SCROLL

SELAMAT DATANG DI Uniek M. Sari's BLOG

Kamis, 25 Oktober 2018

MEMPERTAHANKAN PERWAKILAN DI PROVINSI

Catatan Kesatu

Berdasarkan konvensi Montevideo tahun 1933 yang merupakan konvensi hukum internasional bahwa negara harus mempunyai empat unsur konstitutif salah satunya adalah harus ada penghuni yaitu penduduk. Oleh karena itu, sudah seharusnya urusan penduduk menjadi urusan negara atau pemerintah dan termasuk urusan absolut karena mempengaruhi pembentukan negara.

Pembahasan tentang penduduk meliputi :
  1. Kuantitas yaitu jumlah penduduk yang akan diukur dari sudut angka absolut dengan pemilahan berdasar jenis kelamin dan kelompok umur. Pengukuran dilakukan melalui registrasi penduduk.
  2. Kualitas yaitu tingkat kebaikan, derajat dan kemampuan masyarakat yang diukur dari  pendidikan, penghasilan, kesehatan dan pekerjaan. Pengukurannya dilakukan melalui pembinaan penduduk berdasar tingkat pendidikan, penghasilan, kesehatan dan pekerjaan.
  3. Mobilitas yaitu pergerakan pendudukan yang diukur dengan memperbandingkan jumlah penduduk dengan luas wilayah.
Hal yang berkaitan dengan penduduk dan dilakukan oleh pemerintah merupakan kebijakan kependudukan yaitu kebijakan pemerintah untuk mengatur dan mengawasi pertumbuhan dan dinamika penduduk dalam negaranya. 

Dari catatan kesatu ini, saya garis bawahi bahwa masalah kependudukan merupakan masalah yang harus menjadi kewenangan negara atau pemerintah pusat meliputi kuantitas, kualitas dan mobilitas..

Catatan Kedua

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah merupakan landasan hukum terlaksananya tata pemerintahan di Indonesia. Saya sudah membahas masalah ini pada artikel saya dengan judul UU 23 Tahun 2014 dan Program KKBPK.

Dari keseluruhan paparan mengenai hubungan antara UU 23 Tahun 2014 dengan program KKBPK saya menyimpulkan bahwa kewenangan tata pemerintahan dalam program KKBPK terbagi atas 3 bagian yaitu :

  1. kewenangan bagi pemerintah pusat namun tidak diserahkan ke pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota yaitu standardisasi pelayanan KB dan sertifikasi PLKB/PKB serta pengelolaan dan pengendalian sistem informasi keluarga
  2. kewengan bagi pemerintah pusat bukan kewenangan bagi pemerintah provinsi namun menjadi kewenangan bagi pemerintah kabupaten/kota yaitu mengenai distribusi alokon dan pelaksanaan pelayanan KB
  3. kewenangan pemerintah pusat diserahkan ke pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dengan tingkatan kewenangan yang berbeda seperti a) pemerintah pusat melakukan penyusunan, pemerintah provinsi melakukan pengembangan dan pemerintah kabupaten/kota melakukan pelaksanaan, b) pemerintah pusat melakukan penetapan, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota melakukan pemetaan; c) pemerintah pusat melakukan pengelolaan, pemerintah kabupaten/kota melakukan pendayagunaan
Melihat pada kewenangan pemerintah pusat namun tidak diserahkan ke pemerintah ini menjadi kekuatan untuk pelaksanaan program Kepedudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga oleh BKKBN Pusat selaku lembaga pemerintahan pusat yang memiliki kewenangan dalam penyelenggaraan program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga.

Catatan Ketiga

Dari kedua catatan tersebut maka sangat jelas bahwa masalah kependudukan merupakan permasalahan yang harus dikelola oleh negara melalui pemerintah pusat dan hal tersebut telah diperkuat dengan terbitnya Undang-Undang 23 Tahun 2014 Lampiran N yaitu kewenangan pemerintah pusat terhadap 
  1. Standardisasi pelayanan KB yaitu membuat pedoman pengelolaan sumber daya organisasi untuk pelaksanaan pelayanan KB.
  2. Sertifikasi PLKB/PKB adalah penetapan tingkat kompetensi atau kemampuan petugas lapangan KB baik dari segi manajerial maupun teknis.
  3. Pengelolaan dan pengendalian sistem informasi keluarga yakni pengelolaan sumber daya organisasi untuk mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data-data individu dan keluarga dalam rangka intervensi program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga.
Di dalam Undang-Undang 52/2009 ini tercantum tentang keberadaan BKKBN di Provinsi dengan sebutan Perwakilan. Tugas pokok dan fungsi Perwakilan BKKBN Provinsi adalahmelaksanakan tugas sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 lampiran N tersebut sebagai perwakilan BKKBN di setiap provinsi di seluruh Indonesia.

Mempertahankan keberadaan Perwakilan BKKBN di Provinsi bukan saja amanat dari Undang-Undang 52 Tahun 2009 melainkan juga didasarkan pada teori organisasi modern adalah organisasi membesar dengan pemanfaatan ada data dan staf yang majemuk dimana setiap unit memiliki peran dan fungsi yang berbeda. Dengan adanya Perwakilan BKKBN di Provinsi maka BKKBN selaku organisasi sudah masuk ke dalam istilah organisasi modern dan sifatnya majemuk. Selain itu, karena yang menjadi tugas pokok dan fungsi BKKBN adalah meningkatkan kualitas penduduk   dan permasalahan penduduk merupakan permasalahan besar yang harus menjadi urusan pemerintah maka tidak mungkin pengelolaannya oleh organisasi yang kecil.

Catatan Keempat

Standardisasi Pelayanan KB

Standardisasi pelayanan KB menjadi tanggung jawab BKKBN. Sepintas lalu, sangat memungkinkan pembuatan petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis pengelolaan sumber daya organisasi BKKBN dalam pelayanan KB ini dilaksanakan oleh selain BKKBN. Akan tetapi tugas pokok dan fungsi ini merupakan satu kesatuan kegiatan yang berujung pada pelayanan KB. Dalam proses yang berujung pada pelayanan KB ini perlu dilakukan identifikasi sasaran program, format komunikasi-informasi-edukasi sesuai dengan sasaran program, tata cara dan sistematika yang dilakukan dalam  merealisasi tujuan program. 

Sehingga pembuatan standard pelayanan KB hanya sebatas pembuatan aturan pada saat pelayanan KB melalui pemberian alat kontrasepsi melainkan juga terdapat kegiatan pra pelayanan KB melalui penyuluhan dan pasca pelayanan KB melalui pembinaan.

Sertifikasi PKB/PLKB

PKB atau PLKB adalah petugas lapangan yang memiliki tugas melakukan penyuluhan program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga hingga mendapatkan calon akseptor KB untu diberikan pelayanan alat kontrasepsi dengan tujuan menjarangkan kelahiran.

Sebagai petugas yang bergadapan langsung dengan masyarakat, sedangkan masyarakat itu sendiri majemuk maka yang dibutuhkan adalah petugas penyuluhan yang memiliki kompetensi manajeria, kompetensi teknis dan kompetensi budaya kerja yang memadai untuk dapat memberikan penyuluhan secara baik.

Terkait dengan standardisasi pelayanan KB maka sertfikasi PKB tentunya mengacu pada standard ini. Baik dalam kegiatan pra pelayanan KB melalui penyuluhan, pada saat pelayanan KB dengan pemberian alat kontrasepsi maupun pasca pelayanan KB melalui pembinaan. Kegiatan ini sudah sangat jelas menjadi tugas pokok dan fungsi BKKBN.

