SCROLL

SELAMAT DATANG DI Uniek M. Sari's BLOG

Senin, 25 Mei 2020

SPM DALAM URUSAN WAJIB

Berbagai perubahan sosial dan politik yang terjadi di dalam negeri serta pengaruh masyarakat internasional yang menguat dalam era globalisasi dewasa ini, menuntut adanya perubahan berbagai kebijakan dan strategi program pembangunan di segala bidang.Sebagai konsekuensinya, pembangunan keluarga-kependudukan dan keluarga berencana (Bangga Kencana) yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional harus mampu mengikuti perubahan dan tuntutan tersebut. Dalam kaitan ini, program KB nasional dengan paradigma baru telah mengantisipasi tuntutan masyarakat yang mengarah kepada keterbukaan, demokrasi, hak asasi manusia, dan otonomi daerah, serta menyelaraskan dengan berbagai kesepakatan internasional.

Sejalan dengan adanya berbagai perubahan dan perkembangan dinamika pembangunan nasional maka pengelolaan pembangunan keluarga-kependudukan dan keluarga berencana (Bangga Kencana) ditandai dengan penyerahan sebagian kewenangan pengelolaannya kepada pemerintah daerah. Dengan diterapkannya Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah maka Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki tanggung jawab pelaksanaan pembangunan keluarga-kependudukan dan keluarga berencana (Bangga Kencana) karena merupakan urusan wajib. Penerapan urusan wajib berupa pembangunan keluarga-kependudukan dan keluarga berencana (Bangga Kencana) ini membuka peluang yang besar bagi pemerintah Kabupaten/Kota dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan program itu sendiri, karena proses perumusan masalah program di daerah, penetapan dan pendayagunaan alokasi sumberdaya dan sumberdana, serta pengambilan keputusan yang berkaitan dengan program KKB dapat dilakukan dengan tepat dan cepat.

Untuk memberikan arah yang sesuai dengan tujuan pembangunan program KKB nasional serta tetap mengantisipasi tuntutan pelayanan publik, maka dalam penyerahan kewenangan tersebut maka perlu adanya Pedoman Standar Pelayanan Minimal Bidang Pembangunan Keluarga-Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) bagi Pemerintah Daerah dan menjadi kewajiban untuk dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Pelaksanaan SPM AJA itu sendiri dengan indikator dan variabel data yang telah ditetapkan untuk dilaksanakan, masih perlu untuk diamati dan dimonitor, agar tetap sesuai dengan arah tujuan program KKB nasional. Dengan adanya SPM tersebut makan dapat dilakukan Analisis dan Evaluasi Pelaksanaan dengan mengacu pada Peraturan BKKBN terkait penetapan SPM Bangga Kencana.


Untuk memberikan arah yang sesuai dengan tujuan pembangunan program KKB nasional serta tetap mengantisipasi tuntutan pelayanan publik, maka dalam penyerahan kewenangan tersebut maka perlu adanya Pedoman Standar Pelayanan Minimal Bidang Pembangunan Keluarga-Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) bagi Pemerintah Daerah dan menjadi kewajiban untuk dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Pelaksanaan SPM AJA itu sendiri dengan indikator dan variabel data yang telah ditetapkan untuk dilaksanakan, masih perlu untuk diamati dan dimonitor, agar tetap sesuai dengan arah tujuan program KKB nasional. Dengan adanya SPM tersebut makan dapat dilakukan Analisis dan Evaluasi Pelaksanaan dengan mengacu pada Peraturan BKKBN terkait penetapan SPM Bangga Kencana.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup Pedoman Analisis dan Penilaian Pelaksanaan SPM Bangga Kencana di Kabupaten/Kota ini meliputi:
  1. Sasaran yang menjadi Substansi Pelaksanaan SPM Bangga Kencana yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan urusan konkuren yang menjadi kewajiban bagi pemerintah daerah terdiri dari
  2. Jangkauan wilayah pelaksanaan SPM Bangga Kencana berdasar pada sasaran SPM terbagi atas SPM untuk Pemerintah Pusat yang diwakilkan pada Perwakilan BKKBN Provinsi, Pemerintah Daerah Provinsi dan SPM untuk Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
  3. Periode Penilaian SPM Bangga Kencana ini dilaksanakan setahun satu kali yaitu pada awal tahun yang merupakan penilaian satu tahun anggaran sebelumnya.
Sasaran Pelaksanaan SPM Bangga Kencana dapat dilihat sebagai berikut :

  • Pada sub urusan Keluarga Berencana terdapat kewajiban atas 1)  pelaksanaan advokasi-KIE pengendalian kependudukan,  2) pendayagunaan tenaga penyuluh KB, 3) pengendalian dan pendistribusian alokon, 4)  pelaksanaan pelayanan KB di daerah, 5) memberdayakan dan meningkatkan peran serta organisasi kemasyarakatan dalam pelaksanaan pelayanan dan pembinaan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sedangkan pengelolaan desain  advokasi, KIE dan pemberdayaan dan peningkatan peran serta organisasi kemasyarakatan di provinsi  bagi Pemerintah Daerah Provinsi.
  • Pada sub urusan keluarga sejahtera terdapat kewajiban atas pelaksanaan  desain pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan keluarga bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sedangkan pengelolaan desain  pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan keluarga bagi Pemerintah Daerah Provinsi.
Indikator Dalam SPM

Indikator yang tertuang dalam SPM Bangga Kencana, berkaitan dengan kewenangan wajib dan standar pelayanan minimal menjadi keharusan untuk diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota dikelompokan sesuai dengan urusan wajib dalam paparan sasaran SPM yaitu
  1. Pemerintah Daerah Provinsi dalam rangka mewujudkan target dalam RPJMN melakukan  pelayanan minimal terkait  a.)  Pengelolaan desain advokasi dan KIE; b) Pemberdayaan dan peningkatan peran serta organisasi kemasyarakatan di provinsi; c)   Pengelolaan desain pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan keluarga.
  2. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam rangka mewujudkan target dalam RPJMN melakukan pelayanan minimal terkait  a) Pelaksanaan advokasi/KIE; b) Pendayagunaan tenaga penyuluh KB; c) Pengendalian dan pendistribusian alokon; d) Pelaksanaan pelayanan KB di daerah; e) Memberdayakan dan meningkatkan peran serta organisasi kemasyarakatan dalam pelaksanaan pelayanan dan pembinaan dan f) Pelaksanaan  desain pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan keluarga
  3. Perwakilan BKKBN Provinsi  dalam rangka mewujudkan target dalam RPJMN melakukan pelayanan minimal terkait a) Penyediaan Alokon ; b) Standardisasi pelayanan KB dan sertifikasi PLKB/PKB dan c) Pengelolaan dan pengendalian sistem informasi keluarga
Hubungan antara target RPJMN dengan SPM akan dibahas pada artikel berikutnya.


