SCROLL

SELAMAT DATANG DI Uniek M. Sari's BLOG

Selasa, 20 Juli 2021

PENDATAAN KELUARGA : PENGALAMAN, PEMBELAJARAN DAN PROSPEK

Undang Undang 52 Tahun 2009 diterbitkan sebagai pengganti dari UU no 10 tahun 1992 yang menjadi landasan hukum pelaksanaan program Keluarga Berencana dan bahkan dalam UU 52/2009 disempurnakan menjadi Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga.

Tindak lanjut dari terbitnya UU 52/2009 adalah Peratura Presiden nomor 62 tahun 2010 yang emuat tentang perubahan nomenklatur Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Hal ini kemudian diikuti dengan terbitnya Peraturan Kepala BKKBN Nomor 72/2011 dan 82/2011 tetang struktur organisasi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional dan Perwakilan BKKBN di Provinsi.

Sedangkan secara program, terbitnya Undang-Undang 52/2009 ditindak lanjuti dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2014 tentang Perkembangan Kependudukan, Pembangunan Keluarga dan Sistem Informasi Keluarga. Dalam hal ini, PP 87 tahun 2014 memunculkan satu pokok bahasan baru yakni Sistem Informasi Keluarga (SIGA). Lahirnya PP 87 tahun 2014 ini beriringan dengan lahirnya UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dimana pada Lampiran N yang ternyata juga memuat tentang Sistem Informasi Keluarga yakni pada Sub Urusan ke 2 point d.

Pada pasal PP 87 tahun 2014 pasal 53 disebutkan bahwa Pendataan keluarga wajib dilaksanakan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota secara serentak setiap 5 (lima) tahun untuk mendapatkan data keluarga yang akurat, valid, relevan, dan dapat dipertanggungjawabkan melalui proses pengumpulan, pengolahan, penyajian, penyimpanan, serta pemanfaatan data dan informasi kependudukan dan keluarga. Oleh karenanya, di tahun 2015 elah dilaksanakan Pendataan Keluarga sebagai pengejawantahan pasal 53 PP 87 tahun 2014 ini.

Mengacu pada pasal 53 tersebut dan pada pelaksanaan Pendataan Keluarga Tahun 2015, berarti pada tahun 2020 akan dilaksanakan Pendataan Keluarga tahun kedua sejak diterbitkannya PP 87 Tahun 2014. Tulisan ini mencoba menguraikan pengalaman, pembelajaran dan prospek dari pendataan keluarga yang dilaksanakan oleh BKKBN.

Pengalaman dan Pembelajaran

Landasan Hukum

PP 87 Tahun 2014 yang menjadi landasan pelaksanaan pendataan keluarga pertama dengan menggunakan jangka waktu 5 tahun sekali tidak ditindak lanjuti dalam bentuk Peraturan Kepala BKKBN maupun dalam bentuk Keputusan Kepala BKKBN melainkan hanya berlandaskan pada 
  1. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 470/7580/SJ tanggal 19 Desember 2014, perihal Dukungan Pelaksanaan Pendataan Keluarga Tahun 2015 yang ditujukan kepada seluruh Kepala Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.
  2. Surat Deputi bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi nomor 768/RC.001/G4/2015 tanggal 16 Maret 2015 perihal Pelaksanaan Pendataan Keluarga 2015.
  3. Surat Edaran Sekretaris Utama BKKBN Nomor 922/HK.015/G4/2015 tanggal 31 Maret 2015 tentang Pelaksanaan Pendataan Keluarga Tahun 2015 yang ditujukan kepada seluruh Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi.
Dengan tiga jenis surat inilah seluruh Kepala Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota menerbitkan surat pelaksanaan pendataan di seluruh tingkatan wilayah. Dan pada Panduan Tata Cara Pendataan Keluarga Tahun 2015 berlandaskan pada SUrat Edaran Sekretaris Utama BKKBN.

Pada tahun 2016 barulah diterbitkan Peraturan Kepala BKKBN Nomor 481/PER/G4/2016 tentang Sistem Informasi Keluarga dimana pembahasan tentang Pendataan Keluarga terdapat dalam Pasal 7 Ayat (2).

Dari uraian ini sangat jelas bahwa tahun 2015 memberikan pengalaman  pelaksanaan Pendataan Keluarga yang tidak dilandasi payung hukum secara operasional berbentuk Peraturan Kepala BKKBN atau Keputusan Kepala BKKBN melainkan hanya sampai pada terbitnya Surat Edaran Sekretaris Utama BKKBN.

Proses

Di dalam panduan ini disampaikan secara rinci tata cara pelaksanaan kegiatan baik secara manajerial maupun secara operasional sehingga memudahkan pelaksanaan pendataan lima tahun sekali di tahun pertama yakni 2015. Secara manual, pelaksanaan pendataan keluarga di tahun 2015 memiliki keseragaman baik pola maupun sistematika-nya yang bukan hanya aman dari segi pelaksanaan akan tetapi aman dari sisi penggunaan anggaran.