Meskipun petugas lapangan KB tetap sebagai pegawai Pemerintah Daerah, tdak diserahkan kembali ke BKKBN, tgas pokok pembuatan sertifikasi PKB/PLKB tetap mengacu pada standardisasi pelayanan KB. Apalagi dengan diserahkannya kewenanga pengelolaan PKB/PLKB ke BKKBN maka tugas pokok dan fungsi ini menjadi semakin kuat.


Pengelolaan dan Pengendalian Sistem Informasi Keluarga 

Seperti dalam uraian di atas bahwa dalam melaksanakan tugas pokok standardisasi pelayanan KB diperlukan identifikasi sasaran dan ini terkait dengan penyediaan data. Sebagai organisasi modern, data dan pengelolaannya haruslah menjadi satu unsur yang kuat bagi BKKBN.

Dalam melakukan tugasnya, bisa saja BKKBN menggunakan data dari data kependudukan yang saat ini digaungkan dengan istilah "one data"
Akan tetapi, konsekwensi yang dihadapi apabila menggunaka one data adalah sasaran program akan sulit di iendtifikasi karena sifat data yang ada di data kependudukan sangat luas dan hasil dari pelayanan saat masyarakat meminta dicatat sebagai warga negara. Apalagi sistem data e-KTP yang tidak memerlukan surat pindah apabila mutasi antar daerah karena sudah berisfat online maka identifikasi sasaran satu daerah akan sangat sulit dilakukan, berkaitan dengan pembinaan pasca pelayanan kontrasepsi maupun penyuluhan pada pra pelayanan kontrasepsi.

Data yang dibutuhkan oleh BKKBN adalah data real time sesuai pergerakan masyarakatnya sehingga sangat mustahil bila mengandalkan data kependudukan yang sifatnya statis kecuali bila ada perubahan pada individu di dalam keluarga. Oleh karenanya, pengelolaan data di program Kependudukan, Keluarga Berecana dan Pembangunan Keluarga merupakan data khusus yang harus dipantai perkembangannya setiap saat.

Terakhir

Perwakilan BKKBN di Provinsi merupakan satu kebutuhan, sama pentingnya dengan pengelolaan penduduk yang harus ditangani oleh pemerintah pusat. Sesuai tingkat kepentingannya maka sudah seharusnya BKKBN memperkuat diri sesuai dengan tuntutan yang ada dalam UU 23 Tahun 2014.


Salam KB !!!

Kamis, 18 Oktober 2018

SERVANT LEADERSHIP

Pemimpin yang melayani, itulah terjemahan dari judul di atas. Mari kita bahas.

Apa itu pemimpin ?

Berdasar Kamus Besar Bahasa Indonesia online, pemimpin adalah orang yang memimpin. Sementara kata "memimpin" itu sendiri mengandung banyak arti seperti :
1. Mengetuai atau mengepalai
2. Memenangkan paling banyak
3. Memegang tangan seseorang sambil berjalan (untuk menuntun, menunjukkan jalan, membimbing, 
4. Memandu
5. Melatih (mendidik dan mengajari) supaya dapat mengerjakan sendiri.

Dengan arti-arti yang tersedia itu maka dapat digambarkan bahwa peran seorang pemimpin tidaklah mudah. Harus bisa memberikan hasil yaitu ada seseorang yang akhirnya dapat mengerjakan sesuatu sendiri. 

Orang lain dalam pembahasan ini adalah yang dipimpin oleh pemimpin, bisa jadi disebut bawahan, karyawan, anggota dan anak buah. Artinya, seorang pemimpin harus menghasilan bawahan, karyawan, anggota dan anak buah yang nantinya dapat mengerjakan sendiri tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab mereka.

Seorang pemimpin tentunya akan memimpin maka untuk menjadi seorang pemimpin seharusnya memiliki syarat-syarat tertentu.  

Kalau mempergunakan teori kepemimpinan tentunya tidak sesederhana itu syarat untuk menjad pemimpin. Namun pembahasan kali ini dipergunakan syarat sederhana berdasar definisi memimpin itu sendiri. Dari definisi pemimpin, diperoleh kata "memimpin" dan dari arti kata memimpin sudah dapat dikteahui hal-hal yang menjadi syarat untuk memimpin yaitu memenangkan paling banyak serta memiliki kemampuan membimbing dan melatih. 
Memenangkan paling banyak. 

Artinya secara kuantitas dipilih oleh banyak orang dan secara kualitas memiliki banyak kelebihan. Untuk penetapan secara kuantitatif tentu ada aturan yang berlaku dalam sebuha organsasi. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi maka cara memilih pemimpin sekarang justru lebih komprehensif dan obyektif baik dari sudut pandang kuantitatas maupun kualitatas. Contoh penetapan secara kuantitatif adalah didasarkan pada Daftar Urut Kepangkatan. Dari daftar urut kepangkatan akan terlihat jumlah calon-calon pemimpin yang akan dipilih untuk memimpin dalam satu unit atau satu kesatuan. Kriteria berdasarkan kepangkatan ini tentunya didasarkan pula pada peraturan yang baku yang menjadi pedoman bagi oraganisasi yang bisa jadi mengacu pada "lamanya bekerja" atau "pangkat tertinggi" dan sebagainya Contoh penetapan secara kualitas adalah dengan melihat kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh calon pemimpin. Di masa sekarang, yang diberlakukan fit and proper test atau asesmen atau seleksi sejenis. Dalam prosedur pemilihan berdasar kualitas ini, calon pemimpin diberikan simulasi permasalahan, psikotest dan uji kompetensi lainnya sehingga dapat ditentukan ranking kualitas masing-masing calon. 

Mampu Membimbing dan Melatih. 

Kualitas calon pemimpin sangat berkaitan dengan kemampuan atau skill yang dimiliki. Bukan hanya kemampuan manajerial karena seorang pemimpin harus mampu melaksanakan fungsi manajemen (perencanaan, peng-organisasian, pelaksanaan  dan pengevaluasian) melainkan kemampuan lainnya yang diaggap penting. Diantara sekian banyak kemampuan, berdasar defisni "memimpin", hanya dibutuhkan 2 (dua) kemampuan yaitu kemampuan membimbing dan kemampuan melatih.

Kemampuan membimbing, merupakan kemampuan seorang pemimpin untuk menunjukkan jalan penyelesaian masalah. Di dalam melaksanakan kemampuan ini, seorang pemimpn dituntut memiliki kecerdasan emosional, kecerdasan berbahasa dan berempati terhadap yang dimbimbing. Hal ini dikarenakan, mereka-mereka yang mendapatkan bimbingan memiliki beberapa kesamaan seperti kesamaan umur atau mungkin umur yang dibimbing lebih tua daripada pemimpin, kesamaan latar belakang pendidikan, budaya dan sebagainya. Beberapa kesamaan tersebut dapat menjadi sebuah keberuntugan namun tidak sedikit pula yang menjadi kendala dalam melakukan bimbingan. Dari kemampuan membimbing yang baik dan benar, tentunya akan menghasilkan seorang bawahan yang akan mampu menyelesaikan dan mengatasi masalah-masalah dalam kedinasan.

Kemampuan melatih juga tidak akan terlepas dari kecerdasan emosional, kecerdasan bahasa dan empati akan tetapi perlu ditambah dengan kecerdasan matematik agar dapat memperhitungkan dengan tepat apakah hasil dari melatih ini benar-benar akan menghasilkan seseorang yang mampu menyelesaikan dan mengatasi masalah plus bisa diberi tanggung jawab penuh akan hal tersebut.