I'm Proud to Be a family planing participant


URUSAN WAJIB PEMERINTAH DAERAH DARI UU 23/2014


Urusan Wajib dalam UU 23 Tahun 2014

Undang0Undang 23 Tahun 2014 merupakan peraturan hukum yang menjadi landasan diselenggarakannya tata pemeritahan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota di wilayah Indonesia. Undang-Undang ini menjadi pedoman untuk membentuk dinas-dinas yang akan menjalankan pemerintahan dalam rangka menjalankan urusan guna memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia dengan pimpinan pemerintah daerah yaitu terdiri dari Kepala Daerah Provinsi bersama DPRD Provinsi atau Kepala Daerah Kabupaten/Kota bersama DPRD Kabupaten/Kota. Salah satu urusan yang harus dijalankan oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota adalah Urusan Pemerintahan Wajib dan di dalam urusan wajib ini terbagi atas urusan wajib berkenaan dengan pelayanan dasar dan urusan wajib yang tidak berkenaan dengan pelayanan dasar.

Dalam UU 23 Tahun 2014 Bagian Ketiga Urusan Pemerintahan Konkuren Pasal 11 ayat 2 berbunyi Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi:
1.        Tenaga kerja;
2.        Pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak; 
3.        Pangan;
4.        Pertanahan;
5.        Lingkungan hidup;
6.        Administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;
7.        Pemberdayaan masyarakat dan Desa;
8.        Pengendalian penduduk dan keluarga berencana;
9.        Perhubungan;
10.     Komunikasi dan informatika;
11.     Koperasi, usaha kecil, dan menengah;
12.     Penanaman modal;
13.     Kepemudaan dan olah raga;
14.     Statistik;
15.     Persandian;
16.     Kebudayaan;
17.     Perpustakaan;
18.     Kearsipan.
Dari urutan-urusan wajib ini maka diketahui bahwa Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana merupakan urusan wajib bagi pemerintah daerah baik di provinsi maupuan di kabupaten/kota.

Kewenangan Dalam Urusan Wajib

Mengacu pada pasal 16 (1) Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) berwenang untuk:
1.  Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria dalam rangka penyelenggaraan Urusan Pemerintahan;
2.      Melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

Norma, standar, prosedur, dan kriteria dimaksudkan adalah berupa ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sebagai pedoman dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan yang menjadi kewenangan Daerah.

Dengan demikian, ditetapkan NSPK oleh penyelenggara urusan wajib pada pemerintah pusat adalah sebagai pedoman atau acuan bagi pemerintah daerah. Sebagai urusan wajib pemerintahan tentunya tujuan disusunkan NSPK adalah untuk memberikan batasan-batasan kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat khususnya dalam hal pengendalian penduduk dan keluarga berencana. Oleh karena itu, ukuran terpenuhinya kebutuhan masyarakaty terhadap pengendalian penduduk dan keluarga berencana ini harus diperjelas sehingga NSPK bisa diperhitungkan dengan tepat untuk menjawab apakah pelaksanaan pengendalian penduduk dan keluarga berencana yang harus dilakukan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota sudah berhasil atau belum.

Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Dalam RPJMN

Dalam RPJMN 2020-2024 pada bagian yang berkaitan dengan pengendalian penduduk dan keluarga disebutkan bahwa arah dan kebijakan pemerintah ada 2 yaitu

1.   Mengendalikan pertumbuhan Penduduk dan Memperkuat Tata Kelola Kependudukan melalui pemaduan dan sinkronisasai kebijakan pengendalian penduduk mencakup penguatan sinergitas kebijakan pengendalian penduduk dalam mewujudkan Penduduk Tumbuh Seimbang, penguatan kapasitas dan kapabilitas kelembagaan pusat, provinsi dan daerah dalam bidang pengendalian penduduk dan pemanfaatan data dan informasi kependudukan serta sinergitas pendataan keluarga.
2.     Meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatans emesta dengan peneanan pada penguatan pelayanan kesehatan dasar dengan mensorong peningkatan upaya promotif dan preventif didukung oleh inovasi dan pemanfaatan tehnologi melalui
  • Peningkatan kesehatan ibu-anak, keluarga berencana dan kesehatan reproduksi mencakup peningkatan pelayanan maternal dan neonatal berkseinambungan terutama peningkatan kompetensi tenaga medis; 
  • Peningkatan pengetahuan ibu dan keluarga khusunya pengasuhan tumbuh kembang anak dan balita serta perluasan akses dan kualutas pelayanan KB-KR sesuai karakteristik wilayah dengan optimalisasi peran serta swasta dan pemerintah daerah dengan cara advokasi/KIE, Konseling Pengendalian Penduduk dan KB-KR dan meningkatkan kompetensi PKB/PLKB serta kapasitas tenaga
  • Peningkatan pengetahuan dan akses Kesehatan Reprouksi Remaja secara Lintas Sektorl dan responsif gender.

Target dalam RPJMN 2020-2024

Dengan masuknya pengendalian penduduk dan keluarga berencana di dalam RPJMN 2020-2024 maka dapat dilihat target-target yang ditetapkan dalam rangka melaksanakan urusan wajib secara nasional yaitu
1.         TFR sebesar 2,10
2.         CPR sebesar 63,41
3.         Unmet Need sebesar 7,4
4.         ASFR 15-19 sebesar 18
5.         Prevalensi Stunting sebesar 19%.

Target-target tersebut bukanlah target lembaga penyelenggara urusan pengendalian penduduk dan keluarga berencana yang berdasar Undang-Undang 52 tahun 2009 diamanatkan pada Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional semata melainkan merupakan target yang harus dipenuhi oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagaimana pengaturan di dalam

