SCROLL

SELAMAT DATANG DI Uniek M. Sari's BLOG

Senin, 27 Mei 2013

KEGIATAN dan ANGGARAN PRORITAS

BKKBD dan SPM

Berdasar pada tulisan dengan judul MEMAHAMI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN diketahui bahwa BKKBN Pusat dan Provinsi memiliki tugas yang cukup berat yakni membentuk BKKBD dan melakukan evaluasi pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal. Kedua tugas ini terfokus di Kabupaten/Kota sebagaimana amanat dalam UU no. 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal dan UU no 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.

Dalam pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal Bidang KB dan KS diketahui ternyata banyak Kabupaten/Kota yang belum dapat memenuhi Standar Pelayanan Minimal Bidang KB dan KS yang berisi 9 (sembilan) kewenangan terutama dalam kewenang untuk penyediaan anggaran dalam pemenuhan PPM dan ratio jumlah PLKB/PKB terhadap desa/kelurahan. Ini baru dari satu SPM dibidang KB dan KS sedangkan urusan wajib yang diserahkan ke pemerintah daerah sebanyak 25 bidang dan masing-masing bidang memiliki kewenangan yang berbeda-beda. Pelaksanaan SPM ini dianalisa setiap tahunnya dan menjadi bahan laporan yang disampaikan ke Presiden selaku Kepala Pemerintahan.

Hasil analisis terhadap pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal yang dilakukan oleh Kabupaten/Kota bukanlah satu hal yang bisa anggap sepele sebab finalisasi dari hasil analisa itu akan menentukan apakah Kabupaten/Kota sudah mampu melaksanakan otonomi atau belum. Kalau sebagian besar dari Kabupaten/Kota termasuk katagori belum sanggup melaksanakan Standar Pelayanan Minimal maka besar kemungkinan hak otonomi yang saat ini dimiliki oleh pemerintah kabupaten/kota akan dipertimbangkan. Pertimbangan ini tentu mengarah pada diberlakukan atau tidak diberlakukannya otonomi daerah dimasa yang akan datang.

Bagi sebagian pihak yang menginginkan agar kewenangan kembali ke pusat maka akan mengabaikan pelaksanaan SPM disemua bidang yang menjadi urusan wajib bagi pemerintah daerah. Namun amanat Undang-Undang bukanlah ke pemerintah daerah melainkan lembaga pemerintahan di pusat sehingga terealisasi atau tidaknya SPM menjadi beban tanggung jawab lembaga pemerintahan departemen atau non departemen, termasuk BKKBN.

Program Prioritas

Seperti diungkapkan sebelumnya bahwa BKKBN memiliki dua tugas besar yakni membentuk BKKBD dan menjalankan fungsi evaluasi pemantauan pelaksanaan SPM Bidang KB dan KS. Berdasarkan Peraturan Kepala BKKBN Nomor 82/PER/B5/2011 ternyata beban kedua kegiatan penting ini berada di Perwakilan BKKBN Provinsi khususnya Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi.

Baik tugas fasilitasi pembentukan BKKBD di Kabupaten/Kota maupun evaluasi pelaksanaan SPM di Kabupaten/Kota memiliki kekuatan yang menentukan kelembagaan BKKBN diera otonomi daerah. Apabila penempatan kedua kegiatan ini tidak dalam skala prioritas utama bagi BKKBN tentunya akan berdampak pada kelembagaan BKKBN pada tahun-tahun kedepan. Padahal pembentukan BKKBD merupakan bagian penting dalam pasal kelembagaan dalam UU no 52 tahun 2009.

Dengan hasil SDKI mengenai TFR yang stagnan di angka 2,6 secara nasional mengakibatkan fokus perhatian BKKBN hanya mengarah pada penurunan TFR dengan menggenjot pelayanan KB yang akhirnya mengesampingkan tugas dari Undang-Undang, Peraturan Presiden maupun Peraturan Kepala yang menjadi landasan hukum atas tugas pokok dan fungsi BKKBN khususnya Perwakilan BKKBN di Provinsi yakni penguatan kelembagaan melalui pembentukan BKKBD dan penerapan SPM Bidang KB-KS.