Hal lain yang diatur di dalam Panduan ini adalah ketentuan mengenai operasional pendataan dimana pada angka 3 mengenai Pengolahan dan Umpan Balik / Pencetakan Output disebutkan 
  1. Pengolahan hasil Pendataan Keluarga menggunakan metode Data Capture atau Data Entry dengan Alih Daya memanfaatkan jasa pihak ketiga, hal ini dilakukan untuk mengatasi keterbatasan tenaga dan sarana yang dimiliki.  
  2. Setelah pengolahan hasil pendataan selesai dilakukan, maka akan didapatkan basis data keluarga Indonesia secara nasional. Untuk memberikan umpan balik kepada para pengelola data dan informasi di setiap tingkatan wilayah diperlukan pencetakan output basis data keluarga tersebut, yang akan digunakan oleh kader pendata sebagai dasar pembuatan peta keluarga di tingkat RT, serta juga digunakan untuk dasar pemutakhiran data keluarga tahun berikutnya pada periode pendataan keluarga secara nasional 
Dengan adanya pilihan pada proses pengolahan ini menyebabkan adanya perbedaan hasil dari proses pendataan keluarga. Kedua jenis proses pengolahan ini memiliki kelebihan dan kekurangan yang berdampak cukup signifkan pada penyimpanan data di aplikasi.
  1. Pada pengolahan data capture hanya memerlukan tenaga ahli dan mesin scanner karena formulir-formulir yang sudah berisi data hanya perlu di scan kemudian akan dialihkan menjadi simbol angka, huruf dan gambar sehingga bisa diupload ke aplikasi dan tersimpan sebagai data mentah berupa tabel-tabel. Untuk kebutuhan tenaga dalam pengolahan data capture ini lebih sedikit karena cukup mempekerjakan tenaga ahli untuk melakukan scanning. Akan tetapi permasalahan yang muncul dari pengolahan menggunakan data capture ini adalah jusru pada saat scanning dimana alat scanner salah membaca simbol huruf, angka dan gambar yang ada di formulir karena bentuk tulisan tangan pendata yang berbeda-beda. Yang paling sering terjadi adalah kekeliruan saat membaca antara huruf dan angka sehingga bisa ditemui saat pertanyaan dalam formulir mengenai lamanya ber KB yang seharusnya berisi angka 8 boleh jadi terbaca 13 atau bisa jadi terbaca huruf B. Akibatnya terdapat kendala saat data mentah ditarik ke dalam format PDF sebagai output yang akan dicetak dan dimanfaatkan.
  2. Pada pengolahan data entry, kesalahan yang terjadi dalam proses data capture tidak akan terjadi sebab data yang terdapat di formulir yang berupa tulisan tangan bisa dibaca dan disesuaikan dengan pertanyaan. Akan tetapi dalam cara pengolahan ini  perlu tenaga yang lumayan banyak untuk melakukan entry data. Disamping itu, kemampuan dalam menggunakan aplikasi pendataan keluarga perlu mendapat perhatian khusus sebab di tahun 2015 penggunaan aplikasi masih terbatas pada mereka yang memiliki basis pendidikan di bidang IT, Sedangkan tidak semua yang memahami IT adalah yang memahami program KKBPK sehingga kesalahan bisa terjadi pada saat melakukan input yang berkaitan dengan program KB terutama yang berkaitan dengan usia kawin pertama dan jenis-jenis alat kontrasepsi.
Dari uraian ini sangat jelas bahwa apapun proses pengolahan yang dipilih untuk menyimpan data memiliki kelebihan dan kekurangan. Akan tetapi dalam hal ke akurat an data maka proses pengolah data entry lebih terjamin daripada data capture. Apalagi dengan ketersediaan dana yang memadai pada kegiatan pendataan keluarga tahun 2015, hal tersebut dapat diantisipasi. Provinsi Kalimantan Selatan telah membukti keberhasilan proses pengolahan data entry dengan cara 

1. Melatih seluruh petugas lapangan KB untuk melakukan sendiri entry data
2. Pendampingan tenaga entry yang disewa oleh petugas lapangan KB guna verifikasi data

Dengan dilakukannya entry data sendiri oleh PKB maka disaat ada kekeliruan dalam tulisan kader di formulir, PKB akan secara langsung memperbaiki tulisan sebab seorang PKB akan hapal dengan warga yang dibinanya. Terhadap tenaga yang disewa PKB untuk melakukan entry karena keterbatasan kemampuan IT-nya maka dengan sendirinya bila ada hal-hal yang tidak dimengerti oleh pelaksana entry dengan segera dapat dikomunikasikan dengan PKB.

Aplikasi

Umpan balik atau cetak output dapat diberikan apabila proses penyimpanan data dapat dilakukan dengan baik dipengaruhi 3 hal yaitu validasi, server dan jarak.

Validasi saat data diinput ke aplikasi sangat penting sebab dengan validasi ini data-data yang masuk ke server telah disaring antara data yang valid dan tidak valid. Untuk penentuan validasi data maka konsep-konsep yang berkaitan dengan pertanyaan dalam formulir hars jelas dibahasakan juga dalam program aplikasi. Pada tataran ini seharusnya programer mempelajari dengan benar keseluruhan program KKBPK sehingga paham dengan benar secara kuantitas maupun kualitas konsep tentang Balita, Remaja, Lansia, Pasangan Usia Subur, Alat Kontrasepsi termasuk batasan-batasan masing-masing konsep. Contoh sederhana adalah tentang remaja. Kalau hanya berhenti pada konsep penduduk berusia 11 sampai dengan 24 tahun maka Pasangan Usia Subur yang berusia 17 tahun akan lolos dalam aplikasi termasuk kriteria remaja. Oleh karenanya perlu batasan yang jelas bahwa apabila sudah menikah meskipun usianya 115, 16 atau 17 tahun makan tidak dikelompokkan sebagai remaja. Dengan proses validasi yang sejak awal dibangun oleh programer maka tidak akan terjadi ada data yang tergolong tidak valid dan masuk ke aplikasi melainkan akan langsung tertolak oleh sistem. Validasi berdasarkan konsep ini sangat mutlak diperlukan karena data tidak valid hanya akan membebani server disebabkan data tidak valid ini tetap tersimpan dalam sistem namun tidak dapat ditarik sebagai data mentah.

Hal lain yang mempengaruhi aplikasi adalah kapasitas server dalam penyimpanan data.

Berikut gambaran sederhana dari data yang dihasilkan pada Pendataan Keluarga Tahun 2015.

Gambar di atas adalah file-file hasil entry data yang dilakukan oleh PKB Provinsi Kalimantan Selatan ke aplikasi pusat. Terdapat perbedaan ukuran masing-masing file dimana ukuran terbesar adalah Kelurahan Teluk Dalam di Banjarmasin dan terkecil adalah Desa Angkinang di Kabupaten Hulu Sungai Selatan.

