SCROLL

SELAMAT DATANG DI Uniek M. Sari's BLOG

Rabu, 17 Juli 2019

REBRANDING BAGIAN 2


Pada Artikel sebelumnya telah diuraikan tentang Visi, Misi, Slogan dan Logo program KKBPK yang sebenarnya tidak memerlukan rebranding dengan dasar pemikiran yang mengacu pada masa lalu, masa sekarang dan masa depan program KKBPK.

Rebranding program KKBPK tidak harus dilakukan dengan mengganti visi, misi, slogan dan logo tetapi bisa juga dengan melakukan reformulasi pada internal organisasi dengan melihat pada sumber daya organisasi.

Reformulasi Struktur

Perubahan lingkungan eksternal menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan internal. Seringkali perubahan internal dapat membantu organisasi untuk survive dalam menjalan fungsi dan perannya dalam mencapai tujuan organisasi. Akan tetapi, ada kalanya, perubahan di internal justru menjadi salah satu sebab tujuan organisasi tidak tercapai secara maksimal.

Oleh karenanya, reformulasi struktur di tingkat provinsi perlu dilakukan dengan mengacu pada sumber daya organisasi terutama manusia dan beban kerja program sesuai dengan tujuan dan target dalam SDG;s.

Reformulasi struktur yang memungkinkan untuk itu adalah sebagai berikut
  1. Memunculkan kembali bidang pengawasan atau supervisi yang memiliki kewenangan untuk melakukan audit program dan keuangan hingga ke tingkat lini lapangan. Tujuannya agar pelaksanaan kegiatan yang menyangkut keuangan dan program bisa terpantau dengan jelas dan terukur. Pada bidang ini, selain audit juga melaksanakan fungsi pembinaan hukum, pengawasan kebijakan kependudukan dan reformasi birokrasi termasuk Zona Integritas Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani. 
  2. Menggabungkan antara bidang KB-KR dengan bidang KS-PK menjadi 1 bidang dengan kewenangan melakukan pembinaan terhadap Poktan dan pelayanan KB. Hal ini mengacu pada siklus program KB di awal kemunculannya yakni pembinaan Pasangan Usia Subur melalui kelompok kegiatan sesuai kriteria anggota keluarga seperti BKB, BKR dan BKL untuk menjadi calon akseptor KB dan untuk melestarikan kesertaan ber-KB. Pada bidang ini hanya fokus pada pelayanan KB (baik jalur pemerinta, jalur swasta dan jalur khusus), pembinaan Poktan/IMP dan Pelaksanaan Kebijakan Kependudukan. Dengan tidak adanya dikotomi peran KB dan peran KS maka antara kegiatan penyuluhan dan kegiatan pelayanan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dilepaskan ke sektor manapun selain BKKBN.
  3. Menggabungkan antara bidang Dalduk dengan bidang Adpin menjadi 1 bidang dengan kewenangan dalam analisis data dan dampak penyelenggaraan program KKBPK dalam mendukung pencapaian Renstra Organisasi. Pada bidang ini terfokus pada data keluarga dan data kependudukan (meliputi pengumpulan, pengolahan/analisis dan informasi), penerangan dan hubungan masyarakat serta penguatan kemitraan.
  4. Sekretariat dengan kewenangan dalam hal administrasi perkantoran, administrasi keuangan, administrasi kepegawaian (termasuk di dalamnya jabatan fungsional PKB) dan keprotokolan. Dengan terfokusnya pengelolaan PKB ke dalam bagian kepegawaian akan memudahkan pelaksanaan pembinaan di lapangan baik secara program maupun kepegawaian. Dikotomi penanggung jawab atas pengelolaan PKB antara kepegawaian dan bina lina lapangan menyebabkan permasalahan tersendiri di lapangan.
  5. Bidang pelatihan, penelitian dan pengembangan memeiliki kewenangan berkaitan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia pengelola program KKBPK. Pada bidang ini hanya ada penyelenggara pendidikan dan pelatihan, penyelenggara penelitan dan pengembangan termasuk di dalamnya Pendidikan Kependudukan.
Reformulasi struktur organisasi BKKBN di level provinsi hanya dengan cara menerbitkan Peraturan Kepala BKKBN pengganti Peraturan Kepala BKKBN nomor 82/PER/B5/2011. Tanpa mengubah peraturan setingkat lebih tinggi di atasnya yakni PP 87/2014 dan UU 52/2009.

