A.
Pengertian-Pengertian
1.
Implementasi
Implementasi menurur
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online adalah merupakan kata kerja yang berarti
pelaksanaan, penerapan. Majone
dan Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2002), mengemukakan implementasi sebagai
evaluasi. Browne dan Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2004:70) mengemukakan
bahwa ”implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan”.
Mclaughin (dalam Nurdin dan Usman, 2004) juga mengungkapkan pengertian
implementasi sebagai aktivitas yang saling menyesuaikan. Adapun Schubert (dalam
Nurdin dan Usman, 2002:70) mengemukakan bahwa ”implementasi adalah sistem
rekayasa.”
Pengertian-pengertian di atas memperlihatkan
bahwa kata implementasi bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau
mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa implementasi
bukan sekadar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan
secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan
kegiatan. Oleh karena itu, implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi
oleh obyek tertentu seperti kebijakan publik.
2. Kebijakan Publik
Menurut Wikipedia, kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di
masyarakat di mana dalam penyusunannya melalui berbagai tahapan. Tahap-tahap pembuatan kebijakan publik menurut William Dunn adalah
a.
Penyusunan
agenda adalah sebuah fase dan proses yang
sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah ada ruang
untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan agenda publik perlu
diperhitungkan. Jika sebuah isu telah menjadi masalah publik, dan mendapatkan
prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi
sumber daya publik yang lebih daripada isu lain. Dalam penyusunan agenda juga
sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu
agenda pemerintah. Isu kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai
masalah kebijakan (policy problem). Policy issues biasanya
muncul mengenai karakter permasalahan tersebut. Menurut William Dunn (1990),
isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang
rumusan, rincian, penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah kebijakan
b.
Formulasi
kebijakan adalah pembahasan masalah yang sudah masuk dalam agenda untuk
didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan
masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang
ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda
kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing slternatif bersaing
untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.
c.
Adopsi atau legitimasi kebijakan untuk
memberikan otorisasi pada proses dasar
pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh
kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah. Dukungan
untuk rezim cenderung berdifusi - cadangan dari sikap baik dan niat baik
terhadap tindakan pemerintah yang membantu anggota mentolerir pemerintahan
disonansi.Legitimasi dapat dikelola melalui manipulasi simbol-simbol tertentu.
Di mana melalui proses ini orang belajar untuk mendukung pemerintah.
d.
Penilaian
atau evaluasi kebijakansebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian
kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak.Dalam hal ini ,
evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi
kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan
dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa
meliputi tahap perumusan masalh-masalah kebijakan, program-program yang
diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap
dampak kebijakan.
3. Implementasi Kebijakan Publik
Anderson
(1978:25) mengemukakan bahwa: ”Policy
implementation is the application by government`s administrative machinery to
the problems.Kemudian Edward III (1980:1) menjelaskan bahwa: “policy implementation,… is the
stage of policy making between establishment of a policy…And the consequences
of the policy for the people whom it affects”.
Tachjan
(2006i:25) menyimpulkan bahwa implementasi kebijakan publik merupakan proses
kegiatan adminsitratif yang dilakukan setelah kebijakan ditetapkan dan
disetujui. Kegiatan ini terletak di antara perumusan kebijakan dan evaluasi
kebijakan. Implementasi kebijakan mengandung logika top-down,
maksudnya menurunkan atau menafsirkan alternatif-alternatif yang masih abstrak
atau makro menjadi alternatif yang bersifat konkrit atau mikro.
B.
Proses Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam
proses kebijakan. Artinya implementasi kebijakan menentukan keberhasilan suatu
proses kebijakan dimana tujuan serta dampak kebijakan dapat dihasilkan.
Pentingnya implementasi kebijakan ditegaskan oleh pendapat Udoji dalam Agustino
(2006:154) bahwa: “The execution of policies is as important if not more
important than policy making. Policy will remain dreams or blue prints jackets
unless they are implemented”.Agustino (2006:155) menerangkan bahwa
implementasi kebijakan dikenal dua pendekatan yaitu
1.
Pendekatan top down yang serupa dengan
pendekatan command and control (Lester Stewart, 2000:108).
Pendekatan top down atau command and control dilakukan
secara tersentralisasi dimulai di tingkat pusat dan keputusan-keputusan diambil
di tingkat pusat.
2. Pendekatan bottom
up yang serupa dengan pendekatan the market approach (Lester
Stewart, 2000:108) lebih menyoroti implementasi kebijakan yang terformulasi
dari inisiasi warga masyarakat. Argumentasi yang diberikan adalah masalah dan
persoalan yang terjadi pada level daerah hanya dapat dimengerti secara baik
oleh warga setempat. Sehingga pada tahap implementasinya pun suatu kebijakan
selalu melibatkan masyarakat secara partisipastif.