Ukuran file di Desa Angkinang sebesar 435 KB (KiloByte) dan ketika file dibuka berisikan 315 Kepala Keluarga. Artinya setiap keluarga rata-rata memerlukan 1,38 KiloByte guna diupload ke aplikasi penyimpanan data. Dengan target hasil pendataan keluarga seluruh Indonesia sebanyak 70.000.000 kepala keluarga maka diperlukan server dengan ukuran 96.600.000 KiloByte atau setara dengan 96,6 GB (GegaByte). Apabila sebuah server memiliki kemampuan menyimpan file sebanyak 32 GB maka dalam pelaksanaan pendataan keluarga dibutuhkan paling tidak 3 atau 4 server dengan kapasitas penyimpanan 32GB. Penyediaan server dengan kapasitas yang rendah tentunya akan sangat berpengaruh terhadap proses penyimpanan data,

Hal lain yang juga berpengaruhi dalam proses penyimpanan data adalah jarak antara titik awal upload dengan server tempat penyimpanan data. Analogi guna memahami perlunya mempertimbangkan jarak adalah pesawat terbang. Untuk tiba di Jakarta, pesawat terbang dari Papua atau Papua Barat akan transit di 2 (dua) bandara. Analogi yang lain dan berkaitan dengan akses jaringan adalah bahwa setiap provider akan menyedian BTS di titik-titik tertentu yang akan menyambung satu sama lain sehingga akses jaringan akan stabil. Setidaknya dari satu tempat ke tempat lain diperlukan paling sedikit 3 (tiga) titik. Gambaran pesawat dan akses jaringan ini bila diposisikan pada proses penyimpanan data tentunya sangat mendekati. Saat sebuah file dengan ukuran 435 KB diupload ke server yang ada di Pusat dimana titik awal berada di Jawa Barat tentu akan berbeda kecepatan dengan titik awal di Kalimantan Utara dan akan berbeda pula kecepatannya dengan yang titik awalnya di Papua.

Dari ketiga uraian mengenai aplikasi ini dapat tergambar bahwa ketika proses penyimpanan data ke server di pusat terjadi antrian yang cukup panjang. Akibat yang ditimbulkannya tentu saja pada kualitas data yang tersimpan.

Prospek Tahun 2020

Manfaat pendataan keluarga sebenarnya sangat besar. Data keluarga yang meliputi individu dan juga kondisi sosial ekonomi di dalamnya sangat membantu dalam pelaksanaan pembangunan di semua sektor. Untuk sanitasi, dari pendataan keluarga sudah diperoleh data tentang jamban dan air bersih. Untuk kepemilikan rumah pun sudah tersedia di aplikasi pendataan keluarga. Dengan manfaat-manfaat tersebut dan diperkuat dengan penggunaan NIK sebagai primary key saat input data maka akan sangat memungkinkan hasil pendataan keluarga ini dipergunakan atau dimanfaatkan oleh sektor lain sebab sifatnya by name by address yang bukan terdata dari hasil pelayanan melainkan dari kunjungan rumah ke rumah. Apalagi bila pelaksanaan di tahun 2020 ini dilakukan penyempurnaan-penyempurnaan baik terhadap landasan hukum, pemilihan proses pengolahan yang tepat dan aplikasi penyimpanannya dimaksimalkan. 

Hanya saja ada batasan-batasan yang perlu didalami lebih lanjut yakni bahwa berdasar UU 23 Tahun 2014 Lampiran N sub urusan ke 2 Keluarga Berencana  point d tentang Sistem Informasi Keluarga bahwa kewenangannya berada di Pemerintah Pusat yang tidak dibagi dan atau tidak diserahkan ke Pemerintah Daerah Provinsi dan atau Pemerintah Kabupaten/Kota. Ini merupakan landasan hukum kenapa pada pendataan keluarga tahun 2015 lalu basis data keluarga tidak berada di level Kabupaten/Kota sebagaimana Sistem Informasi Kependudukan yang ada di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Oleh karena, penempatan Perwakilan BKKBN Provinsi sebagai perpanjangan tangan BKKBN menjadi acuan agar jarak yang sudah dibahas tadi dapat dipersingkat dengan menempatkan server-server secara regional di Perwakilan BKKBN Provinsi. Hal ini menjadi batasan bahwa Pendataan Keluarga yang merupakan data basis program KKBPK dalam Sistem Informasi Keluarga tidak dapat diintegrasikan ke dalam basis data kependudukan karena level kewenangannya yang berbeda. Akan tetapi, pemanfaatannya bisa dilakukan dengan proses perjanjian kerjasama.

Untuk tahun 2020, pendataan keluarga harus dilakukan lagi.karena

  1. Merupakan amanat dari PP 87 Tahun 2014 bahwa pendataan keluarga dilakukan setiap 5 tahun sekali, 
  2. Selama 5 tahun pasca pelaksanaan Pendataan Keluarga 2015 proses update data keluarga tidak berjalan secara sempurna. Hal ini bisa jadi disebabkan perpindahan atau mutasi aplikasi ke Sistem Informasi Keluarga atau bisa juga dikarenakan mind set pencatatan pelaporan masih menggunakan pola lama yaitu mengandalkan laporan formulir manual.
Untuk itu perlu pelaksanaan pendataan keluarga tahun 2020 perlu diperkuat dengan cara

  1. Memberikan payung hukum yang kuat seperti Peraturan Kepala yang memuat tentang Pedoman Pendataan Keluarga secara khusus (terlepas dari SIGA)
  2. Menyempurnakan sarana dan prasarana terutama aplikasi penyimpanan data
  3. Menyiapkan sumber daya manusia sebagai petugas entry data
  4. Tetap melaksanakan pendataan keluarga dengan sistematika yang sudah dibangun pada tahun 2015 yaitu berupa mekanisme menejerial dari tingkat Desa/Kelurahan hingga Provinsi.
Tahun 2020 tinggal menghitung bulan, semoga tulisan ini bermanfaat.
Salam KB !!
I am proud to be a family planning participant


Jumat, 02 Juli 2021

MEMBAHAS PEMANGKASAN ESELON III dan IV

Menurut Profesor Dr. Sondang P. Siagian, organisasi adalah setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja sama serta secara formal terikatdalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan dalam ikatan yang mana terdapat seseorang / beberapa orang yang disebut atasan dan seorang / sekelompok orang disebut bawahan.

Dari pengertian tersebut makan menurut Sondang P. Siagian dalam sebuah organisasi terdapat ikatan antara atasan dan bawahan. Atasan dan bawahan merupakan deskripsi yang memperjelas pola hubungan antar perorangan dalam perserikatan itu sendiri sehingga alur perintah dalam rangka mencapai tujuan semakin jelas dan mudah dilakukan.