Tulisan ini hanya urun rembug pemikiran berkaitan dengan program KKBPK yang saat ini memasuki tahap penting karena pemerintah akan menghadapi pemenuhan target-target SDG's di tahun 2030 dan di tahun 2030 juga Indonesia akan menghadapi bonus demografi. Sejalan dengan Konvensi Montevidio 1933 bahwa unsur terbentuknya negara adalah penduduk maka sudah seharusnya masalah kependudukan dikelola oleh negara melalui pemerintah pusat dan berdiri sendiri.

Apakah program KKBPK bisa dimerger dengan program sosial lainnya ? Akan dibahas pada artikel yang lain.

Salam !!!

REBRANDING BAGIAN 1


Konsep Rebranding berasal dari kata re yang artinya kembali dan Branding berasal dari kata brand yang secara mudah diterjemahkan sebagai gambaran atau persepsi seseorang tentang merek tertentu. Akan tetapi menurut Alina Wheeler, branding merupakan salah satu proses disiplin yang membangun kesadaran konsumen dan memperpanjang kesetiaan konsumen. 
Dengan Branding maka peluang untuk konsumen harus menggunakan satu merek tertentu daripada merek yang lain akan bisa diperbesar. Dalam dunia bisnis hal ini merupakan upaya untuk mewujudkan keinginan agar menjadi pemimpin pasar danjuga  merupakan cara terbaik untuk menjangkau konsumen.
Dari hal tersebut tergambar bahwa rebranding adalah upaya untuk membanguna kembali kesadaran dan kesetiaan konsumen terhadap merek tertentu sehingga merek tersebut akan menjadi pemimpin pasar dan juga cara menjangkau konsumen dengan lebih baik.
Dalam kondisi sekarang, rebranding bukan semata-mata menjadi kebutuhan di dunia bisnis melainkan kebutuhan untuk organisasi non profit utamanya lembaga pemerintahan. Salah satu lembaga yang sedang membutuhkan rebranding adalah program KKBPK. Mengapa program KKBPK perlu di rebranding ? Apa saja yang harus di rebranding dari pogram KKBPK ? Apakah akan berhasil mengubah mindset dengan rebranding ?

Kewenangan Mengenai Penduduk

Sebelum beranjak pada alasan perlunya rebranding program KKBPK, perlu dilihat terlebih dahulu, sebenarnya permasalahan penduduk dan kependudukan ini harus dilihat secara jelas, berada di level mana dalam tatanan pemerintahan. Indonesia yang memiliki 34 Provinsi dan lebih dari 500 Kabupaten/Kota memiliki tatanan pemerintahan dengan pembagian pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota. Masing-masing tatanan memiliki kepentingan terhadap "penduduk" sehingga perlu melakukan pelaksanaan program yang berkaitan dengan "kependudukan".

Berdasar stratifikasi pemerintahan maka posisi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dipandang level pemerintahan yang paling dekat dan bersentuhan langsung dengan penduduk. Sehingga tidak salah kalau kemudian operasional program yang berkaitan dengan "penduduk" dan "kependudukan"  lebih dibebankan ke Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Hal ini tidak lantas menjadikan alasan bahwa Pemerintah Daerah Provinsi tidak bersentuhan langsung dengan "penduduk" dan "kependudukan" meskipun secara nyata Pemerintah Daerah Provinsi tidak sedekat Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bila dikaitkan dengan "penduduk" dan "kependudukan". Akan tetapi, dalam sistem pemerintahan yang membagi kewenangannya ke tingkat terendah, ada kewenangan-kewenangan Pemerintah Pusat yang tidak dapat diserahkan ke Pemerintah Kabupaten/Kota namun diserahkan melalui perpanjangan tangan yakni Pemerintah Daerah Provinsi. Atau Pemerintah Pusat menempatkan perwakilan di masing-masing provinsi untuk kemudian menjalankan program bersama-sama Pemerintah Daerah Provinsi. Oleh karenanya, persoalan penduduk dan kependudukan bisa saja menjadi bagian dari kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi.

Ada beberapa kewenangan yang tidak dapat diserahkan baik ke Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota seperti pertahanan keamanan, peraturan hukum, penegakan hukum, tanah-air-bumi dan udara serta agama. Bagaimana dengan penduduk ?

