Membicarakan
pendataan keluarga tentunya tidak akan
lepas dari BKKBN sebab sejak tahun 1991 Pendataan Keluarga menjadi ikon
kegiatan KB. Dari pendataan keluarga ini akan didapat informasi tentang
kependudukan seperti kelompok umur penduduk, wanita usia subur, penduduk usia
di bawah 1 tahun, penduduk usia produktif dan penduduk berdasarkan jenis
kelamin. Selain itu, akan ada pula data mengenai kondisi anak usia sekolah,
jumlah pasangan usia subur, PUS ber-KB dan tidak ber KB. Data lain yang
tercover adalah kondisi kepala keluarga berdasar tahapan KS-nya yakni sesuai
dengan indikator-indikator yang menentukan apakah keluarga tersebut tergolong
pra sejahtera, sejahtera I, sejahtera II, sejahtera III atau sejahtera III
Plus.
Data-data
tersebut sudah barang tentu sangat diperlukan saat pemerintah akan melaksanakan
kegiatan pengentasan kemiskinan. Misalkan saat diberlakukannya wajib belajar 9
tahun maka data anak usia sekolah yang tidak bersekolah akan menjadi acuan
dalam menetapkan langkah kebijakan di bidang pendidikan tersebut. Atau adanya
kebijakan imunisasi secara nasional maka data jumlah Balita sangat diperlukan
dalam mendukung pelaksanaan imunisasi terhadap Balita. Bahkan ketika kebijakan
pemberian Beras Miskin (Raskin) yang ditujukan pada keluarga yang tidak mampu
maka data keluarga berdasar tahapan KS ini sangat membantu dalam menetapkan
calon penerima Raskin. Penggunaan data ini yang utamanya memang untuk program
Keluarga Berencana namun sifat multi fungsi dalam varibale pendataan itulah
yang menjadikan kegiatan ini ditunggu banyak pihak walaupun ada yang menyatakan
datanya tidak akurat karena tidak menggunakan metoda ilmiah.
Apa sebenarnya pendataan keluarga ?
Bab
VIII Data dan Informasi Kependudukan, UU 52 tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Keluarga Berencana pasal 49 ayat 1 dan 2 menjadi dasar untuk
memahami tentang pendataan keluarga. Bila bersandar pada dua pasal ini maka
yang dimaksudkan pendataan keluarga adalah merupakan salah satu cara pemerintah
da n pemerintah daerag untuk mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data dan
informasi mengenai kependudukan dan keluarga. Tujuan dari pendataan keluarga
disebutkan dalam ayat 3 yaitu untuk digunakan oleh pemerintah dan pemerintah
daerah sebagai dasar penetapan kebijakan, penyelenggaraan dan pembangunan.
Sedangkan pada pasal 50 ayat 4 disebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai
penyelenggaraan sistem informasi kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam
tatanan hukum perundang-undangan di Indonesia, setelah lahirnya Undang-Undang akan di lahirkan
Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana Undang-Undang. Sejak
diundangkan pada tahun 2009, UU tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga ini tidak serta merta diikuti dengan lahirnya Peraturan
Pemerintah. Hal ini dikarenakan proses sosialisasi UU tersebut dimulai pada
tahun 2011 setelah terbit Peraturan Kepala BKKBN Nomor 72 tahun Organisasi dan
Tata Kerja Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional dan Perka Nomor
82 tentang Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi
di Seluruh Indonesia yang berlandaskan pada Peraturan Presiden nomor 62 tahun
2010 tentang Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Perpres nomor
62 tahun 2010 ini kemudian tidak diberlakukan lagi setelah terbitnya Keputusan
Presiden Nomor 3 tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh dari Peraturan Presiden Nomor
103 tahun 2001. Dengan demikian, secara de jure baru setelah 5 tahun lahir UU
52/2009 baru diterbitkan Peraturan Pemerintah nomor 87 tahun 2014 tentang
Perkembangan Kependudukan, Pembangunan Keluarga da n Sistem Informasi Keluarga.