Berdasar pengertian organisasi yang merupakan persekutuan antara dua orang atau lebih maka dapat dipastikan di dalam organisasi akan terlaksana fungsi manajemen yang menurut Henry Fayol fungsi manajemen terdiri dari Planning (perencanaan), Organizing (pengorganisasian), Actuating (pelaksanaan) dan Controling (pengawasan).

Fungsi pengorganisasian dalam sebuah organisasi besar sangat penting untuk dilakukan dikarenakan dalam organisasi besar, banyak kegiatan yang harus dikerjakan dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Tujuan organisasi besar pun tidak hanya satu melainkan sudah bersifat majemuk.

Pemerintahan dan Sistem Manajemen

Pemerintahan sebagai sebuah sistem tata negara adalah merupakan sebuah organisasi yang sebenarnya menjalankan fungsi manajemen. Bahkan pemerintahan merupakan sebuah organisasi besar yang menjalankan multi fungsi dalam rangka mencapai tujuan secara nasional yang sifatnya manjemuk. Hal ini yang kemudian mengharuskan pemerintahan membentuk sub sistem-sub sistem baik secara horisontal maupun secara vertikal.

Sub sistem secara horisontal yakni dibentuknya lembaga-lembaga pemerintahan seperti kementerian dan lembaga non kementerian lainnya untuk menjalankan peran yang berbeda meskipun pada tujuan yang sama yakni mewujudkan tujuan ber-negara. Oleh karenanya, setelah terpilih dan dilantiknya Presiden maka akan diikuti dengan pelantikan menteri-menteri dan pimpinan lembaga guna menjalankan peran sesuai dengan tujuan negara yang dalam hal ini ditetapkan dalam tujuan pembangunan selama kepala pemerintahan berkuasa yakni selama 5 tahun. Kementerian dan lembaga yang dibentuk tentunya sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat karena tujuan akhir dari pelaksanaan pemerintahan adalah pada kepentingan masyarakat.

Sub sistem secara vertikal adalah terkait dengan sistem tata negara itu sendiri. Dengan sustem tata negara yang terdiri dari wilayah-wilayah setingkat provinsi dan terkecil adalah Desa/Kelurahan maka sub sistem yang terbentuk tentunya berkaitan dengan tata negara tersebut. Artinya, di tingkat provinsi dan tingkatan di bawah provinsi akan terbentuk pula sub sistem pemerintahan yang masih merupakan satu kesatuan dengan pemerintahan dalam pengertian tata negara. Sub sistem vertikal terendah adalah di tingkat kabupaten/kota karena secara de jure, level inilah yang memeiliki kewenangan untuk menerbitkan peraturan terendah dalam tata hukum di Indonesia dan pemerintahan di level ini pula yang peraturannya bersentuhan langsung dengan masyarakat.

Oleh karenanya, setiap sub sistem dalam sistem pemerintahan tentunya akan menjalankan fungsi manajemen seperti planning, organizing, actuating dan controling agar tujuan yang dilaksanakan masing-masing sub sistem berjalan dengan efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan ber-negara.

Dari uraian tersebut dapat tergambar pelaksanaan fungsi manajemen dalam sistem pemerintahan dan juga hirarki atau tingkatan dalam pelaksanaan hubungan dalam sistem manajemen itu sendiri. Tingkatan ini tentunya akan menggambarkan bentuk piramida dimana pada bagian atas piramida jelas adalah pimpinan pemerintahan dilanjutkan dengan level dibawah pimpinan pemerintahan yang tentu lebih besar daripada ukuran bagian atas dan ini bisa dilihat dari jumlah kementerian/lembaga serta jumlah pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota yang ada dalam sistem pemerintahan.

Pengorganisasian dalam Lembaga

Dalam hal pelaksanaan fungsi manajemen, pengorganisasian merupakan salah satu fungsi yang jelas akan berpengaruh terhadap pencapaian tujuan organisasi. Fungsi pengorganisasian bukan hanya menyangkut pengelompokkan kegiatan melainkan justru lebih kompleks lagi yakni menyangkut siapa, mengerjakan apa, apa saja yang menjadi tanggung jawab terkait alat-sarana-tata cara kerja-dana atau sumber daya organisasi.

Dengan memperhatikan pengertian organisasi dan sebuah lembaga merupakan sub sistem yang juga merupakan organisasi tentunya menjalankan fungsi manajemen maka jelas di dalam sebuah lembaga akan terbentuk pula piramida manajemen. Masing-masing tingkatan yang ada di piramida manajemen akan menjalankan tanggung jawab yang berbeda sesuai dengan level manajemen. Artinya, di tingkat lembaga-pun fungsi manajemen akan berlaku dan piramida manajemen juga merupakan suatu keharusan.

Fayol membagi ke dalam 3 tingkatan dengan tanggung jawab yang berbeda sehingga sumber daya organisasi bisa berjalan dengan baik dimana top manager berperan sebagai pembuat kebijakan organisasi yang ditujukan pada staf, middle manager sebagai pelaksana kebijakan organisasi yang diarahkan pada staf dan lower manager berperan sebagai pengawas staf yang menjadi sasaran untuk menjalankan kebijakan. 

Sehingga, ketika tingkatan manajemen akan dihilangkan hanya menjadi Top Manager dan menghilangkan Middle dan Low Manager maka akan berpengaruh  :

  1. Fungsi organizing dalam sistem tidak akan berjalan dengan baik karena hubungan antara atasan dan bawahan dalam organisasi tidak jelas
  2. Seluruh bawahan memiliki jabatan dan fungsi yang sama sehingga tidak ada level tanggung jawab dan sangat memungkinkan terjadinya kemacetan dalam pola kumunikasi, pola kerja dan pertanggung jawaban.
Apabila setiap sub sistem mengalami pengaruh negatif dari pemangkasan dalam sistem manajemen maka ada baiknya pemangkasan tersebut perlu pertimbangan yang sangat matang.

Pemangkasan Manager

Piramida sistem manajemen sebuah organusasi dapat dilihat dari struktur organisasi. Harus diakui bahwa organisasi dengan struktur yang gemuk dan memecah tanggung jawab ke level manajemen yang majemuk berdampak pada efektifitas dan efisiensi pelaksanaan kegiatan organisasi.

