui kelompok-kelompok kegiatan serta pembinaan kelestarian akseptor KB. Dengan demikian, pada pelaksanaan di tingkat provinsi sebagai perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, bidang KB tidak lagi berdiri sendiri begitu juga dengan bidang KS. Dengan demikian, pelayanan dan pembinaan akan menjadi satu kesatuan dan tidak dapat diambil alih oleh sektor manapun.

Analisis Kepentingan

BKKBN sebagai lembaga yang memiliki tanggung jawab menahan (lebih sering dikatakan menurunkan) Laju Pertumbuhan Penduduk dengan asumsi bahwa apabila pertumbuhan penduduk terkendali maka pembangunan akan bisa dilakukan secara merata sebab pembiayaan untuk kebutuhan dasar tidak lagi besar dan dapat dialihkan pada pembiayaan sektor lain yang memungkinkan untuk memajukan wilayah-wilayah terpencil dan terisolir.

Tanggung jawab ini sudah dapat dilihat hasilnya pada era 90-an dimana norma keluarga kecil bahagia sejahtera sudah menjadi bagian dalam kehidupan ber-masyarakat sehingga rata-rata keluarga hanya memiliki 2 sampai dengan 3 orang anak. Mengacu pada buku Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Indonesia yang diterbitkan Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk tahun 2015-2025 sebesar 0,99% atau 1%  yang berarti program yang dijalankan oleh BKKBN dengan menggaungkan program pengaturan jarak dan jumlah kelahiran sebenarnya sudah membuahkan hasil. Keberhasilan yang dicapai bukan hanya dalam hal menahan laju pertumbuhan penduduk melainkan juga dalam hal bina-bina yang dilakukan melalui kelompok kegiatan.

Melalui Bina Keluarga Balita, bukan hanya kader-kader yang memiliki pengetahuan tentang pola asuh terhadap Balita melainkan keluarga-keluarga yang tergabung dalam kelompok BKB ini mengetahui bagaimana cara mengukur perkembangan pada anak. Sehingga bukan hanya kesehatannya terjaga karena ada imunisasi melainkan juga tumbuh kembang anak. Dalam hal ini, orangtua yang diberi pengetahuan dalam pola asuh sehingga bisa diterapkan dalam keluarga. Demikian pula melalui Bina Keluarga Remaja, orangtua para remaja diberi pengetahuan tentang psikologis dan pertumbuhan pada remaja sehingga memahami proses perubahan emosional dan perilaku remaja agar bisa mengontrol pola hidup remaja karena remaja dipandang sebagai generasi penerus sehingga harus memiliki perencanaan yang matang dalam perkembangannya. Begitu pula kelompok-kelompok kegiatan lainnya.

Dengan berdasar pada pemikiran tersebut maka jelas bahwa penyuluhan dan penyebar luasan yang diberikan ke masyarakat melalui kelompok kegiatan bukan semata-mata membina balita, membina anak atau membina remaja melainkan satu kesatuan antara pembinaan balita, anak dan remaja menjadi bagian tidak terpisahkan dalam perencanaan hidup berkeluarga termasuk didalamnya pengaturan jarak, jumlah dan usia ibu dalam melahirkan. 

Berdasar UU nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada pasal 1 menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang berusia sebelum 18 tahun termasuk yang masih ada dalam kandungan. Dari pengertian ini tergambar bahwa UU 35 Tahun 2014 memiliki kepentingan untuk melindungan hak-hak anak.

Sedangkan di dalam program KKBPK pengelompokkan kriteria berdasar usia dan kesehatan reproduksi dimana masyarakat atau penduduk yang berusia dibawah 5 tahun dikelompokkan menjadi BALITA. Kepentingkan BKKBN dalam program penyiapan generasi muda melalui keluarga adalah dengan memperhatikan golden age periode pada siklus pertumbuhan manusia yang dimulai sejak dilahirkan sampai dengan berusia 5 tahun.  

Definisi tentang remaja bisa diambil dari pendapat para ahli namun tidak ada peraturan hukum yang menyebutkan dengan pasti batasan usia remaja. Program KKBPK mengelompokkan remaja dengan kriteria penduduk yang bersuai di atas 11 tahun sampai dengan 24 tahun dan belum menikah. Kepentingan BKKBN dalam pengelompokkan usia remaja adalah agar dapat fokus dalam melakukan pembinaan sesuai siklus pertumbuhan manusia sehingga memiliki perencanaan yang matang saat berkeluarga.

