SCROLL

SELAMAT DATANG DI Uniek M. Sari's BLOG

Minggu, 09 Februari 2014

TARGET DENGAN INISIATIF BARU CARA LAMA

MDG's dan BKKBN

Tahun 2014 telah dua bulan berjalan. Banyak rencana tindakan yang akan dilakukan terkait dengan tahun 2014. Bagi instansi pemerintahan, tahun ini merupakan saat-saat terakhir untuk memenuhi target dunia melalui program Millenium Development Goals. Penilaian terhadap pencapaian target-target yang ditetapkan untuk negara-negara berkembang melalui MDG's ini akan menjadi kriteria bagi pemerintah di negara itu sendiri.

Beberapa program yang menjadi program yang harus dikerjakan oleh pemerintah antara lain mengenai
  1. Kesehatan reproduksi remaja terutama remaja puteri dengan indikator berkurangnya angka perkawinan di bawah umur bagi remaja puteri
  2. Kesehatan reproduksi wanita dengan indikator berkurangnya angka kematian bagi ibu baik karena melahirkan ataupun karena penyakit reproduksi lain seperti Penyakit Seks Menular dan HIV Aids
  3. Indeks Pembangunan Masyarakat yang indikatornya adalah berkurangnya angka kematian bayi dan anak serta meningkatnya usia harapan hidup.
Sepintas lalu, hal ini menjadi tanggung jawab kesehatan. Akan tetapi, berbicara tentang kesehatan reproduksi maka tidak bisa terlepas dari program Kependudukan dan Keluarga Berencana. Program ini bukan hanya bertujuan untuk mengatur jarak kelahiran melainkan lebih diarahkan pada kesehatan reproduksi wanita dan remaja perempuan.

Seperti diketahui bahwa bial sepasang suami-isteri menggunakan alat kontrasepsi maka dapat diyakini tidak akan terjadi kehamilan selama pasangan usia subur ini melakukan tanggung jawab yang syah berdasarkan hukum agama dan hukum negara yakni hubungan suami-isteri. Dengan tidak terjadinya kehamilan dengan jarak sangat dekat antara satu kehamilan dengan kehamilan berikutnya maka sangat memungkinkan bagi seorang ibu untuk menjaga kondisi kesehatannya baik secara fisik maupun psikis.  Kondisi ini secara langsung berhubungan dengan bertambahnya usia harapan hidup.

Hal lain adalah penundaan perkawinan. Bila seorang remaja puteri melakukan perkawinan di usia sebelum usia ideal  yakni 20 tahun, bukan hanya organ reproduksinya yang belum siap, psikis dan mental sosialnya juga masih labil. Pengaruh yang ditimbulkan bukan hanya terhadap diri si ibu muda melainkan juga terjahadap anak yang lahir dari pasangan suami isteri muda usia ini. Di sisi lain, perempuan yang menikah pada usia muda sangat memungkinkan terjadinya kelahiran dengan jumlah yang tidak mendukung pada kesehatan reproduksi yakni lebih dari 2 kali kehamilan dan melahirkan. Dengan pendewasaan usia perkawinan sangat memungkinkan terjaganya kesehatan remaja puteri sehingga dengan sendirinya akan memperpanjang usia harapan hidup.

Dari kedua hal itu, BKKBN turut berperan dalam mewujudkan tujuan-tujuan yang tertera di dalam Millenium Development Goals.

TARGET TAHUN 2014

Pencapaian MGD's itu dilakukan dengan membuat target kinerja lima tahunan dan target kinerja tahunan dalam bentuk Kontrak Kinerja Program. Akan tetapi, seperti diketahui, berrdasar hasil SDKI tahun 2012 ternyata pelaksanaan program KB stagnan pada angka TFR 2,6 sejak 2007. Hal ini mengharuskan BKKBN mengkaji ulang strategi dan tehnik analisis yang dipergunakan sebagai alat ukur yang selama ini diterapkan dalam mencapai tujuan MDG's.

Karena program KB tidak terlepas dari Pasangan Usia Subur, maka angka yang harus ada di tangan BKKBN untuk dikaji adalah angka PUS. BKKBN memiliki 2 sumber data PUS yaitu berdasar hasil pendataan keluarga yang by name by addressdan berdasar laporan pengendalian lapangan yang dilaksanakan rutin setiap bulan. Akan tetapi, karena pendataan keluarga dilakukan rutin setiap tahun maka pendataan keluarga merupakan cara pemutakhiran data PUS yang lebih up to date dibanding laporan Dalap. Oleh karenanya, disarankan BKKBN memulai langkah awal dengan memegang data PUS dari hasil pendataan keluarga.

Dengan berpegang pada data ini, memang BKKBN akan shock melihat bahwa angka unmet need dari hasil pendataan sangat jauh berbeda dan lebih besar dari angka unmet need Dalap. Walaupun demikian, angka ini boleh dikatakan sebagai angka asli yang tidak dibuat-buat sehingga lebih mudah penggarapannya dibanding angka-angka yang berdasar laporan bulanan.

Target di tahun 2013 lebih terfokus pada peserta KB Aktif, itu merupakan langkah tepat sebab peserta KB Baru belum tentu akan menjadi peserta KB kecuali apabila alat kontrasepsi yang dipergunakan adalah metoda kontrasepsi jangka panjang seperti IUD, Implan, MOW dan MOP. Akan tetapi, dari angka yang ada ternyata sebagian besar peserta KB Aktif masih menggunakan pil, suntik dan kondom yang memungkinkan tingginya angka drop out.

Pada tahun 2014, target pada peserta KB Aktif ini bisa lebih difokuskan dengan mempertimbangkan peserta KB Baru dan Peserta KB Ganti Cara dalam penghitungan. Selama ini, target kinerja hanya difokuskan pada peserta KB Baru dan Peserta KB Aktif. Sebenarnya, penghitungan target kinerja bisa dengan memasukkan angka drop out, angka perkiraan drop out, angka unmet need hasil pendataan dan angka capaian peserta KB Baru tahun lalu untuk menjadi taraget penambahan peserta KB Aktif.