Dari keseluruhan uraian ini maka dapat tergambar makna dari pemimpin yang sesungguhnya yaitu bukan semata-mata mengetuai saja melainkan harus memiliki output yaitu "menghasilkan seseorang yang mampu mengerjakan sendiri".

Judul artikel yang dibahas adalah Servant Leadership, artinya pemimpin yang melayani. Pada sebagian pengertian, seorang pemimpin jutsru harusnya dilayani. Itu sebabnya, apabila ada seorang pemimpin maka akan ada juga para pembantu pemimpin untuk melaksanakan sebagian dari tanggung jawab si pemimpin. Akan tetapi, bila bersandar pada pengertian "pemimpin" dalam uraian di atas, pemimpin juga punya kewajiban melayani. Untuk melihat hubungan antara "pemimpin" dan "melayani" selanjutnya pembahasan ini mengarah pada konsep melayani.

Berdasar Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, kata melayani mengandung arti :

  • Membantu menyiapkan apa yang diperlukan
  • Menerima ajakan atau tantangan
  • Mengendalikan 
  • Melaksanakan penggunaan suatu alat

Membantu menyiapkan apa yang diperlukan bukanlah suatu hal yang bersifat individual yang dilakukan oleh seorang pemimpin. Keperluan dalam pengertian ini tentunya keperluan organisasi kedinasan, yang tertuang dalam vis-visi organisasi kedinasan menyangkut sumber daya organisasi (man, manufactur, machine, money, method dan market). Kalau berkaitan dengan syarat kemampuan yang telah diuraikan sebelumnya maka seorang pemimpin harus bisa membantu menyiapkan sumber daya manusia dalam menggerakan organisasi.

Menerima ajakan atau tantangan tentunya terkait dengan visi organisasi yang menjadi target kelembagaan. Juga target-target tahunan. Tentunya seorang pemimpin harus siap menerima ajakan atau tantangan organisasi demi eksistensi dan keberlangsungan organisasi. Seorang pemimpin yang visioner akan menganggap visi organisasi menjadi tantangan pribadinya untuk bisa diwujudkan.

Mengendalikan dan menggunakan alat merupakan salah satu dari tugas melayani seorang pemimpin. Mengendalikan dan menggunakan alat dalam pengertian ini tidak terlepas dari 6 sumber daya organisasi seperti (man, manufactur, machine, money, method dan market) sehingga berjalannya sistem organisasi dalam mencapai tujuan akan lebih efektif dan efisien. Ketika pengendalian bukan menjadi salah satu hak yang dilaksanakan oleh seorang pemimpin maka tujuan organisasi akan dicapai dengan tidak efektif dan tidak efisien. Sumber organisiasi berupa money, method dan machine akan besar sedangkan target organisasi yang dicapai justru masih rendah.

Pengertian melayani ini apabila dikaitkan dengan syarat memimpin akan menjadi satu rangkaian yang saling berkaitan. Apabila seorang pemimpin tidak dapat menghasilkan "seorang mampu mengerjakan sendiri" dan tujuan-tujuan organisasi tidak dicapai secara optimal maka harus dipertanyakan konsep "servant leadership" yang dimiliki oleh seorang pemimpin. Jangan-jangan, yang bersangkutan tidak memahami bahwa sebagai pemimpin ada target-target yang harus dicapai seperti pengertian "memimpin" yang sudah diuraikan sehingga diri pribadi lah yang harus menjadi fokus perhatian, bukan kewajiban untuk membimbing dan melatih agar menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas di organsasinya.

Artikel ini terinspirasi dari materi dalam kegiatan KOREN II BKKBN di Solo pada bulan September 2018 yang disampaikan motivator. Semoga mengingatkan diri sendiri untuk tetap pada definis yang tepat dari PEMIMPIN MELAYANI.

Salam KB
Mantab alokonnya, mantab KB nya, mantab juga keluarganya

Jumat, 13 Januari 2017

SKEMA PELAPORAN LAPANGAN

Data,
Pada masa sekarang ini sudah menjadi satu sumber daya organisasi yang tidak dapat diabaikan keberadaannya. Bersumber dari data yang tepat maka rencana strategi sebuah organisasi akan dapat disusun. Semakin valid sebuah data maka rencana strategi organisasi dalam mencapai tujuannya akan semakin memungkinkan untuk dicapai. Pentingnya data dalam penetapan kebijakan berupa rencana strategi digambar dengan istilah "garbage in-garbage out". Maksudnya bila yang masuk adalah data sampah yang tidak valid dan tidak dapat dipercaya maka kebijakan yang dikeluarkan juga merupakan sampah yang sangat kecil kemungkinan keberhasilannya dalam pembuatan kebijakan.

Apliaksi,
Berkenaan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi maka fungsi data bukan hanya sebagai kondisi riil berupa angka dan fakta melainkan bisa menjadi informasi yang benar-benar sahih. Agar dapat menjadi data sebagai informasi yang valid maka diperlukan sarana pengolahan yang tepat. Sarana pengolahan itu berupa aplikasi.
Pada awal perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi,  pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer namun input data dilakukan secara manual, demikian pula dengan penghitungan rekapitulasinya. Data yang menjadi informasi diolah sedemikian rupa menggunakan format tabel-tabel dan grafik-grafik sehingga dapat dibaca baik secara absolut maupun secara persentasi.
Perkembangan selanjutnya justru dalam hal pengumpulan data itu sendiri, yang tidak perlu lagi dilakukan secara manual bahkan pengolahannya bisa dilakukan dengan menggunakan aplikasi secara online dengan memanfaatkan jariang internet.
Dalam teori Sistem Informasi Manajemen, pengolahan data dengan menggunakan tehnologi yang tepat guna akan menghasilkan kebijakan yang lebih akurat.

Kecepatan,
Dengan menggunakan aplikasi online pada penghitungan yang tepat baik kapasitas maupun kecepatan makan sangat memungkinkan pengolahan data justru lebih cepat dilakukan daripada penggunaan aplikasi manual. Oleh karenanya, sistem pencatatan pelaporan yang sumber datanya dari lapangan (grown) seperti halnya program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga sangat perlu dipergunakannya aplikasi secara online ini. Proses rekapitulasi langsung diolah secara sistematis di aplikasi dan agregat-agregat yang diperlukan langsung terkirim ke dalam format yang dibutuhkan. Dengan demikian proses kegiatan dalam sebulan yang diinput harian oleh petugas lapangan KB sudah dapat ditarik ke dalam format laporan. Hal ini juga menggambarkan kemudahan dalam pengolahan data menjadi laporan.

Skema,
Laporan pelaksannaan program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga di Kalimantan Selatan mempergunakan sistematika yang berawal dari PKB. 
Setiap petugas lapangan KB langsung akses ke aplikasi provinsi guna melakukan input keluarga baru ataupun melakukan perubahan data keluarga baik karena pindah, menikah, bercerai, meninggal dan tambah anggota keluarga maupun perubahan alat kontrasepsi.
Pekerjaan petugas lapangan KB ini akan dengan sendirinya masuk ke dalam format pengendalian lapangan (F/I/Dal) dan format pelayanan kontrasepsi (F/II/KB). Hanya kegiatan-kegiatan pembinaan yang tidak berkaitan langsung dengan database yang diinput oleh petugas lapangan KB seperti kegiatan rapat koordinasi, jumlah kelompok melakukan pertemuan dan jumlah anggota kelompok kegiatan yang hadir dalam pertemuan.
Kecamatan memiliki tugas menginput data lain yang tidak ada dalam F/I/Dal dan melaporkan distribusi alat kontrasepsi dari R/II/KB manual ke aplikasi. Kewenangan untuk mengunggah rekapitulasi F/I/Dal dan F/II/KB ke aplikasi statistik rutin BKKBN Pusat berada di Kecamatan.
SKPD-KB Kabupaten/Kota berperan sebagai supervisor pelaporan yang bisa memberikan teguran dan sanksi terhadap wilayah yang tidak melapor bulan berjalan.

