SCROLL

SELAMAT DATANG DI Uniek M. Sari's BLOG

Selasa, 08 Januari 2013

KONTRA KONTRAK

Moratorium adalah penundaan. Konsep ini dilekatkan pada Pegawai Negeri Sipil dan menjadi Moratorium PNS artinya penundaan penerimaan PNS. Kebijakan moratorium bertujuan untuk perbaikan birokrasi pemerintahan baik secara kelembagaan atau struktur organisasi, tatalaksana dan manajemen sumber daya manusia aparatur. Kebijakan moratorium PNS ditetapkan sampai dengan 31 Desember 2012.

Moratorium PNS ditanda tangani oleh 3 lembaga penting di pemerintahan yaitu Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri. Dengan melihat pihak-pihak tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa moratorim juga bertujuan untuk efisienasi efisiensi anggaran sebab 50% dari APBN dipergunakan untuk belanja pegawai. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar pijakan adanya usulan dari pihak DPR-RI agar moratorium dilaksanakan sampai dengan berakhirnya masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yakni sampai dengan tahun 2014 sebab dengan sisa dana sebanyak 50% pemerintah tidak dapat melakukan apa-apa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Tidak adanya penambahan pegawai berakibat pada optimalisasi PNS yang ada dalam penyelesaian tugas-tugas di unit kerjanya. Berangkat dari pemahaman terhadap kebijakan moratorium ini maka penerapan PP 53 tahun 2010 merupakan alat ukur yang tepat dalam upaya peningkatan kinerja pegawai yang akan membersihkan organisasi pemerintahan dari pegawai-pegawai yang tidak produktif. 

Dampak dari kebijakan ini adalah berkurangnya tenaga pelaksana di unit-unit kerja termasuk tenaga pelaksana kegiatan operasional di lini lapangan. Bila pemerintah pusat melalui Kepmenpan dan pemerintah melalui Kepmendagri berupaya menekan pengeluaran atas belanja pegawai maka ada satu inisiatif untuk mengadakan tenaga kontrak untuk lini lapangan. Ketika inisiatif ini digulirkan, reaksi positif diberikan oleh petugas di lini lapangan dengan memberikan dukungan agar tenaga kontrak ini sesegera mungkin direalisasikan.

Pemikiran mengenai pengadaan tenaga kontrak dapat dilihat dari beberapa hal yang apabila dikaitkan dengan kegiatan di lini lapangan adalah sebagai beikut :