Perhitungan menggunakan semua elemen yang mempengaruhi program KB ini akan membagi pembinaan terhadap peserta KB Aktif ke dalam dua target yaitu 1) penambahan target peserta KB Aktif melalui Peserta KB Baru dan 2) penambahan peserta KB Aktif melalui peserta KB Aktif ganti cara.

Hal lain yang mempengaruhi keberhasilan program KB adalah penetapan target peserta KB Aktif dan Peserta KB Baru dilihat dari sisi metoda kontrasepsi yang dipergunakan. Selama masih menempatkan perkiraan permintaan masyarakat menjadi peserta KB Aktif non MKJP lebih besar maka selama itu pula angka TFR tidak akan turun dari kisaran 2,6. Oleh karenanya, kinerja program harus diarahkan pada :
  1. Penambahan peserta KB Aktif melalui Peserta KB Baru MKJP sebesar 60% dan Non MKJP sebesar 40%
  2. Penambahan peserta KB Aktif melalui Peserta KB Ganti Cara sebesar 60% MKJP dan 40% non MKJP.
Penetapan target ke arah MKJP dengan persentasi lebih besar ini menuntut sisi lain dari program yaitu keterdiaan anggaran untuk penggerakan. Dan yang perlu diwaspadai adalah berlakunya sistem BPJS yang belum matang akan berdampak pada biaya pelayanan yang besar kemungkinan tidak berimbang dengan lajunya pelaksanaan pelayanan.

BKKBN harus mewaspadai hal itu, bila tidak ingin program KB Gatot (Gagal Total) di tengah-tengah masyarakat dan diakhir pelaksanaan kegiatan mencapai MDG's bagian akhir.

Selamat beraktifitas dan semoga tulisan ini bermanfaat.
Salam Sukses, Salam KB 2 Anak Cukup
Semakin mantap KB-ku semakin mantap keluargaku....

Rabu, 22 Januari 2014

EFEK JERA

Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan satu jenis pekerjaan yang diincar oleh banyak orang. Ini terbukti dengan jumlah penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil yang membludak saat formasi penerimaan CPNS dibuka oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. Walaupun yang diterima hanya beberapa persennya, bahkan kurang dari 10%, peserta yang mengikuti seleksi sampai dengan test wawancara kerapkali sangat banyak. Walaupun penghasilan PNS masuk katagori tidak elite, akan tetapi masa tua sebagai mantan PNS lah yang menyebabkan pekerjaan ini diburu oleh ribuan bahkan jutaan orang. Dengan kata lain, ketika seorang CPNS lolos seleksi dan menjadi PNS, dia sudah menggagalkan jutaan orang untuk formasi yang sama yang dia duduki.

Sama hal-nya dengan para pekerja swasta, tidak semua PNS memiliki budi pekerti yang luhur, yang diharapkan menjadi panutan di masyarakat. Ada juga PNS yang memiliki sikap dan prilaku sangat bertentangan dengan kewajibannya untuk menjunjung tinggi martabat PNS sebagaimana tertuang dalam PP 53/2009 tentang disiplin PNS dan PP 45/1990 tentang Pernikahan dan Perceraian bagi PNS. Seharusnya, dengan melihat penjabaran dari kedua landasan hukum bekerjanya PNS, menjadi satu kerangka dalam bersikap dan berbuat.

PNS Selingkuh

Ada sebuah kejadian, seorang PNS yang baru saja menjadi PNS setelah CPNS-nya usai 2 tahun lamanya, melakukan perbuatan tidk terhormat yakni perselingkuhan. Yang lebih mencengangkan, perselingkuhan ini dilakukan satu atap walaupun berbeda bagian. Bahkan yang lebih fatal adalah ketika isteri dari PNS yang berselingkuh itu melaporkan secara tertulis kepada atasan di PNS mengenai perbuatan selingkuh tersebut yang diperkuat dengan pernyataan-pernyataan ber-meterai dan diketahui oleh Ketua RT juga warga setempat.

Proses pemeriksaan pun dilakukan. Sebuah keputusan barangkali akan segera ditetapkan. Akan tetapi, seberapa kuat ketetapan itu memberi efek jera terhadap pelaku perselingkuhan satu atap ? Saya masih sedikit gamang sebab ada yang menggelitik dari pernyataan dua PNS yang melakukan perbuatan tidak etis ini adalah bahwa kantor dimana dia bertugas, tidak akan memberlakukan hukum pemecatan sebab mereka berdua adalah asset yang tidak bisa "dibuang" oleh instansi.
Benarkah demikian ? Pasal demi pasal dari peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara itu sebenarnya sangat kuat. Pengejawantahannya yang seringkali dimandulkan.

Entah, bagaimana tanggapan para pembaca kalau perbuatan selingkuh itu dilakukan diinstansi BKKBN, wadah dimana selalu berkoar-koar untuk membentuk keluarga bahagia dan sejahtera ? Hanya Tuhan yang mengetahui jawabnya dan semoga proses pemeriksaan yang dilakukan, membebaskan atasan mereka itu dari tuntutan sanksi akibat perselingkuhan tersebut. Apabila atasannya tidak menjatuhkan sanksi maka akan kena sanksi. Namun bila sanksi dijatuhkan kemudian tidak diback up oleh pimpinan tertinggi maka atasan langsungnya akan menjadi pimpinan yang mandul dan menjadi bahan cemoohan pelaku selingkuh tersebut.

Selamat berfikir dan berbuat.

Rabu, 08 Januari 2014

EFEKTIF-NYA PROGRAM KB DI MATA PEMDA

Pembentukan BKKBD merupakan amanat dari Undang-Undang no 52 tahun 2009 yang seharusnya diimplementasikan dalam Peraturan Daerah. Akan tetapi, dari 500 kabupaten/kota di Indonesia, sampai dengan akhir tahun 2013 baru terbentuk 12 BKKBD. Bukan hanya masih sedikit yang terbentuk, bahkan di salah satu kabupaten di Kalimantan Selatan yang semula bersemangat akan membentuk, terkendala dengan pertanyaan dari pihak Organisasi dan Tata Laksana : apakah benar efektif pembentukan BKKBD bagi daerah ?

