SCROLL

SELAMAT DATANG DI Uniek M. Sari's BLOG

Minggu, 20 Januari 2019

INTERVENSI

Intervensi adalah sebuah istilah yang sebelumnya dikenal dalam dunia politik yakni berawal dari masuknya Negara satu untuk mencampuri urusan Negara lain yang sebenarnya bukan urusannya. Pada perkembangan selanjutnya konsep intervensi melekat di segala kegiatan yang akhirnya bergeser pada pengertian secara meluas yaitu CAMPUR TANGAN YANG BERLEBIHAN dalam segala lapisan masyarakat.

Apakah intervensi merupakan suatu hal yang negative ?

Mendengar kata urusan maka yang terbayang adalah hak dan kewenangan. Pelaksanaan hak dan kewenangan itu sendiri mengarah pada satu tujuan yakni tercapainya apa yang menjadi cita-cita tempat terlaksananya hak dan kewenangan tersebut. Ketika hak dan kewenangan ditempatkan pada lembaga pemerintahan maka tujuan yang harus dipenuhi dalam menjalankan fungsi dari hak dan kewenangan tersebut adalah visi dan misi lembaga tersebut.  Visi dan misi merupakan “ruh” bagi siapapun sebagai pelaksana hak dan kewenangan tersebut dari pucuk pimpinnan hingga ke level bawahan. Maka, ketika seorang pimpinan melakukan “campur tangan” dalam pengelolaan hak dan kewenangan sebenarnya belum tepat kalau dikatakan pimpinan meng-intervensi bawahan sepanjang campur tangan itu masih mengarah pada goals yang sama dalam lembaga itu sendiri.

Dengan demikian, kesamaan TUJUAN DAN GARIS KOMANDO merupakan salah satu hal yang meminimalisasi pengertian negative dari sebuah intervensi.

Kapan Intervensi jadi Konsep Negatif ?

Bahwa tujuan menjadi salah satu yang menyebabkan intervensi jadi permisif bila dilakukan. Selain itu, garis komando yakni dari pimpinan kepada bawahan juga merupakan hal yang membuat intervensi jadi permisif pula. Intervensi kemudian menjadi negative apabila dilakukan oleh pihak yang tidak memiliki TUJUAN dan GARIS KOMANDO yang sama.

Ini bisa dideskripsikan dalam situasi dimana seorang sebut saja “A” yang sebenarnya dari organisasi “X” masuk dan mencampuri hak dan kewenangan dalam organisasi “Y” melalui “B” yang dipimpin oleh “C”. Dari segi garis komando, sudah jelas sekali tidak ada garis komando antara “A” dengan “C” sedangkan garis komando “C” kepada “B” masih harus melewati beberapa lapisan garis komando pelaksana hak dan kewenangan di organisasi “Y”

Intervensi ini jelas menjadi tidak permisif sebab sudah bisa dipastikan bahwa intervensi dilakukan dengan TIDAK MENEMPATKAN TUJUAN ORGANISASI.  Sebagaian besar latar belakang tindakan intervensi lebih banyak disebabkan alasan dan tujuan PRIBADI. Intervensi semacam ini lah yang kemudian menyebabkan goals dari organisasi tidak tercapai. Bahkan bisa menjadikan sistem di dalam organisasi jadi terhambat dan jadi stagnan atau jalan ditempat tanpa mampu melakukan pencapaian goals secara optimal.

Sahabat……i intervensi yang saya gambarkan adalah dalam skala kecil yakni organisasi misalkan organisasi kemasyarakatan.

Bagaimana dengan intervensi di skala besar seperti instansi atau kantor di tingkat Kabupaten atau Propinsi ?

Bagaimana dengan intervensi di skala lebih besar seperti departemen dan kementerian ???

Atau lebih besar lagi yakni skala NASIONAL atau kenegaraan.

Bagaimana jawab yang tepat mengenai INTERVENSI  ANTARA HAK DAN KEWENANGAN.....???

Minggu, 06 Januari 2019

CAPAIAN KINERJA

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2014-2019 tahun ini akan berakhir. Semua Kementerian/Lembaga akan melakukan evaluasi dan penilaian terhadap pelaksanaan program dan anggaran guna mengetahui pencapaian indikator kinerja di instansi masing-masing. Tidak terkecuali dengan kegiatan pada Kependudukan dan Kelarga Berencana.

Mencapai Visi

Program dan anggaran di setiap lembaga pemerintahan tentunya di arahkan pada pencapaian Priroritas Pembangunan Nasional yang ditetapkan sebagai visi lembaga pemerintahan. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional  2014-2019 tercantum Rencana Strategis BKKBN dengan visi “Menjadi Lembaga yang handal dan dipercaya dalam mewujudkan Penduduk Tumbuh Seimbang dan Keluarga Berkualitas” dengan misi a) Mengarus utamakan Pembangunan Berwawasan Kependudukan; b) Menyelenggarakan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi; c) Memfasilitasi Pembangunan Keluarga; d) Mengembangkan jejaring kemitraan dalam pengelolaan Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga.dan e) Membangun dan menerapkan budaya kerja organisasi secara konsisten

Misi yang ditetapkan BKKBN adalah untuk mewujudkan visi BKKBN dan pengukuran pencapaian visi tersebut adalah dengan memantau secara berkala sasaran strategis  berikut 
  1. Menurunnya laju pertumbuhan penduduk (LPP)
  2. Menurunnya Angka kelahiran total (TFR) per WUS (15-49 tahun)
  3. Meningkatnya pemakaian kontrasepsi (CPR)
  4. Menurunnya kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet need)
  5. Menurunnya Angka kelahiran pada remaja usia 15-19 tahun (ASFR 15 – 19 tahun).
  6. Menurunnya kehamilan yang tidak diinginkan dari WUS (15-49 tahun).
Indikator Keberhasilan

Tercapainya visi melalui pelaksanaan misi berdasar sasaran strategis yang telah ditetapkan maka perlu diketahui pula indikator-indikator yang mengarah pada keberhasilan dalam merealisasikan visi itu sendiri. Berikut indikator yang menjadi tolok ukur keberhasilan BKKBN dalam merealisasikan visi menjadi lembaga yang handal dan dipercaya dalam mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualias adalahs ebagai berikut :

1. Sasaran Strategis dan Sumber Data Pengukuran
  • Menurunnya angka kelahiran total diukur melalui angka kelahiran total per wanita usia subur (15-49 tahun)
  • Meningkatnya persentase pemakaian kontrasepsi modern diukur melalui persentase pemakaian kontrasepsi modern (mCPR)
  • Menurunnya tingkat putus pakai kontrasepsi diukur melalui persentase penurunan angka ketidakberlangsungan pemakaian kontrasepsi
  • Menurunnya kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi diukur melalui persentase kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (Unmet Need)
  • Meningkatya Peserta KB Aktif yang mempergunakan metoda kontrasepsi jangka panjang diukur melalui persentase peserta KB Aktif MJKP
  • Meningkatnya Peserta KB Aktif diukur melalui jumlah peserta KB Aktif Tambahan.
Dari seluruh sasaran strategis imi hanya Peserta KB Aktif tambahan yang pencapaiannya diambil dari statistik rutin sebagai sumber data-nya. Sedangkan yang lainnya bersumebr dari Survey Kepuasan Akuntabilitas Program KKBPK Tahun 2018.