  1. Pengadaan tenaga kontrak di lini lapangan didasarkan pada asumsi bahwa ideal-nya satu tenaga lini lapangan membina 2-3 desa. Kalau dikaji lebih jauh ke belakang sebenarnya sejak program KB diluncurkan hingga ke lini lapangan, seorang petugas lini lapangan membina10 sampai dengan 15 wilayah. Ini akan menjadi tanda tanya besar, mengapa perbandingan antara jumlah tenaga lapangan dengan wilayah binaan baru dipermasalahkan saat ini. Dengan kondisi wilayah binaan yang tidak berubah sebenarnya petugas lapangan sudah memiliki perbedaan yang signifikan dari tahun ke tahun. Sampai saat ini, hampir seluruh petugas lapangan memiliki kendaraan roda dua. Artinya, mobilisasi pembinaan sudah dipermudah dibandingkan ketika tahun 80-90 yang hanya mengandalkan sepeda dan transportasi lokal. Dengan adanya tenaga kontrak maka optimalisiasi pegawai negeri sipil dalam menyelesaikan tugas pokok dan fungsi pembinaan, penggerakan serta pelayanan program di lapangan tidak akan terjadi sebab boleh jadi pekerjaan tersebut akan dibebankan kepada tenaga kontrak yang berlabel "pegawai pusat".
  2. Dari sisi efisiensi biaya, akan lebih tepat bila anggaran yang dipergunakan untuk membayar honor tenaga kontrak ini difokuskan pada penguatan ke lembagaan di lini lapangan. Seperti diketahui bahwa tidak semua daerah memberikan perhatian yang besar terhadap program KB terutama dalam dukungan anggaran.  Di sisi lain, dana APBN tidak diperbolehkan menempatkan kegiatan yang bersifat operasional sebab berdasar PP 38 tahun 2007 adalah menjadi kewenangan pemerintah daerah. Penguatan kelembagaan di lini lapangan tidak harus dengan memberikan kegiatan operasional kepada institusi yang melakukan penggerakan melainkan dalam bentuk pendampingan pengembangan, pendampingan pembentukan, pendampingan peningkatan kualitas dan sebagainya. Setiap kegiatan pendampingan harus dibarengi dengan laporan berupa hasil pendampingan seperti peningkatan jumlah capaian peserta KB Baru, jumlah capaian peserta KB Aktif, jumlah kesertaan dalam kegiatan bina-bina dan lain sebagainya. Disamping itu, rapat koordinasi merupakan sarana untuk melakukan penguatan kelembagaan. Kegiatan rapat koordinasi ini dilakukan hanya di 2 wilayah yaitu Kelurahan/Desa untuk komunikasi program antar Institusi Masyarakat Pedesaan dengan Petugas Lapangan di wilayah tersebut dan di Kecamatan yaitu untuk komunikasi program KB dengan lintas sektor di tingkat Kecamatan. Hal lain yang tidak kalah penting di dalam penguatan kelembagaan adalah memperkuat hubungan kerja dengan SKPD-KB guna mengoptimalkan advokasi ke lembaga legislatif dan eksekutif daerah agar bisa memberikan perhatian terhadap pentingnya Kependudukan dan Keluarga Berencana dalam pembangunan sehingga bisa memberikan anggaran yang memadai untuk pelaksanaan program tersebut di daerah yang bersangkutan.
  3. Sebuah program akan memiliki value bila bersifat long term. Penempatan tenaga kontrak di lini lapangan tidak bisa bersifat long term sebab akan berbatasan dengan usia kerja tenaga kontrak tersebut. Dalam artian, ketika seseorang menandatangani sebuah kontrak kerja akan selalu mempertimbangkan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih layak guna persiapan kehidupan berkeluarga. Di sisi lain, pembayaran atas biaya kontrak juga tidak bisa bersifat long term sebab akan berbatasan dengan plafond program strategis lainnya yang lebih utama. Hal ini berarti inisiatif penempatan tenaga kontrak hanya bersifat insidentil dan belum menjawab permasalahan esensi dari ketidak berhasilan menekan laju pertumbuhan pendudukan di Indonesia.
Tulisan ini merupakan sumbangsih pemikiran dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan program Kependudukan dan Keluarga Berencana di lini lapangan dengan harapan :
  • Tujuan dan sasaran kegiatan program Kependudukan dan KB berhasil hingga ke lini lapangan
  • Petugas Lapangan selain memiliki daya dukung sarana yang memadai juga di dukung dengan dana serta optimalisiasi peran dan fungsinya di lapangan
  • Sinkronisasi peraturan hukum dalam hal penerimaan tenaga pegawai di kelembagaan pemerintah pusat dan daerah.
Terima kasih.
Banjarmasin, 8 Januari 2013


MASALAH KONGKRIT PROGAM KB DAN UPAYA REVIVALISASI TAHUN 2013 DI TINGKAT LINI LAPANGAN ( CITA-CITA DAN HARAPAN )

Ditulis oleh Pak Wander, PKB dari Jawa Barat yang meminta saya untuk posting di blogspot ini. Terima kasih Pak Wander atas sharing ilmunya.(Bila program KB telah mencapai 75 % kesertaannya atau fhase pelembagaan kecenderungan konsentrasi kegiatan di tingkat Desa dan Kecamatan)

Pengendalian Kuantitas Penduduk. Walaupun bangsa Indonesia telah mampu menekan LPP dan TFR nya, namun jika dilihat dari angka absolutnya, jumlah penduduk makin banyak, dan hal ini dapat kita pahami karena dilihat dari komposisi kelompok umur penduduk banyak didominasi oleh kelompok umur muda/ produktif yang berimplikasi akan makin banyaknya pertambahan penduduk yang berdampak terhadap Pendidikan, Pekerjaan, Kesehatan, Perumahan, pertumbuhan PUS dan tidak menutup kemungkinan pertumbuhan penduduk miskin. Pengembangan Kualitas Penduduk yang indikatornya dapat dilihat dari tingkat kesehatan masyarakat terutama kesehatan Ibu dan Anak, angka harapan hidup, rata-rata usia pendidikan.

Pengarahan Mobilitas Penduduk yang tidak hanya sekedar masalah pemindahan penduduk dari satu tempat ketempat lain, tetapi juga akan berhadapan dengan mobilitas penduduk dalam pencarian kerja, pendidikan dan kesehatan. Pengendalian Informasi dan Administrasi Kependudukan, yang sampai saat ini belum mampu memberikan informasi yang valid dan akurat, terjadinya data penduduk tidak ada kesamaan jumlahnya dengan instansi-instansi pemerintah karena banyak faktor yang mempengaruhinya, sebagai contoh ketika ada hajatan nasional seperti Pemilu, selalu yang menjadi masalah adalah data yang tidak valid dan tidak akurat seperti data Keluarga Miskin yang seringkali menimbulkan masalah dalam upaya pelayanan kepada Penerima manpaat hibah-hibah dari pemerintah.