Konvensi Montevidio 1933 pasal 1 menyebutkan syarat berdirinya sebuah negara yaitu adanya penduduk yang menetap, memiliki wilayah, memiliki pemerintahan dan memiliki kemampuan mengadakan hubungan dengan negara lain. Mengacu pada isi konvensi ini maka jelas penduduk merupakan salah satu syarat berdirinya sebuah negara sehingga bisa menjadi acuan formal bahwa sudah seharusnya penduduk di urus oleh negara dan otomatis kewenangannya berada di Pemerintah Pusat. Dalam hal ini, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 sudah mengakomodir tatanan kewenangan dalam mengurus masalah kependudukan. Dengan demikian, tidak perlu dilakukan perubahan dari sisi hukum untuk keberadaan lembaga pemerintah berbentuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional yang memiliki tugas di bidang kependudukan dengan berfokus pada kuantitas, kualitas dan mobilitas melalui sasaran program keluarga-keluarga dengan berbagai ciri spesifiknya.

Undang-Undang 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga sudah tepat menjadi landasan hukum dalam menjalankan program-program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga.

Alasan Rebranding

Program KKBPK memang perlu dilakukan re-branding. Hal ini disebabkan tiga alasan yakni masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang.

Alasan masa lalu
Keluarga Berencana merupakan program pemerintah yang diluncurkan pada tahun 1970 dengan sebutan Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia yang kemudian disyahkan menjadi lembaga pemerintah dengan sebutan Badan Keluarga Berencana Nasional yang disingkat BKKBN pada tahun 1971. Sejak itu, program KB menggaung ke segala penjuru tanah air yang kemudian mencapai sukses di tingkat Internasional dengan tersedianya ruangan khusus bernama "Haryono Suyono" sebagai penghargaan atas keberhasilan program KB di Indonesia. 

Masa keemasan program KB ini sangat terasa sampai dengan tahun 1998. Angka-angka yang berkaitan dengan program KB cukup menggembirakan. Tidak ada masyarakat yang tidak mengetahui kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh BKKBN. Masa keemasan ini harus diulang lagi karena seteah periode Reformasi, program KKBPK nyaris tidak terdengar lagi.

Alasan masa sekarang
Seiring dengan perubahan lingkungan eksternal akibat perkembangan politik, ilmu pengetahuan, tehnologi dan komunikasi menyebabkan banyak hal yang harus dilakukan oleh BKKBN salah satunya ada mengikuti perubahan itu sendiri yang ditandai dengan adanya perubahan struktur dan program pengelolaan dari KB-KS menjadi KKBPK. Undang-Undang yang semula Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera berubah menjadi Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Struktur organisasi yang semula tidak ada kependudukan bertambah adanya bidang kependudukan. Perubahan-perubahan lain yang dianggap dapat mengikuti perubahan lingkungan eksternal.

Ternyata setelah adanya banyak perubahan, angka-angka capaian program KB stagnan dan tidak menunjukkan peningkatan yang cukup berarti dalam mendukung pengentasan kemiskinan. Perubahan merek atau brand kemudian dilakukan dengan cara mengganti logo dan mengganti slogan serta memunculkan kembaliMars KB. AKan tetapi, peningkatannya pun kurang signifikan dalam mendukung pencapaian Nawacita yang menjadi acuan Pemerintahan Kabinet Bersatu yang akan berakhir pada tahun 2019 ini.

Alasan masa depan
Sustainable Development Goals (SDG's) merupakan kelanjutan dari Millenium Development Goals (MDG's) ditetapkan dalam Resolusi PBB yang terbit pada 21 Oktober 2015 dengan sasaran negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) yang memiliki 17 tujuan dengan 169 target dan batas capaian di tahun 2030. Sebagai bagian dari negara yang menyepakati resolusi tersebut, Indonesia memiliki kewajiban untuk melaksanakan Sustainable Development Golas ini dalam program-program pembangunannya. Hal ini sudah tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 59 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Dari 17 tujuan dan169 target tersebut, yang berkaitan program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga adalah

