SCROLL

SELAMAT DATANG DI Uniek M. Sari's BLOG

Rabu, 14 Agustus 2019

KAJIAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA

Data

Sejak tahun 1991, BKKBn telah memiliki sistem pengolahan data yang tersttruktur dimulai dari tingkat terendah seperti Puskesmas untuk pelayanan KB dan keluarga untuk pembinaan ketahanan keluarga yang tersaji sampai ke tingkat nasional. Sejak dari proses manual yang memakan waktu berbulan-bulan hingga proses cepat menggunakan tehnologi informatika sehingga hanya perlu beberapa jam untuk mendapatkan data dari tingkat terendah dalam program Kependudukan, Keluarga Berencana dan pembangunan Keluarga.

Data-data tersebut terekapitlasi secara sistematis sehingga mudah ditelusuri sumber data dan mudah pula dilakukan penghitungan terhadap angka-angka yang tersedia sehingga menghasilkan kesimpulan yang cukup signifikan dalam penentuan kebijakan baik secara program maupun anggaran.

Akan tetapi, data-data yang tersedia dan disajikan oleh BKKBN masih merupakan gambaran-gambaran umum mengenai program KB atau KS saja. Data-data itu sendiri belum dicoba untuk dilakukan kajian secara lebih mendalam guna mengambil satu langkah besar dalam program KKBPK.

Mengacu pada yang pernah dilaksanakan oleh Pemda Kabupaten Sukabumi pada tahun 2011 yakni dengan memanfaatkan data-data yang ada dalam program KKBPK untuk melakukan sebuah kajian akademis yang kemudian dapat menjawab pertanyaan yang cukup penting yaitu apakah program KB dibutuhkan atau tidak ?

Tulisan berikut mencoba mengolah data yang ada di Kalimantan Selatan untuk melihat Cost and Beneffit Program KKBPK di Kalimantan Selatan. Adapun yang akan dianalisa adalah data-data

  • Hasil pendataan keluarga tahun 2015
  • Pasangan Usia Subur, Peserta KB Aktif per Mix Kontrasepsi Rapat Pengendalian Program per Desember 2017 dan Desember 2018, 
  • Jumlah Penduduk 2018 dari BPS


Penghitungan Data Dasar

Tujuan program KKBPK adalah menahan laju pertumbuhan penduduk melalui pengaturan jarak dan jumlah kelahiran. Oleh karena itu, ukuran yang akan dijadikan sebagai kunci jawaban dari pertanyaan di atas adalah pada jumlah kelahiran. 

Angka Crude Birth Rate adalah rata-rata penduduk lahir hidup per 1000 penduduk disebuah wilayah.  Pada tahun 2011 CBR di Kalsel sebesar 18,3 artinya per 1000 penduduk terdapat 183 penduduk lahir hidup. Dalam penghitungan ini diberi konstan 50 yang berarti dalam 1000 penduduk terdapat 500 kelahiran.

Angka Kelahiran Total pada penghitungan ini adalah dengan mengambil data dasar jumlah penduduk usia dibawah 1 tahun dibanding dengan jumlah wanita usia subur pada hasil Pendataan Keluarga tahun 2015 karena dianggap 90% merupakan data valid by name by address yang diperoleh dari hasil pendataan keluarga di Kalimantan Selatan. Angka ini kemudian di bagi 1000. Angka ini seharusnya merupakan Total Fertility Rate akan tetapi TFR yang diperoleh dari hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia tidak dapat menggambarkan data per Kabupaten/Kota sehingga perlu dihitung angka yang mendekati angka kelahiran total ini.

Angka Efektifitas diperoleh dari jumlah keseluruhan % per mix kontrasepsi terhadap efektifitas masing-masing kontrasepsi dimana

  • Efektifitas IUD yang tinggi 0,95; sedang 0,90 dan rendah 0,85
  • Efektifitas MOP dan MOW yang tinggi; sedang maupun rendah sebesar 1
  • Efektifitas Implant yang tinggi 0,95; sedang 0,90 dan rendah 0,85
  • Efektifitas Suntik dan Pil yang tinggi 0,95; sedang 0,87 dan rendah 0,80
  • Efektifitas kondom yang tinggi 0,95; sedang 0,80 dan rendah 0,75

Data lainnya diambil dari sumber-sumber yang sudah disebutkan di atas.

Hasil Penghitungan


Sumber Data : Hasil Penghitungan Data Dasar PK 2015, Radalgram Desember 2017 dan 2018

Tabel di atas menunjukkan hasil pengolahan pada data dasar yang memunculkan proses input data terdiri dari % PA/PUS, %PUS tahun 2017, % PUS tahun 2018, P(penduduk) tahun 2018 dan % Angka Kelahiran Total.

Dari angka-angka di atas diketahui bahwa

  1. % angka kelahiran total di Kalimantan Selatan pada tahun 2015 sebesar 0,82. Laju pertambahan pasangan usia subur tahun 2017 ke 2018 sebesar 0,04. 
  2. Efektifitas kontrasepsi di Kalimantan Selatan tertinggi 96,05; sedang 87,79 dan terendah 72,33.
Kedua jenis hasil penghitungan data dasar ini kemudian dilakukan perhitungan dan untuk efektifitas kontrasepsi yang dipakai adalah efektifitas tertinggi.

Hasil Pengolahan

Berikut merupakan hasil pengolahan data dasar berupa 
  1. Angka kelahiran kasar berdasar efektifitas yakni pengurangan antara angka kelahiran kasar awal dengan perkalian antara PA/PUS dengan tingkat efektifitas tertinggi dibagi laju pertambahan PUS.
  2. Angka kelahiran total berdasar efektifitas yakni pengurangan antara angka kelahiran kasar efektitas dikalikan dengan angka kelahiran total.
Dari kedua hasil penghitungan ini bisa diketahui angka kelahiran tercegah menurut efektifitas yakni dengan mengurangkan angka kelahiran kasar berdasar efektifitas terhadap angka kelahiran total berdasar efektifitas dibagi 1000 dan dikali dengan penduduk tahun 2018.

Sumber Data : Hasil Pengolahan Data Dasar

Tabel di atas menunjukkan kondisi sebagai berikut
  1. Angka kelahiran kasar menurut efektifitas penggunaan kontrasepsi di Kalimantan Selatan sebesar 21,20. Angka ini termasuk cukup besar dan dari 13 Kabupaten/Kota terlihat angka kelahiran kasar menurut efektifitas penggunaan alat kontrasepsi ada di Kabupaten Kotabaru, Banjar, Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah dan Balangan.
  2. Angka kelahiran total menurut efektifitas penggunaan kontrasepsi di Kalimantan Selatan sebesar 2,97 dan hampir seluruh Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan berada di angka 2-3.
  3. Kelahiran tercegah disebabkan efektifitas penggunaan kontrasepsi di Kalimantan Selatan sebanyak 105.146 tersebar di 13 Kabupaten/Kota dengan kelahiran tercegah paling banyak di Kota Banjarmasin dan Kabupaten Banjar. Untuk Kabupaten Banjar perlu dilakukan penelitian lebih mendalam sebab Angka Kelahiran Kasar menurut efektifitas penggunaan kontrasepsi besar akan tetapi kelahiran tercegahnya juga besar. Hal ini bisa besarnya angka kelahiran tercegah di Kabupaten Banjar tidak sepenuhnya disebabkan efektifitas penggunaan kontrasepsi melainkan hal-hal lain di luar kontrasepsi modern.
Dengan 105.146 kelahiran yang dapat dicegah di Provinsi Kalimantan Selatan ini, apabila diperhitungkan ke dalam pembiayaan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah menyangkut pendidikan dasar dan kesehatan maka dengan tercegahnya kelahiran karena penggunaan Alat Obat Kontrasepsi ini memberikan korelasi yang cukup besar dalam penghematan anggaran.