2. Sasaran Program dan Sumber Data Pengukuran
  • Menurunnya kehamilan yang tidak diinginkan dari Pasangan Usia Subur usia 15-49 tahun yang diukur dari persentase kehamilan yang tidak diinginkan dari PUS
  • Meningkatkan median usia kawin pertama yang diukur dari median usia kawin pertama perempuan
  • Meningkatnya pengetahuan keluarga tentang kependuduksn yang diukur dari persentase pengetahuan keluarga tentang kependudukan
  • Meningkatnya pengetahuan Pasangan Usia Subur tentang alat atau cara kontrasepsi yang diukur dari persentase pengetahan PUS tentang alat/cara kontrasepsi.
  • Meningkatnya pemanfaatan analisis dampak kependudukan sebagai pendukung kebijakan pembangunan berwawasan kependudukan yang diukur dari persentase kebijakan yang memanfaatkan analisis dampak kependudukan sebagai pendukung kebijakan pembangunan berwawasan kependudukan
Sasaran program yang tidak dapat dilakukan pengukurannya melalui SKAP KKBPK Tahun 2018 adalah yang berkaitan dengankependudukan. Sesuai dengan narasi atas sasaran program ini maka pengukuran sasaran program bagian pengendalian kependudukan ini adalagh melihat pada jumlah Kabupaten/kota yang menjadikan kependudukan sebagai kebijakan pembangunan. Kebijakan pembangunan di Kabupaten/Kota erwujd dalambentuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) sehingga seharusnya target yang ditetapkan adalah memperbandingkan antara jumlah RPJMD Kabupaten/Kota yang menempatkan Pengendalian Penduduk sebagai salah satu klausul dalam RPJMD terhadap RPJMD Kabupaten/Kota dalam satu provinsi.

3. Sasaran di Luar Rencana Staretgis dan Sumber Data Pengukurannya
  • Meningkatnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi yang diukur dari indeks pengetahuan kesehatan reproduksi remaja (KRR)
  • Terbentuknya Kampung KB yang dikur dari jumlah kampung KB yang dicanankan tahn 2018
  • Meningkatnya pengelolaan Kampung KB melalui Kelompok Kerja (Pokja) Kampung KB yang diukur dari persentase Kampung KB yang telah memiliki Pokja Kampung KB
  • Meningkatnya pengetahuan orangtua tentang pengasuhan anak yang diukur dari persentase orangtua hebat yang memiliki Baduta terpapar 1000 Hari Pertama Kehidupan
  • Meningkatnya Akuntabilitas kinerja program dan anggaran yang diukur dari penilaia evaluasi pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern Pemerintahan (SPIP) hasil audit BPKP
  • Meningkatnya pencapaian kinerja yang diukur dari persentase pencaian kinerja hasil audit Kinerja BPKP
  • Meningkatnya pencapaian output yang diukur dari persentase pencapaian output program KKBPK
  • Meningkatnya penyerapan angaran yang diukur dari persentase penyerapan anggaran
  • Terlaksananya penetapan BMN berdasarkan status penggunaannya yang diukr dari persentase BMN yang telah ditetapkan status penggunaannya.
Dari seluruh sasaran program ini sasaran pengetahua remaja dan sasaran mengenai pengetahuan orangtua tentang pengasuhan anak yang bisa diambil dari data SKAP KKBPK Tahun 2018 sedangkan lainnya diambil dari aplikasi yang terkait pelaksaaan program dan angaran.

Analisis Keberhasilan

Dalam mencapai sasaran strategis program KKPBK harus dilaksanakan di tingkat Kabupaten/Kota karena beberapa urusan pemerintahan dalam program KKBPK berdasar UU 23 tahun 2014 berada di Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, sasaran strategis dan sasaran program didistribusikan lagi ke Organisasi Perangkat Daerah Program Keluarga Berencana Kabupaten/Kota berupa kegiatan-kegiatan strategis. Dari pelaksanaan kegiatan di Kabupaten/Kota inilah yang kemudian menjadi tolok ukur pencapaian sasaran strategis di tingkat provinsi dan kemudian diperhitungkan secara nasional.

Dari pencapaian ini harus dilakukan dianalisis atas hasil dari pencapaian sasaran strategis dengan memperbandingkan 2(dua) sasaran strategis atau dengan memperbandingkan antara pencapaian sasaran strategis dengan sasaran program.

1. Analisis pencapaian dalam sasaran strategis
  • TFR dan mCPR
  • mCPR dan Unmet Need
  • PA MKJP dan PA Tambahan
2. Analisis pencapaian sasaran strategis dan sasaran program
  • TFR dan ASFR serta Peningkatan Usia Kawin Pertama Perempuan
  • mCPR dan Pengetahuan PUS tentang alat/cara ber-KB
Dari hasil analisis ini akan diperoleh beberapa diagram yang sudah menjadi perhatian pada rencana kegiatan tahun ke depan. Apalagi tahun 2020 merupakan tahun dengan sistem pemerintah yang dihasilkan dari Pemilihan Umum tentunya perlu strategi dan rencana kerja yang lebih terfokus sesuai hasil capaian dalam RPJMN 2014-2019 dalam mewujudkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang yang berakhir di tahun 2025.

Pencapaian sasaran di luar rencana strategis sifatnya hannya penunjang yang diperlukan sebagai tolok ukur pelaksanaan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Masih mengacu pada dasar yang sama, pembahasan tentang ini akan disampaikan pada artikel yang lain.

Skema Hasil Analisis dan Tindak Lanjut

Capaian TFR yang rendah memberikan gambaran bahwa terdapat permasalahan berkaitan dengan pengetahuan Pasangan Usia Subur dalam mengatur jarak dan jumlah kelahiran. Rendahnya TFR tidak dapat disandingkan dengan tingginya ASFR kelompok umur 15-19 tahun sebab TFR adalah jumlah dari 5 kelompok umur ASFR dimana kelompok umur 15-19 tahun hanya salah satu saja dari 5 kelompok umur yang di survey.

Capaian mCPR yang rendah memberikan gambaran bahwa terdapat permasalahan yang berkaitan dengan pengetahuan Pasangan Usia Subur tentang jenis, sifat dan cara kerja alat kontrasepsi modern. Rendahnya mCPR justru dapat disandingkan dengan beberapa sasaran strategis maupun sasaran program seperti rendahnya pengetahuan PUS terhadap alat atau cara kontrasepsi dan tingginya unmet need.

Tingginya unmet need memberikan gambaran bahwa masih banyak pasangan usia subur yang tidak mendapatkan informasi yang benar terkait dengan sarana pelayanan kontrasepsi serta jenis dan cara kerja kontrasepsi sehingga tidak mendapatkan akses untuk pelayanan KB. Tingginya unmet need dapat disandingkan dengan pengetahuan PUS tentang alat/cara kontrasepsi.

Capaian secara nasional merupakan titik ukur keberhasilan provinsi-provinsi dalam melaksanakan kegiatan guna mencapai sasaran strategis dan sasaran program. 
Diagram yang mungkin etrbentuk adalah