Hasil,
Perkiraan sementara akan terjadi penurunan laporan terutama wilayah-wilayah yang tingkat kepedulian terhadap pencatatan dan pelaporan sangat rendah. Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu, hal ini akan bisa diminimalisir terutama dengan alasan ketersediaan dana dan biaya-biaya operasional yang dibutuhkan.
Target pada tahun mendatang, kegiatan ini berada di operator Fasilitas Kesehatan yang menangani pelayanan KB.

Minggu, 20 September 2015

RESPONSIBILITY OF MANAGER

Dalam sebuah organisasi terdapat unsur-unsur adanya perintah (command), kepemimpinan (leadership), pengawasan (controlling) dan management. Masing-masing unsur ini memiliki fungsi sendiri-sendiri di dalam organisasi dan bila fungsi-fungsi tersebut berjalan dengan baik maka berjalanlah mesin organisasi dengan baik pula.

Unsur perintah di dalam beberapa teori manajemen dilekatkan dalam unsur kepemimpinan sebab salah satu indikasi adanya kepemimpinan yaitu adanya perintah sebagai wujud dari kemampuan untuk mempengaruhi agar seseorang atau sekelompok orang mau melaksanakan tugas-tugas organisasi. Sebuah perintah harus diberikan oleh atasan kepada bawahan yang mengandung aspek memperlancar organisasi dalam mencapai tujuan.


Unsur management terdiri dari beberapa fungsi yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan kegiatan dan pengawasan. Masing-masing fungsi management ini juga mengarah pada tercapainya tujuan organisasi. Bila management merupakan sistem maka fungsi-fungsi management merupakan sub sistem yang berkaitan satu sama lain menjadi satu rangkaian yang akan berputar terus menerus sampai dengan tujuan organisasi terwujud  baik tujuan mikro maupun tujuan makro.


Unsur pengawasan bukan hanya ada di dalam organisasi melainkan juga merupakan fungsi tersendiri di dalam unsur management. Artinya pengawasan bila dilihat sebagai fungsi management dan bisa juga dilihat sebagai unsur organisasi. Ini menandakan bahwa pengawasan merupakn satu hal tingkat kepentingannya jauh lebih besar dibanding unsur organisasi lainnya.

ORGANISASI BISNIS DAN ORGANISASI PUBLIK

Organisasi bisnis adalah organisasi yang beroreintasi pada laba. Dengan demikian, unsur-unsur organisasi dalam organisasi bisnis di arah kan pada pencapaian laba setinggi-tinggi dan ukuran keberhasilan organisasi adalah apabila memperoleh laba besar, bertahan dalam perubahan lingkungan dan mampu berkembang. Pada organisasi bisnis, pengawasan internal dalam management maupun pengawasan organisasi itu sendiri akan lebih mudah dilakukan sebab ukurannya adalh profit. Sehingga bila hasil sebuah pengawasan menyimpulkan bahwa suatu kegiatan atau sebuah sub sistem tidak menghasilkan laba atau profit maka bisa di reformulasi ulang dalam sebuah kebijakan organisasi. Implikasi kebijakan bisa bersifat internal bisa juga bersifat eksternal namun akan masih bisa dipertanggung jawabkan oleh organisasi sepanjang masih menghasilkan keuntungan bagi organisasi.


Berbeda dengan organisasi bisnis, organisasi publik lebih berorientasi pada pelayanan publik. Sedangkan ukuran keberhasilan dalam memberikan pelayanan sangat individual dan bersifat subyektif sehingga tidak bisa diukur secara tepat. Dalam organisasi publik, tidak mengenal istilah untung dan rugi sehingga penyempurnaan-penyempurnaan dalam pelaksanaan management dimana pengawasan merupakan bagian yang juga disempurnakan, pada akhirnya masih bersifat abu-abu. Dengan ketidak jelasan ukuran dan abu-abunya fungsi pengawasan dalam management di organisasi publik menjadi pintu masuknya penyalahgunaan wewenang, penyimpangan kebijakan dan penyelewengan sumber-sumber organisasi.


Penerapan kebijakan publik yang diharapkan mampu memenuhi tuntutan publik dalam mendapatkan pelayanan, tidak serta merta menjadikan pengawasan di dalam organisasi publik berlangsung secara efektif dan efisien.Banyaknya peraturan hukum yang diharapkan mampu menjadi saringan dari perbuatan penyalahgunaan wewenang, penyimpangan kebijakan dan penyelewengan sumber-sumebr organisasi boleh dikatakan belum berfungsi dengan baik. Bahkan, belum menimbulkan efek jera sehingga meskipun sudah jelas melakukan penyalahgunaan wewenang, penyimpangan kebijakan dan penyelewengan sumber-sumber organisasi banyak manager dalam organisasi publik tetap berada dalam jenjang jabatan yang dipertahankan.

TO THE POINT

Harus diakui bahwa memang sulit untuk melakukan pengawasan terhadap para manager di organisasi publik apalagi bila berlindung pada peraturan-peraturan yang menjadi payung hukum pelaksanaan kebijakan publik. Akan tetapi, pengawasan terhadap manager organisasi publik justru bisa dengan mempergunakan sumber-sumber organisasi terutama machine dan money.

Machine atau peralatan bisa jadi merupakan sarana dan prasarana pendukung pelaksanaan kegiatan pada organisasi publik. Penyediaan sarana dan prasarana ini bertujuan untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan organisasi dan sebagian besar diberikan kepada para manager sebagai bentuk prestise atas jabatan yang diemban oleh seorang manager.

Secara umum, sarana dan prasaran itu bisa berupa kendaraan dinas, rumah dinas, komputer, laptop dan tunjangan-tunjangan yang menyertai jabatan manager. Keberadaan rumah dan kendaraan dinas ini tidak semata-mata berupa fisiknya saja melainkan berupa non fisik yaitu pemeliharaan. Pada point ini, jelas bahwa pemeliharaan tidak berupa akses perbaikan saja melainkan pembiayaan untuk pembelian sarana dan pra sarana kendaraan, rumah, laptop, PC dan lainnya milik organisasi publik.

Hal yang paling mudah untuk diperhatikan adalah kondisi sarana prasarana dan kondisi keuangan. Apabila keuangan untuk pemeliharaan habis dipertanggung jawabkan sedangkan kondisi sarana dan prasarana makin hari makin bobrok maka perlu diperhatikan adanya penyalahgunaan wewenang, penyimpangan kebijakan dan penyelewengan sumber-sumber organisasi.

Dengan demikian, responsibility of manager tidak hanya sebatas menghabiskan anggaran dan mempergunakan sarana prasarana itu sampai hancur melainkan juga memelihara sarana dan prasarana dengan anggaran yang sudah dipergunakan. Bahkan lebih jauh dari itu, akan terjadi penghematan belanja apabila sarana dan prasarana ini diperlihara dengan baik sesuai dana yang tersedia sehingga tidak memerlukan pengadaan atau pembelian baru.