Berdasar asumsi 1 orang mendapat biaya pendidikan dasar sebesar 3 juta rupiah dan kesehatan dasar sebesar 3 juta 5 ratus ribu rupiah maka Pemerintah (Pusat mapun Daerah) perlu menyiapkan dana sebesar Rp. 6.500.000,- (enam juta lima ratus ribu rupiah) perorang.

Kelahiran tercegah di Provinsi Kalimantan Selatan sebanyak 105.146 maka Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah tidak jadi atau tercegah menyiapkan anggaran lebih dari 630 milyar rupiah. Kalau tidak ada penggunaan alat kontrasepsi maka tidak ada kelahiran yang tercegah dan tentunya harus menyiapkan anggaran yang lebih besar untuk pendidikan dasar dan kesehatan dasar.

Semoga uraian ini memberikan gambaran bahwa program KKBPK dibutuhkan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Hasil dari program ini tidak dirasakan secara langsung melainkan dirasakan secara tidak langsung karena penghematan anggaran sebesar 630 milyar rupiah tersebut dapat diarahkan pada pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah Kalimantan Selatan.

Perhitungan yang sama bisa dilakukan untuk seluruh Provinsi di Indoensia guna menjawab pertanyaan tentang tingkat kebutuhan program KKBPK di Indonesia.

Salam KB !!!
I am proud to be a family planning participant 


Rabu, 07 Agustus 2019

POHON SALAM

Secara umum salam diartikan sebagai cara bagi makhluk hidup untuk secara sengaja meng-komunikasi-kan kesadaran akan kehadiran orang lain untuk menunjukan perhatian dan/atau untuk menegaskan atau menyarankan jenis hubungan atau status sosial antar individu atau kelompok orang yang berhubungan satu sama lain. Tujuan sebuah salam adalah untuk mempererat hubungan.

Dalam tulisan kali ini, saya ingin membahas mengenai pohon salam. Tentunya bukan salam secara khusus dalam pengertian agama atau kepercayaan, melainkan salam-salam yang berkaitan dengan pelaksanaan sebuah program. Dalam hal ini khususnya program KKBPK.

Struktur Pohon

Seperti diketahui bersama, yang nampak dipermukaan dari sebuah pohon adalah batang, cabang, ranting, ruas untuk kemudian di setiap ruas inilah ada lembaran daun sehingga berbentuk pohon.

Sebuah pohon yang hanya terdiri dari batang, tentu bukan pohon hidup sebab ciri sebuah pohon hidup adalah adanya daun. Dan daun, tidak tumbuh di batang pohon, minimal tumbuh di pelepah batang pohon yang merupakan bagian dari batang pohon.

Pohon Salam

Program utama dari Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga adalah menahan laju pertumbuhan penduduk dengan program pengaturan jarak dan jumlah kelahiran. Dengan demikian slogan DUA ANAK CUKUP dapat mewakili pelaksanaan program di lembaga pemerintah non departemen ini.

Slogan itu kemudian diikuti dengan salam yang khas terdengar sudah sejak lama yaitu samal KB yang akan dijawab dengan DUA ANAK CUKUP, BAHAGIA SEJAHTERA.

Dengan salam dan jawaban ini, sebenarnya sudah mewakili program Keluarga Berencana secara keseluruhan.

Akan tetapi, dengan perkembangan situasi dan kondisi lingkungan eksternal, program KKBPK kemudian melaksanakan berbagai kegiatan di berbagai kelompok umur. Akhirnya setiap kegiatan unit yang menyelenggarakan program KKBPK memiliki salam-salamnya sendiri.

Sebagai sebuah pohon, salam KB akhirnya bercabang menjadi salam petugas lapangan KB, salam GenRe, salam Lansia, salam BKB, salam KKBPK dan salam lainnya. Jawaban salam-pun beraneka ragam. Pada akhirnya, dari sebatang pohon salam KB menjadi cabang, ranting dan ruas salam yang cukup banyak. Siapa yang menanggung beban salam ini ?

Beban Salam

Ketika sebuah salam muncul, awalnya diperkenalkan kepada 33 orang dari 33 provinsi dan hanya untuk kalangan di cabang salam itu sendiri. Tetapi ketika salam membentuk ranting maka 33 provinsi sudah menerima salam cabang dan salam ranting. 

Bila sebuah pohon memiliki 6 cabang dan 30 ranting maka jumlah salam sangat bergantung pada cabang dan ranting ini. Beruntung kalau dari 6 cabang ini tidak semua ranting memiliki salam. Kalau semua ranting memiliki salam maka penyebaran ke 33 provinsi menjadi sebanyak 37 salam yakni salam utama, salam cabang dan salam ranting.

Siapa yang terkena beban salam ? Pembahasan berikut gambarannya.

Struktur pohon, sama dengan struktur organisasi. Atau boleh jadi, struktur organisasi merupakan pengejawantahan dari sebuah pohon. Itu sebabnya, sebuah organisasi besar akan terdiri dari organisasi pusat atau organisasi induk, organisasi cabang, organisasi ranting dan seterusnya hingga organisasi tersebut berada di tingkat paling rendah dan rimbun yakni desa/kelurahan. Disebut rendah karena secara tata perintahan levelnya terakhir adalah desa/kelurahan disebut rimbun karena jumlah desa/kelurahan lebih banyak dibanding jumlah kecamatan apalagi dibanding jumlah kabupaten/kota dan jumlah provinsi.

Beban pekerjaan sebuah program berada di level desa/kelurahan. Kalau di organisasi induk terdapat pembagian struktur yang melaksanakan tugas secara terfokus hanya pada tugas pokok dan fungsi dari strukturnya saja, demikian pula bi level provinsi dan kabupaten/kota maka berbeda di tingkat desa/kelurahan. 

Seorang petugas lapangan KB adalah struktur utuh dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional dimana bidang perencanaan, bidang KB, bidang KS, Bidang Dalduk, Bidang Adpin, Sekretariat dan Bidang Pelatihan berada di tugas pokok dan fungsi petugas lapangan KB. Akan bisa dibayangkan seorang petugas lapangan KB harus mengucapkan 36 buah salam dipertemuan yang berbeda-beda.

Dampak Salam

Pelaksanaan program KKBPK tidak hanya dilakukan oleh petugas lapangan KB melainkan juga oleh Kader KB. Sama hal-nya dengan petugas lapangan KB, karena setiap pembinaan dari provinsi dan kabupaten/kota membawa salam maka seorang kader KB akan menampung minimal 6 sampai dengan 10 salam.

Bisa dibayangkan kalau semua salam ini sampai ke tengah-tengah masyarakat dengan pendidikan yang rata-rata SD. Bisa jadi dengan analisis sederhana-nya masyarakat akan bertanya, sebenarnya program KKBPK itu fokusnya kemana ? Kalau kemudian jawaban atas pertanyaan itu tidak sesuai yang diharapkan maka akan menimbulkan kesimpulan bahwa program KKBPK itu tumpang tindih dengan program lain. Pada akhirya mempengaruhi pelaksanaan program KKBPK itu sendiri di tengah-tengah masyarakat karena mereka ambigu dengan tujuan program yang dijalankan oleh petugas lapangan KB dan oleh kader KB.