1. TFR versus mCPR

  • TFR tinggi dan CPR tinggi diperlukan perbaikan atau pembenahan dalam sistem pencatatan dan pelaporan melalui kader-kader IMP dan Kampung KB dalam kegiatan Rumah Dataku
  • TFR tinggi dan CPR rendah diperlukan pembinaan terhadap Pasangan Usia Subur melalui Kelompok kegiatan (Poktan) seperti BKB, BKR, BKL dan UPPKS
  • TFR rendah dan CPR tinggi diperlukan pembinaan kelestarian ber-KB dan meningkatkan kualitas ber-KB bagi Pasangan Usia Subur melalui kelompok kegiatan seperti BKB, BKR, BKL dan UPPKS
  • TFR rendah dan CPR rendah diperlukan pembinaan terhadap petugas lapangan KB dalam melaksanakan tugas penyuluhan dan tugas pencatatan/pelaporan.
2. mCPR versus Unmet Need
  • mCPR rendah dan Unmet Need tinggi diperlukan pembendahan dalam sistem pencatatan dan pelaporan. Akan lebih mudah bila dilakukan pencatatan dan pelaporan melalui data basis yang benar-benar riil di lapangan. Terutama melalui Rumah Dataku di Kampung KB
  • mCPR rendah dan Unmet Need rendah  diperlukan pembinaan terhadap petugas lapangan untuk menambah wawasan tentang alat kontrasepsi, tehnik penyuluhan, penggunaan alat bantu pengambilan keputusan juga tentang peran dan fungsi kelompok kegiatan seperti BKB, BKR, BKL dan UPPKS dalam pembinaan kelestarian peserta KB
  • mCPR tinggi dan Unmet Need tinggi diperlukan pembendahan dalam sistem pencatatan dan pelaporan. Akan lebih mudah bila dilakukan pencatatan dan pelaporan melalui data basis yang benar-benar riil di lapangan. Terutama melalui Rumah Dataku di Kampung KB
  • mCPR tinggi dan Unmet Need rendah diperlukan pembinaan kelestarian ber-KB dan meningkatkan kualitas ber-KB bagi Pasangan Usia Subur melalui kelompok kegiatan seperti BKB, BKR, BKL dan UPPKS
3. PA MKJP versus PA Tambahan
  • PA MKJP rendah dan PA Tambahan tinggi perlu dilakukan penyuluhan tentang peningkatan kualitas akseptor KB dari Non MKJP ke arah MKJP oleh petugas lapangan KB dan peningkatan kompetensi petugas lapangan KB tentang jenis dan fungsi alat/cara kontrasepsi.
  • PA MKJP rendah dan PA Tambahan rendah perlu dilakukan peningkatan kompetesni petugas lapangan KB terhadap program KKBPK
  • PA MKJP tinggi dan PA Tambahan rendah diperlukan pembendahan dalam sistem pencatatan dan pelaporan. Akan lebih mudah bila dilakukan pencatatan dan pelaporan melalui data basis yang benar-benar riil di lapangan. Terutama melalui Rumah Dataku di Kampung KB
  • PA MKJP tinggi dan PA Tambahan tinggi diperlukan pembinaan kelestarian ber-KB dan meningkatkan kualitas ber-KB bagi Pasangan Usia Subur melalui kelompok kegiatan seperti BKB, BKR, BKL dan UPPKS
Demikian pembahasan tentang capaian kinerja ini dan akan bersambung dengan artikel lain

Jumat, 26 Oktober 2018

KEWENANGAN TOP MANAGER

Di dalam sebuah organisasi akan dikenal dengan tingkatan jabatan kepemimpinan seperti 
  • Top manager
  • Middle manager
  • Lower manager
Sedangkan di dalam sistem pemerintahan, akan dikenal dengan tingkatan kepemimpinan seperti
  • Pemerintah pusat
  • Pemerintah provinsi
  • Pemerintah kabupaten/kota
  • Camat
  • Lurah atau kepala desa
Dari kedua tingkatan ini yang membedakan adalah kewenangan. Kewenangan berasal dari kata wenang yang artinya mempunyai hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Jadi, kewenangan adalah hal mengenao hal dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu.

Tugas pokok dan fungsi kepemimpinan berdasar arti kata memimpin adalah mengetuai atau mengepalai, membimbing dan melatih untuk menghasilkan seseorang mampu melakukan sendiri apa yang menjadi tanggung jawab dalam organisasi. Apabila dikaitkan dengan kewenangan, maka tugas pokok dan fungsi dalam kepemimpinan diperkuat dengan adanya hak dan kekuasaan itu sendiri.

Kalau pada sistempemerintahan, kewenangan bukan hanya menyangkut hak dan kekuasaan sebagaimana dalam organisasi melainkan juga berkaitan dengan otoritas wilayah. Dalam artikel ini, hanya akan dibahas tentang kewenangan di dalam sebuah organisasi.

Kewenanga Pada Top Manager

Top manager berada pada posisi paling atas yang bertugas menjalankan fungsi manajemen dengan mengacu pada sumber daya organisasi. Bentuk kewenangan top manager adalah berupa kebijakan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia online, kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak. Kebijakan bisa juga diartikan sebagai pernyataan cita-cita, tujuan. prinsip atau maksud sebagai garis pedoman untuk menejemen dalam usaha mencapai sasaran.

Seorang top manajer terpilih untuk menjadi pemimpin di dalam organisasi karena memiliki keahlian konseptual. Semakin kuat keahlian konseptual seorang top manajer maka akan semakin jelas kebijakan yang dikeluarkan sehingga semakin jelas pula pelaksanaan di level bawahnya.

Ketika sebuah kebijakan ditetapkan maka konsep maupun pernyataan yang dikeluarkan oleh top manajer, sifatnya menjadi garis besar dan dasar rencana pelaksanaan pekerjaan dalam organisasi yang mengikat semua pihak di dalam organisasi baik middle manager, lower manager dan bawahan non manajerial.

Kewenangan Pada Middle Manager

Setelah top manager, tingkatan berikutnya adalah middle manager. Posisi manager ini berada diantara top manager dan lower manager. Kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh seorang middle manager adalah membangun tim, membangun kerjasama, "problem solving" dan menjadi "wajah" dari organisasi. Seorang middle manager harus mampu menjadi jembatan antara top manager dan lower manager.

Kewenangan seorang middle manager adalah membuat keputusan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia online, keputusan adalah segala yang telah ditetapkan atau sikap terakhir atau langkah yang harus dijalankan. Keputusan middle manager tidak boleh bertentangan dengan kebijakan top manager. Keputusan middle manager sifatnya mengikat ke bawah.

Kewenangan Pada Lower Manager

Lower manager adalah manager paling rendah yang bertugas memimpin dan mengawasi langsung petugas non manajerial. Berdasarkan pemahaman ini dapat digambarkan bahwa lower manager hanya memiliki kewenangan untuk menjalankan kebijakan dan keputusan. serta memimpin langsung level bawahan untuk menjalankan atau melaksanakan kebijakan dan keputusan.

Dengan kewenangannya tersebut, maka lower manager bisa lebih berdaulat diantara level bawahan. Ketidak sinkronan akan muncul apabila kebijakan dan keputusan yang diemban tidak sejalan dengan kepentingan para bawahan yang dibarengi dengan ketidak mampuan lower manager dalam menterjemahkan kebijakan dan keputusan atasannya.

Oleh karena lower manager dengan bawahannya lebih dekat dengan bawahan dibandingkan dengan dua tingkatan di atasnya, maka organisasi memiliki kewajiban untuk mempelajari karakter dan kompetensi komunikasi para lower manager sehingga tidak terjadi gap antara tujuan organisasi dengan kepentingan individu yang muncul dakibatkan karakter dan kompetensi lower manager yang tidak sesuai dengan tuntutan organisasi.

Kewenangan dalam Kepemimpinan

Secara ideal, pelaksanan manajerial dilakukan secara berjenjang sesuai hirarki nya yakni dari top manager diteruskan oleh middle pamaner dan diaplikasikan oleh lower manager untuk dilaksanakan oleh bawahan atau non manajerial. Akan tetapi, bisa jadi juga tidak dilakukan secara berjenjang melainkan top down yakni dari top manager langsung ke bawahan tanpa melalui middle manager atau lower manager. Pola yang diberlakukan dalam pelaksanaan manajerial akan sangat bergantung pada type kepemimpinan yang dilaksanakan oleh top manajer. 

Dalam organisasi modern dan formal, kepemimpinan terpilih secara konstruktif melalui jenjang karier sehingga yang ada hanya type kepemimpinan demkratis dan type kepemimpinan otoriter. Sedangkan type kepemimpinan kharismatik hanya terdapat di organisasi tradisional atau organisasi moden informal.

Top manager dengan type kepemimpinan demokratis akan mempergunakan pola sesuai tingkatan kewenangan. Masing-masing tingkatan kewenangan dijalankan sesuai dengan yang berlaku di tiap-tiap level. Dengan demikian, permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan kebijakan, akan diputuskan bersama-sama dengan mempertimbangan banyak saran dari middle manager dan masukan dari lower manager. Dalam kepemimpinan demokratis, suasana yang tercipta adalah suasana yang  lebih kondusif dan tidak terbentuk kubu oposisi karena antara top manager, middle manager, lower manager dan bawahan non manajerial memiliki peran dan kepentingan yang sama. Bentuk keputusan semacam ini akan lebih akurat. Akan tetapi, memerlukan waktu yang lebih lama karena harus mengumpulkan saran dari level-level di bawahnya. 