Undang-Undang 23 tahun 2014. Pembagian kewenangan dalam rangka merealisasikan target tersebut terdapat dalam Lampiran N yang dapat dirinci sebagai berkut :
  1. Kewenangan bagi pemerintah pusat namun tidak diserahkan ke pemerintah daerah provinsi dan tidak diserahkan ke pemerintah daerah kabupaten/kota yaitu standardisasi pelayanan KB dan sertifikasi PLKB/PKB serta pengelolaan dan pengendalian sistem informasi keluarga
  2. Kewenangan bagi pemerintah pusat bukan kewenangan bagi pemerintah provinsi namun menjadi kewenangan bagi pemerintah kabupaten/kota yaitu mengenai distribusi alokon dan pelaksanaan pelayanan 
  3. Kewenangan pemerintah pusat diserahkan ke pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dengan tingkatan kewenangan yang berbeda seperti
  •    pemerintah pusat melakukan penyusunan, pemerintah provinsi melakukan pengembangan dan pemerintah kabupaten/kota melakukan pelaksanaan, 
  •  pemerintah pusat melakukan penetapan, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota melakukan pemetaan
  •   pemerintah pusat melakukan pengelolaan, pemerintah kabupaten/kota melakukan penda yagunaan.
Dengan melihat pada pembagian kewenangan tersebut, maka sudah dapat dipastikan bahwa pemerintah pusat melalui BKKBN harus membuat NSPK agar pemerintah daerah dapat melaksanakan kewenangan yang menjadi tanggung jawab daerah dalam rangka mencapai angka target-target tersebut. Namun demikian, pasal 16 UU 23 tahun 2014 ini dapat dilakukan dengan terlebih dahulu ditetapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) sehingga norma standar prosedur dan kriteria pelaksanaan urusan mengarah pada SPM ini.

Standar Pelayanan Minimal
Sebagai pelaksana urusan wajib, pemerintah daerah tentunya perlu pedoman yang termaktub dalam NSPK. Akan tetapi, fungsi NSPK bukan hanya sebagai pedoman melainkan juga sebagai pengukur berhasil atau tidaknya urusan wajib tersebut dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Oleh karenanya, perlu adanya standar pelayanan minimal pengendalian penduduk dan keluarga berencana yang ditetapkan dalam sebuah petunjuk teknis cara penghitungan SPM.
SPM tetap mengacu pada angka-angka target yang telah ditetapkan dalam RPJMN 2020-2024 dan pengukurannya harus mengacu pada definisi-definisi konsep masing-masing target.
Pembahasan tentang teknis penghitungan SPM akan disampaikan pada artikel berikutnya.

I'm proud to be a family planing participant

Rabu, 18 Desember 2019

MENGGAPAI TUJUAN MELALUI ROLE MODEL


Dengan menimbang
  1. bahwa hakikat pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia;
  2. bahwa pembangunan nasional mencakup semua dimensi dan aspek kehidupan termasuk perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang dilaksanakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  3. bahwa penduduk sebagai modal dasar dan faktor dominan pembangunan harus menjadi titik sentral dalam pembangunan berkelanjutan karena jumlah penduduk yang besar dengan kualitas rendah dan pertumbuhan yang cepat akan memperlambat tercapainya kondisi yang ideal antara kuantitas dan kualitas penduduk dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan;
  4. bahwa keberhasilan dalam mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang dan mengembangkan kualitas penduduk serta keluarga akan memperbaiki segala aspek dan dimensi pembangunan dan kehidupan masyarakat untuk lebih maju, mandiri, dan dapat berdampingan dengan bangsa lain dan dapat mempercepat terwujudnya pembangunan berkelanjutan;
  5. bahwa dalam mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang dan keluarga berkualitas dilakukan upaya pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian, pengarahan mobilitas penduduk, pengembangan kualitas penduduk pada seluruh dimensinya, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga, penyiapan dan pengaturan perkawinan serta kehamilan sehingga penduduk menjadi sumber daya manusia yang tangguh bagi pembangunan dan ketahanan nasional, serta mampu bersaing dengan bangsa lain, dan dapat menikmati hasil pembangunan secara adil dan merata;

maka diterbitkanlah Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga sebagai landasan hukum dari program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh Badan Kependudukan dan keluarga Berencana Nasional.

Target Program

Melihat pada hal di atas maka dapat dilihat keterkaitan dalam program KKBPK bahwa pembangunan keluarga merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan nasional  dikarenakan keluarga adalah pembentuk penduduk dan masalah kependudukan merupakan modal dasar juga faktor dominan dalam pelaksanaan pembangunan. Dan boleh dikatakan pula bahwa kualitas penduduk dapat dimulai dari peningkatkan kualitas keluarga.

Selain itu, berdasar pertimbangan bahwa program KKBPK ditujukan untuk :
  1. mewujudkan pertumbuhan penduduk yag seimbang melalui pengendalian angka kelahiran, penurunan angka kematian dan pengarahan mobilitas penduduk 
  2. keluarga berkualitas melalui penyiapan dan pengaturan kehamilan dan peningkatan ketahanan keluarga.

Target program tersebut apabila dikaitkan dengan visi dan misi Presiden 2019-2024 maka dapat dilihat pada misi : 

Peningkatan Kualitas Manusia Indonesia 
meskipun pada rincian tidak secara tegas menyebutkan pentingnya pembangunan manusia melalui pembangunan keluarga akan tetapi, dalam pembangunan keluarga jelas diarahklan pada peningkatan kualitas manusia yang merupakan anggota keluarga; 
Pembangunan Yang Merata dan Berkeadilan yang bisa terdapat pada kegiatan pengembangkan reformasi sistem jaminan sosial dalam hal ini pelayanan KB dan pembinaan keluarga serta kegiatan mempercepat penguatan ekonomi keluarga; 
Kemajuan Budaya Yang Mencerminkan Pribadi Bangsa  yang bisa dikaitkan dengan pelaksanaan atau implementasi 8 fungsi keluarga ; 
Pengelolaan Pemerintah Yang Bersih dan Efektif dan Sinergi Pemerintah Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan.

Oleh karena itu dapat disebutkan bahwa meskipun Undang-Undang nomor 52 Tahun 2009 ini hadir 10 tahun yang lalu akan tetapi masih tetap bisa sinkron dengan visi dan misi pemerintahan yang terpilih dalam jabatan tahun 2019-2024.


Tolok Ukur Program

Target yang tertuang di dalam Undang-Undang 52 tahun 2009 masih bersifat abstrak sehingga perlu di konkritkan agar dapat diukur dengan benar dan capaiannya bisa dianalisa secara tepat dari tahun ke tahun sehingga kemajuan pembangunannya bisa diketahui.