Akan tetapi dengan penggambaran ini, bukan berarti salam-salam tersebut dihilangkan melainkan justru harus lebih difokuskan lagi sesuai dengan segmen dan wilayahnya. Salam harus dibedakan mana salam yang untuk masyarakat banyak dan mana salam yang hanya untuk pelaksana program. 

Contoh 
  1. Salam petugas lapangan KB untuk segmen pengelola program bukan semua sektor melainkan pengelola program KKBPK dari tingkat provinsi dan lini lapangan
  2. Salam KKBPK untuk segmen pengelola program di tingkat provinsi, bukan untuk petugas lapangan KB karena mereka sudah ada salam sendiri
  3. Salam GenRe merupakan salam untuk segmen remaja maka tidak perlu dibawa ke masyarakat luas melainkan cukup di lingkungan remaja dan pada pertemuan remaja
  4. Salam lansia merupakan salam untuk segmen bina keluarga lansia, tidak perlu dibawa ke pertemuan umum.
Dengan memahami segmentasi tersebut maka salam akan terfokus sesuai dengan sasaran program dan hal tersebut justru lebih melekat sesuai dengan kelompok kegiatan dimana program KKBPK itu berjalan.

Demikian dan semoga bermanfaatn

Salam KB !!

I am proud to be a family planning participant.......

Minggu, 04 Agustus 2019

JARI

Lima jari yang kita miliki, masing-masing punya nama dan makna sendiri-sendiri
  1. Jari telunjuk : merupakan jari yang dipergunakan untuk menunjuk baik jauh maupun dekat. Dengan posisi ini maka kita dapat menyebutkan jari telunjuk adalah lambang orang yang suka memberi perintah (pemerintah)
  2. Jari tengah : merupakan jari dengan ukuran paling tinggi dan berada persis di tengah. Dengan posisi ini maka kita dapat menyebutkan jari tengah adalah lembang kaum elit yang berada pada posisi di atas.
  3. Jari manis : merupakan jari dimana sering mengenakan perhiasan berupa cincin. Dengan posisi ini maka kita dapat menyebutkan jari manis adalah lambang kaum borju atau orang-orang kaya.
  4. Jari kelingking : merupakan jari paling kecil dan seringkali dihitung paling akhir. Dengan posisi ini maka kita dapat menyebutkan jari kelingking adalah lambang kaum yang diperhitungkan paling akhir karena mereka hanya orang-orang kecil.
  5. Jari jempol : segala hal yang bagus, hebat, istimewa diberi acungan jempol dan saat menghitung jempol selalu mendapat urutan pertama. Dengan posisi ini maka kita dapat menyebutkan jari jempol adalah lambang kaum yang hebat seperti ulama, cendikiawan dan sejenisnya.


TAHUKAH

1.  Bahwa jari kelingking itu :
  • Cuma berdampingan dengan jari manis tanpa bisa saling menyentuh dengan mesra. Artinya, orang-orang kecil selalu ada dekat dengan kaum borju namun tidak akan bisa bersentuhan
  • Tidak bisa disentuh oleh jari tengah walau jari tengah membungkuk sekalipun. Dengan menimbulkan rasa sakit, jari tengah tidak akan bisa menyentuh jari kelingking. Artinya, kaum elit tidak akan bisa menyentuh orang-orang kecil dan andaikata dipaksa hanya menimbulkan rasa sakit pada sekitarnya.
  • Tersentuh hanya sekedarnya oleh jari telunjuk dan itupun telunjuklah yang harus mendekat Artinya, orang yang memberi perintah / pemerintah hanya bisa menyentuh orang-orang kecil ini sekedarnya saja
  • Bersentuhan sempurna dengan jari jempol. Artinya, hanya orang-orang jempol-lah yang bisa menyentuh orang-orang kecil.

2.  Bahwa jari telunjuk itu :
  • Dengan jari kelingking sudah jelas.
  • Dengan jari tengah hanya berdampingan tanpa bisa bersentuhan dengan sempurna. Artinya, pemerintah dan orang elit hanya bisa berdampingan namun tidak bisa saling bersentuhan
  • Dengan jari manis bisa bersentuhan bila keduanya saling mendekat. Artinya, pemerintah dan kaum borju bisa bersentuhan dengan baik walau dipisah oleh kaum elit
  • Dengan jari jempol bersentuhan sangat sempurna. Artinya, orang-orang jempol bisa menyentuh pemerintah.

3. Bahwa jari tengah itu :
  • Dengan jari kelingking sudah jelas
  • Dengan jari telunjuk sudah jelas
  • Dengan jari manis berdampingan namun tidak bisa saling menyentuh satu sama lain. Artinya, kaum elit sulit bersentuhan dengan kaum borju
  • Dengan jari jempol, bersentuhan sangat sempurna bila jari tengah menunduk. Artinya, orang-orang elit hanya bisa bersentuhan dengan orang-orang jempol

4. Bahwa jari manis itu :
  • Dengan jari kelingking sudah jelas
  • Dengan jari tengah sudah jelas
  • Dengan jari telunjuk sudah jelas
  • Dengan jari jempol, bila jari manis menunduk dan jari jempol mendekat maka akan bersentuhan. Artinya, kaum borju bila mau merendah dan di dekati oleh orang-orang jempol maka mereka akan saling bersentuhan

5. Bahwa jari jempol itu :
  • Dengan jari telunjuk bisa mendekat dan bersentuhan
  • Dengan jari tengah bila si tengah menunduk maka bisa bersentuhan
  • Dengan jari manis bila si manis mendekat maka bisa bersentuhan
  • Dengan jari kelingking bila keduanya saling mendekat maka bersentuhan.


MAKA ALANGKAH BAHAGIANYA ORANG YANG MENEMPATKAN DIRINYA PADA GOLONGAN JEMPOL SEBAB BISA MENYENTUH SEGALA KELOMPOK DALAM STRATA KEHIDUPAN BERMASYARAKAT.

JANGAN BANGGA SAAT MENEMPATKAN DIRI SEBAGAI JARI TELUNJUK, JARI TENGAH APALAGI JARI MANIS SEBAB TEMANNYA SANGAT TERBATAS.

Selamat sore

ISTILAH "JUAL PANDIRAN"

Pandiran di dalam bahasa Indonesia adalah “omongan” atau “perkataan”. Dengan demikian, jual pandiran berarti menjual perkataan. Kalau seseorang bertindak sebagai penjual barang maka akan disebut sesuai dengan barang yang diperjual belikan. Jual sayur berarti dilakukan oleh penjual dengan barang dagangan adalah sayur mayur….walau dalam dagangannya terdapat ikan, bumbu sayur dan sebagainya sebab dianggap barangan dampingan dari barang yang dijual. Keuntungan yang di dapat tentunya bersifat simbiosis mutualisme yakni sebagai pembeli dapat manfaat atas barang yang dibeli dan sebagai penjual mendapat keuntungan dari barang yang dijual.

Bagaimana dengan “jual pandiran” ?

Sudah jelas, yang dijual adalah perkataan. Perkembangan jaman mengharuskan adanya seorang penjual perkataan.  Maksudnya, dengan perkataan yang disampaikan maka seseorang bisa mendapat keuntungan atas perkataannya sedangkan pihak lain mendapat manfaat dari perkataan itu. Artinya, dalam kegiatan jual pandiran tetap ada prinsip simbiosis mutualisme.