Peran Perwakilan BKKBN di Provinsi adalah memfasilitasi dan meregulasi program Kependudukan dan KB dari provinsi sampai dengan kabupaten/kota. Peran ini bila dikaitkan dengan pembentukan BKKBD dan pelaksanaan SPM Bidang KB-KS sebenarnya hanya mengarah pada satu lembaga saja yakni pemerintah daerah yang terdiri dari eksekutif dan legislatif.

Pemerintah Daerah dalam tataran peraturan perundang-undangan di Indonesia memiliki kekuatan secara hukum sebab peraturan daerah merupakan peraturan perundang-undangan terendah di Indonesia. Peraturan Daerah harus menjabarkan kegiatan pembangunan yang tertuang baik dalam Peraturan Presiden, Peraturan Pemerintah dan Undang-Undang. Oleh karenaya, Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan peraturan hukum yang berada pada hierarchi di atasnya.

Peraturan Daerah berdasar UU no. 12 ahun 2011 adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota. Sebagaimana tertulis dalam pasal 57 ayat (3) UU no 52 tahun 2009 bahwa pembentukan BKKBD diatur dalam Peraturan Daerah, maka sudah barang tentu yang menjadi prioritas bagi Perwakilan BKKBN di Provinsi adalah memfasilitasi hingga terbentuknya BKKBD yakni dengan`melakukan pendekatan ke eksekutif yakni Bupati atau Walikota beserta jajaran seperti staf ahli ataupun para asisten pemerintah daerah juga ke lembaga legislatif seperti komisi yang membidangi kesehatan dan KB, fraksi yang menjadi bagian dari DPRD dan sebagainya.

Oleh karenanya, penempatan kegiatan prioritas tahun 2014 di Bidang ADPIN Perwakilan BKKBN Provinsi hendaknya mengarah pada penguatan kelembagaan dengan memanfaatkan hubungan antar lembaga. Ini tentunya akan berkaitan dengan penyediaan anggaran yang ditujukan pada penguatan kelembagaan seperti :
  1. Melakukan sosialisasi disseminasi program Kependudukan dan KB ke Bupati/Walikota beserta jajarannya dalam upaya memberikan informasi-informasi mengenai Srandar Pelayanan Minimal yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota secara de jure maupun de facto berdasar ketetapan hukum yang ada ;
  2. Melakukan intensive meeting dengan DPRD Kabupaten/Kota dalam upaya advokasi program Kependudukan dan KB sehingga masuk dalam rencana pembahasan Perda oleh DPRD ;
  3. Melakukan hearing di DPRD dengan Bupati/Walikota dalam rangka mendapatkan tanggapan secara formal atas masukan-masukan Perwakilan BKKBN di Provinsi terhadap pembentukan BKKBD dan penerapan SPM Bidang KB-KS.
UU no 52 tahun 2009 sejak ditetapkan hingga sekarang sudah diberlakukan selama 3 tahun dan memasuki tahun ke-4 merupakan momen yang tepat untuk mengoptimalkan pendekatan ke eksekutif dan legislatif dalam rangka mewujudkan amanat Undang-Undang itu sendiri. Oleh karenanya, penyediaan anggaran sebaiknya bukan hanya terfokus pada pelayanan KB melainkan juga pada penguatan kelembagaan yakni pembentukan BKKBD dan Penerapan SPM Bidang KB-KS.

Keberhasilan fasilitasi pembentukan BKKBD adalah apabila terbit Peraturan Daerah mengenai BKKBD. Dengan terbitnya Peraturan daerah mengenai pembentukan BKKBD  maka penerapan SPM Bidang KB-KS akan mudah dilakukan. Dampak terhadap itu semua bukan hanya tertuju pada BKKBN selaku penanggung jawab atas pelaksanaan UU No 52 tahun 2009 melainkan juga Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka memaksimalkan hak otonomi daerah sebagaimana amanat UU no 32 tahun 2004, PP 38 tahun 2007 dan UU np 65 tahun 2005.
Tulisan ini hanya sumbangsih pemikiran, semoga bermanfaat.

Salam KB, 2 Anak CUKUP !!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Email

Entri yang Diunggulkan

MENILIK KELEMBAGAAN (Pengamatan dari 3 bagian)

S aya sudah pernah menulis mengenai kelembagaan BKKBN dalam artikel di  https://uniek-m-sari.blogspot.com/2015/02/uu-no-23-tahun-2014-dan-kk...