Keluarga Berencana yang makin termarginalkan, subsidi kontrasepsi untuk PUS berkurang, keberadaan lembaga KB di daerah sebatas pelengkap dan bukan lagi sebagai lembaga prioritas untuk menyiapkan SDM dimasa akan datang, Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera tidak bisa diterima lagi sebaga suatu Norma dan Budaya karena bertentangan HAM.  Gema keluarga berencana melemah, Petugas Lini Lapangan, eksistensi, TUPOKSI dan kompetensi kurang, Partisipasi masyarakat Kader Pos KB dan Sub Pos KB kurang diberdayakan, Dukungan Dana Sangat Kurang dan bila ada sering terlambat.
Informasi Data Keluarga Berencana menjadi data yang dianggap kurang penting dan dianggap data skunder atau dianggap data pelengkap, padahal data KB sebenarnya adalah Program pokok ( Program Induk ). Integrasi program KB dimaksudkan untuk mendukung percepatan pencapaian Program KB.

“REVIVALISAS “Gerakan untuk menghidupkan kembali/Membangkitkan kembali. bekerja atau berfungsinya berbagai ” Komponen Operasional Program KB ” secara teratur, terencana dan terus menerus yang satu sama lain saling berkaitan, saling mempengaruhi dan saling menguntungkan secara sinergis dalam mencapai tujuan yang telah direncanakan.
Atau terselenggaranya berbagai pertemuan Interen dan Ekteren serta pelayanan KIE dan Pelayanan alat kontrasepsi dan sarana KB untuk membangkitkan gairah gerakan KB terutama di tingkat Lini Lapangan yaitu tingkat Kecamatan dan tingkat Desa sebagai basis Program KB, mengenai data Sasaran Umum, Sasaran Antara, sasaran khusus dan data informasi keberadaan Program KB yang sebenarnya yang tingkat keabsahannya dapat terkontrol dengan baik, tingkat kebenaran data dapat dipertanggungjawabkan (Validitas) sehingga tujuan Program yang direncanakan dapat dicapai dengan baik dan benar, untuk menghindarkan data Program KB yang kurang Valid (Rubbish to Rubbish) masuk sampah keluar sampah. Segingga data akan sesat dan akan mengakibatkan perencanaan, operasional dan target program KB yang dicita-citakan akan gagal total, kita maklumi bersama bila program KB ( TFR ) gagal akan berpengaruh terhadap semua aspek pembangunan Nasional antara lain Ekonomi, Politik, Sosial, Budaya, Pertahanan dan Keamanan.
Masalah yang paling riskan dan kecenderungan akan merugikan / menggagalkan cita-cita Program KB adalah akibat dari melemahnya / Validitas Data informasi program KB di tingkat Kecamatan dan Desa, seperti pencatatan dan pelaporan yang dibuat oleh institusi / Kader KB ( Pos KB dan Sub Pos KB ) yang menjadi bahan laporan oleh PKB dan PLKB untuk disampaikan kepada UPT Pengendali Program KB tingkat kecamatan maupun ke Sub Bag UPT.
Pencatatan dan pelaporan ( R/R ) di Tingkat Kecamatan dan Tingkat Desa adalah data “ VITAL “ boleh dibilang sebagai data base / dasar penetu berhasil atau tidaknya Program KB Nasional atau alat / Bukti tertulis Program KB dimasa kini dan dimasa yang akan datang sekaligus pedoman managerial.
Ketika KB sejak digagas dari awal Tahun 1957 bahwa sehingga pencapaian kesertaan Pasangan Usia Subur menggunakan alat KB telah mencapai disbanding Jumlah PUS yang adas di atas 70 % atau Fhase III (Phase Pelembagaan), maka konsentrasi kegiatan akan lebih banyak di tingkat Kecamatan dan Desa ( di tingkat teknis operasional) atau Mekanisme Operasional lebih dominan di tingkat Kecamatan dan Desa.
Dengan ditandai Mekanime Opersional Lini Lapangan :
Mekanisme Operasional Program KB diartikan sebagai rangkaian kegiatan berbagai komponen operasional yang berjalan secara teratur sistematis satu sama lainnya saling mempengaruhi dan saling menentukan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Mekanisme Operasional Tingkat Kecamatan ditandai dengan adanya :
1. Pertemuan Interen
a) Rapat pertemuan petugas (Staff meeting)
2. Pertemuan Eksteren
a) Rapat teknis pelayanan KB. (Pelayanan kontrasepsi dan pelayanan PUP )
b) Rapat Minggon
c) Rapat Koordinasi Program KB tingkat Kecamatan
d) Rapat / Pertemuan Forum Pos KB Desa
e) Pelayanan KIE
f) Pelayanan Kontrasepsi, Pelayanan pemberdayaan Keluarga dan pelayanan PUP
g) Jadwal penyuluhan tentang KDKRT
h) Jadwal gegiatan penyuluhan Pemberdayaan Perempuan dan penyuhan tentang perlindungan anak
Mekanisme Operasional Tingkat Desa ditandai dengan adanya kegiatan :
1) Pertemuan Interen :
a) Pertemuan Petugas ( PKB / PLKB ) dengan perangkat Desa dan RW, RT
2) Pertemuan Eksteren
a) Pertemuan Institusi Masyarakat Pedesaan ( IMP ) atau pertemuan Pos KB dan Sub KB Desa.
b) Rapat Koordinasi atau Rapat Minggon tingkat Desa
Tujuan dari berjalannya Mekanisme Operasional antara lain :
1) Tersampaikannya informasi teknis maupun politis yang berkaitan dengan pengelolaan Program KB atau Program-program pembangunan lainnya kepada pengelola program di Desa
2) Terbentuknya kesepakatan operasional dari berbagai unsur terkait dalam pelaksanaan program KB di daerah
3) Berlangsungnya pengelolaan Program KB secara terencana, terstruktur dan terus menerus.