Contoh sederhana dari orang yang jual pandiran adalah “komentator” sepak bola atau olahraga lainnya. Si penjual perkataan mendapat keuntungan berupa material sementara orang yang mendengar perkataan itu mendapat manfaat dengan pertambahan pengetahuan dalam olahraga yang diberi komentar.

Contoh lainnya adalah ahli social, politik, pendidikan dan sebagainya yang sering memberikan pembahasan tentang hal-hal yang menjadi spesialisasinya. Dengan penyampaian pembahasan tersebut penjual perkataan mendapat keuntungan material maupun non material sementara pendengar mendapat manfaat berupa pengetahuan dan apabila “jual pandiran” itu dilakukan melalui media massa sudah barang tentu diharapkan bisa menaikkan rating maupun oplah.

Jual pandiran pada masyarakat modern justru diperlukan sebab perkembangan ilmu pengetahuan ternyata menunjukkan bahwa perlu seorang motivator atau fasilitator yang bisa meningkatkan pengetahuan sampai dengan mengubah sikap dalam pengambilan kebijakan. Seorang motivator dan fasilitator pada dasarnya “jual pandiran” namun sekali lagi ada simbiosis mutualisme dalam pola kegiatannya.

Dari seluruh contoh tersebut jelas bahwa orang yang “jual pandiran” perlu memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan secara khusus sehingga “pandiran” yang dijual bisa memberi manfaat bagi yang mendengarkan.

Ada ilustrasi orang yang juga termasuk dalam istilah “jual pandiran” tanpa harus memiliki kualitas dalam hal pengetahuan, keterampilan maupun kemampuan khusus sebagai berikut :

Si A mengatakan kepada si C bahwa dirinya akan pergi bila si B memberikan rekomendasi untuk kepergian itu. Sementara kepada orang lain justru si A mengatakan si C yang berkata demikian. Padahal baik B maupun C tidak melakukan tindakan apapun dalam memberikan rekomendasi tersebut bahkan tidak mengatakan seperti apa yang disampaikan oleh si A.

Sahabatku, bagaimana dengan “jual pandiran” yang tidak didasarkan pada kualitas yang khusus terhadap pengetahuan, keterampilan maupun kemampuan seperti ilustrasi di atas ? Bersifat simbiosis mutualisme ataukah simbiosis parasitisme ?


Catatan 7 Pebruari 2011

MANA YANG LEBIH DAHULU ?

Pembahasan berikut ini tidak berkaitan dengan anekdot lebih dahulu mana antara ayam dan telur melainkan sebuah pembahasan yang berkenaan dengan organisasi pemerintahan.


Moratorium dan Gap Struktur

Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan moratorium Pegawai Negeri Sipil di tahun 2014. Penerimaan pegawai kemudian dilaksanakan pada tahun 2017 dan tahun 2018. Penerimaan pegawai di tahun 2016 dan 2018 ditujukan untuk mengganti pegawai yang pensiun pada tahun 2016 dan 2018. Dengan tidak adanya penerimaan pegawai selama 4 tahun tersebut sangat terlihat dampaknya pada suksesi pejabat struktural di lembaga pemerintahan baik pusat maupun daerah.

Banyak jabatan-jabatan kosong yang kemudian diisi rangkap oleh pejabat definitif lain. Rangkap jabatan itu sendiri akhirnya berlangsung dalam waktu yang cukup lama sebab terdapat gap yang cukup lebar saat dilakukan pemetaan pegawai. Pemetaan pegawai sangat diperlukan untuk mengetahui kemapuan personil terhadap beban kerja organisasi pemerintahan. Di dalam pemetaan tersebut yang perlu dilihat selain pendidikan tentunya masa kerja pegawai, kemampuan managerial  dan kemampuan operasional sesuai kebutuhan organisasi. Kenyataannya, dengan 4 (empat) tahun moratorium menyebabkan banyak pegawai yang kemudian secara instan menduduki jabatan-jabatan yang kosong padahal dari segi kemampuan managerial dan operasional belum memenuhi syarat.

Dampak dari penempatan karena faktor instan ini adalah bukan hanya dalam hal me menage kegiatan dan anggaran yang bermasalah melainkan pemahaman terhadap tugas pokok dan fungsi yang sangat rendah.

Sebagai contoh pernah saya temui, seorang pejabat eselon 4 yang baru dilantik padahal masa kerja kurang dari 10 tahun tidak memahami definisi operasional yang menjadi tugas pokok dan fungsinya seperti PPKBD, Sub PPKBD, BKB, BKR, BKl dan UPPKS. Hal ini berpengaruh pada pelaksanaan kegiatan di lapangan karena pejabat baru ini mengira semua petugas lapangan merupakan kader PPKBD. Akhirnya, agar tidak salah kaprah, perlu diberi inforasi-informasi tambahan bagi pejabat baru ini.

Hal lain yang kemudian terjadi adalah ketika perlu dilakukan perputaran pejabat, yang bersangkutan menyatakan tidak ingin dimutasi ke tempat yang lain dengan alasan status pendidikannya mengharuskan dia berada di jabatan tersebut selama bekerja di organisasi pemerintahan dimana dia berada. Kondisi ini tentunya sangat tidak menguntungkan bagi organisasi berkaitan dengan kewajiban untuk memberikan pengembangan bagi sumber daya manusia dalam organisasi tersebut. Walhasil, pejabat yang dilantik tahun 2015 ini sampai sekarang masih berada di posisi yang sama sementara beberapa rekannya sudah bergeser.

Gap-gap semacam ini yang muncul pasca diterapkan moratorium pegawai negeri sipil. Pejabat yang duduk secara instant.

Mana Yang Duluan ?

Banyak organisasi pemerintahan yang akhirnya kekurangan personil untuk mengisi jabatan-jabatan kosong. Dari sekian banyak jabatan yang ada dalam struktur organisasi pemerintahan, terdapat jabatan vital yang seharusnya definitif apalagi ketika pimpinan di organisasi tersebut menghadapi masa purna tugas.

Jabatan vital tersebut adalah sekretaris dikarenakan tugas pokok dan fungsinya yang menangangi permasalahan administrasi kepegawaian, administrasi keuangan dan administrasi perkantoran lainnya. Disaat sebuah organisasi pemerintahan memiliki pimpinan, jabatan sekretaris yang kosong tidak akan berdampak secara signifikan karena tanggung jawab menejerial berada di level pimpinan. Akan tetapi dalam posisi tidak adanya sekretaris yang kemudian diikuti dengan tidak adanya pimpinan akibat purna tugas, akan berdampak sangat signifikan. . 

Apabila pejabat yang ditempatkan sebagai sekretaris adalah pejabat yang secara definitif merupakan pejabat operasional dikhawatirkan akan menimbulkan permasalahan tersendiri. Permasalahan bukan hanya sekedar pada kemampuan dalam membagi perhatian pada pelaksanaan tanggung jawab dua bidang melainkan akan terjadi benturan kepentingan. Hal ini dikarenakan sekretaris memiliki tanggung jawab administrasi keuangan dan program dari lingkungan internal sampai eksternal sedangkan jabatan operasional bagi sekretaris bukan hanya bagian dari menejerial internal melainkan juga merupakan eksternal bagi pelaksanaan administrasi keuangan dan administrasi program.

Akan berbeda bila pejabat sekretaris merangkap jabatan operasional karena secara definitif tanggung jawabnya sudah pada bagian menejerial sehingga sifat bantuan ke jabatan operasional yang diembannya sebagai jabatan rangkap hanya akan bersifat adminsitratif. Benturan kepentingan akan sangat kecil terjadi.