THE SAME OLD WAY

Tanggal 20 September 2015 pukul 07.00 wita tiba di sekitar Markas Besar Komando Resor Militer 101 Antasari. Mengajak suami tercinta serta kedua anak saya (anak saya memang sesuai slogan BKKBN 2 ANAK CUKUP dan ibunda yang berusia 70 tahun (sesuai dengan pembinaan ketahanan keluarga saya membina Anak, Remaja dan Lansia Tangguh dalam keluarga saya) mengikuti satu sessi dalam rangkaian Hari Keluarga Tingkat Provinsi Kalimantan Selatan, yaitu senam lintas generasi dan jalan sehat keluarga,

Masuk ke halaman Makorem 101 Antasari, rupanya saya terlambat dan senam sudah di mulai. Agak tidak enak hati pula karena saya sempat diprotes oleh petugas lapangan KB yang kenal baik sebab katanya Kecamatan Banjarmasin Tengah tidak dapat kaos Harganas. Saya menyarankan agar ke panitia sebab saya sendiri tidak mendapat pembagian kaos tersebut. Akhirnya, saya bisa berlalu dari petugas lapangan KB dan mengambil foto beberapa moment kegiatan senam.



Inilah peserta senam yang semula djadwalkan senam lintas generasi ternyata hanya di isi oleh petugas lapangan KB dan kader serta anggota Persatuan Isteri Tentara (Persit) Kartika Chandra Kirana. Ibu-ibu para isteri tentara ini senam dengan menggunakan seragam sendiri yakni berwarna hijau hingga ke jilbabnya. Ada diantara peserta senam, deputi Latbang dan Direktur Dittifdok bersama Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Kalsel. Setelah itu, saya keluar arena senam dan menunggu pengibaran bendera start yang menandakan jalan sehat keluarga berhadiah dan gowes berhadiah dalam rangka Harganas ini dimulai.



Sambil menunggu itulah saya mencoba membandingkan antara kerumunan senam dalam rangka harganas tingkat provinsi dengan kerumunan di seberang sungai Martapura. Di seberang sana, tampak lebih ramai dibandingkan yang senam di dalam Makorem tadi. Untung saja, saya tidak menerima kaos seragam yang disediakan panitia sehingga saya tidak punya beban moril bila "melarikan diri" dari rombongan jalan sehat keluarga. 

Saya hanya ingin tahu, mengapa kegiatan di Markas Korem 101 Antasari itu kalah pamor dengan kegiatan di seberang sungai bahkan tidak menjadi perhatian pada pejalan kaki di sekitar Masjid Sabhilal Muhtadin.


Beberapa diantara pejalan kaki dalam foto di atas saya coba tanyakan tentang momen yang ada di Makorem, tidak satupun yang tahu ada kegiatan jalan santai keluarga tersebut. Mereka melakukan jalan santai karena memang merupakan rutinitas mingguan dengan adanya Car Free Day. Biasanya dilanjutkan dengan senam pagi di depan gedung Mahligai Pacasila atau di lapangan kantor Gubenur lama.

Sangat menarik kalau warga masyarakat ini tidak mengetahui adanya kegiatan jalan santai keluarga dalam rangka Hari Keluarga Tingkat Provinsi Kalsel. Satu catatan buat saya, tentu terkait dengan penyebarluasan informasi.

Bersama suami, kedua anak dan bunda, sayaa meneruskan jalan santai keluarga ini. Ketika peserta akan melintasi Jembatan Merdeka, menuju ke Kampung Gadang, saya dan suami mencoba masuk di antara mereka hanya untuk melihat perbandingan antara penyebaran kaos dengan jumlah peserta yang ikut jalan. Sepertinya, lumayan lah.....tapi tunggu dulu......ada peserta yang berpesan pada temannya agar mengambilkan kupon undian sedangkan tiga orang ini berbelok ke kiri padahal rute jalan santai keluarga seharusnya terus...... 

Mencoba mengikuti ketertarikan tiga peserta yang mendapatkan kaos bertuliskan HARGANAS XXII ini maka saya dan suami pun berbelok ke arah yang sama. Ada beberapa foto yang bisa diambil dari jalur kiri, yang rupanya menjadi ketertarikan warga lain seperti yang saya lihat dari depan Masjid Raya Sabhilal Muhtadin.

Ketertarikan pertama adalah pasar terapung. Secara kasat mata pasar memang memiliki daya tarik sendiri, apalagi pasar terapung yang hanya seminggu sekali ada di siring yang dikelola oleh Dinas Pariwisata Kota Banjarmasin. Di lokasi ini pun berbagai hidangan khas Banjar tersedia sebagai wisata kuliner mingguan.

Ketertaikan kedua adalah hiburan yang juga disediakan oleh Dinas Pariwisata Kota Banjarmasin. Untuk berada di arena musik panting ini, tidak mudah. Pengunjungnya berdesakan.  Ketertarikan itu juga terlihat dengan kerelaan pengunjung memasang handphone untuk merekam musik panting yang merupakan ciri khas Banjarmasin. Di dekat menara pantau sudah tersedia panggung besar untuk penampilan band-band bagi kawula muda. Ketertarikan dalam hiburan ini, mengalahkan perhatian terhadap momentum di Makorem. Ironis nya, justru pada keluarga berkumpul di sini padahal di seberang sana seremonial rangkaian peringatan hari keluarga tingkar provinsi.


Akhir perjalanan, saya berhenti di warung rombong sekitar Pasar Lama, untuk memastikan berapa banyak peserta yang kembali dan di tempat ini saya melihat ternyata banyak peserta naik kendaraan masing-masing mungkin pulang ke rumah masing-masing.

Dari apa yang saya sampaikan di atas, saya melihat ada banyak hal yang menyebabkan kegiatan di Makorem pagi ini tidak sesukses yang dibayangkan. It looks like, the same old way, that ever used dengan prinsip :

  1. Yang penting gugur kewajiban, meskipun hasilnya biasa-biasa saja tidak masalah
  2. Kegiatan rutin jadi kalau hasilnya biasa-biasa saja tidak masalah
  3. Tidak perlu terlalu di promosikan, yang penting rencana di atas kertas sudah benar sesuai harapan dan kalau hasilnya biasa-biasa saja yang penting gugur kewajiban
  4. Tidak perlu negosiasi dan koordinasi yang matang karena ini kegiatan rutin, bila gagal tahun ini penganggarannya masih ada tahun depan.
Pukul 10.30 wita saya dan keluarga pulang ke rumah. Tidak ingin menyaksikan penarikan undian yang saya perkirakan banyak didapat oleh internal juga. Hehehe....it's the same old way and the old same way.....just like it used to be.....

Kamis, 20 Agustus 2015

DATA : PUSAT DAN TERPUSAT

Ditulis sebagai bagian dari tanggung jawab moril

Data adalah bahan atau sesuatu yang masih memerlukan pengolahan untuk dapat mempunyai arti.  Data dapat berupa angka, gambar, huruf, formula, bahasa atau simbol-simbol. Data yang sudah diolah sedemikian rupa sehingga memiliki makna atau arti bagi yang melihat atau membacanya akan menjadi informasi. Oleh karenanya, sebuah data lebih sering menjadi bahan dari sebuah informasi.

Pada awalnya, data merupakan hasil dari sebuah kegiatan bahkan lebih sering menjadi output dari kegiatan. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi, data bukan lagi berperan sebagai output melainkan menjadi bahan pertimbangan utama bagi sebuah organisasi dan bagi sebuah kegiatan manajemen. Dalam beberapa teori tentang organisasi dan manajemen sudah mengaplikasi data sebagai salah satu sumber daya organisasi.