Dengan struktur yang gemuk juga akan menimbulkan overlapping atau duplikasi pelaksanaan kegiatan padahal tujuannya sama dan mungkin juga sebenarnya hanya satu tujuan. Hal ini bukan saja akan membingungkan para penerima manfaat dari kegiatan melainkan juga akana da duplikasi anggaran yang justru berdampak pada pemborosan.

Oleh karena itu, pemangkasan manajemen perlu dilakukan bukan dengn mengurangi tingkatan atau level manajemen melainkan mengurangi jumlah pada tiap level manajemen. Dengan demikian, efesiensi dan efektifitas dapat dilakukan tanpa harus mengurangi tingkatan tanggung jawab di dalam organisasi saat menjalankan fungsi manajemen.

Artinya manajer pimpinan, manajer administrasi dan manajer pengawas masih tetap diberlakukan karena sejatinya hal tersebut sudah menjadi aturan dalam pelaksanaan fungsi manajemen di organisasi. Hanya saja kalau semula ada sebanyak 6 level manajer administrasi maka perlu dikurangi jumlahnya menjadi 2 atau 3 manajer administrasi saja. Begitu pula dengan manajer pengawas apabila semula berjumlah 20 akan bisa dikurangi jumlah sesuai dengan kebutuhan dalam organisasi.

Penetapan Manajer

Untuk menentukan jumlah manajer dalam sebuah organisasi dapat mengacu pada fungsi menajemen yaitu planning actuating, organizing dan controling.


  1. Planning adalah perencanaan. Dalam pelaksanaan fungsi perencanaan sebuah organisasi tentunya harus melihat pada landasan hukum, kebijakan dalam mempergunakan sumber daya organisasi man, money, machine, method, materials dan market. Dengan demikian, sebuah lembaga memerlukan bidang administrasi dimana sub bidangnya akan menangani masalah sumber daya manusia, anggaran, peralatan dan sarana serta perencanaan.Peningkatan kompetensi sumber daya manusia merupakan sub bidang yang menjadi tanggung jawab dalam bidang ini.
  2. Selanjutnya adalah bidang yang menggabungkan antara organizing dan actuating dimana bidang ini justru merupakan pelaksana program yang menjadi andalan dari sebuah lembaga. Sebuah program tentunya memiliki kegiatan internal dan eksternal lembaga. Dengan demikian pada sub bidang program ini akan memilah pada kegiatan internal dan eksternal. Kegiatan internal berkaitan dengan pembinaan program yang melibatkan satuan kerja di tingkat kabupaten/kota yang memiliki tugas pokok dan fungsi yang sama untuk mengerjakan program-program dengan sasaran sama yang sesuai tingkatan tanggung jawabnya. Sedangkan kegiatan eksternal berkaitan dengan kerjasama lintas sektor yang memiliki tugas pokok yang berbeda untuk mengerjakan program dengan tujuan yang sama meskipun sasaran berbeda sesuai dengan tanggung jawab masing-masing. Artinya, penetapan kegiatan yang dilaksanakan oleh sub bidang dalam bidang program ini hanya mengacu pada sasaran dan tujuan program. Tidak lagi mengacu pada kegiatan.
  3. Bidang selanjutnya adalah controling atau pengawasan dimana proses evaluasi berlangsung dan penilaian-penilaian hasil kinerja dilakukan. Pada bidang ini terdapat sub bidang evaluasi administrasi, evaluasi tenaga program dan evaluasi pelaksanaan program.
Dengan mengacu hanya pada fungsi manajemen maka dalam sebuah lembaga eselon II terdapat paling banyak 3 (tiga) pejabat administrator. Demikian pula dengan sub bidang yang memerlukan pejabat pengawas, porsi terbanyak berada di bidang program akan tetapi apabila penetapannya dilakukan berdasarkan pada sasaran program dan tujuan program maka jumlah pejabat pengawas di bidang ini juga masih bisa  dikalkulasikan dengan lebih tepat lagi.

Pemilihan Pejabat

Dengan adanya rasionalisasi jumlah pejabat administrator dan pejabat pengawas ini maka diperlukan pemilihan pejabat yang representatif dari segala sisi untuk dapat menjalankan tugas pokok da fungsinya.

Guna memilih pejabat-pejabat tersebut dari sejumlah pejabat yang sudah ada dan sudah terlanjur mendapat jabatan struktural tentunya perlu seleksi dan pemetaan  dengan ketentuan :

  1. Berpedoman pada masa kerja sebagai Pegawai Negeri Sipil
  2. Tetap mengacu pada pangkat dan golongan serta masa kerja pangkat dan golongan
  3. Seleksi melalui need assesment dengan didahului permohonan yang bersangkutan dan pernyataan-pernyataan yang dibutuhkan
Pemetaan berdasar hasil seleksi menggunakan asesmen akan lebih rasional daripada hanya menggunakan pangkat dan golongan. Akan tetapi yang dapat mengikuti asesmen justru mereka yang memiliki masa kerja pangkat dan golongan yang sudah memenuhi persyaratan secara hukum kepegawaian. Daftar Urut Kepangkatan harus kembali diberlakukan saat melakukan pemilihan pejabat.

Tulisan ini hanyalah urun rembug atas kegelisahan para eselon III dan IV dengan beredarnya informasi penghilangan eselon III dan eselon IV. Sebenarnya kalau jeli membaca surat keputusan jabatan, memang tidak ada disebutkan pejabat eselon III atau eselon IV sedangkan yang tertulis sejak diberlakukannya Undang-Undang ASN adalah Pejabat administrator dan Pejabat Pengawas. Adapun penyebutan eselon dibelakang posisi bidang atau sub bidang pejabat hanya dalam kapasitas penempatan pembayaran tunjangan dalam penggajian.

Semoga ulasan mengenai jumlah dan komposisi pejabat dalam artikel ini dapat menjadi bahan pemikiran saat lembaga-lembaga menentukan struktur organisasinya.

I am proud to be a family planning participant !!