Dengan dasar pemikiran ini makan sebaiknya yang didahulukan adalah pelantikan terhadap pejabat sekretaris.

Pentingnya Assesment

Mengingat jabatan sekretaris adalah jabatan strutural yang vital dalam sebuah organisasi pemerintahan, sudah seharusnya penempatan personil dalam jabatan ini mengacu pada need assesment. Bukan hanya dari segi kemampuan menejerial yang harus diketahui melainkan sikap dan tingkat emosional. Berbeda dengan jabatan operasional dimana hubungan individu terjalin dengan mitra kerja, seorang sekretaris memiliki hubungan individu selain dengan mitra kerja juga dengan pegawai-pegawai internal.

Yang lebih utama adalah tidak adanya indikasi perilaku dan pemikiran untuk melakukan penyalah gunaan wewenang dikarenakan dalam jabatan sekretaris ini administrasi keuangan dan administrasi pekerjaan berlangsung. Berbeda dengan jabatan operasional yang hanya mengelola anggaran bidang sendiri, jabatan sekretaris memiliki tanggung jawab mengelola keuangan keseluruhan dalam organisasi pemerintahan.

Salam 

Sabtu, 03 Agustus 2019

SURVEY REFORMASI BIROKRASI


Berdasar situs website Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, pengertian reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business prosess) dan sumber daya manusia aparatur. 
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan reformasi birokrasi tersebut, terdapat berbagai kegiatan yang mengarah pada pencapaian tujuan dari Reformasi Birokrasi. Untuk memantau keberhasilannya, Kemenpan melakukan survei di seluruh kementerian dan lembaga secara berkala dan akan mencapai akhir evaluasi adalah pada tahun 2019. Indeks Reformasi Birokrasi terdiri dari :
A.  Pengungkit terdiri dari 
1.   Manajemen perubahan
2.   Penataan Peraturan Perundang-Undangan
3.   Penataan dan Penguatan Organisasi
4.   Penata tatalaksanaan
5.   Penataan Sistem Manajemen SDM
6.   Penguatan Akuntabilitas
7.   Penguatan Pengawasan
8.   Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

B.  Hasil terdiri dari
1.   Nilai Akuntabilitas Kinerja
2.   Survei Internal Integritas Organisasi
3.   Survei Eksternal Persepsi Korupsi
4.   Opini BPK
5.   Survei Eksternal Pelayanan Publik.

Pencapaian
Lembaga yang termasuk dalam survey RB Kemenpan adalah BKKBN yang memiliki tugas pokok dan fungsi menurunkan laju pertumbuhan penduduk. 

Berdasar hasil survei integritas jabatan di lingkungan BKKBN terdapat kriteria sebagai berikut :
1. Pada tahun 2017 terdapat 21%  memahami tugas pokok dan fungsi sedangkan pada tahun 2018 terdapat 16%
2. Pada tahun 2017 terdapat 11% yang tidak memahami tugas pokok dan fungsi serta ukuran keberhasilan pekerjaan sedangkan pada tahun 2018 menjadi 27%.

Dari kriteria pengetahuan terhadap tugas pokok dan fungsi serta ukuran keberhasilan pekerjaan diketahui bahwa justru yang meningkat adalah ketidak tahuan pegawai atas tugas pokok dan fungsi serta ukuran keberhasilan pekerjaan.

Apabila dikaitkan dengan indeks dalam reformasi birokrasi maka hal tersebut dapat dianalisa sebagai berikut :

A.  Pengungkit terdiri dari 

  1. Manajemen perubahan terdapat capaian sebesar 49,4% dari nilai maksimal pada tahun 2018 sedangkan tahun 2016 tercapai sebesar 49,8% artinya pada tahun 2018 terdapat penurunan sebesar 0,4%
  2. Penataan Peraturan Perundang-Undangan tercapai sebesar  41,8% dari tahun 2016 sampai dengan tahun 2018 dari nilai maksimal sehingga tidak ada perubahan
  3. Penataan dan Penguatan Organisasi tercapai 53,7% tahun 2018 sedangkan tahun 2016 tercapai 64,0% artinya terdapat penurunan sebesar 10,3% dari nilai maksimal
  4. Penata tatalaksanaan tercapai 53,7% tahun 2018 sedangkan tahun 2016 tercapai 56,3% artinya terdapat penurunan sebesar 2,7% dari nilai maksimal
  5. Penataan Sistem Manajemen SDM tercapai 81,0% pada tahun 2018 sedangkan tahun 2016 tercapai 80,5% artinya terdapat kenaikan sebesar 0,5% dari nilai maksimal
  6. Penguatan Akuntabilitas tercapai 57,8% pada tahun 2018 sedangkan pada tahun 2016 sebesar 72,5% artinya terdapat penurunan sebesar 14,7%
  7. Penguatan Pengawasan tercapai 56,8% pada tahun 2018 sedangkan pada tahun 2016 tercapai sebesar 67,7% artinya terdapat penurunan sebesar 10,9% dari tahun 2018
  8. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik tercapai sebesar 59,2% pada tahun 2018 sedangkan pada tahun 2018 tercapai 61,2% artinya tercapai sebesar 2,0% pada tahun 2018.

B.  Hasil terdiri dari

  1. Nilai Akuntabilitas Kinerja tercapai sebesar 63,4% pada tahun 2018 sedangkan pada tahun 2016 tercapai sebesar 67,6% artinya terdapat penurunan sebesar 4,2% pada tahun 2018
  2. Survei Internal Integritas Organisasi tercapai sebesar 74,7% pada tahun 2018 sedangkan pada tahun 2016 tercapai sebesar 69,7% artinya terdapat peningkatan sebesar 5,0% pada tahun 2018
  3. Survei Eksternal Persepsi Korupsi tercapai sebesar 89,1% pada tahun 2018 sedangkan pada tahun 2016 tercapai 88,0% artinya terdapat peningkatan sebesar 1,1% pada tahun 2018
  4. Opini BPK tercapai sebesar 100% pada tahun 2018 sedangkan di tahun 2016 tercapai sebesar 66,7% artinya terdapat peningkatan sebesar 33,3% pada tahun 2018
  5. Survei Eksternal Pelayanan Publik  tercapai sebesar 89,4% pada tahun 2018 sedangkan pada tahun 2016 tercapai sebesar 83,8% artinya terdapat peningkatan sebesar 1,1% pada tahun 2018.
Dari pencapaian tersebut terlihat bahwa dari 8 indeks pada bagian Pengungkit terdapat sebanyak 5 indeks yang terjadi penurunan, 1 indeks yang tetap dan 2 indeks terjadi peningkatan. Dari indeks hasil diketahui sebanyak 4 dari 5 indeks yang terjadi peningkatan dan 1 indeks yag terjadi penurunan, 
Indeks yang menurun baik penguat ataupun dari hasil adalah sebagai berikut :
  • Manajemen Perubahan
  • Penataan dan penguatan organisasi
  • Penata laksanaan
  • Penguatan akuntabilitas
  • Penguatan pengawasan
  • Nilai akuntabilitas

ANALISA SEDERHANA

Kalau dilihat pada paparan singkat di atas dapat diketahui bahwa 5 indeks yang menurun berkaitan erat dengan turunnya indeks hasil pada bagian nilai akuntabilitas.
Hal lain yang juga mempengaruhi penurunan indeks hasil pada bagian nilai akuntabilitas adalah hasil survei yang menunjukkan penurunan kriteria pegawai yang mengetahui tugas pokok dan fungsi serta ukuran keberhasilan pekerjaan serta peningkatan kriteria pegawai yang tidak mengetahui tugas pokok dan fungsi serta ukuran keberhasilan pekerjaan. Survei tersebut bukan hanya dilevel BKKBN Pusat melainkan juga di Perwakilan BKKBN Provinsi.