Setiap kegiatan perlu ada orang yang memerankannya dan peran petugas tersebut paling sedikit harus mencapai standar minimal yang telah ditentukan


SPESIFIKASI MASALAH
Penyebab terjadinya penurunan gairah operasional dan aktifitas dalam pengelolaan program KB di semua tingkatan :
1. Kelembagaan karena faktor terbitnya UU No 22/99 Tentang Pemerintahan Daerah karena muncul paradigma dan kebijakan yang disesuaikan dengan daerah yang bersangkutan.
2. Kendurnya ikatan koordinasi di semua tingkatan disebabkan oleh tidak jelasnya siapa pemeran dan seberapa besar peran para pengelola terhadap kebutuhan program KB di wilayahnya.
3. Kurang efektif penyelenggaraan elemen-elemen mekanisme operasional tiap tingkatan terutama di tingkat Desa sebagai basis operasional.
4. Dukungan Alat Kontrasepsi hanya LebIh Kurang 30 % dari Kebutuhan.
5. Kurang / Terputusnya pengawasan fungsional dan pengendalian di semua tingkatan terutama di tingkat Desa.
6. Kurangnya tenaga petugas KB PKB/PLKB yang diperkirakan tahun 2015 akan habis karena pension dan banyak yang pindah ke satuan kerja lain sementara pengangkatan tenaga baru tidak ada.

Jumat, 28 Desember 2012

LOMBA PEMBUATAN APE

Dalam rangka memperingati Hari Jadi Kabupaten Tapin, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Tapin bekerjasama dengan Tim Penggerak PKK Kabupaten Tapin menyelenggarakan lomba Alat Permainan Edukatif Tradisional bagi Kader BKB se Kabupaten Tapin. Terkait dengan hal tersebut, Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Tapin meminta Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Selatan untuk menjadi Tim Penilai Lomba APE dengan surat nomor 95/Pokja II/PKK.Kab/TPN/XII/2012 tertanggal 10 Desember 2012. Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Selatan menunjuk Kepala Sub Bidang Bina Keluarga Balita-Anak dan Ketahanan Keluarga Lansia untuk menjadi Tim Penilai pada lomba tersebut dengan menerbitkan surat tugas nomor 212/TU.201/J.1/K/2012 tertanggal 11 Desember 2012.