1. Pertumbuhan Penduduk Seimbang diukur melalui Total Fertility Rate. Berapapun angka yang ditetapkan untuk Total Fertility Rate sehingga pertumbuhan penduduk dikatakan seimbang maka yang diperlu diketahui adalah cara agar target ini terpenuhi. Adapun beberapa cara dalam memenuhi tolok ukur tersebut adalah melalui :

a.       Memperbesar jumlah pemakai kontrasepsi jangka panjang terutama bagi Pasangan Usia Subur yang berada dalam kelompok umur 35-45 tahun dengan anak sudah lebih dari 3 (tiga) orang. Hal ini dilakukan untuk menekan angka putus pakai alat kontrasepsi yang sebagian besar justru terjadi pada Pasangan Usia Subur dalam kelompok umur tersebut dengan anak lebih dari 3 dan hanya menggunakan pil atau suntik.
b.    Meningkatkan usia kawin pertama di kalangan remaja perempuan. Ini perlu dilakukan untuk memendekkan rentang waktu masa subur selama dalam status perwakinan sehingga memungkinkan terjaga kesehatan reproduksinya akibat kelahiran yang bisa diatur sedemikian rupa selama masa kesuburan perempuan tersebut.
c.     Memperbesar cakupan remaja menjadi anggota Kelompok Kegiatan Pusat Informasi Konseling Remaja/Mahasiwa karena dalam wadah institusi inilah pendewasaan usia perkawinan dapat disosialisasikan termasuk informasi tentang pentingnya membuat perencanaan dalam berkeluarga.

2. Peningkatan Ketahanan Keluarga sampai sekarang belum ada tolok ukur yang baku dalam mencapai target peningkatan ketahanan keluarga ini.  Sangat tidak tepat kalau tolok ukur peningkatan ketahanan keluarga hanya pada pengetahuan keluarga tentang alat kontrasepsi, pengetahuan keluarga tentang 8 fungsi keluarga maupun pengetahuan keluarga tentang issue kependudukan. Kalau tolok ukur hanya terfokus pada peningkatan pengetahuan  maka hal ini belum menjadi acuan peningkatan ketahanan keluarga. Tolok ukur yang bisa diberlakukan dalam peningkatan ketahanan keluarga ini adalah tercapainya Netto Reproduction Rate. Berapapun nilai yang ditetapkan dalam Netto Reproduction Rate ini perlu diketahui cara dalam memenuhi tolok ukur tersebut seperti :

a.     Memperbesar cakupan keluarga yang tergabung dalam kelompok kegiatan seperti BKB, BKR, BKL dan UPPKS karena kelompok-kelompok kegiatan ini dibentuk sebagai wadah berlangsungnya sosialisasi program salah satunya adalah tentang angka Netto Reprductiona Rate bisa disampaikan dan dipahami.
b.      Memperluas cakupan keluarga yang hadir dalam pertemuan kelompok kegiatan
c.       Menambah jumlah media massa yang menyiarkan informasi program KKBPK


Segmen Pemenuhan Target

Agar tolok ukur terpenuhi dalam mencapai target maka perlu ditentukan segmen sebuah program, dan untuk program KKBPK dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) segmen yaitu

  1. Pemerintah yang terkait dengan regulasi dari pusat hingga daerah, baik sebagai pembuat kebijakan maupun pelaksanaan kebijakan itu sendiri bahkan terkait dengan tenaga pelaksana program di tingkat lapangan.
  2. Keluarga yang merupakan sasaran pelayanan KB dan sasaran dalam penggarapan peningkatan ketahanan keluarga dalam kelompok kegiatan karena keluarga dianggap sebagai subyek dan obyek pembangunan.
  3. Media massa yang merupakan sarana efektif dalam membangun pemahaman tentang program pembangunan secara menyeluruh sesuai dengan kemampuan keluarga dalam memiliki sarana informasi.

Ketiga segmen ini harus menjadi satu kesatuan yang seharus dapat mengarah pada pemenuhan tolok ukur agar target yang ditetapkan tercapai.

Seperti diketahui bahwa setiap tahun dilakukan suvey yang berkaitan dengan pencapaian target kinerja program dan sudah seharusnya hasil survei ini dijadkan sebagai bahan dasar dalam penetapan segmen program. Misal di dalam hasil penelitian diketahui jenis media apa yang paling banyak dipergunakan dalam mendapatkan informasi maka sebaiknya segmen media massa yang diperkuat adalah media massa sesuai dengan hasil suvey. Begitu pula dalam hasil survei diketahui alat kontrasepsi MKJP jenis apa yang dominan di suatu wilayah maka segmen keluarga yang disasar menjadi peserta KB MKJP dalam satu wilayah seharusnya sudah mengacu pada hasil survei. Hanya saja sayangnya, hasil survei masih terbatas pada pemetaan tingkat rovinsi sehingga kebijakan mengenai segmentasi pelaksanaan program tidak bisa tergambar di level Kabupaten/Kota. Padahal, di level ini juga terdapat pemilahan-pemilahan wilayah pengguna alat konrasepsi MKJP.

Cara Lama Menjaring MKJP

Berdasar hasil survei pula diketahui bahwa akseptor MKJP tingkat nasional hanya 12,1 sehingga upaya untuk menaikkan lagi angka tersebut agar Total Fertility Rate mencapai angka yang sudah ditetapkan. Sepertinya, pengelola program harus kembali melirik cara lama yang cukup berhasil dalam menjaring akseptor KB IUD dan Implant yaitu :

  1. Melakukan seleksi akseptor KB khusus MKJP dengan masa pakai 15 dan 20 tahun yang harus dibuktikan dalam Kartu Keluarga, formulir K/I/KB, bukti visum dari bidan/puskesmas/rumah sakit kemudian menetapkan hasil seleksi guna mendapat penghargaan ;
  2. Bagi akseptor KB MKJP seperti IUD, Implant, MOP dan MOW diberi sebuah kehormatan sebagai role model sesuai dengan tingkatan wilayah nya penghargaan yang dimiliki seperti pemenang seleksi tingkat Kecamatan akan menjadi roleh model di kecamatannya dalam semua kegiatan pertemuan sehingga dengan sendirinya para role model inilah yang akan berbicara tentang MKJP
  3. Bagi akseptor yang masuk seleksi diberikan beasiswa untuk anak-anaknya yang paling kecil dan ini dapat dilakukan dengan bekerjasama antara pemerintah daerah dan CSR perusahaan yang ada di daerah dengan syarat anaknya yang berstatus remaja merupakan anggota PIK remaja
  4. Capaian akseptor MKJP terbanyak merupakan salah satu syarat apabila ada pemilihan petugas lapangan KB unggulan yang akan dilibatkan dalam pertemuan di skala nasional.

Dengan cara-cara sedemikian rupa itu maka keluarga akan merasakan manfaat secara holistik dari pelayanan KB MKJP. Indikator dalam melakukan harus jelas bahwa MOP dan MOW lebih tinggi nilainya dan IUD lebih tinggi nilainya dibanding implant. Pemilihan sudah langsung disaring hanya pada akseptor KB MKJP.