Pertanyaan ini sepertinya biasa saja, namun akan menjadi sangat luar biasa sebab pertanyaan itu mengandung arti adanya keraguan terhadap UU no 52/2009 bahkan notabene terhadap keberhasilan program Kependudukan dan KB di Indonesia. Barangkali, kalau disandingkan dengan hasil SDKI 2012 yang terus menerus digembar-gemborkan sebagai kegagalan program KB mungkin sekali pertanyaan ini sangat benar. Hanya saja, teramat naif bila hanya melihat program KB dari angka TFR. Program KB sebenarnya bisa dilihat dan diukur dari segala sisi, bukan semata-mata berhenti di angka TFR.

HAMIL dan LAHIR

Keluarga Berencana (KB) memiliki tujuan untuk mengatur kelahiran dengan mencegah terjadinya kehamilan melalui pemasangan alat kontrasepsi. Artinya, sebuah alat kontrasepsi bagi Pasangan Usia Subur berperan sebagai alat pencegah terjadinya kehamilan sehingga mengurangi kelahiran.

Inti dari program KB adalah mencegah terjadinya kelahiran. Oleh karena itu, selain TFR, BKKBN juga bisa menghitung efektifitas pengguna alat kontrasepsi terhadap jumlah kelahiran yang sudah dicegah pada tahun tertentu. Hal ini dilakukan dengan melakukan Analisis Multi Indikator dengan sumber data dari statistik rutin dan pendataan keluarga tahun lalu.

Angka efektifitas penggunaan alat kontrasepsi diperoleh dari jumlah efektifitas per mix kontrasepsi di kali dengan % pengguna alat kontrasepsi. Sedangkan angka kelahiran tercegah dilihat dari CBR tahun sekarang dikurang dengan CBR tahun lalu. Tehnik penghitungan ini terdapat dalam Analisis Multi Indikator yang rutin dilakukan Sub Direktorat Analisa dan Evaluasi.

Kalimantan Selatan, dengan menggunakan penghitungan pada analisis multi indikator terhadap data tahun 2012 menunjukkan angka efektifitas penggunaan alat kontrasepsi tertimbang sebesar 95,82 berhasil mencegah kelahiran sebanyak  138.142 selama tahun 2012.  Ini merupakan angka keberhasilan dalam program KB yang dijalankan BKKBN. Dengan efetifitas pengguna kontrasepsi sebanyak 95,82% maka tercegahlah kehamilan sehingga Kalimantan Selatan batal mendapatkan penduduk baru sebanyak 138.142 pada tahun 2012.

NILAI SEORANG PENDUDUK BARU

Angka kelahiran tercegah sebanyak 138.142 ini memang tidak terkait dengan TFR. Akan tetapi, angka kelahiran tercegah ini dapat dihitung sebagai beneffit cost program KB dengan penghitungan sebagai berikut :


  1. Apabila program kesehatan dasar yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada Balita berupa imunisasi lengkap beserta perawatan kesehatan senilai Rp. 2.000.000,- peroang maka dengan tercegahnya kelahiran sebanyak 138.142 ini berarti terdapat penghematan senilai Rp. 276.284.000.000,-
  2. Apabila program Jampersal berlaku untuk ibu yang melahirkan dengan nilai Rp. 5.000.000,- setiap kelahiran maka kelahiran tercegah sebanyak 139.142 ini memberi penghematan senilai  Rp. 690.710.000.000,-
  3. Apanila program pendidikan dasar diberikan kepada anak usia sekolah dasar senilai Rp. 3.000.000,- perorang maka angka kelahiran tercegah sebanyak 139.142 ini memberi penghematan senilai Rp. 414.426.000.000,-
Dari ketiga unsur utama yang terkait dengan kehamilan dan kelahiran ini jelas terlihat bahwa angka kelahiran tercegah sebanyak 138.142 memberi kontribusi berupa penghematan biaya belanja bagi daerah dengan total nilai Rp. 1.381.420.000.000,-

Apabila diperbandingkan dengan dukungan anggaran dari APBN untuk provinsi Kalimantan Selatan sebesar 33 milyar maka dukungan program KB untuk penghematan APBD sebesar 41.861,2%

Dengan penghitungan semacam ini maka pertanyaan, apakah benar efektif pembentukan BKKBD bagi daerah bisa dijawab dengan jawaban yang sangat pasti yaitu SANGAT EFEKTIF dan MEMANG PERLU DIBENTUK.

Ini hanya sumbang pemikiran, semoga berguna sehingga BKKBN mampu mewujudkan amanat UU No 52/2009 yakni terbentuknya BKKBD di 500 Kabupaten/Kota se Indonesia.

Salam Sukses,
Salam KB 2 Anak Cukup
Semakin MATANP KB-ku semakin Sejahtera Keluargaku

Kamis, 05 Desember 2013

PENGAWASAN.......AWAS MENGAWAS

Organisasi apapun pasti menjalankan fungsi managemen dari Planning, Organizing, Actuating dan Controling. Masing-masing fungsi memiliki peran sendiri-sendiri namun saling terikat satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, fungsi menejemen ini bisa disamakan dengan sebuah sistem yang terdiri dari sub sistem P, sub sistem O, sub sistem A dan sub sistem C.

Berjalannya sub sistem sesuai rule of role akan mewujudkan sistem yang sehat sehingga organisasi yang menjalankan fungsi menejemen secara menyeluruh ini akan bisa mencapai tujuan organisasinya dengan baik, efektif dan efisien. Oleh karena itu, sebuah organisasi besar dan modern akan menempatkan sub sistem ini dalam struktur organisasi-nya yang dilengkapi dengan sarana-prasarana pendukung organisasi berupa Man, Money, Machine, Method dan Materials. Money, Machine, Materials dan Method pada dasarnya merupakan sarana-prasarana yang bersifat statis dimana akan menjadi dinamis bila digerakan oleh Man yang ada dalam organisasi.