Tachjan (2006i:26) menjelaskan
tentang unsur-unsur dari implementasi kebijakan yang mutlak harus ada yaitu
1. Unsur pelaksana adalah implementor kebijakan yang
diterangkan Dimock & Dimock dalam Tachjan (2006i:28) merupakan pihak-pihak
yang menjalankan kebijakan yang terdiri dari penentuan tujuan dan sasaran
organisasional, analisis serta perumusan kebijakan dan strategi organisasi,
pengambilan keputusan, perencanaan, penyusunan program, pengorganisasian,
penggerakkan manusia, pelaksanaan operasional, pengawasan serta penilaian
2. Adanya program yang dilaksanakanMenurut Terry dalam Tachjan
(2006:31) program merupakan “A program can be defined as a comprehensive
plan that includes future use of different resources in an integrated pattern
and establish a sequence of required actions and time schedules for each in
order to achieve stated objective. The make up of a program can include
objectives, policies, procedures, methods, standards and budgets”.
Maksudnya, program merupakan rencana
yang bersifat komprehensif yang sudah menggambarkan sumber daya yang akan
digunakan dan terpadu dalam satu kesatuan. Program tersebut menggambarkan
sasaran, kebijakan, prosedur, metode, standar dan budjet. Pikiran yang serupa
dikemukakan oleh Siagiaan, program harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Sasaran yang dikehendaki,
b. Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan
tertentu,
c.
Besarnya biaya yang diperlukan
beserta sumbernya,
d.
Jenis-jenis kegiatan yang
dilaksanakan dan
e.
Tenaga kerja yang dibutuhkan baik
ditinjau dari segi jumlahnya maupun dilihat dari sudut kualifikasi serta
keahlian dan keterampilan yang diperlukan (Siagiaan, 1985:85)
3. Target group atau
kelompok sasaran dari Tachjan (2006i:35) mendefinisikan bahwa: ”target group yaitu
sekelompok orang atau organisasi dalam masyarakat yang akan menerima barang
atau jasa yang akan dipengaruhi perilakunya oleh kebijakan”. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan kelompok sasaran dalam konteks
implementasi kebijakan bahwa karakteristik yang dimiliki oleh kelompok sasaran
seperti: besaran kelompok, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman, usia
serta kondisi sosial ekonomi mempengaruhi terhadap efektivitas
Untuk dapat mengkaji dengan baik suatu implementasi
kebijakan publik perlu diketahui variabel atau faktor-faktor penentunya sebagai
berikut:
a.
Bureaucraitic
structure(struktur birokrasi)
b.
Resouces (sumber daya)
c.
Disposisition (sikap pelaksana)
d.
Communication (komunikasi).
C. UU, PP dan
Peraturan Daerah
Berdasar
pada pengertian kebijakan publik yang diutarakan sebelumnya maka salah satu
kebijakan publik yang dituangkan sebagai produk perundang-undang di Indonesia
adalah terbitnya Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Undang-Undang ini muncul didasarkan pada adanya issue pembangunan yang tidak
merata pada masa Orde Baru dan banyak daerah yang menuntut diberlakukannya
otonomi daerah atau pelaksanaan disentralisasi pemerintahan di Provinsi dan
Kabupaten/Kota.
Dengana
melihat pada pendekatan dalam implementasi kebijakan publik maka implementasi
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 bersifat Top
down karena diterbitkan oleh pusat dan dilaksanakan oleh
daerah.Undang-Undang ini memuat tentang urusan pemerintahan yang tidak
dilakukan oleh Pemerintah Pusat namun dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan
dibagi pada urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan ini tertuang
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota.Salah satu yang menjadi urusan wajib Pemerintah Daerah
berdasar PP 38 tahun 2007 adalah penyelenggaraan keluarga berencana dan
keluarga sejahtera seperti tercantum dalam
Bab II Pasal 2 ayat (4) huruf l.
UU 32
tahun 2004 tentang Pemerinta Daerah telah diimplementasikan ke dalam PP 38
tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota maka implementasi
selanjutnya tertuang dalam bentuk Peraturan Daerah Provinsi. Demikian pula hal
nya dengan Provinsi Kalimantan Selatan, sudah menjadi ketentuan peraturan
perundang-undangan bahwa implementasi PP 38 tahun 2007 terwujud dalam Peraturan
Daerah atau Perda Provinsi Kalimantan Selatan. Bila berdasarkan pada unsur yang
mutlak harus ada dalam implementasi kebijakan seperti dikemukakan oleh Tachjan
yaitu adanya program yang dilaksanakan maka implementasi selanjutnya dari PP 38
tahun 2007 adalah Peraturan Daerah mengenai Rencana Kerja.