Indikator Penilaian

Kegiatan lomba dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 12 Desember 2012 pada pukul 10.00 Wita yang diikuti 12 Kecamatan yang ada di Kabupaten Tapin. Tim Penilai selain dari Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Selatan, juga berasal dari TP PKK Provinsi Kalsel, Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Tapin. Penilaian dengan melihat indikator antara lain :
  1. Komposisi Warna
  2. Multifungsi
  3. Kebersihan
  4. Keindahan
  5. Keamanan
  6. Bahan
  7. Cara Peragaan
  8. Tehnik Penjelasan APE
  9. Adanya modul.
 Indikator ini diharapkan sudah memenuhi kriteria terhadap pembuatan APE dalam rangka pembinaan tumbuh kembang Balita-Anak.Ini sejalan pengarahan Kepala BPPKB Kabupaten Tapin yang mewakili Ketua TP PKK Kabupaten Tapin menyebutkan bahwa tujuan lomba adalah untuk menggali kreatifitas kader dalam membuat APE sehingga bisa dimanfaatkan bagi keluarga dalam rangk mengoptimalkan tumbuh kembang Balita-Anak.
Beberapa hasil pembuatan Alat Permainan Eduktaif Tradisional yang dibuat oleh Kader BKB terlihat dari foto-foto berikut ini.










Berdasar hasil curah pendapat dan pengamatan diketahui beberapa hal sebagai berikut :
  1. Semua peserta memiliki kreatifitas dalam pembuatan Alat Permainan Edukatif dengan pewarnaan yang cukup menarik perhatian anak-anak dan bahan yang aman dipergunakan oleh anak-anak.
  2. Semua peserta dapat menjelaskan dengan baik jenis permainan berdasar kelompok umur dan tujuan dari Alat Permainan Edukatif yang dibuat.
  3. Akan tetapi, hampir semua peserta hanya terfokus alat sebagai alat permainan dan belum mengarah pada edukasi untuk meningkatkan tumbuh kembang anak.
Dari hasil penilaian tersebut, kepada peserta diberikan penjelasan tentang Alat Permainan Edukatif bagi anggota Bina Keluarga Balita meliputi pengertian, tujuan dan kegunaan, manfaat dan pembuatan APE.
Pemenang lomba adalah kader BKB dari Kecamatan Salam Babaris.

Rabu, 26 Desember 2012

MENILAI KINERJA STAFF

Remunerasi yang dicairkan disetiap lembaga pemerintahan menyisakan satu permasalahan yang tidak ringan sebab indikator kinerja PNS yang mendapatkan remunerasi harus benar-benar jelas dan bisa diukur. Dari Peraturan Presiden yang memberikan tunjangan kinerja bagi PNS di beberapa Departemen atau Lembaga Pemerintahan tidak dapat memberikan indikator kinerja yang bisa diukur sehingga remunerasi hanya diukur dari golongan kepangkatan dan kehadiran. Ini memberikan gambaran betapa sulitnya mempertahankan penghargaan yang diberikan oleh Pemerintah kepada Pegawai Negeri Sipil. Oleh karenanya, BKKBN yang mendapat remunerasi pada akhir tahun 2012 harus mewaspadai hal tersebut dengan menetapkan indikator kinerja yang benar-benar bisa diukur.

Mengacu pada Pedoman Penilaian Indikator Kinerja yang ada di lingkungan Pemerintah Daerah (Departemen Dalam Negeri), indikator kinerja meliputi beberapa aspek dan pengukuran sebagai berikut :

1. Aspek Produktifitas Kerja yang diukur adalah aktifitas dalam bekerja dengan pengukuran 
Skor 1 bila pelaksanaan tugas telah mencapai 25 %
Skor 2 bila pelaksanaan tugas telah mencapai 26 - 49 %
Skor 3 bila pelaksanaan tugas telah mencapai 50 - 79 %
Skor 4 bila pelaksanaan tugas telah mencapai 80 - 100 %

2. Aspek  Prilaku Kerja yang diukur adalah
    a. Disiplin dengan rincian kegiatan :
        1) Apel kerja yang dibuktikan dengan absensi manual dengan pengukuran
Skor 0 bila tidak mengikuti apel pagi akumulasi 8 kali atau lebih dalam satu (1) bulan
Skor 1 bila tidak mengikuti apel pagi akumulasi 6 s.d. 7 kali dalam satu (1) bulan
Skor 2 bila tidak mengikuti apel pagi akumulasi 4 s.d. 5 kali dalam satu (1) bulan
Skor 3 bila tidak mengikuti apel pagi akumulasi 2 - 3 kali dalam satu (1) bulan
Skor 4 bila tidak mengikuti apel pagi 0 kali dalam satu (1) bulan

        2) Menggunakan atribut pakaian dinas dengan pengukuran
Skor 1 bila tidak menggunakan atribut pakaian dinas akumulasi 6 hari atau lebih dalam 1 bulan
Skor 2 bila tidak menggunakan atribut pakaian dinas akumulasi 4 s.d. 5 hari  dalam 1 bulan
Skor 3 bila tidak menggunakan atribut pakaian dinas akumulasi 1 s.d. 3 hari  dalam 1 bulan
Skor 4 Sehari - hari menggunakan atribut lengkap pada pakaian dinas  