Efektifitas, efisiensi dan hasil yang baik dari organisasi boleh jadi tergantung pada penyediaan sarana dan pra sarana yang memadai dan sesuai untuk kebutuhan organisasi, akan tetapi lebih besar sangat dipengaruhi oleh orang-orang yang duduk sebagai pelaksana menejemen yang disebut menejer atau pimpinan.

http://3.bp.blogspot.com/-VuVO-Bai5iw/T_pFB5t7Q7I/AAAAAAAAAdM/_I41pMVZR_Q/s1600/manajemen.jpg
Pengawasan atau Controling

Dengan memahami bahwa pengawasan atau controling merupakan bagian dari fungsi menejemen yang tidak dapat dihilangkan atau ditiadakan dalam sebuah organisasi maka sudah seharusnya setiap individu yang terlibat di dalam organisasi memahami makna sesungguhnya dari sebuah pengawasan.

Dalam organisasi besar seperti Pemerintahan di sebuah negara, pelaksanaan kegiatan pembangunan juga tidak terlepas dari fungsi pengawasan, oleh karenanya, Pemerintah memiliki satu badan yang melaksanakan fungsi sesuai tugas pokok dan fungsi-nya seperti Badan Pengawas Keuangan untuk melakukan pengawasan dan kontrol di bidang anggaran, Badan Kepegawaian Negara untuk melakukan pengawasan dan kontrol bagi pegawai negeri maupun pegawai negara dan lain sebagainya. Disamping itu, pengawasan dapat dilakukan oleh publik atau masyarakat dikarenakan dalam sebuah negara demokrasi maka legitimasi tertinggi berada ditangan rakyat. Oleh karenanya, melalui lebaga-lembaga swadaya, masyarakat membentuk institusi yang menjalankan fungsi pengawasan seperti Indonesian Corruption Watch.

Pengawasan yang dilakukan oleh negara dan masyarakat merupakan pengawasan eksternal bagi sebuah organisasi dan institusi lainnya. Sebab, bagi organisasi itu sendiri, fungsi pengawasan yang melekat pada sistem dari fungsi menejemen harus tetap ada. Sehingga dapat dikatakan bahwa fungsi pengawasan yang dijalankan oleh organisasi sendiri disebut pengawasan internal.

Dengan melihat pada pengawasan eksternal dan pengawasan internal maka dapat dibedakan makna dari pengawasan itu sendiri. Secara harafiah, pengawasan adalah upaya untuk meniadakan penyimpangan penggunaan Man, Machine, Money, Method dan Materials organisasi yang akan merugikan organisasi. 

Pada saat sebuah pengawasan dilakukan secara internal (organisasi yang masih berada dalam satu Peraturan Hukum walaupun bersifat vertikal dan horizontal) lebih bersifat pada pembinaan agar tidak terjadi penyalah gunaan atau penyimpang dalam penggunaan sumber organisasi. Sedangkan pengawasan yang dilakukan secara eksternal lebih cenderung pada pembuktian bahwa organisasi tertentu tidak menyimpang atau tidak menyalah gunakan sumber organisasi (5M) tersebut.

Menyikapi Hasil Pengawasan
Sebuah pengawasan yang dilakukan secara sistematis akan menghasilkan sebuah temuan hasil pengawasan yang lebih fokus pada pont-point yang diawasi menyangkut 5 sumber organisasi tersebut. Hasil pengawasan berupa temuan biasanya akan disampaikan secara lisan berupaya pemaparan dan secara tertulis. Dari kedua cara penyampaikan tersebut, sebuah pengawasan tidak serta merta menghasilkan keputusan berupa sanksi melainkan harus memberi kesempatan kepada pihak-pihak yang diduga melakukan penyimpangan atau penyalahgunaan sumber organisasi.

Pemahaman terhadap hasil pengawasan tidak bisa terlepas dari pemahaman menejer terhadap fungsi menejemen. Ini juga menjadi faktor berpengaruh terhadap keberhasilan dalam men-sosialisasi-kan pengertian dan tujuan pengawasan. Oleh karenanya, bagaimana seorang menejer menyikapi hasil pengawasan bisa menjadi indikator pemahaman terhadap fungsi menejemen : controling.

Bila hasil pengawasan merupakan sebuah permasalahan maka dari hasil pengawasan intern yang dilakukan baru-baru ini, sikap-sikap yang ditunjukkan oleh para menejer adalah sebagai berikut :
  1. Mencari sumber permasalahan dan membebankan kepada sumber permasalahan untuk menyelesaikan hasil temuan. Hal ini kerap ditunjukan oleh seseorang yang hanya memahami pekerjaan yang menjadi tupoksi-nya tanpa memahami berlakunya sistem dalam organisasi bahwa satu sama lain walaupun dengan tupoksi yang berbeda merupakan satu kesatuan yang saling berpengaruh.
  2. Menghindari permasalahan dengan menghilangkan berkas dan bukti yang sebenarnya merupakan tanggung jawab menejerial dibidangnya. Hal ini ditunjukan oleh orang yang hanya fokus pada kepentingan diri dan lingkungannya padahal diri dan lingkungan itu merupakan sumber masalah bagi orang lain walaupun menyadari bahwa satu sub sistem berpengaruh terhadap sub sistem yang lain.
  3. Mempelajari permasalahan kemudian memahami yang menjadi permasalahan kemudian berupaya untuk menyelesaikan permasalahan.
Dengan melihat bahwa hasil pengawasan merupakan hasil dari sebuah proses sebab pengawasan itu sendiri merupakan sub sistem yang menjalankan sistem intern maka untuk menjawab hasil pengawasan tidak serta merta dengan menabrak sistem dari sub sistem itu sendiri. Berdasar pada pemahaman itu maka cara untuk menjawab hasil pengawasan adalah :
  1. Meminta feedback hasil pengawasan
  2. Menetapkan kesepakatan waktu untuk pembukti dalam menjawab hasil pengawasan dengan skala tertentu berdasar perhitungan hari kerja ;
  3. Mempersiapkan bukti-bukti autentik untuk memperkuat jawaban atau sanggahan dari hasil pengawasan ;
  4. Melakukan prosedur tetap (resmi) dalam menjawab atau menyanggah hasil pemeriksaan misalnya dengan membuat Berita Acara Pemeriksaan dimana dalam BAP inilah sanggahan dan bukti-bukti disajikan sehingga atasan langsung bisa menerbitkan Laporan BAP dengan menetapkan sanksi yang sudah diperbandingkan dengan hasil pengawasan dan hasil dalam BAP ;
  5. Prosedur tetap ini dilaksanakan dalam kurun waktu yang sudah disepakati ;
  6. Penetapan sanksi yang berlaku didasarkan atas Laporan BAP yang sudah dilakukan oleh atasan langsung.
Tulisan ini didasarkan pada pengamatan terhadap pola tingkah laku menejer di tempat bekerja, pasca pengawasan internal. Sebenarnya, disaat pengawasan internal dilakukan, harus diartikan sebagai pembinaan sehingga makna hasil pengawasan bisa diasumsikan sebagai "pembelajaran" untuk melakukan hal yang sama ketika pengawasan eksternal dilakukan oleh pihak dari luar organisasi. Sebab, sebuah pengawasan tidak akan menjadi alat untuk memasung sepanjang sumber organisasi seperti Man, Money, Machine, Method dan Materials dipergunakan sesuai dengan rule of law sementara pada menejer berbuat berdasar rule of role.