Kamis, 04 Juni 2020

PRESENSI DAN PENGAWASAN

Presensi dan Absensi

Presensi dalam Kamus Besar Bahsa Indinesia Online berarti kehadiran sedangkan absensi dalam link yang sama berarti ketidak hadiran. Oleh karena pengertian ini berbeda maka yang tepat untuk dipergunakan dalam memantau kehadiran adalah istilah presensi. Padahal penggunaan kata absensi sudah diberlakukan sedemikian lama sehingga banyak yang masih menganggap bahwa kehadiran disebut absensi. Pengertian ini sudah seharusnya dilakukan perubahan dari waktu ke waktu.

Penggunaan presensi dalam sebuah organisasi sangatlah penting. Apalagi seiring dengan globalisasi di berbagai sektor termasuk pemerintahan dimana pelayanan publik menjadi perhatian maka kedispilinan menjadi salah satu tolok ukur terselenggaranya pelayanan publik dengan baik. Kedisiplinan para pelaksana pelayanan publik ini ditandai dengan adanya daftar kehadiran yang tepat waktu. Mayoritas pelaksana pelayanan publik berada di unsur pemerintahan sehingga sudah jelas bahwa yang diukur kedisiplinannya ada para pegawai negeri sebagai aparatur negara yang memang tugasnya juga sebagai abdi masyarakat.

Namun demikian, disiplin bagi pegawai negeri sipil bukan hanya terjadi sebagai dampak dari globalisasi melainkan sudah diberlakukan sejak tahun 70-an dengan adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 yang kemudian diubah lagi menjadi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dan terakhir diubah kembali menjadi  Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.

Undang-Undang ini kemudian dilengkapi dengan terbit peraturan pelaksana dibawahnya yakni berupa Peraturan Pemerintah yang juga mengalami beberapa kali perubahan dan terakhir adalah Peraturan Pemerintah Nomor  53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Pasal-pasal di dalam peraturan hukum tersebut memang mengikat secara materiil dan moril Pegawai Negeri Sipil sebagai penyelenggara pelayanan publik.

Akan tetapi, seberapa efektifnya kah peraturan pemerintah tentang disiplin pegawai negeri sipil tersebut dapat dilaksanakan ?

Kehadiran

Dari tahun ke tahun terjadi perubahan dan perkembangan terhadap ketentuan tentang disiplin pegawai yang ditandai dengan kehadiran pegawai dalam kegiatan perkantoran. Salah satu perubahan yang kemudian dianggap mendukung ke arah terpenuhinya disiplin pegawai adalah dikonversi-nya kehadiran pegawai ke arah tersedianya biaya makan dan minum pegawai dengan nilai cukup signifikan sehingga logikanya kebutuhan pegawai untuk memenuhi kedisiplinan tersebut sudah terfasilitasi.

Namun demikian ternyata kondisi yang sebenarnya terdapat di lapangan tidaklah seperti yang diharapkan karena masalah kehadiran ini masih dapat diolah sedemikian rupa sehingga nilai kedisiplinan tetap tinggi dan realisasi anggaran untuk biaya konsumsi pegawai juga sama tinggi-nya sedangkan disiplin pegawai itu sendiri ternyata masih terdapat persoalan-persoalan dengan gambaran sebagai berikut :

  1. 8-0-16 adalah istilah kehadiran pegawai sesuai jam kerja pagi yaitu pukul 08.00 kemudian pegawai bersangkutan tidak terdapat di kantor sampai dengan pukul 16.00 kembali hadir untuk jam pulang. 
  2. Pelaksanaan kegiatan di luar kantor seperti perjalanan dinas ke daerah maupun ke luar daerah yang tercatat dinas namun terkadang dilaksanakan tidak sesuai dengan waktu yang tertera dalam surat tugas.
Kedua kondisi ini dilakukan oleh stratifikasi yang berbeda dalam sebuah organisasi pemerintahan. Pada kondisi pertama yang sering melakukan adalah level staf atau pegawai struktural dengan alasan tidak adanya tugas utama di kantor sehingga mencari penghasilan dengan melakukan kegiatan ekonomi produktif di luar kantor. Sedangkan pada kondisi kedua lebih sering dilakukan oleh level yang memiliki kemungkinan untuk melaksanakan perjalanan dinas baik yang memiliki jabatan struktural maupun fungsional dan staf. Kedua kondisi ini sebenarnya berdampak sekali terhadap disiplin pegawai apalagi bila dilakukan oleh unsur pejabat struktural yang kemudian diketahui secara kasat mata oleh pegawai yang tidak memiliki jabatan struktural.

Hampir semua instansi pemerintahan memiliki kendala dalam pemantauan kedisiplinan pegawai terutama bila hanya mengacu pada presensi yang masih manual.

Presensi Online

Perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi kemudian memberikan ruang untuk memunculkan presensi online di beberapa organisasi swasta dan organisasi pemerintahan. Hal ini sudah barang tentu akan berdampak pada banyak hal namun akan lebih tertuju pada penerapan disiplin itu sendiri. Bebarapa hal bisa dilihat atas perlakuan dari presensi online adalah sebagai berikut :

  1. Kehadiran pada pagi dilakukan dilokasi yang terdeteksi Global Positioning System (GPS) yang ada disarana untuk dipergunakan untuk presensi. Begitu pula pada sore hari jam pulang kerja.  Dengan demikian, akan jelas diketahui keberadaan yang bersangkutan guna menghilangkan kebiasaan dengan rumus 8-0-16 tersebut.
  2. Perjalanan dinas tetap pada presensi yang tidak berlaku online, bisa terjadi di dalam surat tugas disebutkan sejak tanggal 24 sampai dengan 27 namun pelaksanaannya dilakukan hanya tanggal 24 da 25 sedangkan sisa hari tidak lagi berada di tempat yang dituju melainkan sudah kembali ke kantor akan tetapi tidak masuk ke kantor. Dengan menggunakan presensi online maka  pelaksana perjalanan dinas dapat terdeteksi melalui GPS  sehingga dengan sendirinya dapat diketahui apakah perjalanan dinas dilakukan sesuai dengan surat tugas ataukah tidak.
Pemberlakuan presensi secara online maka hal positif lain yang bisa dilihat adalah dalam hal pengawasan karena akan mempermudah pemantauan kegiatan pegawai negeri di tempat kerjanya. Namun, akan lebih bermanfaat lagi apabila GPS tersebut bersifat aktif sehingga pergerakan sarana bisa sekaligus memantau posisi si pegawai apakah setelah presensi pagi tetap berada di kantor atau sudah berubah posisi. Dengan catatan bahwa Global Positioning System di server tetap aktif memantau posisi sarana presensi yang dipergunakan oleh pegawai. Perekaman data dapat dilakukan di jam-jam rawan yangs ering dimanfaatkan oleh pegawai untuk tidak berada di lingkungan kantor.