Top manager dengan type kepemimpinan otoriter merupakan kebalikan dari type kemepimpinan demokratis. Top manager dengan pola kepemimpinan ini sikapnya kaku. Bawahan diharuskan mengikuti kebijakan dan keputusannya, permasalahan diselesaikan secara sepihak, tidak ada saran atau bantahan dari bawahan. Pada kepemimpinan ini, suasana akan sangat kaku bahkan mudah menimbulkan grup dan oposisi yang didasarkan pada suka dan tidak suka, selanjutnya disiplin hanya terjadi saat top manager berada di tempat dan berubah ketika top manager tidak berada di tempat. Sebuah perbedaan pendapat, bagi type kepemimpinan otoriter dianggap sebagai pembangkangan dan kelicikan. 

Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa seorang pemimpin demokratis akan menyelengarakan kepemimpinan sesuai dengan kewenangan pada masing-masing level sedangkan kepemimpinan otoriter akan menyelenggarakan kepemimpinan sesuai dengan kekuasaan yang dimilikinya termasuk mengabaikan kewenangan pada masing-masing level.

Keluarga, Cermin Kepemimpinan


Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terstruktur secara otomatis. Pola kepemimpinan dalam keluarga akan sangat berpengaruh terhadap type kepemimpinan yang dihasilkan. Dan hal ini sangat besar kontribusinya pada seorang Top Manager.

Seorang kepala keluarga yang otoriter di lungkup keluarganya dengan sendirinya akan membawa sikap otoriternya ke dalam lingkungan organisasi. Begitu pula dengan seorang kepala keluarga yang demokratis. Otoriter atau demokratos, bukan hanya dimiliki oleh kepala keluarga yang notabene banyak dipegang oleh para suami, melainkan juga oleh bisa dilakukan oleh isteri. Oleh karenanya, bila dilihat pada latar belakang, maka type otoriter atau type demokratis yang dibawa ke dalam keluarga dan ke dalam organisasi oleh individu tentunya dipengaruhi latar belakang keluarga, latar belakang pendidikan dan latar belakang pengalaman hidup seseorang.

Penutup

Dengan keseluruhan uraian ini, maka ketika seorang Top Manager tidak menyerahkan kewenangan kepada level di bawahnya, yang bisa artikan sebagai type kepemimpinan otoriter maka harus dipahami bahwa semua kembali pada runtutan perjalanan hidup yang menjadi latar belakang terbentuknya type otoriter tersebut. Dengan demikian, sebagai middle manager dan lower manager, harus memegang peranan sebagai penyelaras agar sistem dalam organisasi tetap berjalan sebagaimana mestinya, tidak terpengaruh pada kubu-kubu yang tercipta akibat adanya rasa suka dan tidak suka yang dimunculkan bawahan sebagai dampak dari type kepemimpinan otoriter.

Semoga tulisan ini memberi makna untuk pembacanya.
Salam KB, Dua Anak Cukup
Mantab KB-nya mantab keluarganya !!!!!

Kamis, 25 Oktober 2018

MENGATASI MASALAH KEPENDUDUKAN

Artikel ini ditulis sebagai urun pemikiran

Permasalahan Kependudukan

Kependudukan merupakan hal penting yang harus menjadi pusat perhatian bagi pemerintah selaku penyelenggara administrasi kenegaraan dikarenakan penduduk merupakan syarat mutlak dan awal berdirinya sebuah negara. Apabila pemerintah mengabaikan penduduk dalam pelaksanaan pembangunan maka sudah dipastikan bahwa pembangunan tersebut banyak yang lepas sasaran.  Oleh karenanyam tidak salah kalau kemudian ada wacana untuk melakukan pembangunan berwawasan kependudukan. Dengan demikian, permasalahan yang ditimbulkan dari kependudukan dijadikan sebagai tolok ukur pelaksanaan pembangunan.

Permasalahan utama dari kependudukan yang sebaiknya menjadi fokus perhatian pemerintah adalah :
  1. Laju Pertumbuhan Penduduk dengan indikator seperti kelahiran, kematian, pindah masuk, pindah keluar. 
  2. Kualitas Penduduk dengan indikator kemampuan pada pencapaian tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, tingkat kesejahteraan dan tingkat penghasilan.
Kedua masalah utama ini akan memiliki keterkaitan satu sama lain yang akan mempengaruhi pola pembangunan di daerah. 

Bagi daerah dengan laju pertumbuhan penduduk masih rendah ditambah lagi wilayah yang sangat luas, memandang tidak perlu menekan laju pertumbuhan penduduk sehingga kelahiran tidak perlu diatur apalagi dicegah. Secara mudahnya, hal itu mungkin saja terjadi apalagi bila ukuran pembangunan hanya sebatas memperbandingkan jumlah penduduk dengan luas wilayah.  Akan tetapi, ukuran keberhasilan pembangunan bukan hanya membandingkan jumlah penduduk dengan luas wilayah melainkan justru melihat pada peningkatan kualitas penduduknya.
Indeks Pembangunan Masyarakat yang dipergunakan sebagai tolok ukur keberhasilan pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pembangunan, merupakn hal yang harus menjadi perhatian karena pada akhirnya pemerintah daerah harus menaruh perhatian besar pada laju pertumbuhan penduduk. Hal ini dikarenakan, dengan laju pertumbuhan penduduk yang terkendali maka peningkatan kualitas penduduk akan mudah direncanakan dan akan dengan mudah pula diselenggarakan. Artinya, pemerintah daerah akan melaksanakan pembangunan dengan berwawasan kependudukan.

Pyramida Penduduk

Penyelenggaraan pembangunan berwawasan kependudukan adalah pembangunan yang menjadi penduduk sebagai subyek, obyek dan data dasar dalam membuat perencanaan pembangunan. Untuk itu diperlukan data yang akurat dan akuntabel agar perencanaan menjadi tepat sasaran.

Identifikasi penduduk sebagai sasaran atau obyek pembangunan dapat dilihat dari komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur. Ini biasanya digambarkan dalam bentuk pyramida penduduk. Disebut pyramida penduduk karena biasanya pengelompokan berdasar umur dan jenis kelamin ini akan membentuk seperti bangunan pyramida.

Dari pyramida penduduk ini akan diketahui, komposisi usia mana dengan jenis kelamin mana yang paling besar dan yang paling rendah. Berikut contoh pyramida penduduk di Kecamatan Sungai Durian Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan data tanggal 25 Oktober 2018.

Pembangunan Berwawasan Kependudukan

Dengan melihat pada piramida di atas, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Kotabaru, ketika membuat perencanaan pembangunan yang berwawasan kependudukan akan menjadi data-data pada piramida di atas sebagai data dasar.