Sukses untuk kita semua, semoga bermanfaat.

Sabtu, 23 November 2013

SEJARAH-NYA TIDAK JAUH DARI RUMAH

Hidup tidak akan terlepas dari masa lalu. Dengan adanya masa lalu, orang bisa belajar untuk menjalani hidup dimasa yang akan datang.
Masa lalu bagi sebagian orang mudah dilupakan, namun bagi sebagian lainnya tentu tidak gampang dilupakan.

Salah satu dari masa lalu adalah sejarah. Sejarah menjadi sangat penting dan tidak mungkin untuk diabaikan. Oleh karenanya, sejarah harus tetap disampaikan dari generasi ke generasi. Terutama, sejarah yang benar dan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.

Berikut, saya lampirkan sebuah bukti sejarah berdirinya BKKBN di Kalimantan Selatan.


Surat keterangan ini ditanda tangani pada kegiatan yang diselenggarakan tanggal 28-29 Pebruari 1976 di Banjarmasin, oleh H. Hamli Carang sebagai Ketua BKKBN Tk I Kalimantan Selatan sedangkan Task Force BKKBN Tk II Banjarmasin yaitu N. Jubair, S.Sc. Ini merupakan masa-masa awal berdirinya BKKBN di Kalimantan Selatan, dengan melibatkan organisasi Ikatan Guru TK Indonesia sebagai penyebar luas informasi program KB.

Dari bukti autentik ini maka jelas bahwa dokter H. Hamli Carang patut diberi penghargaan sebagai pejuang Keluarga Berencana dan mendapat kehormatan untuk dikunjungi dalam nuansa peringatan Hari Keluarga Nasional setiap tahunnya. Keluarga Ketua BKKBN Tk I Kalimantan Selatan ini masih bisa digali riwayat hidup-nya dari keturunan beliau yakni suami dari pebulu tangkis nasional, Verawati Fajrin.

Sayangnya, terkadang banyak orang yang terpaku pada senioritas lalu menyatakan diri sebagai pengukir sejarah, padahal perjalanan hidup dalam pekerjaan yang digelutinya belum menggambarkan diri sebagai pelaku sejarah.

Sekedar tahu saja, surat keterangan di atas ternyata tidak susah mendapatkannya melainkan dalam file surat-surat lama milik ibuku.....di rumah.

Sejarah KB di Kalimantan Selatan ternyata tidak jauh dari rumah.

Salaaaaaam !!!

Sabtu, 05 Oktober 2013

MEMPENGARUHI KEBIJAKAN

Membaca keluh-kesah para petugas lapangan KB di media jejaring sosial facebook, sebenarnya sama seperti menyaksikan Indonesia Lawyer Club atau Debat yang ditayangkan oleh salah satu stasiun televisi. Pokok pembahasan merupakan materi yang sangat berbobot namun keseluruhan rangkaian posting status dan komentar-nya belum mengarah pada satu titik, memberikan jalan keluar. Ujung-ujung dari komentar adalah "seruan demo" baik demo untuk tidak mengerjakan tugas selaku PKB/PLKB maupun demo ke BKKBN Pusat. 

Berbeda dengan pengaruh jejaring sosial facebook di Turki atau Amerika Serikat yang mampu menyatukan aspirasi pembacanya untuk melakukan aksi, maka seruan-seruan di jejaring sosial ini hanya sampai pada batasan mempengaruhi "emosional" pembacanya.

Mengapa ?

Karena, kebijakan tentang Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, sesudah diserahkan kewenangannya kepada Pemerintah Daerah, ditanggapi dengan cara yang berbeda-beda seperti :
  1. PKB di provinsi A merasa diabaikan oleh Kepala Dearahnya sebab tidak ada jaminan terhadap status dan jabatan yang disandangnya, namun berbeda dengan provinsi X dimana Kepala Daerahnya memiliki sense og belonging sehingga status dan jabatan petugas lapangan KB terjamin dalam bentuk Peraturan Daerah.
  2. PKB dalam satu provinsi juga memiliki perbedaan penanganan. Ada kabupaten A yang mampu memberikan anggaran memadai bagi kader dan operasional kegiatan di lapangan namun ada kabupaten X yang justru mengabaikan anggaran sehingga gerak dan langkah PKB di kabupaten tersebut sangat bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional yang disalurkan melalui Perwakilan BKKBN di Provinsi.
  3. Perlakuan yang berbeda dari SKPD-KB dimana ada SKPD-KB yang peduli dengan program dan pelaksana program di lini lapangan sehingga bisa terbuka dan menyerahkan anggaran sesuai dengan kebutuhan lapangan namun ada juga yang tidak demikian.
Ketidak seragamana ini boleh jadi disebabkan oleh nomenklatur yang berbeda dari SKPD-KB di Kabupaten/Kota. Dampaknya, suara PKB/PLKB pun tidak seragam.