Sekian dan terima kasih

Selasa, 02 Juni 2020

IT bagi Middle Manager

Pengalihan Jabatan

Pengurangan jabatan struktural menjadi jabatan fungsional merupakan satu langkah kebiakan yang diharapkan dapat mengoptimalkan peran pemerintahan dalam mencapai tujuan pembangunan nasional. Pada prinsipnya, peralihan dari jabatan struktural menajdi jabatan fungsional tidak mempengaruhi kinerja sebuah organisasi pemerintahan. Apalagi kalau melihat pada tingkatan jabatan fungsional yang dikaitkan dengan kepangkatan dalam kepegawaian maka sudah barang tentu pelaksanaaan kegiatan dalam jabatan fungsional tertentu tersebut akan mengacu pada level tanggung jawab yang ada dalam kepangkatan.

Kalau dilihat dari sudut pandang menejemen maka level-level tersebut dapat dilihat sebagai berikut
  1. Top manager untuk tingkatan jabatan fungsional utama dengan pangkat golongan IV/c dan IV/d. Pada level ini tanggung jawab lebih mengarah pada penetapan dan penerapan kebijakan. Bila dikaitkan dengan jenjang pendididkan maka pada tingkatan ini pendidikan minimalnya strata 2 dengan masa kerja sudah lebih dari 20 tahun.
  2. Middle manager untuk tingkatan jabatan fungsional madya dengan pangkat golongan IV/a dan IV/c. Pada level ini tanggung jawab lebih mengarah pada pelaksana penerapan kebijakan dan koordinator dalam pelaksanaan kebijakan disamping sebagai pembina pegawai di level bawahnya. Bila dikaitkan dengan jenjang pendidikan maka pada tingkatan ini pendidikan minimalnya strata 1 dengan masa kerja di bawah 20 tahun tetapi lebih dari 15 tahun.
  3. Lower manager untuk tingkatan jabatan fungsional pertama dan jabatan fungsional muda dengan pangkat golongan III/a sampai dengan III/d. Pada level ini tanggung jawab tertuju pada pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan sumber daya manusia yang melaksanakan kebijakan. Bila dikaitkan dengan jenjang pendidikan maka pada tingkatan ini pendidikan minimalnya diploma 3 dengan masa kerja di atas 10 tahun.

Dari pemilahan manager ini tentu sudah menggambarkan stratifikasi kepemimpinan. Namun demikian, para pejabat fungsional ini masih memerlukan jabatan struktural mengingat kenaikan pangkat jabatan fungsional adalah melalui penilaian angka kredit yang hanya bisa dilakukan oleh pejabat struktural. Untuk itu, pengalihan sebagian besar pejabat strktural menjadi pejabat fungsional tentu tidak menghilangkan jabatan struktural tertentu yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya manusia dan sumber daya organisasi.

Kemampuan Pejabat Struktural
Seorang pejabat struktural selain memiliki peran yang sama dengan top manager juga diharapkan memiliki kemampuan lainnya yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Oleh karenanya, hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh pejabat struktural adalah :
  1. Kemampuan untuk melakukan analisis baik menggunakan pisau analisis USG, Fishbone terutama SWOT sehingga dengan analisis yang tepat akan bisa membuat keputusan dan langkah-langkah yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan yang ditemui.
  2. Kemampuan untuk melakukan komunikasi antar personal sehingga proses penularan kebijakan, pengawasan tidak langsung dan pembinaan dapat dilakukan dengan pendekatan kemanusiaan secara efektif.
  3. Kemampuan dalam hal ilmu pengetahuan dan tehnologi sehingga proses pelaksanaan kegiatan di era digitalisasi dapat dilaksanakan secara tepat, cepat dan akurat.

Dari ketiga macam kemampuan tersebut, yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah kemampuan dalam mengoperasionalkan sarana dan prasaran tehnologi seperti komputer, laptop bahkan akses jaringan untuk menyelesaikan pekerjaan melalui online.

Bisa dibayangkan ketika seorang pejabat administrasi tidak dapat mengoperasionalkan alat tehnologi maka ketika mendapat tugas untuk memberikan penilai secara indepen, pekerjaan itu akan diserahkan kepada bawahan yang menguasai tehnologi. Akibatnya, penilaian yang diberikan tidak lagi berdasar sudut pandang jabatan sebagai administrator, bisa jadi justru berdasar sudut pandang pejabat pengawas atau bahkan mungkin berdasar sudut pandangan seorang analis yang bari bekerja di instansi tersebut. Independensi penilaian pun sangat diragukan apabila penilaian dibuat secara manual terlebih dahulu baru diinput oleh analis dengan jabatan operator tehnologi.

Angka Kredit dan Penilaian
Berdasar keseluruhan pembahasan maka apabila seluruh pejabat pengawas dan sebagai pejabat administrator akan di alih fungsikan menjadi pejabat fungsional, yang dibutuhkan sebuah lembaga adalah pejabat adminsitrasi berikut ini :
  1. Sekretaris yang menangani semua sumber daya manusia organisasi, sumber daya peralatan dan perlengkapan organisasi dan sumber daya bahan baku organisasi. Pada jabatan ini harus dilakukan need assessment yang berdasar kompetensi tingkat tinggi karena keputusan yang diambil menyangkut kinerja manusia dan kinerja organisasi
  2. Operasional Program yang menangani semua pelaksanaan yang berhubungan dengan program-program kegiatan. Pada tataran jabatan ini dibutuhkan banyak jabatan fungsional yang fungsinya sesuai dengan program yang diemban organisasi.
  3. Pengembangan sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan kemampuan pengelola program agar fungsi-fungsi pengelolaan berjalan sesuai dengan tujuan organisasi.