Cara Meningkatkan NRR

Netto Reprodcution Rate merupakan cara baru dalam menentukan pencapaian target peningkatan ketahanan keluarga. Masih mengacu pada cara lama dalam menjaring MKJP, dalam menjaring keluarga yang telah melaksanakan prinsip NRR tersebut maka dilakukan dengan cara :

  1. Seleksi terhadap keluarga terutama  pasangan usia subur kelompok usia 20 – 35 tahun yang memiliki anak 2 orang tanpa memperbandingkan jenis kelamin anak melainkan melihat pada jarak antara anak pertama dengan anak kedua minimal 4 tahun serta akseptor KB di luar MKJP untuk kemudian menetapkan hasil seleksi untuk mendapatkan penghargaan
  2. Bekerjasama dengan CSR Produk Keluarga seperi susu, perlengkapan anak, perlengkapan sekolah atau organsasi kemasayrakatan lainnya yang bergerak di bidang pembangunan keluarga untuk menajdi para pemenang seleksi ini sebagai peserta kegiatan
  3. Menjadikan pasangan suami-istri pemenang seleksi ini sebagai role model terutama bagi yang memiliki anak dengan jenis kelamin yang sama (laki-laki saja atau perempuan saja) sesuai dengan tingkatan dalam seleksi.
  4. Bagi petugas lapangan hal ini dapat dijadikan ukuran apabila ada pemilihan petugas lapangan unggulan.

Cara Meningkatkan Jumlah Anggota PIK Remaja/Mahasiswa

Meningkatnya usia kawin pertama bagi remaja perempuan akan sangat berpengaruh terhadap angka kelahiran hidup bagi perempuan selama masa suburnya. Agar para remaja perempuan terpapar informasi pentingnya menjaga kesehatan reproduksi terutama pra pernikahan maka target penurunan TFR dapat dipenuhi. Cara memenuhi tolok ukur dari peningkatan jumlah anggota PIK Remaja/Mahasiswa adalah sebagai berikut :

  1. Membentuk kelompok PIK Remaja berbasis kemasyarakatan dengan target setiap desa/kelurahan 1 (satu) PIK Remaja beranggotakan maksimal 50 orang di luar Pendidik Sebaya dan Konselor Sebaya sedangkan kegiatan dilakukan secara rutin mingguan dengan pembinaan selain oleh petugas lapangan juga menjadi tanggung jawab Kepala Desa/Lurah sebab merupakan bagian dalam misi Presiden 2019-2024
  2. Membentuk kelompok PIK Mahasiswa berbasis pendidikan dengan kegiatan menyatu dengan kegiatan kemahasiswaan yang dalam pembinaan Bidang Kemahasiswaa di perguruan tinggi
  3. Melakukan seleksi kelompok kegiatan dengan frekwensi aktifitas pembinaan lebih intensif, kerapian dalam administrasi dan inovasi-inovasi pembina dalam meningkatkan pengetahuan pendewasaan usia perkawinan bagi remaja khususnya remaja perempuan.
  4. Menetapkan hasil seleksi per tingkatan wilayah untuk mendapatkan penghargaan dan salah satu penghargaan bagi kelompok adalah menjadi role model di wilayahnya.

Cara Meningkatkan Peran Media Massa

Harus diakui bahwa media massa memegang peranan penting dalam penyebar luasan informasi semua program pembangunan. Semakin tahun di era globalisasi ini, tehnologi semakin berkembang dan media massa cetak sudah semakin ditinggalkan. Televisi dan media elektronik lah yang saat ini menjadi sarana komunikasi yang dominan di masyarakat. Oleh karenanya pemanfaatan media massa juga sangat penting dan untuk mendapat cakupan terluas dalam penyebar luasan informasi dapat dilakukan dengan cara :
1.    Melakukan pemantauan untuk proses seleksi terhadap media massa yang memiliki slot waktu dalam penyiaran program dengan kriteria prime time dan not prime time.
2.    Pemantauan dilakukan selama setahun guna mengetahui materi dalam penyiaran program dan memastikan bahwa slot waktu da acara itu merupakan inisiatif media massa bersangkutan tanpa ada campur tangan dari pengelola program.
3.       Seleksi berjenjang sehingga ada penetapan media massa unggulan dalam penyiaran program.

Tulisan ini hanya sumbang pemikiran dalam pelaksanaan program KKBPK sehingga dalam masa kerja 5 tahun ke depan dapat mendukung visi dan misi presiden secara keseluruhan. Bahwa role model sangat diperlukan dalam pelaksanaan program KKBPK.

Semoga bermanfaat.

I'm proud to be a family planning participant !!

Kamis, 12 Desember 2019

PISAU ANALISIS

Berhasil atau gagalnya pelaksanaan sebuah program dapat diukur melalui controling yang merupakan salah satu dari fungsi manajemen. Pengawasan atau controling dilakukan menggunakan berbagai macam cara seperti monitoring, evaluasi dan survei.

Monitoring adalah aktifitas pemantauan sejak sebuah kebijakan diterbitkan kemudian diberlakukan yang ditujukan untuk memberikan informasi tentang sebab dan akibat dari suatu kebijakan yang sedang dilaksanakan sehingga sejak awal dapat diketahui kesalahan dalam pelaksanaan kebijakan dan kemudian dapat diperbaiki sesegera mungkin guna mengurangi risiko yang lebih besar. Dengan definisi ini makan sebuah kegiatan monitoring dilakukan dari awal sebagai fungsi controling dalam rangka antisipasi kerugian yang lebih besar.


Evaluasi merupakan saduran dari bahasa Inggris "evaluation" yang diartikan sebagai penaksiran atau penilaian. Nurkancana (1983) menyatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan berkenaan dengan proses untuk menentukan nilai dari suatu hal. Hal-hal yang dilakukan dalam pelaksanaan evaluasi adalah menyangkut sumber daya organisasi dengan mengacu pada 1) siapa 2) apa 3) dimana 4) bilamana atau kapan 5) bagaimana dan 6) mengapa. Dikarenakan sebuah evaluasi menyangkut nilai maka acuan dalam melakukan evaluasi tentu mengarah pada pencapaian tujuan dari sebuah program.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia survei merupakan kata benda yang berarti tehnik riset dengan memberi batas yang jelas atas data; penyelidikan; peninjauan. Dengan adanya batas yang jelas atas data maka yang diberlakukan bukan hanya terkait dengan kebijakan, sumber daya organisasi melainkan juga sasaran dan kurun waktu menjadi tolok ukur dalam kegiatan survei.
Survei Program