Bisakah PLKB/PKB Indonesia memiliki suara yang seragam ?

Bisa dipastikan bahwa seluruh PKB/PLKB di Indonesia bisa memiliki suara yang seragam, dengan cara secara terstruktur melakukan pendataan permasalahan yang ada di Kabupaten/Kota kemudian merekapitulasi permasalahan tersebut hingga ke tingkat nasional. Dengan cara ini, akan tercover permasalahan yang sama seluruh Indonesia untuk dijadikan bahan agar dapat mengubah kebijakan tentang program Kependudukan dan KB secara nasional.

Ketika ada PKB/PLKB yang menyatakan bahwa PLKB/PKB tidak bisa membuat kebijakan, hal itu 100% benar karena kebijakan hanya bisa dikeluarkan oleh lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif. Lembaga-lembaga ini berdasar aturan hukum hanya ada di Pusat yakni level Presiden dan Jajaran Sistem Pemerintahannya (Menetri atau Kepala Badan/Lembaga Negara), Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Perwakilan BKKBN Provinsi saja tidak memiliki kebijakan dalam pengertian sesungguhnya melainkan hanya berfungsi sebagai pelaksana kebijakan pusat dan memfasilitasi Kabupaten/Kota untuk melaksanakan kebijakan pusat.

Namun, ini bukanlah harga mati sehingga PLKB/PKB juga mati langkah dan tidak dapat mempengaruhi kebijakan. Setiap warga negara memiliki hak yang sama di mata hukum. Oleh karena itu, sebenarnya setiap PKB/PLKB juga memiliki hak sama di mata hukum, di mata kebijakan. Hanya saja, cara mempengaruhi kebijakan yang dilakukan oleh PLKB/PKB sudah seharusnya yang menunjukkan kualitas kepegawaiannya sebab rata-rata PLB dari sarjana dan tidak sedikit dari PLKB yang sudah menyandang pangkat di golongan "PENATA".

Bagaimana Cara Mempengaruhi Kebijakan ?

Pertama dilakukan secara terorganisir dari daerah hingga ke pusat sehingga kesatuan dan persastuan menjadi landasan dalam upaya mempengaruhi kebijakan. PLKB/PKB Indonesia sudah memiliki organisasi resmi dengan sebutan IPeKB sehingga bisa menjadi wadah pemersatu ;
Kedua sesuai dengan jalur hukum yang berlaku dan bilamana perlu ada yang memback up secara hukum misalkan oleh Lembaga Bantuan Hukum ;
Ketiga lakukan secara elegan yakni dengan memberikan masukan kepada lembaga pengambil kebijakan yakni DPRD dan Pemerintah Daerah dalam bentuk Policy Brief sebab hanya dengan menggunakan policy brief sebuah kebijakan dapat dipengaruhi. Untuk dilaksanakan atau untuk diubah ;
Keempat sesuaikan dengan permasalahan setempat atau lokal sesuai dengan scope wilayah yang ingin diubah. Agar menjadi bahan pertimbangan bahwa  mengubah Undang-Undang tidak semudah mengubah Peraturan Daerah.

Tulisan ini dibuat karena terinspirasi dialog di facebook. Saya tidak punya keinginan lagi untuk melakukan dialog-dialog panjang di facebook sebab ujung-ujungnya saya diberi label "hanya bisa main perintah lihat peraturan sana-lihat peraturan sini" bahkan disebut sebagai "orang provinsi yang berani pasang badan untuk orang pusat" dan mengesampingkan bahwa forum yang ada itu adalah forum diskusi dengan dengan tujuan sharing pendapat.

Semoga yang membaca tulisan ini, tidak mencap saya sebagai orang yang bisanya cuma omong doang. Sesuai dengan level saya dalam kedinasan, silahkan buka www.kalsel.bkkbn.go.id  lihat pada bagian artikel dengan judul POLICY BRIEF. 

Salam KB, 2 Anak Cukup !!
KB-nya MANTAP, Keluarga-nya MANTAP

Selasa, 24 September 2013

EVENT ORGANIZER

Event organizer adalah organisasi atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan organisir terhadap sebuah kegiatan. Kehadiran event organizer disaat sekarang ini sangat diperlukan sebab orang sudah memanfaatkan efisiensi waktu sehingga dengan memanfaatkan event organizer maka sebuah kegiatan berskala besar sekalipun bisa terselenggara dengan baik. Bagi kalangan yang melakukan kegiatan bisnis, event organizer merupakan bisnis yang menjanjikan  di era ini.

Kalau mengambil prinsip dasar dari event organizer yakni pelaksanaan kegiatan secara terorganisir,  sehingga sebuah kegiatan bisa berlangsung sesuai perencanaan. Event organizer yang murni berbasis bisnis memperhitungan keuntungan. Hal ini disebabkan kegiatan yang dilakukan oleh event organizer memperhitungkan ketersediaan anggaran dari pihak yang akan menyelenggarakan kegiatan, konsep kegiatan dan biaya yang dibutuhkan hingga acara tersebut selesai dilaksanakan. Kepuasan pelanggan sebagai pemilik anggaran menjadi modal utama dan terpenting sehingga event organizer semacam ini akan berbuat se profesional mungkin agar usahanya kian bertahan dan kian meluas.

Bagaimana dengan kegiatan instansi pemerintahan ?

Prinsip kerja pada event organizer swasta sebenarnya bisa diterapkan oleh penyelenggara kegiatan di instansi pemerintahan. Dengan organization resources yang memadai, sangat memungkinkan instansi pemerintahan melakukan event atau kegiatan yang terkoordinir secara profesional. Hal ini dikarenakan, kegiatan yang diselenggarakan oleh instansi pemerintahan tidak akan dikenakan pinalti apalagi sampai mengalami kerugian secara finansial sebab dukungan anggaran tersedia per item kegiatan.