Sejalan dengan perubahan  fungsi data yang bukan lagi sekedar output melainkan juga sebagai bahan dasar pembuatan kebijakan dalam sistem manajemen maka hal ini juga berlaku dalam pelaksanaan kegiatan di pemerintahan. Lembaga pemerintahan merupakan organisasi publik yang berorientasi pada pelayanan dan bersifat non profit semula menempatkan data sebagai output kegiatan, namun sekarang juga menempatkan data sebagai sumber awal dalam kebijakan publik.

Organisasi pemerintahan yang tidak bisa terlepas dari peran dan fungsi data adalah Badan Kependudukan  dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Sejarah pemanfaatan data pada program keluarga berencana ini juga tidak terlepas dari peran ilmu pengetahuan dan tehnologi. Dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi inilah maka BKKBN berada di posisi paling depan dalam memanfaatkan tehnologi untuk mendapatkan data basis yang valid.

Perkembangan terakhir pada tahun 2015, BKKBN melaksanakan Pendataan Keluarga yang merupakan kegiatan penting karena dilaksanakan di awal penetapan RPJMN 2015-2019. Apalagi kegiatan ini kemudian dibarengi dengan penyiapan saran prasarana Informasi Tehnologi yang mampu menampung data sekitar 70.000.000 KK di Indonesia. Hampir seluruh lembaga pemerintah mengakui validitas pendataan keluarga ini sebab dilakukan dengan kunjungan dari rumah ke rumah, tanpa proyeksi melainkan satu per satu sehingga data mikro yang tersedia by name-by address. Hal ini memudahkan pemerintah untuk melakukan intervensi dalam rangka pembangunan utamanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

PUSAT DATA

Pada PP 87 tahun 2014 tentang Perkembangan Kependudukan, Pembangunan Keluarga dan Sistem Informasi Keluarga jelas mengatur bahwa Pendataan Keluarga merupakan tugas dari BKKBN yang dilakukan bekerjasama dengan pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota.

Pasal yang mengatur hal ini tentunya di dasarkan pada kesadaran bahwa pusat data adalah kabupaten/kota. Bisa dimaklumi, sejak ditetapkannya hak otonomi sebagai salah satu azas dalam pelaksanaan pemerintahan di kabupaten/kota sehingga otoritas dalam mengelola penduduk berada di Kabupaten/Kota. Secara de jure dan de facto, pemerintah daerah kabupaten/kota lah yang memiliki wilayah sekaligus penduduk.

Hal ini sudah seharusnya menjadi tolok ukur mengapa kemudian PP 87 tahun 2014 menyebutkan peran pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendataan keluarga. Artinya, pusat data yang berkaitan dengan kependudukan sesungguhnya berada di Kabupaten/Kota. Disamping itu, pelaksana pembangunan sesungguhnya pun adalah pemerintah kabupaten/kota sebagai pemegang hak otonomi daerah yang memiliki wilayah dan penduduk.

Dengan melihat pentingnya sebuah data dan informasi dalam pengambilan kebijakan khususnya kebijakan publik yang diemban oleh pemerintah maka kabupaten/kota merupakan sumber data dan juga pengguna data.

DATA TERPUSAT

Harus dipahami bahwa pusat data adalah pemerintah daerah karena hak otonominya sebagai pemilik penduduk dan pemilik wilayah.

Akan tetapi, hak otonomi dalam hal data kependudukan ini dibatasi oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah. Dalam lampiran N sub kegiatan kedua jelas disebutkan bahwa sistem informasi keluarga (SIGA) menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Peran pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam kegiatan di bidang ini tidak ada.

Ini menggambarkan bahwa data kependudukan dan keluarga berencana sifatnya terpusat dalam sistem informasi keluarga yang dibangun oleh BKKBN. Pada tataran ini sebenarnya juga bisa dipahami karena salah satu syarat dari terbentuknya negara adalah penduduk. Dalam hal ini, pemerintah pusat yang diwakili oleh BKKBN atas nama negara akan mengatur masalah kependudukan secara tersentralisir karena manjadi tanggung jawab moril atas syarat terbentuknya negara.

Pada akhirnya terjadi dualisme yang sepertinya satu sama lain saling bertolak belakang. Apalagi bila dilihat dari sudut pandang kepentingan institusi.

PERAN PERWAKILAN

BKKBN sebagai lembaga pemerintahan non departemen di dalam UU 23 tahun 2014 itu berada dalam bargaining position karena secara kelembagaan harus ada aturan untuk menetapkan sebagai SKPD di tingkat provinsi namun secara program karena menyangkut permasalahan penduduk harus tetap berada di skala nasional.

Bargaining position ini kemudian memungkinkan BKKBN menempatkan perwakilan kantornya di setiap provinsi di seluruh Indonesia. Yang menjadi persoalan adalah, apa peran perwakilan di provinsi terkait dengan data dan informasi ???

Sebagai sebuah perwakilan maka Perwakilan BKKBN di provinsi memiliki struktur dan cara kerja yang mengacu atau berpedoman pada cara kerja BKKBN Pusat. Dengan demikian, regulasi program-program dari BKKBN Pusat diterjemahkan oleh perwakilan di provinsi untuk ditindak lanjuti. Di sisi lain. sebagai perwakilan tentunya akan menjadi sumber informasi yang penting agar pembangunan kependudukan sesuai dengan kebutuhan daerah itu sendiri.

Melihat pada peran ini maka sudah seharusnya peran perwakilan BKKBN di provinsi terkait dengan data harus dapat memuaskan kedua sisi yaitu pemerintah pusat yang memegang penuh atas hak sistem informasi keluarga dan pemerintah daerah yang memegang penuh atas hak penduduk dan wilayah. Dengan kata lain, perwakilan BKKBN Provinsi harus dapat berperan ganda.

PUSAT DATA YANG TERPUSAT

Salah satu hal penting yang harus dimainkan dalam peran perwakilan di provinsi yang berdekatan dengan sumber data adalah sebagai pusat data dimana BKKBN Pusat mendapatkan data-data yang dibutuhkan dalam pembangunan kependudukan dan KB dan sebagai perwakilan pusat dalam membangun data base sistem informasi keluarga. 

Artinya, ketika BKKBN Pusat akan menetapkan sebuah kebijakan dan memerlukan data dari sumber data maka Perwakilan BKKBN Provinsi dapat memberikan data tersebut sebagai bahan kebijakan dan startegi. Akan tetapi, pelaksanaan kebijakan dan startegi di tingkat Kabupaten/Kota juga memerlukan data agar tidak salah sasaran maka perwakilan BKKBN provinsi dapat memberikan data tersebut sesegera mungkin sesuai kebutuhan daerah.

Peran ini merupakan peran yang sangat mengakar bagi BKKBN mengingat beberapa peran dari BKKBN sudah dibagi rata ke dalam tugas pokok dan fungsi pemerintah daerah sesuai UU no 23 tahun 2014 tersebut. Secara kasat mata dapat digambarkan peran pelayanan KB yang diawal berdirinya BKKBN merupakan program utama saat ini dapat dilakukan oleh dinas kesehatan berikut penyuluhannya, peran pembinaan keluarga untuk ketahanan keluarga pun sebagian fungsi dan perannya sudah dilaksanakan oleh Tim Penggerak PKK, BP3A dan lain-lain.

Satu-satunya peran yang menjadi andalan adalah Sistem Informasi Keluarga (SIGA) dimana struktur data, performance dan tehnik pengumpulannya diatur oleh UU 52/2009 dan UU 23/2014 serta diatur dalam PP 87/2014. Belajar dari pengalaman selama tahun 2009 sampai dengan 2014 dalam pengelolaan data menggunakan IT ternyata masih mengalami kendala yang lebih pada tehnis pengelolaan maka sudah seharusnya BKKBN mulai menempatkan peran perwakilan di provinsi untuk membangun  sistem informasi keluarga di tingkat provinsi.