  1. Monitoring dikarenakan merupakan kegiatan yang dilakukan sepanjang pelaksanaan kebijakan maka bisa jadi dilakukan secara berkala sehingga dalam sebulan terdapat minimal 2 kali monitoring baik di tempat yang sama maupun tempat berbeda. Penggunaan waktu monitoring adalah bulanan.
  2. Evaluasi dikarenakan merupakan kegiatan yang dilakukan menyangkut nilai berupa perbandingan capaian tujuan berdasarkan waktu sehingga dalam setahu pelaksanaan program akan ada evaluasi per-tri semester atau per semester.
  3. Survei dikarenakan merupakan kegiatan dilakukan dengan batasan data baik dari segi wilayah, waktu, data dan lain sebagainya agar bisa melihat efektifitas dan efisiensi pelaksanaan program sehingga seringkali dilakukan dalam kurun waktu tertentu seperti tahunan, tiga tahunan atau lima tahunan.
Hampir semua organisasi melaksanakan ketiga pola pengawasan atau kontroling ini dengan tujuan agar apa yang menjadi tujuan akhir dari organisasi benar-benar dapat diperhitungkan efektifitas dan efisiensi dalam pencapaiannya. Tentunya termasuk organisasi pemerintahan meskipun tujuan organisasi pemerintahan lebih sering diukur berdasarkan kualitatif.

Di dalam organisasi pemerintahan pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut standar-nya dilakukan dengan memperhatikan kurun waktu seperti :

Kegiatan ini mengarah pada fungsi controling yang sama yakni mengukur keberhasilan sebuah program yang dilaksanakan baik dari sisi kebijakan, sumber daya organisasi maupun pencapaian tujuan program.
Akan tetapi, dari ketiga cara memantau hasil pelaksanaan program, survei merupakan salah satu cara yang lebih banyak dilakukan dengan alasan pelaksanaan survei dengan menggunakan data yang memiliki batasan waktu, tempat dan jumlah dipandang lebih mendekati kebenaran karena data-data yang dikumpulkan dipersepsikan mewakili satu wilayah yang akan dilihat keberhasilannya.

Pisau Analisis

Survei bukan hanya unggul dalam hal pengumpulan data yang dianggap representatif dalam satu wilayah melainkan juga pengolahan datanya yang menggunakan langkah-langkah statistika sangat menggambarkan tingkat kebenaran yang bisa diakui secara teoritis dan empiris meskipun anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan sebuah survei tidaklah sedikit. Oleh karenanya, survei sebagai alat untuk mengukur tingkat keberhasilan program yang dijalankan.

Bagaikan pisau yang bisa mengupas kulit buah sehingga diketahui bentuk dan warna isi buah kemudian bisa mengambil inti dari buah itu untuk dipastikan bisa ditanam lagi untuk pertumbuhan berikutnya. 

Sebagai pisau analisis terhadap program, sebuah survei seyogyanya tidak hanya menggambar buah dari sisi kulitnya saja. Memang, dari sisi kulit buah sudah dapat digambarkan ukuran, warna kulit, tekstur bahkan bisa diduga atau diprediksi kemanisan buah sebelum dikupas. Apabila sebagai pisau, sebuah survei hanya menggambarkan kulit programnya saja maka hal tersebut akan mencederai makna dari survei itu sendiri.

Akan tetapi, tentu akan berbeda hasilnya apabila pisau ini tadi mengupas kulit sehingga dapat diketahui kondisi dalam dari buah baik warna, ketebalan, tekstur isi buah bahkan mungkin rasanya tidak lagi merupakan prediksi melainkan benar-benar bisa dirasakan. Apabila sebuah survei hanya sampai pada titik ini maka itupun belumlah survei yang sempurna.

Saat sebuah pisau bisa membelah daging buah maka akan terlihat unsur-unsur yang mendukung pada pembuktian akan manisnya daging dari buah itu. Atau mungkin tidak terlihat unsur-unsur yang mendukung pada pembuktian rasa manis melainkan justru mengarah pada rasa asam dan kecut. Akhirnya bisa sampai pada biji buah yang kemudian bisa disimpulkan apakah biji itu bisa ditanam untuk melanjutkan atau memperbanyak pohon buah yang sama atau tidak. Analogi pada tahap ini merupakan kesempurnaan sebuah survei.

Artinya, sebagai pisau analisis, sebuah survei seharusnya bisa menjawab apakah yang pemantauan atau yang dipetakan berdasar hasil survei dapat menjawab tantangan program dimasa depan atau tidak. Apakah program bisa dilanjutkan atau tidak.

Apabila sebuah pisau analisis hanya mampu menunjukkan kulit kemudian memperbandingkan kulit buah tahun lalu dan kulit buah tahun sekarang maka bisa jadi hal ini merupakan kegagalan pemahaman dalam melaksanakan survei. Belum lagi apabila dikaitkan dengan fungsi manajemen terhadap pelaksanaan survei, hasil survei itu sendiri yang kemudian hanya sekedar menggambarkan kulit maka ini justru merupakan kegiatan yang tidak efektif dan tidak efisien sehingga bila sampai pada kesimpulan ini, pelaksanaan survei itu sendiri perlu dipertanyakan, apakah perlu dilanjutkan atau diberhentikan ?

Bagaimana mengetahui apakah sebuah survei menjadi pisau yang mengupas buah secara lengkap ataukah hanya sekedar mendampingi tampilnya buah beserta kulitnya ? Ikutilah jalannya diseminasi yang dilaksanakan. Ikuti pula paparan setiap data yang ditampilkan. Dengan demikian akan bisa menjawab, apakah survei itu sebagai pisau analisis atau sekedar gugur kewajiban ? Dan justru mengupas hal lain yang tidak berkaitan dengan langsung dengan program. Anda semua pasti tahu jawabannya.

Tulisan ini hanya tuangan rasa dihari kemarin yang berakibat terpautnya pemikiran bahwa tidak memerlukan pembahasan lebih lanjut selain thank you, for your coming.

I'm proud to be a family planning participant

Selasa, 15 Oktober 2019

INISIATOR dan INOVATOR atau PLAGIATOR

Manager dan Perannya

Dalam sebuah organisasi modern, struktur organisasi menjadi hal penting sehingga proses manajemen dapat berjalan dan tujuan organisasi dapat tercapai. Pada stratifikasi sosial, piramida  merupakan gambaran dari struktur yang ada di dalam organisasi.

Pada lapisan paling bawah dan jumlahnya sangat besar adalah para pelaksana yang bisa juga disamakan dengan staf atau bawahan. Komposisi lapisan ini setidaknya sebesar 40% dari total jumlah sumber daya manusia organisasi. Lapisan berikutnya adalah level lower manager setingkat eselon IV atau eselon V dan supervisor. Komposisi lapisan ini setidaknya 30% dari total jumlah sumber daya manusia organisasi. Komposisi pada lapisan ketiga adalah middle manager setingkat site manager atau eselon III setidaknya 15% dan Top manager atau setingkat manager atau eselon II sebanyak 10% dan sisanya merupakan lapisan paling puncak dengan jumlah yang sangat kecil.