  1. Tujuan pertama yaitu mengentaskan kemiskinan dengan target nomor 3 pada bagian yang berbunyi tahun 2030 berhasil memberikan perlindungan yang substansial bagi kelompok miskin dan rentan serta target nomor 4 yang berbunyi memastikan semua penduduk, terutama penduduk miskin dan rentan mendapat hak setara mengakses sumber ekonomi (seperti halnya hak layanan dasar), kepemilikan dan akses pada lahan. Memastikan mereka memperoleh akses teknologi.
  2. Tujuan ketiga yaitu memastikan kehidupan yang sehat dan mendukung kesejahteraan bagi semua untuk semua usia dengan target nomor 1 yakni pada tahun 2030 mengurangi rasio AKI menjadi 70/100.000 kelahiran; target nomor 2 yakni pada tahun 2030 mengurangi kematian neonatal menjadi 12/1000 kelahiran dan mengurangi kematian Balita 25/1000 kelahiran; target nomor 5 yakni memperkuat pencegahan dan pengobatan penyalahgunaan zat berbahaya termasuk narkotika dan alkohol; target nomor 7 yakni pada tahun 2030 memastikan akses universal terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi termasuk untuk perencanaan, informasi dan pendidikan keluarga dan mengintegrasikan kesehatan reproduksi ke dalam strategi dan program nasional.
  3. Tujuan keempat yaitu memastikan pendidikan yang inklusif dan berkualitas setara juga mendukung kesempatan belajar seumur hiduo bagi semua dengan target nomor 2 yakni pada tahun 2030 memastikan bahwa semua anak perempuan dan laki-laki mendapat akses terhadap pengembangan masa kanak-kanak secara dini dan berkualitas juga pengasuhan dan pendidikan pra dasar dan target nomor 4 yakni pada tahun 2030 secara substansial meningkatkan jumlah remaja dan orang dewasa yang memiliki keahlian relevan termasuk keahlian teknis dan kejuruan.
  4. Tujuan kelima yaitu mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua peremuan dan anak perempuan dengan target nomor  3 yakni menghapus segala/semua praktek yang membahayakan seperti perkawinan anak, dini dan paksa.
Keseluruhan tujuan dan target dari SDG's terpilih ini merupakan kegiatan-kegiatan yang selama ini sudah dilakukan dalam program KKBPK. Ini juga menjadi dasar pemikiran perlunya rebranding program KKBPK.

Dari alasan masa lalu, alasan masa sekarang dan alasan masa depan ini, asumsi yang kemudian muncul adalah perlu dilakukan rebranding program KKBPK menyangkut visi, misi, slogan dan Logo BKKBN.

Visi, Misi, Slogan dan Logo

Visi adalah pandangan jauh tentang suatu perusahaan ataupun lembaga dan lain-lain, visi juga dapat di artikan sebagai tujuan perusahaan atau lembaga dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuannya tersebut pada masa yang akan datang atau masa depan. 
Misi adalah cara untuk mencapai tujuan itu. Kadangkala Misi perlu dirubah sedemikian rupa jika Visi belum juga tercapai. Hal ini berarti, pembuatan misi harus sejalan dengan adanya visi.
Sebagai lembaga pemerintahan, Visi BKKBN tidak boleh lepas dari visi Pembangunan Nasional 5 tahun ke depan, pasca Pemilihan Presiden. Sedangkan visi pembangunan nasional tahun 2020 sampai dengan 2024 belum tersusun sehingga belum diketahui visi pemerintah yang baru terpilih.

Slogan adalah motto atau frasa yang dipakai pada konteks politik, komersial, agama, dan lainnya, sebagai ekspresi sebuah ide atau tujuan yang mudah diingat. Kata "slogan" sendiri diambil dari istilah dalam bahasa Gaelik, sluagh-ghairm, yang berarti "teriakan bertempur". Dengan slogan "DUA ANAK CUKUP, BAHAGIA_SEJAHTERA" sudah tergambar "teriakan bertempur" untuk memerangi kelahiran yang tidak direncanakan baik dari segi jarak dan jumlah, slogan ini juga sudah menggambarkan "teriakan bertempur" untuk memerangi perkawinan usia muda dan sebagainya.

Logo merupakan suatu gambar atau sekadar sketsa dengan arti tertentu, dan mewakili suatu arti dari perusahaan, daerah, organisasi, produk, negara, lembaga, dan hal lainnya membutuhkan sesuatu yang singkat dan mudah diingat sebagai pengganti dari nama sebenarnya.
Dengan logo yang ada sekarang, sudah menggambarkan keseluruhan dari program KKBPK meliputi singkatan pengganti nama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, makna program yakni orangtua yang mengajak generasi penerus (anak laki-laki dan anak perempuan) menyongsong cakrawala yang lebih luas. Bukan kelanjutan dan bukan penguatan kalau kembali pada adanya "padi dan kapas" dalam logo.