DARI ONLINE KE OFFLINE

Dalam beberapa kegiatan temu kerja nasional pengelola data dan informasi, seringkali ditayangkan sarana dan prasaran IT pendukung Recording dan Reporting di BKKBN sehingga terdapat pembagian wilayah provinsi yang kabupaten/kota nya online 100%, Online di atas 50% dan online di bawah 50%. Bila ini menjadi target yang dilaporkan sampai dengan tahun 2014 maka seharus target ini terjadi peningkatan yakni33 provinsi di Indonesia online 100%.

Sayang sekali, BKKBN yang sudah mengembangkan R/R secara online sejak tahun 2010 kembali pada pola lama yaitu mengandalkan offline untuk hasil pendataan keluarga tahun 2015. Padahal, bila diberikan kewenangan bagi provinsi untuk membangun aplikasi baik sendiri maupun secara regional, maka kekhawatiran terkait jaringan bisa diantisipasi dan target online 100% bisa direalisasikan.

Semoga peran perwakilan BKKBN di provinsi dalam menerapkan UU 23/2014 dan PP 87/2014 bisa dilakukan dengan baik di Kalimantan Selatan.

Tulisan ini diinspirasi pernyataan dalam kegiatan TOT minggu lalu : "jangan ikut menggunakan aplikasi yang dibangun Kalsel karena Kalsel sudah memulainya sejak tahun 2014". Berpedoman lah pada UU dan PP untuk bisa memahami.

Salam KB 2 Anak Cukup, aku bangga ikut KB
Berkualitas KB-ku makin berkualitas keluarga-ku

Rabu, 13 Mei 2015

ANALISIS IMPLEMENTASI URUSAN WAJIB KB DAN KS DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

A.   Pengertian-Pengertian
1.      Implementasi
Implementasi menurur Kamus Besar Bahasa Indonesia Online adalah merupakan kata kerja yang berarti pelaksanaan, penerapan. Majone dan Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2002), mengemukakan implementasi sebagai evaluasi. Browne dan Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2004:70) mengemukakan bahwa ”implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan”. Mclaughin (dalam Nurdin dan Usman, 2004) juga mengungkapkan pengertian implementasi sebagai aktivitas yang saling menyesuaikan. Adapun Schubert (dalam Nurdin dan Usman, 2002:70) mengemukakan bahwa ”implementasi adalah sistem rekayasa.”
Pengertian-pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan sekadar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu, implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh obyek tertentu seperti kebijakan publik.
2.      Kebijakan Publik
Menurut Wikipedia,  kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di masyarakat di mana dalam penyusunannya melalui berbagai tahapan. Tahap-tahap pembuatan kebijakan publik menurut William Dunn adalah
a.       Penyusunan agenda adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah ada ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan agenda publik perlu diperhitungkan. Jika sebuah isu telah menjadi masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain. Dalam penyusunan agenda juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Isu kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Policy issues biasanya muncul mengenai karakter permasalahan tersebut. Menurut William Dunn (1990), isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian, penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah kebijakan
b.      Formulasi kebijakan adalah pembahasan masalah yang sudah masuk dalam agenda untuk didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing slternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.
c.       Adopsi atau legitimasi kebijakan untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah. Dukungan untuk rezim cenderung berdifusi - cadangan dari sikap baik dan niat baik terhadap tindakan pemerintah yang membantu anggota mentolerir pemerintahan disonansi.Legitimasi dapat dikelola melalui manipulasi simbol-simbol tertentu. Di mana melalui proses ini orang belajar untuk mendukung pemerintah.
d.      Penilaian atau evaluasi kebijakansebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak.Dalam hal ini , evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalh-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.
3.      Implementasi Kebijakan Publik
Anderson (1978:25) mengemukakan bahwa: ”Policy implementation is the application by government`s administrative machinery to the problems.Kemudian Edward III (1980:1) menjelaskan bahwa: “policy implementation,… is the stage of policy making between establishment of a policy…And the consequences of the policy for the people whom it affects”.
Tachjan (2006i:25) menyimpulkan bahwa implementasi kebijakan publik merupakan proses kegiatan adminsitratif yang dilakukan setelah kebijakan ditetapkan dan disetujui. Kegiatan ini terletak di antara perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Implementasi kebijakan mengandung logika top-down, maksudnya menurunkan atau menafsirkan alternatif-alternatif yang masih abstrak atau makro menjadi alternatif yang bersifat konkrit atau mikro.
B.   Proses Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam proses kebijakan. Artinya implementasi kebijakan menentukan keberhasilan suatu proses kebijakan dimana tujuan serta dampak kebijakan dapat dihasilkan. Pentingnya implementasi kebijakan ditegaskan oleh pendapat Udoji dalam Agustino (2006:154) bahwa: “The execution of policies is as important if not more important than policy making. Policy will remain dreams or blue prints jackets unless they are implemented”.Agustino (2006:155) menerangkan bahwa implementasi kebijakan dikenal dua pendekatan yaitu
1.      Pendekatan top down yang serupa dengan pendekatan command and control (Lester Stewart, 2000:108). Pendekatan top down atau command and control dilakukan secara tersentralisasi dimulai di tingkat pusat dan keputusan-keputusan diambil di tingkat pusat.
2.      Pendekatan bottom up yang serupa dengan pendekatan the market approach (Lester Stewart, 2000:108) lebih menyoroti implementasi kebijakan yang terformulasi dari inisiasi warga masyarakat. Argumentasi yang diberikan adalah masalah dan persoalan yang terjadi pada level daerah hanya dapat dimengerti secara baik oleh warga setempat. Sehingga pada tahap implementasinya pun suatu kebijakan selalu melibatkan masyarakat secara partisipastif.
Tachjan (2006i:26) menjelaskan tentang unsur-unsur dari implementasi kebijakan yang mutlak harus ada yaitu
1.      Unsur pelaksana adalah implementor kebijakan yang diterangkan Dimock & Dimock dalam Tachjan (2006i:28) merupakan pihak-pihak yang menjalankan kebijakan yang terdiri dari penentuan tujuan dan sasaran organisasional, analisis serta perumusan kebijakan dan strategi organisasi, pengambilan keputusan, perencanaan, penyusunan program, pengorganisasian, penggerakkan manusia, pelaksanaan operasional, pengawasan serta penilaian
2.      Adanya program yang dilaksanakanMenurut Terry dalam Tachjan (2006:31) program merupakan “A program can be defined as a comprehensive plan that includes future use of different resources in an integrated pattern and establish a sequence of required actions and time schedules for each in order to achieve stated objective. The make up of a program can include objectives, policies, procedures, methods, standards and budgets”.
Maksudnya, program merupakan rencana yang bersifat komprehensif yang sudah menggambarkan sumber daya yang akan digunakan dan terpadu dalam satu kesatuan. Program tersebut menggambarkan sasaran, kebijakan, prosedur, metode, standar dan budjet. Pikiran yang serupa dikemukakan oleh Siagiaan, program harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.       Sasaran yang dikehendaki,
b.      Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu,
c.       Besarnya biaya yang diperlukan beserta sumbernya,
d.      Jenis-jenis kegiatan yang dilaksanakan dan
e.       Tenaga kerja yang dibutuhkan baik ditinjau dari segi jumlahnya maupun dilihat dari sudut kualifikasi serta keahlian dan keterampilan yang diperlukan (Siagiaan, 1985:85)
3.      Target group atau kelompok sasaran dari Tachjan (2006i:35) mendefinisikan bahwa: ”target group yaitu sekelompok orang atau organisasi dalam masyarakat yang akan menerima barang atau jasa yang akan dipengaruhi perilakunya oleh kebijakan”. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan kelompok sasaran dalam konteks implementasi kebijakan bahwa karakteristik yang dimiliki oleh kelompok sasaran seperti: besaran kelompok, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman, usia serta kondisi sosial ekonomi mempengaruhi terhadap efektivitas
Untuk dapat mengkaji dengan baik suatu implementasi kebijakan publik perlu diketahui variabel atau faktor-faktor penentunya sebagai berikut:
a.       Bureaucraitic structure(struktur birokrasi)
b.      Resouces (sumber daya)
c.       Disposisition (sikap pelaksana)
d.      Communication (komunikasi).
C.   UU, PP dan Peraturan Daerah
Berdasar pada pengertian kebijakan publik yang diutarakan sebelumnya maka salah satu kebijakan publik yang dituangkan sebagai produk perundang-undang di Indonesia adalah terbitnya Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Undang-Undang ini muncul didasarkan pada adanya issue pembangunan yang tidak merata pada masa Orde Baru dan banyak daerah yang menuntut diberlakukannya otonomi daerah atau pelaksanaan disentralisasi pemerintahan di Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Dengana melihat pada pendekatan dalam implementasi kebijakan publik maka implementasi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 bersifat Top down karena diterbitkan oleh pusat dan dilaksanakan oleh daerah.Undang-Undang ini memuat tentang urusan pemerintahan yang tidak dilakukan oleh Pemerintah Pusat namun dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan dibagi pada urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.Salah satu yang menjadi urusan wajib Pemerintah Daerah berdasar PP 38 tahun 2007 adalah penyelenggaraan keluarga berencana dan keluarga sejahtera seperti tercantum dalam  Bab II Pasal 2 ayat (4) huruf l.
UU 32 tahun 2004 tentang Pemerinta Daerah telah diimplementasikan ke dalam PP 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota maka implementasi selanjutnya tertuang dalam bentuk Peraturan Daerah Provinsi. Demikian pula hal nya dengan Provinsi Kalimantan Selatan, sudah menjadi ketentuan peraturan perundang-undangan bahwa implementasi PP 38 tahun 2007 terwujud dalam Peraturan Daerah atau Perda Provinsi Kalimantan Selatan. Bila berdasarkan pada unsur yang mutlak harus ada dalam implementasi kebijakan seperti dikemukakan oleh Tachjan yaitu adanya program yang dilaksanakan maka implementasi selanjutnya dari PP 38 tahun 2007 adalah Peraturan Daerah mengenai Rencana Kerja.
Konsideran dalam Peraturan Daerah yang memuat tentang Pembagian Urusan Pemerintahan dan juga memuat tentang Rencana Kerja Daerah. Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan telah menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 17 tahun 2009 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah tahun 2005 – 2025. Implementasi dari Perda nomor 17 tahun 2009 adalah Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2011 – 2015.