        3) Masuk jam kerja tepat waktu dibuktikan dari absensi handkey dengan pengukuran
Skor 0 bila keterlambatan masuk kerja akumulasi 8 kali atau lebih dalam 1 (satu) bulan
Skor 1 bila keterlambatan masuk kerja akumulasi 6 s.d 7 kali dalam 1 (satu) bulan
Skor 2 bila keterlambatan masuk kerja akumulasi 4 s.d 5 kali dalam 1 (satu) bulan
Skor 3 bila keterlambatan masuk kerja akumulasi 2 - 3 kali dalam 1 (satu) bulan
Skor 4 bila keterlambatan masuk kerja 0 kali dalam 1 (satu) bulan

        4) Pulang jam kerja tepat waktu dibuktikan dari absensi handkey dengan pengukuran
Skor 0 bila keterlambatan pulang kerja akumulasi 8 kali atau lebih dalam 1 (satu) bulan
Skor 1 bila keterlambatan pulang kerja akumulasi 6 s.d 7 kali dalam 1 (satu) bulan
Skor 2 bila keterlambatan pulang kerja akumulasi 4 s.d 5 kali dalam 1 (satu) bulan
Skor 3 bila keterlambatan pulang kerja akumulasi 2 - 3 kali dalam 1 (satu) bulan
Skor 4 bila keterlambatan pulang kerja 0 kali dalam 1 (satu) bulan

       5) Tingkat kehadiran yang dibuktikan dengan absensi manual pada atasan langsung dengan pengukuran
Skor 1 bila bekerja selama kurang dari  4,4 jam/hari atau + 22 jam/minggu atau kurang 98 jam/bulan
Skor 2 bila bekerja selama 4,5 jam - 5,4 jam/hari atau 22,5 - 27  jam/minggu atau 99 - 120 jam/bulan
Skor 3 bila bekerja selama 5,5 jam - 7,4 jam/hari atau 27,5 - 37  jam/minggu atau 121 - 164 jam/bulan
Skor 4 bila bekerja lebih dari 7,5 /hari atau lebih dari 37,5 jam/minggu atau lebih dari 165 jam/bulan

       6) Penjatuhan hukuman disiplin dengan pengukuran
Skor 0 bila pernah dijatuhi hukuman disiplin berat
Skor 1 bila pernah dijatuhi hukuman disiplin sedang
Skor 2 bila pernah dijatuhi hukuman disiplin ringan lebih dari 1 kali
Skor 3 bila pernah dijatuhi hukuman disiplin ringan 1 kali
Skor 4 bila Tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin

   b.  Sikap Kerja dengan rincian kegiatan
       1) Integritas dengan pengukuran
Skor 1 bila ketaatan pada peraturan untuk memenuhi tuntutan organisasi terlihat rendah
Skor 2 bila ketaatan pada peraturan untuk memenuhi tuntutan organisasi terlihat sedang
Skor 3 bila ketaatan pada peraturan untuk memenuhi tuntutan organisasi terlihat tinggi
Skor 4 bila ketaatan pada peraturan untuk memenuhi tuntutan organisasi terlihat sangat tinggi

       2) Loyalitas dengan pengukuran
Skor 0 bila menghindari perintah/kebijakan Pimpinan tanpa alasan
Skor 1 bila menghindari perintah/kebijakan Pimpinan tetapi memberikan alasan 
Skor 2 menjalankan perintah atasan tanpa melakukan analisa normatif  
Skor 3 menjalankan perintah atasan dan telah melakukan analisa normatif  
Skor 4 menjalankan perintah atasan dan secara aktif memberikan masukan atas kebijakan tersebut
       3) Kerjasaman dengan pengukuran
Skor 1 bila suka bekerja sendiri
Skor 2 bila bekerja cenderung mendominasi kelompok
Skor 3 masih mampu menjalin kerjasama dengan tim namun masih memilih-milih tim kerja
Skor 4 mampu berbagi pekerjaan dalam kelompok kerja
      4) Inisiatif dengan pengukuran
Skor 1 bila kadang masih membutuhkan pengawasan dalam mengerjakan pekerjaan
Skor 2 bila tidak menyerah jika rencananya menemui hambatan, berusaha menciptakan jalan alternatif
Skor 3 bila cepat dalam mengambil keputusan dalam mengantisipasi krisis yang muncul
Skor 4 bila secara aktif melakukan tindakan antisipatif atau menciptakan peluang dalam pekerjaan