Hal-hal yang dipersiapkan untuk Kecamatan Sungai Durian adalah :
  • Membangun daerah ramah lansia karena penduduk lansia di kecamatan tersebut sangat besar. Baik yang terlihat pada kelompok umur lebih dari 85 tahun maupun bila mengacu pada kelompok umur lansia dimulai dari usia lebih dari 60 tahun
  • Menyediakan lembaga-lembaga pelatihan keterampilan untuk tenaga siap pakai karena jumlah penduduk usia produktif di atas 15 tahun sampai dengan 40 tahun yang cukup besar. Apabila pemerintah daerah tidak memperhatikan angka ini dan dibarengi dengan peningkatan kualitas sumber tenaga kerja maka yang terjadi adalah sumber daya manusia di Kabupaten ini hanya akan menjadi pekerja di level buruh atau pekerja kasa. Sedangkan pekerja administrasi akan diambil alih justru oleh orang-orang luar daerah.
  • Mengatur jumlah kelahiran pada kelompok umur 20 sampai dengan 49 tahun karena bila tidak dikendalikan akan terjadi kelahiran dalam jumlah besar yang berpengaruh terhadap kemampuan daerah dalam pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan dan pendidikan. Secara tidak langsung juga akan memperbesar angka ketergantungan pada 5 - 10 tahun ke depan apabila kecamatan ini tidak mengendalikan kelahiran.
  • Dengan angka penduduk usia balita yang sangat rendah maka tidak signifikan kalau di kecamatan ini dibangun PAUD atau digalakkan guru TK. Dengan melihat pada angka Balita yang sangat rendah maka pengaturan kelahiran sangat perlu dilakukan agar kecamatan ini tidak kehilangan generasi penerus (lost generation).
Keseluruhan uraian di atas merupakan contoh pembangunan berwawasan kependudukan yang berbasis pada pyramida penduduk dengan kondisi data riil per tanggal 25 Oktober 2018 pukul 08.10 wib.

Dari contoh tersebut, sekira dapat memberikan gambaran pelaksanaan pembangunan berwawasan kependudukan sebagai upaya untuk mengatasi masalah kependudukan yang tidak hanya menyangkut jumlah dan wilayah melainkan juga kualitas penduduk.


Salam KB !!

MEMPERTAHANKAN PERWAKILAN DI PROVINSI

Catatan Kesatu

Berdasarkan konvensi Montevideo tahun 1933 yang merupakan konvensi hukum internasional bahwa negara harus mempunyai empat unsur konstitutif salah satunya adalah harus ada penghuni yaitu penduduk. Oleh karena itu, sudah seharusnya urusan penduduk menjadi urusan negara atau pemerintah dan termasuk urusan absolut karena mempengaruhi pembentukan negara.

Pembahasan tentang penduduk meliputi :
  1. Kuantitas yaitu jumlah penduduk yang akan diukur dari sudut angka absolut dengan pemilahan berdasar jenis kelamin dan kelompok umur. Pengukuran dilakukan melalui registrasi penduduk.
  2. Kualitas yaitu tingkat kebaikan, derajat dan kemampuan masyarakat yang diukur dari  pendidikan, penghasilan, kesehatan dan pekerjaan. Pengukurannya dilakukan melalui pembinaan penduduk berdasar tingkat pendidikan, penghasilan, kesehatan dan pekerjaan.
  3. Mobilitas yaitu pergerakan pendudukan yang diukur dengan memperbandingkan jumlah penduduk dengan luas wilayah.
Hal yang berkaitan dengan penduduk dan dilakukan oleh pemerintah merupakan kebijakan kependudukan yaitu kebijakan pemerintah untuk mengatur dan mengawasi pertumbuhan dan dinamika penduduk dalam negaranya. 

Dari catatan kesatu ini, saya garis bawahi bahwa masalah kependudukan merupakan masalah yang harus menjadi kewenangan negara atau pemerintah pusat meliputi kuantitas, kualitas dan mobilitas..

Catatan Kedua

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah merupakan landasan hukum terlaksananya tata pemerintahan di Indonesia. Saya sudah membahas masalah ini pada artikel saya dengan judul UU 23 Tahun 2014 dan Program KKBPK.

Dari keseluruhan paparan mengenai hubungan antara UU 23 Tahun 2014 dengan program KKBPK saya menyimpulkan bahwa kewenangan tata pemerintahan dalam program KKBPK terbagi atas 3 bagian yaitu :

  1. kewenangan bagi pemerintah pusat namun tidak diserahkan ke pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota yaitu standardisasi pelayanan KB dan sertifikasi PLKB/PKB serta pengelolaan dan pengendalian sistem informasi keluarga
  2. kewengan bagi pemerintah pusat bukan kewenangan bagi pemerintah provinsi namun menjadi kewenangan bagi pemerintah kabupaten/kota yaitu mengenai distribusi alokon dan pelaksanaan pelayanan KB
  3. kewenangan pemerintah pusat diserahkan ke pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dengan tingkatan kewenangan yang berbeda seperti a) pemerintah pusat melakukan penyusunan, pemerintah provinsi melakukan pengembangan dan pemerintah kabupaten/kota melakukan pelaksanaan, b) pemerintah pusat melakukan penetapan, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota melakukan pemetaan; c) pemerintah pusat melakukan pengelolaan, pemerintah kabupaten/kota melakukan pendayagunaan
Melihat pada kewenangan pemerintah pusat namun tidak diserahkan ke pemerintah ini menjadi kekuatan untuk pelaksanaan program Kepedudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga oleh BKKBN Pusat selaku lembaga pemerintahan pusat yang memiliki kewenangan dalam penyelenggaraan program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga.

Catatan Ketiga

Dari kedua catatan tersebut maka sangat jelas bahwa masalah kependudukan merupakan permasalahan yang harus dikelola oleh negara melalui pemerintah pusat dan hal tersebut telah diperkuat dengan terbitnya Undang-Undang 23 Tahun 2014 Lampiran N yaitu kewenangan pemerintah pusat terhadap 
  1. Standardisasi pelayanan KB yaitu membuat pedoman pengelolaan sumber daya organisasi untuk pelaksanaan pelayanan KB.
  2. Sertifikasi PLKB/PKB adalah penetapan tingkat kompetensi atau kemampuan petugas lapangan KB baik dari segi manajerial maupun teknis.
  3. Pengelolaan dan pengendalian sistem informasi keluarga yakni pengelolaan sumber daya organisasi untuk mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data-data individu dan keluarga dalam rangka intervensi program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga.
Di dalam Undang-Undang 52/2009 ini tercantum tentang keberadaan BKKBN di Provinsi dengan sebutan Perwakilan. Tugas pokok dan fungsi Perwakilan BKKBN Provinsi adalahmelaksanakan tugas sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 lampiran N tersebut sebagai perwakilan BKKBN di setiap provinsi di seluruh Indonesia.

Mempertahankan keberadaan Perwakilan BKKBN di Provinsi bukan saja amanat dari Undang-Undang 52 Tahun 2009 melainkan juga didasarkan pada teori organisasi modern adalah organisasi membesar dengan pemanfaatan ada data dan staf yang majemuk dimana setiap unit memiliki peran dan fungsi yang berbeda. Dengan adanya Perwakilan BKKBN di Provinsi maka BKKBN selaku organisasi sudah masuk ke dalam istilah organisasi modern dan sifatnya majemuk. Selain itu, karena yang menjadi tugas pokok dan fungsi BKKBN adalah meningkatkan kualitas penduduk   dan permasalahan penduduk merupakan permasalahan besar yang harus menjadi urusan pemerintah maka tidak mungkin pengelolaannya oleh organisasi yang kecil.

Catatan Keempat

Standardisasi Pelayanan KB

Standardisasi pelayanan KB menjadi tanggung jawab BKKBN. Sepintas lalu, sangat memungkinkan pembuatan petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis pengelolaan sumber daya organisasi BKKBN dalam pelayanan KB ini dilaksanakan oleh selain BKKBN. Akan tetapi tugas pokok dan fungsi ini merupakan satu kesatuan kegiatan yang berujung pada pelayanan KB. Dalam proses yang berujung pada pelayanan KB ini perlu dilakukan identifikasi sasaran program, format komunikasi-informasi-edukasi sesuai dengan sasaran program, tata cara dan sistematika yang dilakukan dalam  merealisasi tujuan program. 

Sehingga pembuatan standard pelayanan KB hanya sebatas pembuatan aturan pada saat pelayanan KB melalui pemberian alat kontrasepsi melainkan juga terdapat kegiatan pra pelayanan KB melalui penyuluhan dan pasca pelayanan KB melalui pembinaan.