D.   Hasil Analisis Implementasi Urusan Wajib Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera
1.    Pada Perda nomor 17 tahun 2009 tentang RPJPD Provinsi Kalimantan Selatan memuat klausul tentang pemberlakukan RPJMD sebagai implementasi dari RPJPD Provinsi Kalimantan Selatan ;
2.    Pada Perda nomor 02 Tahun 2011 RPJMD Provinsi Kalimantan Selatan dimaksudkan untuk menjadi acuan danpedoman resmi bagi Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dalam penyusunanRencana Strategis SKPD, Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), serta sekaligusmerupakan acuan penentuan program daerah yang akan dibahas dalam rangkaianforum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Daerah Provinsi. Implementasi Urusan Wajib Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera pada Peraturan Daerah dapat dilihat sebagai berikut :
a.    Bab II Gambaran Umum Kondisi Daerah pada Sub Judul Demografis dengan menyebutkan tentang :
1)      Laju Pertumbuhan Penduduk
2)      Peserta KB Aktif
3)      Peserta KB Baru
b.    Bab III Gambaran Pengelolaan Keuangan dan Kerangka Pendanaan tidak tergambar dana-dana yang berkaitan dengan pelaksanaan urusan wajib bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera
c.    Bab IV Analisis Issu-Issu Startegis pada Sub Judul Demografi tidak tergambar adanya issu tentang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera dan seluruh issue hanya mengenai kesehatan bagi masyarakat dalam rangka meningkat Indeks Pembangunan Masyarakat
d.    Bab V Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran tidak menggambarkan adanya program yang berkaitan dengan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera
e.    Bab VI  Strategi dan Arah Kebijakan tidak menggambarkan adanya strategi dan arah kebijakan pembangunan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di Kalimantan Selatan.
f.     Bab VII Kebijakan Umum dan Program Pembangunan Daerah pada Sub Judul Misi Kedua Meningkatkan Sumber Daya Manusia Yang Produktif dan Berdaya Saing  pada Bidang Kesehatan  Arah Kebijakan ke-9 menyebutkan Pengendalian Pertumbuhan Penduduk dengan kebijakan fasilitasi revitalisasi Keluarga Berencana.
E.   Permasalahan
Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2011 ditanda tangani pada tanggal 11 Pebruari 2011. Diantara tahun ditanda tangani Perda nomor 17 tahun 2009 dan terbitnya Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2011 tersebut, Pemerintah Pusat telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga yang secara tegas menyebutkan bahwa Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana memiliki tugas pokok dan fungsi mengendalikan laju pertumbuhan penduduk melalui program Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. Undang-Undang ini sudah diikuti dengan diterbitkannya Peraturan Kepala BKKBN Pusat Nomor 82/PER/B-5/2011 tentang Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional di Provinsi seluruh Indonesia yang menjadi landasan ditempatkannya Perwakilan BKKBN Provinsi di Kalimantan Selatan.
Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Selatan merupakan mitra Pemerintah Daerah dalam melaksanakan program pengendalian pertumbuhan penduduk melalui program Keluarga Berencana. Namun pada matrik dalam Bab VII disebutkan bahwa kebijakan fasilitasi revitalisasi Keluarga Berencana merupakan urusan Kesehatan.
Permasalahan tersebut menggambarkan adanya ketidak sesuaian dalam implementasi kebijakan publik mengenai urusan wajib bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera.
Bagan di atas menunjukkan unsur-unsur dalam implementasi kebijakan publik dan terkait dengan kebijakan di bidang KB dan KS di Provinsi Kalimantan Selatan tidak secara substansi ada dalam Perda Kalsel lebih disebabkan tidak terlaksananya unsur komunikasi khususnya dengan lembaga legislatif sebab selama ini komunikasi secara intens hanya dilakukan terhadap eksekutif dan sebagian besar mengenai pelaksanaan program. Bukan pada yuridis forma.
Hal ini terjadi dikarenakan Struktur Birokrasi Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Selatan tidak berada dalam lingkup Pemerintah Daerah.

Demikian analisis kebijakan publik yang dibuat untuk memenuhi tugas matakuliah KEBIJAKAN PUBLIK. Semoga bermanfaat.

Entri yang Diunggulkan

MENILIK KELEMBAGAAN (Pengamatan dari 3 bagian)

S aya sudah pernah menulis mengenai kelembagaan BKKBN dalam artikel di  https://uniek-m-sari.blogspot.com/2015/02/uu-no-23-tahun-2014-dan-kk...