Akan tetapi, secara di facto PP 87 tahun 2014 ini lahir setelah 2 tahun UU 52
tahun 2009 dapat diaplikasikan di seluruh Indonesia.
PP 87 tahun 2014 Bab I Ketentuan Umum pasal 1 ayat 17 disebutkan Pendataan keluarga adalah tata cara
pengumpulan, pengolahan, penyajian, dan pemanfaatan data demografi, data
Keluarga Berencana, data keluarga sejahtera, dan data anggota keluarga yang
dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah bersama masyarakat secara
serentak setiap 5 (lima) tahun dan data yang dihasilkan akurat, valid, relevan,
dan dapat dipertanggungjawabkan.
Bab
IV Pasal 41 ayat 1 menyebutkan Penyelenggaraan Sistem Informasi Keluarga
sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 bertujuan menyediakan Data dan Informasi
Keluarga melalui pendataan keluarga, untuk dapat digunakan oleh Pemerintah dan
Pemerintah Daerah sebagai dasar penetapan kebijakan, penyelenggaraan
perkembangan kependudukan, pembangunan keluarga, Keluarga Berencana, dan
pembangunan lain.
Sampai
pada batas pasal ini maka sudah sangat jelas akan apa yang dimaksud dengan
pendataan keluarga, siapa yang memegang peranan dalam pelaksanaan pendataan
keluarga dan apa tujuan dilaksanakannya pendataan keluarga.
Hanya sayangnya,
dasar hukum yang tertulis di dalam PP 87 tahun 2014 ini tidak sejalan dengan
lampiran UU 23 tahun 2014 huruf N pada sub urusan keluarga berencana bagian
sistem informasi keluarga dimana pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan
dalam pengelolaan sistem informasi keluarga. Artinya, berdasar UU 23 tahun 2014, dalam hal pengelolaan sistem isnformasi keluarga (baca : pendataan keluarga) masih menjadi kewenangan pemerintah pusat sehingga boleh jadi pemerintah daerah tidak mengambil peranan
besar dalam pelaksanaan pendataan keluarga melainkan bergantung sepenuhnya pada
pemerintah pusat, notabene pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Uraian di atas menjadi acuan untuk lebih bijaksana lagi dalam membuat sebuah keputusan terutama yang terkait dengan pendataan keluarga. Lebih penting lagi bila keputusan ini ditujukan kepada Kabupaten/Kota terutama yang mendukung berupa anggaran di APBD untuk
keperluan pengumpulan dan pengolahan data keluarga. Bahkan di beberapa daerah, sudah ada yang menciptakan sistem informasi kependudukan sehingga mendukung tugas pokok dan fungsi BKKBN sebagaimana tertuang dalam UU 52 tahun 2009..
Secara de
facto Pemerintah Daerah telah melaksanakan UU 52 tahun 2009 di wilayahnya padahal secara de jure tidak terakomodir pada lampiran dan pasal-pasal dalam
Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah. Di sisi lain, UU 23 tahun 2014 lebih memiliki kekuatan hukum karena kedudukannya lebih tinggi dari Peraturan Pemerintah sehingga ketika ada pasal dalam Peraturan Pemerintah yang bertentangan dengan peraturan di atasnya dapat gugur demi hukum.
Oleh karena itu, sangat penting untuk dilakukan sinkronisasai dan sinergisitas pelaksanaan pendataan keluarga tahun 2015 di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota agar tidak terjadi benturan hukum yakni dengan menghargai kebijakan daerah terhadap proses pendataan keluarga di Kabupaten/Kota dan memberikan informasi formula yang dibutuhkan oleh pemerintah pusat sehingga pemerintah daerah dapat menyesuaikan output datanya dengan kebutuhan pemerintah pusat.
Tulisan ini, bagian pertama edisi pendataan keluarga tahun 2015....sampai bertemu dalam edisi pendataan keluarga tahun 2015 lainnya
SALAM KB 2 ANAK CUKUP, SEMOGA PENDATAAN KELUARGA TAHUN 2015 SUKSES !!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Email