Sertifikasi PKB/PLKB

PKB atau PLKB adalah petugas lapangan yang memiliki tugas melakukan penyuluhan program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga hingga mendapatkan calon akseptor KB untu diberikan pelayanan alat kontrasepsi dengan tujuan menjarangkan kelahiran.

Sebagai petugas yang bergadapan langsung dengan masyarakat, sedangkan masyarakat itu sendiri majemuk maka yang dibutuhkan adalah petugas penyuluhan yang memiliki kompetensi manajeria, kompetensi teknis dan kompetensi budaya kerja yang memadai untuk dapat memberikan penyuluhan secara baik.

Terkait dengan standardisasi pelayanan KB maka sertfikasi PKB tentunya mengacu pada standard ini. Baik dalam kegiatan pra pelayanan KB melalui penyuluhan, pada saat pelayanan KB dengan pemberian alat kontrasepsi maupun pasca pelayanan KB melalui pembinaan. Kegiatan ini sudah sangat jelas menjadi tugas pokok dan fungsi BKKBN.

Meskipun petugas lapangan KB tetap sebagai pegawai Pemerintah Daerah, tdak diserahkan kembali ke BKKBN, tgas pokok pembuatan sertifikasi PKB/PLKB tetap mengacu pada standardisasi pelayanan KB. Apalagi dengan diserahkannya kewenanga pengelolaan PKB/PLKB ke BKKBN maka tugas pokok dan fungsi ini menjadi semakin kuat.


Pengelolaan dan Pengendalian Sistem Informasi Keluarga 

Seperti dalam uraian di atas bahwa dalam melaksanakan tugas pokok standardisasi pelayanan KB diperlukan identifikasi sasaran dan ini terkait dengan penyediaan data. Sebagai organisasi modern, data dan pengelolaannya haruslah menjadi satu unsur yang kuat bagi BKKBN.

Dalam melakukan tugasnya, bisa saja BKKBN menggunakan data dari data kependudukan yang saat ini digaungkan dengan istilah "one data"
Akan tetapi, konsekwensi yang dihadapi apabila menggunaka one data adalah sasaran program akan sulit di iendtifikasi karena sifat data yang ada di data kependudukan sangat luas dan hasil dari pelayanan saat masyarakat meminta dicatat sebagai warga negara. Apalagi sistem data e-KTP yang tidak memerlukan surat pindah apabila mutasi antar daerah karena sudah berisfat online maka identifikasi sasaran satu daerah akan sangat sulit dilakukan, berkaitan dengan pembinaan pasca pelayanan kontrasepsi maupun penyuluhan pada pra pelayanan kontrasepsi.

Data yang dibutuhkan oleh BKKBN adalah data real time sesuai pergerakan masyarakatnya sehingga sangat mustahil bila mengandalkan data kependudukan yang sifatnya statis kecuali bila ada perubahan pada individu di dalam keluarga. Oleh karenanya, pengelolaan data di program Kependudukan, Keluarga Berecana dan Pembangunan Keluarga merupakan data khusus yang harus dipantai perkembangannya setiap saat.

Terakhir

Perwakilan BKKBN di Provinsi merupakan satu kebutuhan, sama pentingnya dengan pengelolaan penduduk yang harus ditangani oleh pemerintah pusat. Sesuai tingkat kepentingannya maka sudah seharusnya BKKBN memperkuat diri sesuai dengan tuntutan yang ada dalam UU 23 Tahun 2014.


Salam KB !!!

Kamis, 18 Oktober 2018

SERVANT LEADERSHIP

Pemimpin yang melayani, itulah terjemahan dari judul di atas. Mari kita bahas.

Apa itu pemimpin ?

Berdasar Kamus Besar Bahasa Indonesia online, pemimpin adalah orang yang memimpin. Sementara kata "memimpin" itu sendiri mengandung banyak arti seperti :
1. Mengetuai atau mengepalai
2. Memenangkan paling banyak
3. Memegang tangan seseorang sambil berjalan (untuk menuntun, menunjukkan jalan, membimbing, 
4. Memandu
5. Melatih (mendidik dan mengajari) supaya dapat mengerjakan sendiri.

Dengan arti-arti yang tersedia itu maka dapat digambarkan bahwa peran seorang pemimpin tidaklah mudah. Harus bisa memberikan hasil yaitu ada seseorang yang akhirnya dapat mengerjakan sesuatu sendiri. 

Orang lain dalam pembahasan ini adalah yang dipimpin oleh pemimpin, bisa jadi disebut bawahan, karyawan, anggota dan anak buah. Artinya, seorang pemimpin harus menghasilan bawahan, karyawan, anggota dan anak buah yang nantinya dapat mengerjakan sendiri tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab mereka.

Seorang pemimpin tentunya akan memimpin maka untuk menjadi seorang pemimpin seharusnya memiliki syarat-syarat tertentu.  

Kalau mempergunakan teori kepemimpinan tentunya tidak sesederhana itu syarat untuk menjad pemimpin. Namun pembahasan kali ini dipergunakan syarat sederhana berdasar definisi memimpin itu sendiri. Dari definisi pemimpin, diperoleh kata "memimpin" dan dari arti kata memimpin sudah dapat dikteahui hal-hal yang menjadi syarat untuk memimpin yaitu memenangkan paling banyak serta memiliki kemampuan membimbing dan melatih. 
Memenangkan paling banyak. 

Artinya secara kuantitas dipilih oleh banyak orang dan secara kualitas memiliki banyak kelebihan. Untuk penetapan secara kuantitatif tentu ada aturan yang berlaku dalam sebuha organsasi. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi maka cara memilih pemimpin sekarang justru lebih komprehensif dan obyektif baik dari sudut pandang kuantitatas maupun kualitatas. Contoh penetapan secara kuantitatif adalah didasarkan pada Daftar Urut Kepangkatan. Dari daftar urut kepangkatan akan terlihat jumlah calon-calon pemimpin yang akan dipilih untuk memimpin dalam satu unit atau satu kesatuan. Kriteria berdasarkan kepangkatan ini tentunya didasarkan pula pada peraturan yang baku yang menjadi pedoman bagi oraganisasi yang bisa jadi mengacu pada "lamanya bekerja" atau "pangkat tertinggi" dan sebagainya Contoh penetapan secara kualitas adalah dengan melihat kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh calon pemimpin. Di masa sekarang, yang diberlakukan fit and proper test atau asesmen atau seleksi sejenis. Dalam prosedur pemilihan berdasar kualitas ini, calon pemimpin diberikan simulasi permasalahan, psikotest dan uji kompetensi lainnya sehingga dapat ditentukan ranking kualitas masing-masing calon. 

Mampu Membimbing dan Melatih. 

Kualitas calon pemimpin sangat berkaitan dengan kemampuan atau skill yang dimiliki. Bukan hanya kemampuan manajerial karena seorang pemimpin harus mampu melaksanakan fungsi manajemen (perencanaan, peng-organisasian, pelaksanaan  dan pengevaluasian) melainkan kemampuan lainnya yang diaggap penting. Diantara sekian banyak kemampuan, berdasar defisni "memimpin", hanya dibutuhkan 2 (dua) kemampuan yaitu kemampuan membimbing dan kemampuan melatih.

Kemampuan membimbing, merupakan kemampuan seorang pemimpin untuk menunjukkan jalan penyelesaian masalah. Di dalam melaksanakan kemampuan ini, seorang pemimpn dituntut memiliki kecerdasan emosional, kecerdasan berbahasa dan berempati terhadap yang dimbimbing. Hal ini dikarenakan, mereka-mereka yang mendapatkan bimbingan memiliki beberapa kesamaan seperti kesamaan umur atau mungkin umur yang dibimbing lebih tua daripada pemimpin, kesamaan latar belakang pendidikan, budaya dan sebagainya. Beberapa kesamaan tersebut dapat menjadi sebuah keberuntugan namun tidak sedikit pula yang menjadi kendala dalam melakukan bimbingan. Dari kemampuan membimbing yang baik dan benar, tentunya akan menghasilkan seorang bawahan yang akan mampu menyelesaikan dan mengatasi masalah-masalah dalam kedinasan.