Melihat pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 78, Pemerintah bertanggung jawab dan menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat dan obat dalam memberikan Pelayanan KB yang aman, bermutu dan terjangkau oleh masyarakat. Ini menunjukkan bahwa pelayanan KB merupakan bagian dari pelayanan kesehatan. Hal ini diperkuat dengan Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan menyatakan bahwa pelayanan KB termasuk dalam manfaat pelayanan promotif dan preventif. Kepentingan pelayanan kesehatan bagi sektor kesehatan adalah dilakukan sebagai upaya pencegahan terjadinya Kematian Ibu karena melahirkan.
Berdasar UU 52 tahun 2009 yang dimaksud dengan pelayanan KB adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas. Kepentingan BKKBN dalam pelayanan KB adalah mewujudkan norma keluarga kecil bahagia sejahtera melalui pengaturan kelahiran anak berdasar jarak dan usia ideal bagi perempuan untuk melahirkan sehingga pada akhirnya setiap keluarga idealnya memilik 2 anak sudah cukup. Dengan norma ini maka laju pertumbuhan penduduk dapat ditekan.

Pasal 1 UU nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan menyebutkan pengertian penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang asing yang tinggal di Indonesia. Selanjutnya yang berkaitan dengan kependudukan di dalam UU 24 tahun 2013 adanya pengertian tentang Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan Data Kependudukan melalui Pendaftaran Penduduk, Pencatatan Sipil, pengelolaan informasi Administrasi Kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa kependudukan dalam hal administrasi kependudukan berkaitan dengan kepentingan atas registrasi kependudukan yang meliputi individu, perkawinan dan dokumen lainnya.
Pasal 1 UU 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga memiliki pengertian yang sama dengan penduduk berdasarkan UU 24 Tahun 2013 namun pada ayat 3 pasal 1 UU 52 Tahun 2009 tersebut Perkembangan Kependudukan dipadankan dengan Pembangunan Keluarga diartikan sebagai upaya terencana untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan mengembangkan kualitas penduduk pada seluruh dimensi pendudukan. Dengan demikian Kependudukan dalam kewenangan BKKBN sangat berbeda dengan kependudukan dalam kewenangan Administrasi Kependudukan.

Dengan memperhatikan pada kepentingan-kepentingan setiap sektor yang berbeda tentunya menjadi dasar bahwa meskipun memiliki sasaran yang sama tetap saja program yang dilaksanakan di BKKBN tidak dapat dimerger ke sektor lain. Bahkan bila memahami bahwa penduduk merupakan unsur pembentuk negara tentunya tetap akan menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat. Tanpa ada kewenangan sentralistik tentang program menahan laju pertumbuhan penduduk maka implementasi di level daerah akan berbeda-beda dikarenakan daerah juga memiliki kepentingan terhadap penduduk dan wilayah yang dimiliki secara otonomi.

Demikian urun rembug pemikiran semoga tidak mengurangi makna kerjasama lintas sektor dalam mencapai tujuan pembangunan nasional yakni masyarakat adil-sejahtera.

Salam !!!

Rabu, 17 Juli 2019

REBRANDING BAGIAN 2


Pada Artikel sebelumnya telah diuraikan tentang Visi, Misi, Slogan dan Logo program KKBPK yang sebenarnya tidak memerlukan rebranding dengan dasar pemikiran yang mengacu pada masa lalu, masa sekarang dan masa depan program KKBPK.

Rebranding program KKBPK tidak harus dilakukan dengan mengganti visi, misi, slogan dan logo tetapi bisa juga dengan melakukan reformulasi pada internal organisasi dengan melihat pada sumber daya organisasi.

Reformulasi Struktur

Perubahan lingkungan eksternal menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan internal. Seringkali perubahan internal dapat membantu organisasi untuk survive dalam menjalan fungsi dan perannya dalam mencapai tujuan organisasi. Akan tetapi, ada kalanya, perubahan di internal justru menjadi salah satu sebab tujuan organisasi tidak tercapai secara maksimal.