Konsideran
dalam Peraturan Daerah yang memuat tentang Pembagian Urusan Pemerintahan dan
juga memuat tentang Rencana Kerja Daerah. Pemerintah Provinsi Kalimantan
Selatan telah menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 17 tahun 2009 Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah tahun 2005 – 2025. Implementasi dari Perda nomor 17 tahun
2009 adalah Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah Tahun 2011 – 2015.
D.
Hasil Analisis
Implementasi Urusan Wajib Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera
1. Pada Perda nomor 17 tahun 2009 tentang RPJPD Provinsi
Kalimantan Selatan memuat klausul tentang pemberlakukan RPJMD sebagai
implementasi dari RPJPD Provinsi Kalimantan Selatan ;
2.
Pada Perda nomor 02 Tahun 2011 RPJMD Provinsi
Kalimantan Selatan dimaksudkan untuk menjadi acuan danpedoman resmi bagi
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dalam penyusunanRencana Strategis SKPD,
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), serta sekaligusmerupakan acuan
penentuan program daerah yang akan dibahas dalam rangkaianforum Musyawarah
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Daerah Provinsi. Implementasi Urusan Wajib
Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera pada Peraturan Daerah dapat
dilihat sebagai berikut :
a.
Bab II Gambaran Umum Kondisi Daerah pada Sub
Judul Demografis dengan menyebutkan tentang :
1)
Laju Pertumbuhan Penduduk
2)
Peserta KB Aktif
3)
Peserta KB Baru
b.
Bab III Gambaran Pengelolaan Keuangan dan
Kerangka Pendanaan tidak tergambar dana-dana yang berkaitan dengan pelaksanaan urusan
wajib bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera
c.
Bab IV Analisis Issu-Issu Startegis pada Sub
Judul Demografi tidak tergambar adanya issu tentang Keluarga Berencana dan
Keluarga Sejahtera dan seluruh issue hanya mengenai kesehatan bagi masyarakat
dalam rangka meningkat Indeks Pembangunan Masyarakat
d.
Bab V Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran tidak
menggambarkan adanya program yang berkaitan dengan Keluarga Berencana dan
Keluarga Sejahtera
e.
Bab VI
Strategi dan Arah Kebijakan tidak menggambarkan adanya strategi dan arah
kebijakan pembangunan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di Kalimantan
Selatan.
f.
Bab VII Kebijakan Umum dan Program Pembangunan
Daerah pada Sub Judul Misi Kedua Meningkatkan Sumber Daya Manusia Yang
Produktif dan Berdaya Saing pada Bidang
Kesehatan Arah Kebijakan ke-9
menyebutkan Pengendalian Pertumbuhan Penduduk dengan kebijakan fasilitasi
revitalisasi Keluarga Berencana.
E.
Permasalahan
Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2011 ditanda tangani pada
tanggal 11 Pebruari 2011. Diantara tahun ditanda tangani Perda nomor 17 tahun
2009 dan terbitnya Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2011 tersebut, Pemerintah
Pusat telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga yang secara tegas menyebutkan bahwa Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana memiliki tugas pokok dan fungsi
mengendalikan laju pertumbuhan penduduk melalui program Keluarga Berencana dan
Keluarga Sejahtera. Undang-Undang ini sudah diikuti dengan diterbitkannya
Peraturan Kepala BKKBN Pusat Nomor 82/PER/B-5/2011 tentang Perwakilan Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional di Provinsi seluruh Indonesia yang
menjadi landasan ditempatkannya Perwakilan BKKBN Provinsi di Kalimantan
Selatan.
Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Selatan merupakan
mitra Pemerintah Daerah dalam melaksanakan program pengendalian pertumbuhan
penduduk melalui program Keluarga Berencana. Namun pada matrik dalam Bab
VII disebutkan bahwa kebijakan fasilitasi revitalisasi Keluarga Berencana
merupakan urusan Kesehatan.
Permasalahan
tersebut menggambarkan adanya ketidak sesuaian dalam implementasi kebijakan
publik mengenai urusan wajib bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera.
Bagan di atas menunjukkan unsur-unsur dalam implementasi kebijakan publik dan terkait dengan kebijakan di bidang KB dan KS di Provinsi Kalimantan Selatan tidak secara substansi ada dalam Perda Kalsel lebih disebabkan tidak terlaksananya unsur komunikasi khususnya dengan lembaga legislatif sebab selama ini komunikasi secara intens hanya dilakukan terhadap eksekutif dan sebagian besar mengenai pelaksanaan program. Bukan pada yuridis forma.
Hal ini terjadi dikarenakan Struktur Birokrasi Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Selatan tidak berada dalam lingkup Pemerintah Daerah.
Demikian analisis kebijakan publik yang dibuat untuk memenuhi tugas matakuliah KEBIJAKAN PUBLIK. Semoga bermanfaat.