Adapun hal-hal yang menjadi acuan keberhasilan event organizer di lingkungan instansi pemerintahan adalah
  1. Pelaksanaan kegiatan 100% benar-benar sesuai dengan kerangka acuan kegiatan, dalam artian undangan bersifat transparan untuk event yang dimaksudkan.
  2. Kehadiran peserta pembukaan minimal 90% dari peserta yang diundang maka boleh dikatakan event tersebut sukses.
  3. Kehadiran peserta saat penutupan kegiatan minimal 80% maka boleh dikatakan event tersebut sukses.
  4. Penggunaan waktu kegiatan maksimal 80% dari waktu yang tersedia maka sebuah event akan terindikasi sukses.
Apa dampak ketidakprofesionalan ?

Dampak pelaksanaan kegiatan yang tidak profesional di instansi pemerintahan, sekali lagi bukanlah terkait dengan kerugian secara finansial melainkan kerugian seperti :
  1. Hilangnya wibawa instansi karena dinilai gagal menghadirkan peserta yang representatif untuk kegiatan yang diselenggarakan ;
  2. Bila hal ini terjadi berulang-ulang maka kepercayaan mitra kerja yang bekerjasama akan hilang dan berakibat pada penurunan dukungan progra yang dilaksanakan oleh organisasi.
  3. Munculnya label negatif terhadap organisasi selaku penyelenggara kegiatan hanya sekedar menyelesaikan anggaran tanpa tujuan yang jelas.
Perhatian atas dampak-dampak negatif ini sudah seharusnya diperhitungkan pada awal pembuatan rencana kegiatan.

Apa yang perlu dilakukan ?
Bagi penyelenggara kegiatan atau event organizer, sudah seharusnya mengaplikasikan fungsi manajemen dengan benar seperti :
  1. Membuat perencanaan yang matang meliputi kegiatan dan anggaran, surat undangan yang dikirimkan mempunyai kesesuaian dengan rencana kegiatan yang telah disusun. Hal ini dikarenakan, ada kegiatan dengan judul X pada surat namun ketika membaca spanduk ternyata berbunyi Y. Hal ini tentunya menimbulkan kebingungan dan kemudian menjadi kecurigaan peserta kegiatan ;
  2. Membagi personal dengan tepat agar setiap orang memiliki tanggung jawab yang besar terhadap pelaksanaan kegiatan. Dengan pembagian secara tepat ini maka akan dengan mudah memantau penyebaran undangan, perkiraan peserta yang datang bahkan ada atau tidaknya surat menyurat yang belum didistribusikan.
  3. Melakukan cek awal, cek berjalan dan cek akhir secara berkala baik sebelum, disaat maupun sesudah kegiatan dilaksanakan.

Tulisan ini terinsiprasi dari kehadiran dalam dua event atau 2 kegiatan yang dilakukan oleh penyelenggara yang sama dengan gambaran yang sama yakni jumlah peserta yang hadir tidak sampai 50% dari yang direncanakan sebagai peserta kegiatan.

Semoga tulisan ini bermanfaat, semakin mantap KB mantap keluargaku !!

Jumat, 20 September 2013

HAL MENGENAI PERKAWINAN

Perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi yang intim dan biasanya terkait dengan hubungan seksual.
Perkawinan umumnya dimulai dan diresmikan dengan upacara pernikahan sebagai landasan untuk membentuk keluarga.
Asal hukum melakukan perkawinan dilihat dari segi kategori kaidah hukum Islam adalah:
  1.  Ibahah (boleh), 
  2. Sunnah (kalau dipandang dari pertumbuhan jasmani, keinginan berumah tangga, kesiapan mental, kesiapan membiayai kehidupan berumah tangga telah benar-benar ada) 
  3. Wajib (kalau seseorang telah cukup matang untuk berumahtangga, baik dilihat dari segi pertumbuhan jasmani dan rohani, maupun kesiapan mental, kemampuan membiayai kehidupan rumah tangga dan supaya tidak terjerumus dalam lubang perzinahan),
  4. Makruh (kalau dilakukan oleh seseorang yang belum siap jasmani, rohani (mental), maupun biaya rumah tangga),
  5. Haram (kalau melanggar larangan-larangan atau tidak mampu menghidupi keluarganya.
Pada kondisi tengah-tengah seperti ini, maka hukum nikah baginya adalah mubah.


HUKUM PERNIKAHAN DALAM ISLAM

Berdasarkan Al-qur’an dan As-sunnah, Islam sangat menganjurkan kepada kaum muslimin yang mampu untuk melangsungkan perkawinan. Namun demikian dilihat dari kondisi orang yang melaksanakan perkawinan dan tujuan perkawinan, maka perkawinan itu dapat dikenakan hukum sebagai berikut :
Pernikahan Yang Wajib Hukumnya
Menikah itu wajib hukumnya bagi seorang yang sudah mampu secara finansial (ekonomi) dan juga khawatir jath kedalam perzinaan. Pernikahan diharapkan untuk menjaga diri dari zina sehingga hukumnya wajib.

Pernikahan Yang Sunnah Hukumnya
Yang tidak sampai diwajibkan untuk menikah adalah mereka yang sudah mampu namun masih tidak merasa takut jatuh kepada zina. Barangkali karena memang usianya yang masih muda atau pun lingkungannya yang cukup baik dan kondusif.