Dari ketiga jenis jabatan administrator ini, setiap jabatan memiliki peran yang tidak terlepas dari penilaian dan penentuan angka kredit pejabat fungsional. Sistematika keterkaitan adalah sebagaimana diagram berikut :

Dengan mengacu pada pentingnya kemampuan IT seorang Middle dan Top Manager maka proses penilaia angka kredit ke depannya apabila semua jabatan dialihkan menjadi fungsional akan berdampak pada penilaian yang tidak tepat karena dilakukan oleh operator yang dipekerjakan oleh Middle maupun Top Manager.

FIN
Hopefully my article can be a good suggestion for the good management.

I'm proud to be a family planning participant



Rabu, 27 Mei 2020

Penilaian dan Evaluasi SPM

Penilaian Indikator SPM
Dalam rangka mengetahui seberapa jauh pencapaian indikator  SPM Bangga Kencana, sebaiknya telah ditetapkan pula “Kondisi Ideal yang diinginkan”. Pelaksanaan penilaian indikator  disini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh perbedaan pencapaian indikator pada kondisi yang diinginkan. Yakni dengan membandingkan antara “hasil penghitungan indikator ” dengan “kondisi ideal yang diinginkan”.
Pada paparan sebelumnya telah disebutkan bahwa kondisi yang diinginkan adalah menuju pada capaian target dalam RPJMN 2020-2024. Namun terkait dengan indikator SPM maka kondisi ideal yang diinginkan tidak terlepas dari pelaksanaan urusan wajib yang menjadi kewenangan masing-masing tingkatan pemerintah. Penetapan kondisi ideal yang diinginkan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat yang dalam bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana berada di BKKBN.
Berikut beberapa kemungkinan yang bisa dijadikan masukkan dalam penetapan kondisi ideal yang diinginkan dalam mewujudkan indikator SPM.
1. Target Dalam RPJMN
No
Jenis Target
Nilai Target
Kondisi Ideal
Jenis Capaian
1
2
3
4
TFR
mCPR
Unmet Need
ASFR 15-19 th
2,10
63,41
7,4
18
2,08
63,45
7,4
19
Makin kecil makin baik
Mendekati 75% makin baik
Makin kecil makin baik
Mendekati 19 makin baik
2. Berdasar Kewenangan Wajib
    a. Pemerintah Daerah Provinsi

No
Jenis Target
Nilai Target
Kondisi Ideal
Jenis Capaian
1.            
Desain Advokasi dan KIE Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana
3 dari 5
5 dari 5
Makin besar makin baik
2.            
Pemberdayaan dan peningkatan peran serta organisasi kemasya rakatan
70%
75%
Mendekati 75% makin baik
3.            
Pengelolaan desain pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahan an keluarga
60%
65%
Mendekati 65% makin baik

    b. Pemerintah Daerah Kabupaten.Kota

No
Jenis Target
Nilai Target
Kondisi Ideal
Jenis Capaian
1
Pelaksanaan advokasi/KIE
85%
90%
Makin besar makin baik
2
Pendayagunaan tenaga PKB
85%
90%
Makin besar makin baik
3
Pengendalian dan pendistri busian alokon
70%
75%
Makin besar makin baik
4
Pelaksanaan Pelayanan KB di Daerah




a. Peserta KB Baru MKJP
20%
25%
Makin besar makin baik

b. Peserta KB Aktif MKJP
40%
45%
Makin besar makin baik
5
Memberdayakan dan meningkatkan peran serta organisasi kemasyarakatan
60%
70%
Makin besar makin baik
6
Pelaksanaan  desain pemba ngunan keluarga melalui pem binaan ketahanan keluarga
70%
80%
Makin besar makin baik
    c. Perwakilan BKKBN Provinsi
No
Jenis Target
Nilai Target
Kondisi Ideal
Jenis Capaian
1





3
4
Penyediaan Alokon
a. Suntik
b. Pil
c. Kondom
d. IUD
e. Implant
Standarisasi PLKB
Sertifikasi PLKB
Pengelolaan dan Pengendalian SIGA

90%
90%
90%
90%
90%
65%
75%
90%

100%
100%
100%
100%
100%
70%
80%
100%

Makin besar makin baik
Makin besar makin baik
Makin besar makin baik
Makin besar makin baik
Makin besar makin baik
Makin besar makin baik
Makin besar makin baik
Makin besar makin baik
Beberapa catatan penting dari penilaian indikator  yang perlu diperhatikan adalah pemahaman rumus yang akan digunakan untuk penilaian, yaitu
  1. Untuk penilaian Semakin Tinggi Semakin Baik” rumus yang digunakan adalah Realisasi dibagi Perencanaan dikali 100%
  2. Untuk penilaian “Semakin Rendah Semakin Baik” rumus yang digunakan adalah Perencanaan dibagi Realisasi dikali 100%.
Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan SPM dilakukan oleh Tim SPM di tingkat  Provinsi dan Kabupaten/Kota dan dilakukan setiap akhir tahun anggaran.
Format dan bentuk laporanperlu ditentukan dalam peraturan hukum yang mengikat dan diterbitkan oleh pimpinan lembaga dalam hal ini Kepala BKKBN yang merupakan satu kesatuan dengan peraturan tentang SPM dan NSPK.
Pelaksana pemantauan adalah Bidang Sekretariat karena berkaitan dengan NSPK dan SPM maka lebih diutamakan Bagian Hukum dan Pengawasan.
Laporan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan SPM dan NSPK merupakan bagian dari penilaian Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan sehingga apabila Laporan SPM dan NSPK belum dilakukan maka penilaian SAKIP dapat berkurang.
Demikian rangkaian pemikiran yang bisa saya sumbangsihkan untuk pelaksanaan program Bangga Kencana di Republik Indonesia. Dengan alur pemikiran
  1. Target di RPJMN Fondasi bangunan Bangga Kencana
  2. SPM adalah bangunan Bangga Kencana
  3. NSPK adalah pagar saat melaksananakan pembangunan


Semoga bermanfaat.
I;m Proud To Be A Family Planing Participant

Entri yang Diunggulkan

MENILIK KELEMBAGAAN (Pengamatan dari 3 bagian)

S aya sudah pernah menulis mengenai kelembagaan BKKBN dalam artikel di  https://uniek-m-sari.blogspot.com/2015/02/uu-no-23-tahun-2014-dan-kk...