Oleh karenanya, reformulasi struktur di tingkat provinsi perlu dilakukan dengan mengacu pada sumber daya organisasi terutama manusia dan beban kerja program sesuai dengan tujuan dan target dalam SDG;s.

Reformulasi struktur yang memungkinkan untuk itu adalah sebagai berikut
  1. Memunculkan kembali bidang pengawasan atau supervisi yang memiliki kewenangan untuk melakukan audit program dan keuangan hingga ke tingkat lini lapangan. Tujuannya agar pelaksanaan kegiatan yang menyangkut keuangan dan program bisa terpantau dengan jelas dan terukur. Pada bidang ini, selain audit juga melaksanakan fungsi pembinaan hukum, pengawasan kebijakan kependudukan dan reformasi birokrasi termasuk Zona Integritas Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani. 
  2. Menggabungkan antara bidang KB-KR dengan bidang KS-PK menjadi 1 bidang dengan kewenangan melakukan pembinaan terhadap Poktan dan pelayanan KB. Hal ini mengacu pada siklus program KB di awal kemunculannya yakni pembinaan Pasangan Usia Subur melalui kelompok kegiatan sesuai kriteria anggota keluarga seperti BKB, BKR dan BKL untuk menjadi calon akseptor KB dan untuk melestarikan kesertaan ber-KB. Pada bidang ini hanya fokus pada pelayanan KB (baik jalur pemerinta, jalur swasta dan jalur khusus), pembinaan Poktan/IMP dan Pelaksanaan Kebijakan Kependudukan. Dengan tidak adanya dikotomi peran KB dan peran KS maka antara kegiatan penyuluhan dan kegiatan pelayanan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dilepaskan ke sektor manapun selain BKKBN.
  3. Menggabungkan antara bidang Dalduk dengan bidang Adpin menjadi 1 bidang dengan kewenangan dalam analisis data dan dampak penyelenggaraan program KKBPK dalam mendukung pencapaian Renstra Organisasi. Pada bidang ini terfokus pada data keluarga dan data kependudukan (meliputi pengumpulan, pengolahan/analisis dan informasi), penerangan dan hubungan masyarakat serta penguatan kemitraan.
  4. Sekretariat dengan kewenangan dalam hal administrasi perkantoran, administrasi keuangan, administrasi kepegawaian (termasuk di dalamnya jabatan fungsional PKB) dan keprotokolan. Dengan terfokusnya pengelolaan PKB ke dalam bagian kepegawaian akan memudahkan pelaksanaan pembinaan di lapangan baik secara program maupun kepegawaian. Dikotomi penanggung jawab atas pengelolaan PKB antara kepegawaian dan bina lina lapangan menyebabkan permasalahan tersendiri di lapangan.
  5. Bidang pelatihan, penelitian dan pengembangan memeiliki kewenangan berkaitan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia pengelola program KKBPK. Pada bidang ini hanya ada penyelenggara pendidikan dan pelatihan, penyelenggara penelitan dan pengembangan termasuk di dalamnya Pendidikan Kependudukan.
Reformulasi struktur organisasi BKKBN di level provinsi hanya dengan cara menerbitkan Peraturan Kepala BKKBN pengganti Peraturan Kepala BKKBN nomor 82/PER/B5/2011. Tanpa mengubah peraturan setingkat lebih tinggi di atasnya yakni PP 87/2014 dan UU 52/2009.

Tulisan ini hanya urun rembug pemikiran berkaitan dengan program KKBPK yang saat ini memasuki tahap penting karena pemerintah akan menghadapi pemenuhan target-target SDG's di tahun 2030 dan di tahun 2030 juga Indonesia akan menghadapi bonus demografi. Sejalan dengan Konvensi Montevidio 1933 bahwa unsur terbentuknya negara adalah penduduk maka sudah seharusnya masalah kependudukan dikelola oleh negara melalui pemerintah pusat dan berdiri sendiri.

Apakah program KKBPK bisa dimerger dengan program sosial lainnya ? Akan dibahas pada artikel yang lain.

Salam !!!

Entri yang Diunggulkan

MENILIK KELEMBAGAAN (Pengamatan dari 3 bagian)

S aya sudah pernah menulis mengenai kelembagaan BKKBN dalam artikel di  https://uniek-m-sari.blogspot.com/2015/02/uu-no-23-tahun-2014-dan-kk...