Akan tetapi dalam hal pelaksanaan peran, posisi piramida struktural justru terbalik dimana pada top manager ke atas memiliki peran yang sangat besar karena menjalankan fungsi manajerial dalam bentuk pembuatan keputusan atau kebijakan organisasi yang mengikat seluruh anggota organisasi. Pada middle manager perannya lebih rendah daripada top manager yakni menterjemahkan kebijakan dan mengatur yang melaksanakan kebijakan serta dapat memberikan sanksi berupa hukuman dan penghargaan atas pelaksanaan keputusan atau kebijakan organisasi. Pada lapisan ketiga yakni lower manager memiliki peran yang hanya sebatas melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan kebijakan. Sedangkan pada stratifikasi sosial paling bawah terkait dengan peran hanya memiliki peran sebagai pembantu pelaksana kebijakan bahwa sebagai bagian yang terkena aturan hukum dari kebijakan itu sendiri.

Stratifikasi yang digambarkan tersebut masih pada organisasi sederhana dengan wilayah yang terbatas. Semakin luas wilayah kerja organisasi maka strukturnya akan semakin majemuk dan perannya tentu juga tidak sesederhana yang sudah diuraikan.

Selain peran-peran yang berkaitan dengan fungsi manajerial, masing-masing level stratifikasi menjalankan juga peran yang tidak terlepas dari prinsip kepemimpinan. Prinsip yang terkenal adalah ing arso sung tolodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. Di depan memberi contoh, di tengah-tengah dapat membangun karsa dan mendorong atau memberi dukungan dari belakang.

Pengertian Konsep

Berhubungan dengan peran kepemimpinan, hal yang lazim terlihat dalam suatu organisasi adalah upaya untuk mencapai tujuan. Apabila tujuan menjadi target utama organisasi maka sudah pasti peran manager dan prinsip kepemimpinan ini akan saling berkaitan.

Pemberian target bukan hanya menyangkut program kerja-program kerja melainkan pada hal-hal yang lebih bersifat pada pembentukan karakter diri terutama sebagai seorang manager atau pemimpin. Target pribadi justru lebih kompleks dengan tujuan utama untuk membentuk karakter yang cerdas, ulet, kemitraan  yang dapat memberi contoh, membangun karsa dan memberi dukungan kepada bawahan atau staf nya.

Beberapa konsep yang berkaitan dengan pemenuhan target pembentukan karakter adalah sebagai inisiator dan inovator. 

Inisator

Inisiator adalah orang yang memiliki inisiatif atau yang memiliki pra karsa. Kata inisiatif itu setara dengan prakarsa sedangkan prakarsa adalah upaya atau tindakan mula-mula yang dimunculkan oleh seseorang. Atau bisa juga diartikan sebagai yang mempelopori, mengikhtiarkan atau mengusahakan  untuk pertama kalinya sebelum orang lain melakukan.

Penjelasan konsep inisiator ini berarti sesuatu hal yang belum pernah dilakukan oleh orang lain kemudian untuk pertama kali dilakukan. Seorang inisiator lebih sering bermain konsep atau rancangan kegiatan yang memang bersumber dari kematangan pengalaman dan pendalaman pengetahuan sehingga dapat melihat dengan jelas hal apa yang perlu dilakukan sedangkan orang lain belum memulainya. Akan tetapi, sebagai inisator bukanlah eksekutor yang menuntaskan inisiatifnya.

Kembali pada peran manager maka sebagai inisator, seorang manajer memiliki kemampuan untuk memberikan inisiatif tentang apa yang bisa dilakukan oleh bawahan dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Bukan pada tahap sebagai orang yang menyelesaikan apa yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

Contoh nyata sebagai seorang inisiator adalah yang pertama kali menggunakan thumbler sebagai tempat minum dalam rangka mengurangi sampah pelastik. Atau tidak menggunakan tas kresek melainkan menggunakan keranjang belanja sebelum dikeluarkan larangan penggunaan tas kresek saat berbelanja.


Inovator

Inovator adalah orang yang memperkenalkan gagasan, metoda dan sebagainya yang baru  Dalam hal ini yang dilakukan oleh seorang inovator adalah melakukan analisa terhadap cara atau metoda atau gagasan yang mungkin sudah ada namun tidak sesuai dengan kondisi sekarang atau bisa jadi jugacara atau metoda atau gagasan yang memang belum ada akan tetapi dibutuhkan saat sekarang. Yang pasti gagasan, metoda atau cara ini benar-benar baru.

Seorang manager atau pemimpin sudah lazim bila menjadi inovator agar pelaksanaan kegiatan dalam mencapai tujuan organisasi tidak monoton atau statis yang menyebabkan kejenuhan. Dengana danya gagasan, metoda atau cara yang baru maka sangat memungkinkan menjadi energyzer bagi sumber daya manusia organisasi.

Contoh nyata seorang inovator adalah saat menemukan gagasan dalam mengurai kemacetan dengan melakukan kampanye penggunaan sepeda melalui perbuatan nyata yaitu tidak menggunakan mobil di jam-jam jalan padat. Atau ketika kampanye program menggunakan tatap muka sudah mulai menjemukan maka dipergunakan kampanye program melalui film, video, lagu dan sebagainya.

Yang Manakah ?

Dalam masa-masa sekarang ini dimana seorang pemimpin diminta membuktikan integritas terhadap organisasi yang dipimpin dengan menetapkan 100 hari program kerja yang bisa dicapai setelah disyahkan menjadi pemimpin sebuah organisasi atau unit organisasi maka perlu diamati pencapaian target kinerja 100 hari tersebut baik sebagai inisiator, inovator atau sekedar plagiator.

Berikut adalah analisa kasus terkait tiga kriteria tersebut :

Inisiator

Ketika seorang manager mendapat tugas tugas sebagai seorang mentor dari peserta Pelatihan Dasar (Latsar) saat melaksanakan Rancangan Aktualisasi, seorang inisator tidak akan memberikan konsep apa yang bisa diselesaikan oleh peserta Latsar melainkan memberikan inisiatif beberapa pilihan apa yang bisa dikerjakan oleh peserta Latsar. Dari pilihan inisatif tersebut, Peserta Latsar memiliki kesempatan untuk memikirkan, memilih dan memutus apa yang akan dikerjakannya agar dapat mewujudkan tujuan dari pembuatan rancangan aktualiasasinya. 