Kemampuan melatih juga tidak akan terlepas dari kecerdasan emosional, kecerdasan bahasa dan empati akan tetapi perlu ditambah dengan kecerdasan matematik agar dapat memperhitungkan dengan tepat apakah hasil dari melatih ini benar-benar akan menghasilkan seseorang yang mampu menyelesaikan dan mengatasi masalah plus bisa diberi tanggung jawab penuh akan hal tersebut.

Dari keseluruhan uraian ini maka dapat tergambar makna dari pemimpin yang sesungguhnya yaitu bukan semata-mata mengetuai saja melainkan harus memiliki output yaitu "menghasilkan seseorang yang mampu mengerjakan sendiri".

Judul artikel yang dibahas adalah Servant Leadership, artinya pemimpin yang melayani. Pada sebagian pengertian, seorang pemimpin jutsru harusnya dilayani. Itu sebabnya, apabila ada seorang pemimpin maka akan ada juga para pembantu pemimpin untuk melaksanakan sebagian dari tanggung jawab si pemimpin. Akan tetapi, bila bersandar pada pengertian "pemimpin" dalam uraian di atas, pemimpin juga punya kewajiban melayani. Untuk melihat hubungan antara "pemimpin" dan "melayani" selanjutnya pembahasan ini mengarah pada konsep melayani.

Berdasar Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, kata melayani mengandung arti :

  • Membantu menyiapkan apa yang diperlukan
  • Menerima ajakan atau tantangan
  • Mengendalikan 
  • Melaksanakan penggunaan suatu alat

Membantu menyiapkan apa yang diperlukan bukanlah suatu hal yang bersifat individual yang dilakukan oleh seorang pemimpin. Keperluan dalam pengertian ini tentunya keperluan organisasi kedinasan, yang tertuang dalam vis-visi organisasi kedinasan menyangkut sumber daya organisasi (man, manufactur, machine, money, method dan market). Kalau berkaitan dengan syarat kemampuan yang telah diuraikan sebelumnya maka seorang pemimpin harus bisa membantu menyiapkan sumber daya manusia dalam menggerakan organisasi.

Menerima ajakan atau tantangan tentunya terkait dengan visi organisasi yang menjadi target kelembagaan. Juga target-target tahunan. Tentunya seorang pemimpin harus siap menerima ajakan atau tantangan organisasi demi eksistensi dan keberlangsungan organisasi. Seorang pemimpin yang visioner akan menganggap visi organisasi menjadi tantangan pribadinya untuk bisa diwujudkan.

Mengendalikan dan menggunakan alat merupakan salah satu dari tugas melayani seorang pemimpin. Mengendalikan dan menggunakan alat dalam pengertian ini tidak terlepas dari 6 sumber daya organisasi seperti (man, manufactur, machine, money, method dan market) sehingga berjalannya sistem organisasi dalam mencapai tujuan akan lebih efektif dan efisien. Ketika pengendalian bukan menjadi salah satu hak yang dilaksanakan oleh seorang pemimpin maka tujuan organisasi akan dicapai dengan tidak efektif dan tidak efisien. Sumber organisiasi berupa money, method dan machine akan besar sedangkan target organisasi yang dicapai justru masih rendah.

Pengertian melayani ini apabila dikaitkan dengan syarat memimpin akan menjadi satu rangkaian yang saling berkaitan. Apabila seorang pemimpin tidak dapat menghasilkan "seorang mampu mengerjakan sendiri" dan tujuan-tujuan organisasi tidak dicapai secara optimal maka harus dipertanyakan konsep "servant leadership" yang dimiliki oleh seorang pemimpin. Jangan-jangan, yang bersangkutan tidak memahami bahwa sebagai pemimpin ada target-target yang harus dicapai seperti pengertian "memimpin" yang sudah diuraikan sehingga diri pribadi lah yang harus menjadi fokus perhatian, bukan kewajiban untuk membimbing dan melatih agar menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas di organsasinya.

Artikel ini terinspirasi dari materi dalam kegiatan KOREN II BKKBN di Solo pada bulan September 2018 yang disampaikan motivator. Semoga mengingatkan diri sendiri untuk tetap pada definis yang tepat dari PEMIMPIN MELAYANI.

Salam KB
Mantab alokonnya, mantab KB nya, mantab juga keluarganya

Jumat, 13 Januari 2017

SKEMA PELAPORAN LAPANGAN

Data,
Pada masa sekarang ini sudah menjadi satu sumber daya organisasi yang tidak dapat diabaikan keberadaannya. Bersumber dari data yang tepat maka rencana strategi sebuah organisasi akan dapat disusun. Semakin valid sebuah data maka rencana strategi organisasi dalam mencapai tujuannya akan semakin memungkinkan untuk dicapai. Pentingnya data dalam penetapan kebijakan berupa rencana strategi digambar dengan istilah "garbage in-garbage out". Maksudnya bila yang masuk adalah data sampah yang tidak valid dan tidak dapat dipercaya maka kebijakan yang dikeluarkan juga merupakan sampah yang sangat kecil kemungkinan keberhasilannya dalam pembuatan kebijakan.

Apliaksi,
Berkenaan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi maka fungsi data bukan hanya sebagai kondisi riil berupa angka dan fakta melainkan bisa menjadi informasi yang benar-benar sahih. Agar dapat menjadi data sebagai informasi yang valid maka diperlukan sarana pengolahan yang tepat. Sarana pengolahan itu berupa aplikasi.
Pada awal perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi,  pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer namun input data dilakukan secara manual, demikian pula dengan penghitungan rekapitulasinya. Data yang menjadi informasi diolah sedemikian rupa menggunakan format tabel-tabel dan grafik-grafik sehingga dapat dibaca baik secara absolut maupun secara persentasi.
Perkembangan selanjutnya justru dalam hal pengumpulan data itu sendiri, yang tidak perlu lagi dilakukan secara manual bahkan pengolahannya bisa dilakukan dengan menggunakan aplikasi secara online dengan memanfaatkan jariang internet.
Dalam teori Sistem Informasi Manajemen, pengolahan data dengan menggunakan tehnologi yang tepat guna akan menghasilkan kebijakan yang lebih akurat.

Kecepatan,
Dengan menggunakan aplikasi online pada penghitungan yang tepat baik kapasitas maupun kecepatan makan sangat memungkinkan pengolahan data justru lebih cepat dilakukan daripada penggunaan aplikasi manual. Oleh karenanya, sistem pencatatan pelaporan yang sumber datanya dari lapangan (grown) seperti halnya program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga sangat perlu dipergunakannya aplikasi secara online ini. Proses rekapitulasi langsung diolah secara sistematis di aplikasi dan agregat-agregat yang diperlukan langsung terkirim ke dalam format yang dibutuhkan. Dengan demikian proses kegiatan dalam sebulan yang diinput harian oleh petugas lapangan KB sudah dapat ditarik ke dalam format laporan. Hal ini juga menggambarkan kemudahan dalam pengolahan data menjadi laporan.

Skema,
Laporan pelaksannaan program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga di Kalimantan Selatan mempergunakan sistematika yang berawal dari PKB. 
Setiap petugas lapangan KB langsung akses ke aplikasi provinsi guna melakukan input keluarga baru ataupun melakukan perubahan data keluarga baik karena pindah, menikah, bercerai, meninggal dan tambah anggota keluarga maupun perubahan alat kontrasepsi.
Pekerjaan petugas lapangan KB ini akan dengan sendirinya masuk ke dalam format pengendalian lapangan (F/I/Dal) dan format pelayanan kontrasepsi (F/II/KB). Hanya kegiatan-kegiatan pembinaan yang tidak berkaitan langsung dengan database yang diinput oleh petugas lapangan KB seperti kegiatan rapat koordinasi, jumlah kelompok melakukan pertemuan dan jumlah anggota kelompok kegiatan yang hadir dalam pertemuan.
Kecamatan memiliki tugas menginput data lain yang tidak ada dalam F/I/Dal dan melaporkan distribusi alat kontrasepsi dari R/II/KB manual ke aplikasi. Kewenangan untuk mengunggah rekapitulasi F/I/Dal dan F/II/KB ke aplikasi statistik rutin BKKBN Pusat berada di Kecamatan.
SKPD-KB Kabupaten/Kota berperan sebagai supervisor pelaporan yang bisa memberikan teguran dan sanksi terhadap wilayah yang tidak melapor bulan berjalan.