Analisa sederhana dari permasalahan terhadap penurunan indeks penguatan dan indeks hasil dapat dilihat sebagai berikut :

Komposisi Golongan



Piramida di atas merupakan komposisi pegawai berdasarkan golongan. Persentasi terbesar adalah pegawai golongan III yakni 75,52%. Pada komposisi ini, kriteria golongan III bisa terbagi atas lulusan perguruan tinggi yang berarti pegawai baru dari jenjang pendidikan strata 1 dan strata 2 atau lulusan Sekolah Tingkat Lanjutan Atas yang berarti pegawai yang sudah naik golongan dari golongan II ke golongan III dikarenakan masa kerja telah mencukupi.

Komposisi Pendidikan

Gambaran diagram di atas menunjukkan bahwa 53,15% dari pegawai adalah berpendidikan S-1 sedangkan SMA sebanyak 21,30%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa persentasi terbesar dari pegawai golongan III adalah pegawai yang berpendidikan SLTA/SMA dan yang berpendidikan strata 1. 

Dengan dua gambaran ini maka jelas bahwa yang menjadi sasaran survei terbanyak adalah pegawai golongan III dengan pendidikan SMA tetap dengan jalur pendidikannya atau pegawai yang masuk dari pendidikan SMA namun dapat meningkatkan pendidikan ke strata-1 dan pegawai murni formasi dari pendidikan starta 1. Perbedaan pendidikan ini sangat berpengaruh.

Pegawai Pendidikan SMA

Kalau yang dari pendidikan SMA merupakan pegawai senior yang sangat mungkin telah memiliki banyak pengetahuan dikarena adanya pengalaman dalam pekerjaan. Ini merupakan sisi positif dari pegawai yang berpendidikan SMA tapi sudah berada di golongan III baik karena lama bekerja maupun karena mampu meningkatkan jenjang pendidikan. Banyak dari pegawai ini yang tidak mengikuti perubahan lingkungan di luar lingkungan kantor seperti perubahan ilmu pengetahuian dan tehnologi.

Dengan perubahan-perubahan yang terjadi akibat adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi, tidak sedikit pula perubahan-perubahan pada visi dan misi lembaga yang dikaitkan dengan IT. Dan kebanyak pegawai dari kelompok ini justru tidak mengikuti perkembangan pengetahuan dan tehnologi. Sehingga disaat menjadi responden dalam kegiatan survei, akan banyak hal yang tidak diketahuinya.

Pegawai Pendidikan Strata 1

Pegawai dengan pendidikan strata-1 memiliki kemampuan yang tentunya lebih sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Meskipun dalam hal pengalaman agak kurang akan tetapi kemampuan mencari informasi di media online akan memberikan dampak positif karena dengan sendirinya pegawai dengan pendidikan strata-1 sudah dapat mengikuti visi dan misi yang berkaitan dengan IT.

Hanya saja, pegawai dengan pendidikan strata-1 ini tidak seluruhnya merupakan pejabat yang kemudian dapat diikutkan dalam survei integritas jabatan dalam Reformasi Birokrasi. Apalagi yang masa kerjanya masih di bawah 10 tahun.

PERBAIKAN PENGETAHUAN

Dalam upaya meningkatkan hasil survei integritas jabatan pada Reformasi Birokrasi maka yang memiliki peran penting di Perwakilan BKKBN Provinsi adalah Sub Bagian Kepegawaian yang seharusnya bekerjasama dengan Bidang Pelatihan dan Pengembangan.

Hal ini dikarenakan tanggung jawab pelaksanaan Reformasi Birokrasi berada di Sub Bagian Kepegawaian di Sekretariat sedangkan peningkatan kompetensi pegawai pengelola program KKBPK berada di bidang Pelatihan dan Pengembangan.

Setidaknya ada kegiatan  workshop dengan materi utama adalah 
1.    Landasan hukum pelaksanaan program KKBPK
2.  Struktur organisasi dan tanggung jawab BKKBN dan Perwakilan BKKBN Provinsi
3. Tugas pokok dan fungsi masing-masing Bidang di Perwakilan BKKBN Provinsi
4.     Sistem Pengendalian Instansi Pemerintah dan Reformasi Birokrasi.

Selama ini, penambahan pengetahuan melalui bidang Pelatihan dan Pengembangan hanya diarahkan pada pengelola program KKBPK di lini lapangan dan mitra kerja. Pelaksanaan pembinaan pegawai pun hanya di arahkan pada kegiatan-kegiatan seremonial yang tidak menyentuh sisi program KKBPK. Kegiatan Monitoring dan Evaluasi program juga hanya diarahkan ke Kabupaten/Kota dan Mitra Kerja, tanpa pernah melakukan monitoring dan evaluasi ke internal BKKBN.

Demikian urun rembug pemikiran berkaitan dengan reformasi birokrasi. Sudah saatnya membenahi faktor kekuatan internal.

Salam KB
I am proud to be a family planning participant

Rabu, 24 Juli 2019

MELIHAT PROSES SKAP

Survey Kinerja dan Akuntablitas Program merupakan salah satu cara untuk memantau pelaksanaan program pemerintah di lapangan. Demikian pula dengan program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga. Survey Kinerja dan Akuntabilitas Program KKBPK merupakan cara mengukur keberhasilan program yang berjalan dalam kurun waktu pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional di lingkungan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.

Fokus Survey

Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga merupakan program yang dilaksanakan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Lembaga ini memiliki kewenangan dalam menurunkan laju pertumbuhan penduduk melalui beberapa kegiatan antara lain Pendewasaan Usia Perkawinan melalui pembinaan terhadap remaja, Pengaturan jarak dan jumlah anak melalui Keluarga Berencana dan peningkatan kualitas penduduk melalui pembinaan keluarga di kelompok-kelompok kegiatan.

Secara kewenangan, beberapa kegiatan di BKKBN ada yang tidak diserahkan ke Pemerintah Provinsi dan tidak diserahkan ke Pemerintah Kabupaten/Kota, ada yang diserahkan ke Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota serta ada yang tidak diserahkan ke Pemerintah Provinsi tetapi dserahkan ke Pemerintah Kabupaten/Kota.

Dengan dua hal tersebut maka sangat jelas bahwa fokus survey melalui SKAP KKBPK ini adalah pada responden rumah tangga, keluarga, WUS dan Remaja terdapat di 13 Kabupaten/Kota. Karena survey bukanlah pendataan maka diambil sampel yang mengacu pada klaster dari blok sensus. Masin-masing provinsi, memiliki jumlah klaster yang berbeda.

Pemantauan Survey

Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi, pelaksanaan survey tidak lagi dilakukan secara manual melainkan sudah berbasis Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi (IT). Pertanyaan yang diajukan diakses melalui perangkat berbasis tehnologi dan jawaban yang diberikan juga langsung tersimpan dalam aplikasi secara online. Oleh karena dilakukan secara online maka yang dibutuhkan sebagai bukti akurasi pengambilan data benar-benar langsung di responden maka setiap pencacah wajib menghidupkan Global Position System (GPS) yang ada di perangkat survey sehingga titik ordinat responden bisa dipantau melalui statelit.