Dengan beberapa argumentasi yang dapat membuka wawasan dan pemikiran peserta Latsar sehingga berbekal argumentasi tersebut peserta Latsar dapat memutuskan akan mengerjakan apa yang menurutnya bisa dilakukan. Inisiator kemudian akan membiarkan yang telah diberikan inisiatif tadi untuk menyelesaikan secara keseluruhan apa yang yang menjadi tanggung jawabnya menyangkut penyelesaian Rancangan Aktualiasasi.

Inisiator akan gagal peran disaat peserta Latsar justru hanya meng copy paste dari pemikiran mentornya. Ini bisa diarahkan sebagai plagiator. Apalagi kalau kemudian secara keseluruhan dari yang dikerjakan oleh peserta Latsar adalah pemikiran mentor. Dalam ini, seorang manager atau pemimpin justru tidak melaksanakan kepemimpinan dengan benar karena lepas dari prinsi ing arso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.

Inovator

Ketika seorang manager mendapat target pencapaian kinerja selama 100 hari sejak diangkat dalam sebuah jabatan kemudian menemukan gagasan, ide, metoda dan cara yang baru dan berbeda dengan sebelumnya maka boleh jadi hal itu merupakan fungsi pemimpin sebagai inovator yang kemudian diikuti oleh manager di bawahnya dan bawahannya.

Inovator akan disebut gagal peran manakala ide, gagasan, metoda atau cara yang diunggulkan ternyata bukan berasal dari pemikiran sendiri melainkan berasal dari hal yang sudah ada melainkan hanya tempat penerapannya yang berbeda.

Contoh dalam hal hemat energi dan air sebenarnya sudah ada peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 31 Tahun 2012 tentang pembentukan tim gugus tugas penghematan energi dan air, berarti ketika kegiatan pembentukan tim gugus tugas ini menjadi salah satu dari 100 hari program kerja maka penempatan kegiatan ini tidak termasuk dalam inovasi melainkan hanya pelaksanaan dari ketentuan hukum yang berlaku yang sebenarnya sudah ada di tahun 2012. Apalagi bila ternyata ide atau gagasan itu ternyata munculnya bukan dari pemikiran sendiri melainkan dari pemikiran bawahan maka

Seorang manager atau pemimpin akan gagal peran sebagai insiator dan inovator disaat target pembentukan karakter yang menjadi tanggung jawab kepemimpinannya justru dia ambil dari pemikiran keseluruhan dari bawahan atau stafnya. Dalam hal ini, seorang manager atau pemimpin justru dapat dianggap plagiator. Mengarah pada prinsip yang seharusnya dipunyai seeorang pemimpin yakni ing arso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani maka perilaku seperti ini hanya mengurangi wibawa sebagai manager atau pimpinan.

Kesimpulan

Untuk menjadi seorang pemimpin sebaiknya tidak menggunakan rumus ATM dalam arti Amati, Tiru dan Mulai dari sekarang melainkan justru harusnya menggunakan rumus ATM dalam artian Analisa, Terjemahkan dan Modifikasi.

Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua terutama bagi penulis.

Salam KB !!
I am proud to be a family planning participant


Rabu, 02 Oktober 2019

KETIKA KEPUTUSAN TIDAK MEWAKILI ORGANISASI

Organisasi menurut Profesor Dr. Sondang P. Siagian,  adalah setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja sama serta secara formal terikatdalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan dalam ikatan yang mana terdapat seseorang / beberapa orang yang disebut atasan dan seorang / sekelompok orang disebut bawahan.

Saya mencoba mengurai satu persatu dari pengertian organisasi tersebut.
  1. Persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja sama memberikan gambaran bahwa keterikatan antara orang perorang di dalam sebuah organisasi dibarengi dengan sebuah kerjasama. Tanpa ada kerjasama maka persekutuan itu bukanlah organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa pengerian organisasi bisa di aplikasikan serendah-rendahnya di tingkat keluarga dan setinggi-tingginya di tingkat negara.
  2. Secara formal memberikan gambaran bahwa kerjasama itu dilakukan dengan legitimasi yang syah baik menurut undang-undang formal maupun menurut norma atau kaidah yang berlaku di dalam masyarakat. Oleh karena itu, legitimasi terhadap persekutuan  menjadi dasar terselenggaranya sebuah kerjasama.
  3. Pencapaian tujuan merupakan sesuatu yang akan dipenuhi atas terbentuknya persekutuan tersebut baik secara kualitas maupun kuantitas yang bersifat fisik maupun non fisik, material maupun immaterial..
  4. Atasan dan bawahan merupakan deskripsi yang memperjelas pola hubungan antar perorangan dalam perserikatan itu sendiri sehingga alur perintah dalam rangka mencapai tujuan semakin jelas dan mudah dilakukan.


Ideal-nya setiap organisasi akan dapat mencapai TUJUAN yang telah ditetapkan apabila sebuah persekutuan sudah dilegitimasi untuk kerjasama dan pola kerjasama yang jelas.

Penetapan tujuan biasanya disesuaikan dengan tingkat  kebutuhan organisasi itu sendiri yang terkait dengan manusia, peralatan, cara/tehnik dan keuangan. Namun ada kalanya sebuah organisasi yang dibetuk dengan dasar legitimasi yang kuat ternyata tidak dapat mewujudkan tujuan organisasi dalam artian baik GAGAL SEBAGIAN maupun gagal secara keseluruhan.

Kegagalan dalam pencapaian tujuan bisa disebabkan oleh 
  • Bentuk kerjasama tidak memiliki fundamen yang kuat baik dari sisi hubungan antar anggotanya maupun legitimasi garis perintah
  • Tujuan yang ditetapkan tidak bisa diukur baik secara kualitas maupun kuantitas
  • Hubungan antar personil dalam organisasi tidak memiliki kesamaan pandangan.
  • Keputusan atau kebijakan yang diambil tidak mewakili organisasi.
Salah satu penyebab kegagalan pencapaian tujuan adalah adanya keputusan atau kebijakan yang tidak mewakili organisasi melainkan untuk KEPENTINGAN perorangan.

Ketika sebuah keputusan dan kebijakan tidak mewakili organisasi khususnya secara formil apalagi bila ternyata keputusan itu untuk memenangkan KEPENTINGAN PERORANGAN atau GOLONGAN maka sudah bisa dipastikan pencapaian TUJUAN akan GAGAL TOTAL baik dari segi JUMLAH maupun KUALITAS-nya

Entri yang Diunggulkan

MENILIK KELEMBAGAAN (Pengamatan dari 3 bagian)

S aya sudah pernah menulis mengenai kelembagaan BKKBN dalam artikel di  https://uniek-m-sari.blogspot.com/2015/02/uu-no-23-tahun-2014-dan-kk...