      5) Tanggungjawab dengan pengukuran
Skor 1 bila lebih sering mengerjakan pekerjaan pribadi dari pada yang menjadi tupoksinya
Skor 2 bila sering menunda-nunda pekerjaan sehingga tidak tepat waktu
Skor 3 bila cenderung ingin menyelesaikan pekerjaan meskipun harus lembur sekalipun,
Skor 4 bila menjalankan pekerjaan secara sistematis sehingga setiap pekerjaannya selalu tepat waktu
      6) Orientasi pada pelayanan dengan pengukuran
Skor 1 bila terlihat kurang ramah dan kurang bergairah dalam memberikan pelayanan
Skor 2 bila keramahan dan cepat tanggap dalam memberikan pelayanan namun pada orang tertentu saja
Skor 3 bila ramah namun kurang cepat tanggap dalam memberikan pelayanan 
Skor 4 bila ramah dan cepat tanggap dalam memberikan pelayanan
Aspek-aspek tersebut di atas dapat diberlakukan untuk semua pegawai negeri sipil. Dengan melihat pada aspek-aspek yang sudah disebutkan maka setiap atasan langsung mempunyai dasar hukum untuk memberikan penilaian kinerja bagi stafnya masing-masing.

Pembuatan daftar penilaian dapat menggunakan aplikasi dalam komputer yang bisa menghubungkan satu file dengan file lainnya.

Adapun penilaian kinerja untuk yang menduduki jabatan dapat dilakukan dengan menambah aspek kepemimpinan.

   c. Aspek Kepemimpinan dengan rincian kegiatan
       
      1) Conceptual Skill dengan pengukuran
Skor 1 bila kemampuan menyusun perencanaan kerja rendah
Skor 2 bila kemampuan menyusun perencanaan kerja cukup
Skor 3 bila kemampuan menyusun perencanaan kerja tinggi
Skor 4 bila kemampuan menyusun perencanaan kerja sangat tinggi
      2) Delegating
Skor 1 bila pendelegasian tugas tidak proporsional/kurang merata kepada seluruh bawahan
Skor 2 bila pendelegasian tugas diberikan hanya kepada bawahan tertentu saja
Skor 3 bila ada pendelegasian tugas namun masih terlalu mengintervensi
Skor 4 bila pendelegasian tugas sesuai dengan deskripsi tugas
      3) Decission Making
Skor 1 bila kemampuan pengambilan keputusannya rendah/lambat
Skor 2 bila ragu dalam mengambil keputusan, sering lambat, atau menunggu hasil konsultasi dengan atasan
Skor 3 bila cepat tanggap dalam mengambil keputusan namun kadang kurang akurat
Skor 4 bila cepat tanggap dan tepat dalam mengambil keputusan
     4) Communication
Skor 1 bila kurang mampu menyampaikan komunikasi kepada bawahan/pelanggan
Skor 2 bila cukup mampu menyampaikan komunikasi kepada bawahan/pelanggan
Skor 3 bila mampu menyampaikan komunikasi kepada bawahan/pelanggan
Skor 4 bila kemampuan komunikasi verbalnya sangat cakap
     5) Coordinating
Skor 1 bila kemampuan koordinasinya rendah
Skor 2 bila kemampuan koordinasinya cukup/sedang
Skor 3 bila kemampuan koordinasinya tinggi
Skor 4 bila kemampuan koordinasinya sangat tinggi

     6) Controling and Evaluating
Skor 1 bila jarang melakukan kontrol dan evaluasi terhadap kinerja bawahan
Skor 2 bila Monitoring dan evaluasi dilakukan setelah ada perintah atasan
Skor 3 melakukan kontrol dan evaluasi pekerjaan bawahan namun tidak ada laporan tertulis
Skor 4 bila melakukan kontrol dan evaluasi atas pekerjaan bawahan dan ada laporan tertulis.

Sedangkan di dalam aplikasi Multi Reform Feedback mengenai perilaku budaya CUK, indikator kinerja telah ditetapkan sebagai berikut :
a. Budaya Cerdas
No
Pernyataan
1
2
3
4
TIDAK PERNAH
JARANG
SERING
SELALU
1.
Melakukan pekerjaan sebatas arahan pimpinan.