Pernikahan Yang Haram Hukumnya
Seseorang menjadi haram untuk menikah bila tidak mampu memberi nafkah secara materi dan tidak mampu melakukan hubungan seksual, kecuali bila dia telah berterus terang sebelumnya dan calon istrinya itu mengetahui dan menerima keadaannya. Orang yang terkena penyakit menular yang bila dia menikah dengan seseorng akan beresiko menulari pasangannya itu dengan penyakit maka hukumnya haram baginya untuk menikah kecuali pasang annya itu tahu kondisinya dan siap menerima resikonya.
Ada juga pernikahan yang haram dari sisi lain lagi yakni pernikahan yang tidak memenuhi syarat dan rukun seperti menikah tanpa wali atau tanpa saksi.
Pernikahan Yang Makruh Hukumnya 
Orang yang tidak punya penghasilan sama sekali dan tidak sempurna kemampuan untuk berhubungan seksual, hukumnya makruh bila menikah. Namun bila calon istrinya rela dan punya harta yang bisa mencukupi hidup mereka, maka masih dibolehkan bagi mereka untuk menikah meski dengan karahiyah (dibenci) sebab idealnya bukan wanita yang menanggung beban dan nafkah keluarga melainkan menjadi tanggung jawab pihak suami.
Pernikahan Yang Mubah Hukumnya
Orang yang berada pada posisi tengah-tengah antara hal-hal yang mendorong keharusannya untuk menikah dengan hal-hal yang mencegahnya untuk menikah, maka bagi hukum menikah itu menjadi mubah atau boleh. Tidak dianjurkan untuk segera menikah namun juga tidak ada larangan atau anjuran untuk mengakhirkannya.

Syarat-syarat pengantin lelaki ada lima perkara:
1. Berumur baligh, bila masih kecil, maka bapak atau kakek qabulnya.
2. Berakal, bila hilang akalnya, maka bapak qabulnya.
3. Tidak senasab atau sesusuan (radla) dengan pengantin wanita
4. Dengan kehendak sendiri (ikhtiar). Tidak sah bila dipaksa.
5. Menentukan dan mengetahui nama wanita yang akan dinikahi, mengetahui akan status calon istrinya, perawan atau janda dan sudah lepas ‘iddah.

Syarat-syarat pengantin wanita  :
1. Berusia baligh
2. Berakal
3. Tidak Senasab dan tidak Sesusuan dengan pengantin lelaki
4. Kehendak sendiri, tanpa adanya paksaan selain wali mujbir bapak/kakek
5. Mengetahui lelaki yang akan menikahi dirinya.
Didalam syarat mempelai pria dan wanita berdasar hokum Islam hanya disebutkan bahwa mempelai yang akan dinikahkan sudah baligh. Keadaan baligh dalam syarat ini adalah sudah masuk usia subur yakni bisa membuahi dan dibuahi, tanpa ada batasan usia. Karena perbaikan gizi dan pengaruh positif dari kesehatan menyebabkan seseorang bisa saja sudah baligh pada usia 9-10 tahun.

Apakah negara permisive dengan hal tersebut ?

Undang-Undang no 1 tahun 1974 pasal 1 merupakan landasan bahwa negara lebih memberi kebebasan kepada mereka yang berusia di atas 21 tahun untuk menikah. Bagi yang belum berusia 21 tahun harus mendapat ijin dari orangtua. Pasal 7 menjadi landasan bahwa negara menyetujui perkawinan dengan usia terendah 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki. Artinya, ketika orangtua mau membuat ijin dan ketika KUA mau menikahkan harus melihat apakah yang akan menikah sudah masuk dalam range usia 16 atau 19 tahun.

Dengan demikian, tidak ada kontra indikasi makna undang-undang perkawinan tersebut. Masyarakat hingga saat ini berlindung pada angka 16 dan 19 tanpa memahami makna sebenarnya dari kalimat dalam undang-undang ini.

Adapun UU no 23 tahun 2002 menjadi batasan bagi orangtua dan KUA bahwa saat yang akan menikah masih berusia 16 tahun maka sebenarnya yang bersangkutan masih masuk kriteria anak-anak yang memiliki hak-hak yang dilindungi oleh negara. Pelanggaran terhadap hak-hak anak ini mendapat sanksi hukum penjara dan denda. (Baca artikel UU Perlindungan Anak dalam Perkawinan dalam blogspot ini)

Dari dua Undang-Undang ini jelas bahwa negara memiliki ketegasan dalam menetapkan usia kawin pertama bagi masyarakatnya. Keputusan berada di tangan orangtua dan lembaga yang memberi ijin pernikahan. Oleh karena itu, pemerintah wajib memberikan penyuluhan yang tepat bagi remaja dan orangtua terkait Undang-Undang Pernikahan dan UU Perlindungan Anak ini.

Selain itu, kajian terhadap pertumbuhan kesehatan reproduksi, tingkat kematangan emosi dan tingkat kesiapan ekonomi yang akan menikah dapat dilihat pada kuadran-kuadran berikut ini :

1. Kuadran I
Usia 20 tahun ke atas
 Alat Reproduksi sdh berfungsi baik
Emosi Sudah Matang
Tamat SMA & bekerja

2. Kuadran II
Usia 17-19 tahun
Alat Reproduksi sdh berfungsi baik
Emosi dlm proses pematangan
Baru tamat SMA

3. Kuadran III
Usia 14-16 tahun
Alat Reproduksi berfungsi tapi belum sempurna
Emosi masih labil
Baru Tamat SMP

4. Kuadran IV
Usia 11-14 tahun
Alat Reproduksi belum sempurna fungsinya
Emosi sangat labil
Baru Tamat SD
Dari kuadran-kuadran I sampai dengan IV ini bila diintegrasikan dengan hukum Islam dalam perkawinan yang sudah disebutkan sebelumnya dapat diketahui. Dengan dasar pemikiran berdasar kuadran ini, orangtua yang akan menikahkan anaknya akan mengetahui berada dalam status hukum yang bagaimana sehingga dapat memberi keputusan yang tepat bagi anak-anaknya dalam pernikahan dan perkawinan.


Demikian, tulisan ini hanyalah sumbangsih pemikiran untuk program pengentasan kemiskinan melalui penyiapan generasi berencana dengan tepat.

Entri yang Diunggulkan

MENILIK KELEMBAGAAN (Pengamatan dari 3 bagian)

S aya sudah pernah menulis mengenai kelembagaan BKKBN dalam artikel di  https://uniek-m-sari.blogspot.com/2015/02/uu-no-23-tahun-2014-dan-kk...