Hasil,
Perkiraan sementara akan terjadi penurunan laporan terutama wilayah-wilayah yang tingkat kepedulian terhadap pencatatan dan pelaporan sangat rendah. Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu, hal ini akan bisa diminimalisir terutama dengan alasan ketersediaan dana dan biaya-biaya operasional yang dibutuhkan.
Target pada tahun mendatang, kegiatan ini berada di operator Fasilitas Kesehatan yang menangani pelayanan KB.

Minggu, 20 September 2015

RESPONSIBILITY OF MANAGER

Dalam sebuah organisasi terdapat unsur-unsur adanya perintah (command), kepemimpinan (leadership), pengawasan (controlling) dan management. Masing-masing unsur ini memiliki fungsi sendiri-sendiri di dalam organisasi dan bila fungsi-fungsi tersebut berjalan dengan baik maka berjalanlah mesin organisasi dengan baik pula.

Unsur perintah di dalam beberapa teori manajemen dilekatkan dalam unsur kepemimpinan sebab salah satu indikasi adanya kepemimpinan yaitu adanya perintah sebagai wujud dari kemampuan untuk mempengaruhi agar seseorang atau sekelompok orang mau melaksanakan tugas-tugas organisasi. Sebuah perintah harus diberikan oleh atasan kepada bawahan yang mengandung aspek memperlancar organisasi dalam mencapai tujuan.


Unsur management terdiri dari beberapa fungsi yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan kegiatan dan pengawasan. Masing-masing fungsi management ini juga mengarah pada tercapainya tujuan organisasi. Bila management merupakan sistem maka fungsi-fungsi management merupakan sub sistem yang berkaitan satu sama lain menjadi satu rangkaian yang akan berputar terus menerus sampai dengan tujuan organisasi terwujud  baik tujuan mikro maupun tujuan makro.


Unsur pengawasan bukan hanya ada di dalam organisasi melainkan juga merupakan fungsi tersendiri di dalam unsur management. Artinya pengawasan bila dilihat sebagai fungsi management dan bisa juga dilihat sebagai unsur organisasi. Ini menandakan bahwa pengawasan merupakn satu hal tingkat kepentingannya jauh lebih besar dibanding unsur organisasi lainnya.

ORGANISASI BISNIS DAN ORGANISASI PUBLIK

Organisasi bisnis adalah organisasi yang beroreintasi pada laba. Dengan demikian, unsur-unsur organisasi dalam organisasi bisnis di arah kan pada pencapaian laba setinggi-tinggi dan ukuran keberhasilan organisasi adalah apabila memperoleh laba besar, bertahan dalam perubahan lingkungan dan mampu berkembang. Pada organisasi bisnis, pengawasan internal dalam management maupun pengawasan organisasi itu sendiri akan lebih mudah dilakukan sebab ukurannya adalh profit. Sehingga bila hasil sebuah pengawasan menyimpulkan bahwa suatu kegiatan atau sebuah sub sistem tidak menghasilkan laba atau profit maka bisa di reformulasi ulang dalam sebuah kebijakan organisasi. Implikasi kebijakan bisa bersifat internal bisa juga bersifat eksternal namun akan masih bisa dipertanggung jawabkan oleh organisasi sepanjang masih menghasilkan keuntungan bagi organisasi.


Berbeda dengan organisasi bisnis, organisasi publik lebih berorientasi pada pelayanan publik. Sedangkan ukuran keberhasilan dalam memberikan pelayanan sangat individual dan bersifat subyektif sehingga tidak bisa diukur secara tepat. Dalam organisasi publik, tidak mengenal istilah untung dan rugi sehingga penyempurnaan-penyempurnaan dalam pelaksanaan management dimana pengawasan merupakan bagian yang juga disempurnakan, pada akhirnya masih bersifat abu-abu. Dengan ketidak jelasan ukuran dan abu-abunya fungsi pengawasan dalam management di organisasi publik menjadi pintu masuknya penyalahgunaan wewenang, penyimpangan kebijakan dan penyelewengan sumber-sumber organisasi.


Penerapan kebijakan publik yang diharapkan mampu memenuhi tuntutan publik dalam mendapatkan pelayanan, tidak serta merta menjadikan pengawasan di dalam organisasi publik berlangsung secara efektif dan efisien.Banyaknya peraturan hukum yang diharapkan mampu menjadi saringan dari perbuatan penyalahgunaan wewenang, penyimpangan kebijakan dan penyelewengan sumber-sumebr organisasi boleh dikatakan belum berfungsi dengan baik. Bahkan, belum menimbulkan efek jera sehingga meskipun sudah jelas melakukan penyalahgunaan wewenang, penyimpangan kebijakan dan penyelewengan sumber-sumber organisasi banyak manager dalam organisasi publik tetap berada dalam jenjang jabatan yang dipertahankan.

TO THE POINT

Harus diakui bahwa memang sulit untuk melakukan pengawasan terhadap para manager di organisasi publik apalagi bila berlindung pada peraturan-peraturan yang menjadi payung hukum pelaksanaan kebijakan publik. Akan tetapi, pengawasan terhadap manager organisasi publik justru bisa dengan mempergunakan sumber-sumber organisasi terutama machine dan money.

Machine atau peralatan bisa jadi merupakan sarana dan prasarana pendukung pelaksanaan kegiatan pada organisasi publik. Penyediaan sarana dan prasarana ini bertujuan untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan organisasi dan sebagian besar diberikan kepada para manager sebagai bentuk prestise atas jabatan yang diemban oleh seorang manager.

Secara umum, sarana dan prasaran itu bisa berupa kendaraan dinas, rumah dinas, komputer, laptop dan tunjangan-tunjangan yang menyertai jabatan manager. Keberadaan rumah dan kendaraan dinas ini tidak semata-mata berupa fisiknya saja melainkan berupa non fisik yaitu pemeliharaan. Pada point ini, jelas bahwa pemeliharaan tidak berupa akses perbaikan saja melainkan pembiayaan untuk pembelian sarana dan pra sarana kendaraan, rumah, laptop, PC dan lainnya milik organisasi publik.

Hal yang paling mudah untuk diperhatikan adalah kondisi sarana prasarana dan kondisi keuangan. Apabila keuangan untuk pemeliharaan habis dipertanggung jawabkan sedangkan kondisi sarana dan prasarana makin hari makin bobrok maka perlu diperhatikan adanya penyalahgunaan wewenang, penyimpangan kebijakan dan penyelewengan sumber-sumber organisasi.

Dengan demikian, responsibility of manager tidak hanya sebatas menghabiskan anggaran dan mempergunakan sarana prasarana itu sampai hancur melainkan juga memelihara sarana dan prasarana dengan anggaran yang sudah dipergunakan. Bahkan lebih jauh dari itu, akan terjadi penghematan belanja apabila sarana dan prasarana ini diperlihara dengan baik sesuai dana yang tersedia sehingga tidak memerlukan pengadaan atau pembelian baru.

Entri yang Diunggulkan

MENILIK KELEMBAGAAN (Pengamatan dari 3 bagian)

S aya sudah pernah menulis mengenai kelembagaan BKKBN dalam artikel di  https://uniek-m-sari.blogspot.com/2015/02/uu-no-23-tahun-2014-dan-kk...