2.
Melakukan pekerjaan dengan cara-cara yang sudah biasa dilakukan (business usual).




3.
Memahami kaitan antara pekerjaan sehari-hari dengan sasaran unit kerja.




4.
memberi  ide-ide yang bermanfaat dalam penyelesaian pekerjaan sehari-hari




5.
Membuat rencana pekerjaan pribadi dengan memperhatikan prioritas/kepentingan




6
Menetapkan rencana pribadi yang menunjang sasaran pencapaian kinerja unit kerja




7
berinisiatif dalam memperbaiki proses kerja di unitnya




8
bekerja secara sistematis dan terorganisir untuk mencapai tujuan kerja di unitnya




9
Mampu untuk manganalisa data dan mencari alternative solusi terhadap permasalahan di unit kerja




10
mampu memahami hubungan antara aktivitas kerja saat ini dengan tujuan jangka panjang di unit kerjanya




11
memahami keterkaitan antara aktivitas kerja di unitnya dengan aktivitas kerja di  unit lain




12
mampu mengimplementasikan gagasan yang disampaikannya




13
mampu mengantisipasi masalah yang akan muncul di lingkungan organisasi yang terkait dengan unit kerjanya




14
Mampu bertindak inovatif yang berdampak terhadap keberhasilan pencapaian misi dan visi organisasi






b. Budaya Ulet
No
Pernyataan
1
2
3
4
TIDAK PERNAH
JARANG
SERING
SELALU
1.
Hadir tepat waktu sesuai ketentuan hari dan jam kerja




2.
Bersedia untuk mengerjakan pekerjaan diluar jam kerja, dengan tetap memperhatikan aturan jam kerja kantor




3.
Menunjukkan sikap positif dalam bekerja dalam setiap situasi




4.
Gigih, tangguh dalam menyelesaikan tugas, cepat bangkit dari kegagalan




5.
Memiliki semangat dalam memperbaiki kesalahan




6.
Mampu bekerja dalam tekanan, tetap focus menyelesaikan pekerjaan




7.
Menyelesaikan tugas tepat waktu sesuai dengan target




8.
Bekerja sesuai dengan SOP




9.
Memberikan pelayanan kepada stakeholder sesuai target yang telah disepakati




10
Memberikan pelayanan melampaui harapan stakeholder





c. Perilaku Kemitraan
No
Pernyataan
1
2
3
4
TIDAK PERNAH
JARANG
SERING
SELALU
1.
Menjadi anggota kelompok secara pasif




2.
Bekerjasama karena perintah atasan




3.
Aktif memberikan ide untuk menyelesaikan tugas kelompok




4.
Mampu berbagi informasi terkini kepada tim kerja




5.
Terlibat dan mau melibatkan orang lain dalam menyelesaikan tugas




6.
Menciptakan suasana kerja yang kondusif dalam tim




7
Memiliki komitment yang tinggi dalam menyelesaikan tugas kelompok




8
Bersedia menggantikan tugas rekan kerja jika yang bersangkutan berhalangan




9
Bersedia mengikuti prosedur kerja yang telah disepakati oleh tim




10
Memotivasi dan mendukung mitra kerja




11
Mampu menghargai pendapat orang lain




12
Menjalin dan memelihara kualitas hubungan dengan jejaring/mitra kerja




13
Ikut bertanggung jawab atas kegagalan pencapaian tugas kelompok




14
Mampu memahami dan memenuhi kebutuhan dari mitra kerja




15
Mampu meningkatkan jejaring/mitra kerja baik jumlah maupun kualitasnya




16
Memanfaatkan jejaring untuk keberhasilan program sesuai dengan misi dan visi organisasi






Dengan mengamati apa yang menjadi acuan bagi Kementerian Dalam Negeri pada penetapan indikator kinerja kemudian dipadukan dengan uraian kerja masing-masing pejabat maka tidak akan ada permasalahan di tahun 2013 saat remunerasi benar-benar diterapkan berdasar indikator kinerja. 

Sayangnya, banyak pegawai yang merasa nyaman berada di kotak yang dipandangnya aman padahal perubahan lingkungan akan kian membuatnya tersudut dan bahkan binasa. Jalan keluarnya adalah perbaikan kompetensi oleh organisasi dimana pegawai itu bertugas dan lebih utama oleh dirinya sendiri.

Tulisan ini hanya sumbangsih pemikiran agar setiap atasan langsung memiliki landasan yang kuat dalam menilai kinerja staf-nya dan bukan didasar atas kepentingan yang bersifat sangat pribadi.

Semoga bermanfaat.

Entri yang Diunggulkan

MENILIK KELEMBAGAAN (Pengamatan dari 3 bagian)

S aya sudah pernah menulis mengenai kelembagaan BKKBN dalam artikel di  https://uniek-m-sari.blogspot.com/2015/02/uu-no-23-tahun-2014-dan-kk...