Bukan hanya perangkatnya yang sesuai dengan perkembangan tehnologi, aplikasi dan pelaksana survey juga dipersyaratkan memiliki keahlian dalam IT.

Aplikasi pemantauan SKAP KKBPK telah dikembangkan sehingga dapat dilihat proses pelaksanaan survey. Hal-hal yang bisa dilihat dari aplikasi pemantau adalah data listing, data ruta yang diwawancara, data keluarga yang diwawancara, data Wanita Usia Subur yang diwawancara dan data remaja yang diwawacara. Selain itu bisa dilakukan monitoring secara online prosedur survey diantaranya akurasi lokasi survey termasuk juga durasi saat enumerator melakukan wawancara.

Dengan aplikasi yang memadai tersebut tentunya diharapkan data yang dihasilkan melalui Suvey Kinerja dan Akuntabilitas  Program KKBPK merupakan data valid dan akuntabel juga.

Output Kualitas atau Kuantitas

Pelaksanaan SKAP KKBPK diberi target selesai selama 90 (sembilan puluh) hari dan pada hari ini sudah memasuki hari ke 42 dan kalau dipersentasi maka setidaknya data yang terkumpul masing-masing adalah 46,6% rumah tangga yang diwawancara. Kalau target selesainya pekerjaan selama 60 (enam puluh) hari maka pada hari ini paling tidak terpenuhi 69,9% rumah tangga yang diwawancara. Sedangkan bila ditarget selesai selama 40 hari maka saat ini proses wawancara sudah selesai. Perbedaan target waktu penyelesaian tentu akan berdampak pada banyak hal seperti :
  1. Tersedianya dana survey di atas 200 juta rupiah mengharuskan pelaksanaan SKAP menggunakan perjanjian kontrak dengan pihak pelaksana SKAP. Penggunaan waktu merupakan konsideran penalti akibat penyelesaian yang tidak sesuai dengan waktu dalam kobtrak.
  2. Pembayaran biaya-biaya yang tidak sesuai seperti uang harian, penginapan dan transport bagi enumerator dan supervisor apabila didalam kontrak disebutkan selama 90 hari  tapi dilaksanakan hanya 60 hari atau 40 hari
  3. Kuantitas pekerjaan terpenuhi karena mencapai 100% akan tetapi kualitas pekerjaan harus dipertimbangkan. 
Seperti telah disampaikan bahwa di dalam aplikasi pemantauan SKAP terdapat monitoring terkait dengan durasi wawancara. Ketika proses wawancara dilakukan terhadap responden terdiri dari 1 rumah tangga dengan 1 keluarga (suami/isteri), WUS (isteri dan anak) serta remaja ( 1 sampai 3 orang) akan mustahil memakan durasi waktu di bawah 30 menit. Pada rumah tangga yang majemuk (lengkap respondennya) akan membutuhkan waktu minimal 40 menit dan maksimal 55 menit. Maka ketika durasi waktu wawancara kurang dari 15 menit per orang, boleh jadi kualitasnya masih bisa dipertanyakan. Oleh karenanya, selesai secara kuantitas 100% harus dianalisa lagi durasi waktu untuk wawancara 1 responden. Ditambah lagi, adanya keharusan bagi enumerator untuk memastikan Global Position System dari reponden yang diwawancara, dimana daerah-daerah tertentu tidak semudah yang diperkirakan.

Tulisan ini hanya sumbang pemikiran bagi yang baru melaksanakan SKAP. Bahwa dalam proses pengumpulan data hendaknya dilakukan dengan banyak perhitungan dan bukan hanya sekedar mengejar target selesai lebih cepat sebelum 90 hari. Kualitas data yang baik akan menghasilkan kesimpulan yang baik. Kualitas data yang kurang baik tentunya hanya akan menimbulkan kesimpulan yang kurang tepat.

Jumat, 19 Juli 2019

DIBALIK HARGANAS XXVI TAHUN 2019

Hari Keluarga tingkat Nasional XXVI Tahun 2019 di Kalimantan Selatan sudah berakhir pada tanggal 6 Juli 2019. Proposal berikut disampaikan ke pihak Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan setelah mendapat kepastian bahwa Kalimantan Selatan disetujui untuk menjadi lokasi Puncak Acara Harganas XXVI Tahun 2019.

MENGGAPAI MURI MELALUI HARGANAS 2019

A.        Latar Belakang

 1.    Dasar
Hari Keluarga Nasional merupakan monetum peringatan yang dilaksanakan oleh BKKBN setiap tahun. Setiap tahun, pelaksanaan Hari Keluarga Nasional ditempatkan di provinsi sesuai dengan penetapan oleh BKKBN. Tahun 2019, telah disepakati pelaksanaan Hari Keluarga Nasional dipusatkan di Provinsi Kalimantan Selatan.
Hal ini tentunya merupakan peluang bagi Kalimantan Selatan untuk memperkenalkan ke seluruh Indonesia hal-hal seperti 
  1. Destinasi wisata seperti Kiram, Gunung Mawar, Danau Seran, Bukit Keladan, Rumah Jomblo, Amanah Borneo Park, Tahura, Pasar Terapung dan lain sebagainya
  2. Masakan dan makanan khas Kalimantan Selatan
  3. Seni dan Budaya Kalimantan Selatan.

2.    Perkiraan Peserta
Kegiatan Harganas ini diikuti oleh 34 Provinsi yang dimotori oleh Perwakilan BKKBN di 34 Provinsi se Indonesia. Dengan 34 Provinsi dan 508 Kabupaten/Kota maka dapat diperkirakan jumlah peserta yang akan menghadiri Harganas adalah sebagai berikut :

a.     Tingkat Provinsi sebanyak 33 provinsi sebanyak 1.221 orang diperkirakan terdiri dari
    •      Gubernur dan Isteri                    66 orang
    •      Wakil Gubernur dan isteri          66 orang
    •      Sekda dan asisten                       99 orang
    •      BKKBN Provinsi @10 orang   330 orang
    •      TP PKK Provinsi @ 10 orang   330 orang
    •      Ajudan Gubernur @ 5 orang    165 orang
    •      SKPD Pemprov @5 SKPD      165 orang
b.    Tingkat Kabupaten/Kota sebanyak 495 kab/kota 14.850 orang diperkirakan terdiri dari
    •      Bupati/Walikota dan Isteri                      990 orang
    •      Wakil Bup/Walikota dan isteri               990 orang
    •      Sekda dan asisten                                 1.485 orang
    •      OPD KB Kab/Kota @10 orang           4.950 orang
    •      TP PKK Kab/Kota @ 5 orang             2.475 orang
    •      Ajudan Bupati/Walikota @ 3 orang    1.485 orang
    •      SKPD Kab/Kota @5 SKPD                2.475 orang
c.       Tuan Rumah dan Pemerintah Pusat sebanyak 1.000 orang

Total peserta yang diperkirakan berada di tempat penyelenggaraan Harganas sebanyak 16.071 orang. Jumlah tersebut sangat spektakuler sehingga memungkinkan dilaksanakannya kegiatan yang menghasilkan penghargaan dari MUsium Record Indonesia (MURI).

B.      Bentuk Kegiatan

Dalam event Hari Keluarga, seringkali dimanfaatkan oleh beberapa provinsi untuk memecahkan rekor MURI. Beberapa contoh MURI yang digelar dalam kegiatan Harganas seperti Senam Geermas dalam Harganas di Lampung, Pemakaian Batik NTT, Makan Bubur Manado dan sebagainya.
Untuk Provinsi Kalimantan Selatan, dapat meraih lebih dari 3 rekor MURI dalam pelaksanaan Hari Keluarga Tahun 2019 apabila kegiatan dikemas dengan baik dan melibatkan peran Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Sektor Swasta dan masyarakat melalui Industri Kecil.
Bentuk kegiatan tersebut yakni :
1.    Pemecahan rekor MURI di Kalimantan Selatan adalah sebagai berikut :
a.       Pemakaian KAOS SASIRANGAN terbanyak (15.000 atau lebih)
Kegiatan ini merupakan bentuk kerjasama antara Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dengan Perhimpunan Perhotelan dan Industri Rumah Tangga.
Proses pemecahan rekor sebagai berikut :
1)  Tamu yang menginap di seluruh hotel di Banjarmasin, Banjar dan Banjarbaru baik yang berbintang maupun Melati, per orang diberi free 1 lembar kaos sasirangan ukuran all size.
2)   Kaos sasirangan berlogo Harganas, berlogo Pemprov Kalsel, berlogo Hotel dan ikon Harganas dengan warna disesuaikan warna utama masing-masing hotel (tidak berlogo BKKBN karena sudah ada logo harganas dan ini murni dari Pemprov Kalsel)
3)   Kaos wajib dipakai pada kegiatan senam massal dan peserta dilarang memakai kaos lain pada saat senam massal.
Dengan kegiatan ini maka rekor pemakaian kaos sasirangan terbanyak bisa dipecahkan.

b.     Pembuatan Tas Purun terbanyak (10.000 atau lebih)
Kegiatan ini merupakan kerjasama antara Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dengan Pemerintah Daerah Kabupaten penghasil tas purun atau bakul.
Proses pemecahan rekor sebagai berikut :
1)     Pemerintah Daerah Kabupaten (misalkan Barito Kuala) menyiapkan bahan bakul
2)     Mengumpulkan pengrajin bakul dan sepakat pembiaya pembuatan bakul
3)     Bakul yang dibuat dalam ukuran kecil muat untuk beban 500 gram (1/2 kg)
4) Ditetapkan lamanya pembuatan untuk 10.000 bakul misalkan empat hari atau seminggu.
c.      Pembuatan Kue Apam terbanyak (20.000 atau lebih) prosesnya hampir sama dengan rekor bakul hanya saja Pemerintah Daerah Kabupaten yang bisa diajak kerjasama adalah Kabupaten penghasil Kue Apam misalkan Kabupaten Hulu Sungai Utara
d.     Pembuatan Kipas Rotan terbanyak (10.000 atau lebih) prosesnya hampir sama dengan rekor bakul dan Kue Apam hanya saja Pemerintah Daerah Kabupaten yang bisa diajak kerjasama adalah Kabupaten penghasil Kipas Rotan misalkan Kabupaten Tapin
e.        Pembuatan Amplang terbanyak (10.000 atau lebih) prosesnya hampir sama dengan rekor bakul, Kue Apam dan kipas hanya saja Pemerintah Daerah Kabupaten yang bisa diajak kerjasama adalah Kabupaten penghasil Amplang misalkan Kabupaten Kotabaru

2.    Pengenalan Budaya
Dalam senam massal, agar Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan mempromosikan Senam Japin yang sudah dikembangkan Guru Senam dan Guru Olahraga dibeberapa sekolah dan sanggar senam.
Dengan demikian, senam budaya lokal yang gerakan-gerakan mengadopsi tarian Japin Tirik Lalan bisa diperkenalkan ke seluruh Indonesia melalui senam massal ini.
Ini pun bisa dicatatkan pada Rekor MURI karena jumlah peserta yang senam Japin di atas 10.000 orang.
C.     Manfaat
Dengan melaksanakan kegiatan sebagaimana uraian di atas maka Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan telah melaksanaan bagian dari Good Governance yaitu melibat sektor swasta dan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan skala nasional. Sektor swasta diwakili oleh pihak perhotelan sebagai penyedia bonus berupa kaos sasirangan sedangkan sektor masyarakat diwakili industri kecil atau home industry yang memproduksi kaos sasairangan yang menjadi mitra hotel-hotel yang ada di Banjarmasin, Banjarbaru dan Banjar. Selain itu, permasalahan penyediaan Goody Bag pun dilakukan dengan melaksanakan koordinasi ke Pemerintah Kabupaten/Kota yang kemudian akan memanfaatkan industry rumah tangga/industry kecil di masyarakat untuk penyediaannya.
Bukan hanya itu, juga dapat dilakukan pelibatan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam mendukung pelaksanaan Harganas di Kalimantan Selatan melalui penyediaan Goody bag berupa bakul dan isinya. Apabila dihitung secara materiil, dengan perhitungan sebagai berikut :
a.       Bakul @ Rp. 5.000,-  x 10.000 buah (Batola)                 = Rp. 50.000.000,-
b.      Kue Apam @ Rp. 5.000,-  x 10.000 buah (HSU)            = Rp. 50.000.000,-
c.       Kipas rotan @ Rp. 5.000,-  x 10.000 buah (Tapin)          = Rp. 50.000.000,-
d.      Amplang @ Rp. 5.000,-  x 10.000 buah (Tanah Bumbu)= Rp. 50.000.000,-

D.      Hal-hal yang dipandang perlu
Untuk optimalnya persiapan perlu adanya kepastian tentang pelaksanaan kegiatan meliputi :
1.     Waktu penyelenggaraan.
Apabila waktu penyelenggaraan Harganas dilaksanakan pada bulan Juni 2019 maka persiapan paling minimal dilakukan sejak bulan Maret 2019 dikarenakan pada bulan Mei-Juni adalah bulan Ramadhan yang sebagian besar masyarakat mengurangi frekwensi kegiatan dan terfokus pada pelaksanaan ibadah puasa.
2.      Logo dan Ikon Harganas
Dalam penyediaan kos sasirangan diperlukan pula logo dan ikon Harganas yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Kepala BKKBN. Dengan adanya ketetapan logo dan ikon maka ajang promosi sudah bisa dilakukan seperti pencetakan spanduk, baliho dan umbul-umbul. Terlebih utama untuk pencetakan di kaos sasirangan yang akan dipakai untuk senam bersama dalam memecahkan Rekor MURI.

E.       Penutup
Demikian pemikiran dan usulan saya selaku warga Banjarmasin kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dalam rangka persiapan Hari Keluarga Tingkat Nasional yang diselenggarakan di Kalimantan Selatan pada tahun 2019.
Semoga bermanfaat.

Banjarmasin,    Januari 2019
Warga Banjarmasin

Meskipun tidak seluruh isi proposal ini direalisasikan dalam kegiatan Harganas XXVI Tahun 2019, setidaknya ada bagian dari proposal ini yang di akomodir oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Meskipun pelaksanaan di lapangan akhirnya tidak sepenuhnya sama dengan maksud dalam proposal, sebagai warga Banjarmasin, sudah sepatutnya saya berterima kasih karena masukkan saya diperhatikan.

Salam !!!

Entri yang Diunggulkan

MENILIK KELEMBAGAAN (Pengamatan dari 3 bagian)

S aya sudah pernah menulis mengenai kelembagaan BKKBN dalam artikel di  https://uniek-m-sari.blogspot.com/2015/02/uu-no-23-tahun-2014-dan-kk...