Mengacu pada Perpres nomor 59 tahun 2017 maka visi dan misi BKKBN sudah seharusnya bersifat kelanjutan dari visi dan misi yang sudah ada. Sedangkan slogan dan logo, tidak perlu dilakukan rebranding.

Apakah Program KKBPK masih perlu di rebranding ? Ulasan disampaikan pada artikel yang berjudul RENBRANDING PROGRAM KKBPK II


Selasa, 16 Juli 2019

DARI SURAT SUDAH TERSIRAT

Sekali lagi tentang surat yangmenjadi tanggung jawab pimpinan.
Adalah tidak elok didengar ketika kita menyaksikan sebuah video saat seorang pimpinan mengatakan tentang surat yang sudah ditandatangani tapi kemudian menyatakan  I signed it but not read it.  It happened not only on television but ofcourse di dunia nyata.

Surat adalah alat komunikasi antar organisasi. Bisa antar organisasi secara vertikal dan antar organisasi secara horisontal. Melalui surat, koordinasi juga akan mudah dilakukan, sepanjang surat memberikan pemahaman yang baik terhadap kedua belah pihak. Oleh karenanya, bahasa dalam surat akan mempengaruhi penerimaan si pembaca surat.

Dalam sebuah organisasi, terbitnya surat tentunya tidak langsung dan serta merta ada untuk ditanda tangani. Melainkan, melalui sebuah proses yang sangat ter struktur dan sistematik. Dari selembar surat maka akan diketahui tingkat kematangan seorang administrator dalam sebuah organisasi. Selembar surat terdiri 1) Kepala Surat;  2) Badan Surat dan 3) Penutup Surat

Kepala Surat

Kepala surat terdiri dari 1) tempat dan tanggal surat;  2) nomor/kode/jumlah/perihal surat dan 3) alamat tujuan surat.

Dalam selembar surat yang diterima tanpa ada disebutkan tempat atau minimal tanggal surat (karena surat resmi biasanya ada kop surat dan alamat organisasi sehingga jarang menuliskan tempat) maka dapat dipastikan bahwa penomoran surat tidak dilakukan dengan mempergunakan buku agenda dan tercatat secara jelas di agenda surat. Hal ini dikarenakan pada saat pembuatan nomor dan kode surat ada buku agenda akan dengan sendirinya tertulis tanggal surat. Seorang administrator yang mempedulikan waktu yang dipergunakan dalam pembuatan surat akan sangat memperhatikan tanggal surat, apalagi bila surat tersebut sifat mendesak dan perlu untuk segera ditindaklanjuti.

Selain tanggal surat, diperlukan nomor dan kode surat. Surat yang sudah terkirim tanpa ada pemberian nomor maka bisa dipastikan bahwa surat tersebut tidak tercatat dalam agenda surat menyurat. Sedangkan kode surat merupakan salah satu petunjuk pihak yang bertanggung jawab terhadap proses terbitnya sebuah surat.

Gambaran isi surat dapat dilihat pada bagian perihal sebab maksud dan tujuan ada bagian perihal dari surat adalah untuk memberikan gambaran tentang isi surat sehingga seharusnya kalimat dalam perihal singkat, padat dan jelas serta tidak melampaui posisi tanggal surat. Akan tetapi, ada surat yang kemudian menggambarkan keseluruhan isi surat di bagian perihal sehingga perihal berisi kalimat yang panjang bahkan bisa melampaui dua baris selebar bagan surat. Hal ini menunjukkan bahwa pembuat konsep surat tidak dapat mengambil inti sari dari surat sehingga perlu menuliskan keseluruhan isi surat pada bagian perihal.

Jarang terjadi ada kesalahan dalam bagian alamat tujuan surat. Akan tetapi hal yang perlu diperhatikan adalah tingkatan atau level tujuan surat. Pada level tertinggi atau dalam hal jumlah lebih banyak maka mendapat nomor pertama. Disamping level atau tingkatan, hal yang menjadi perhatian adalah tingkat urgensi isi surat. Pada nomor urut pertama adalah tujuan surat yang benar-benar penting dalam menerima isi surat.

Badan Surat
Badan surat merupakan bagian dari sebuah surat yang merupakan keutamaan dari terbitnya surat. Di dalam badan surat harus mencakup 1) Pembukaan yang merupakan pengantar atau alasan diterbitkannya sebuah surat, 2) isi surat yang merupakan pokok penting yang disampaikan kepada penerima surat, 3) bagian penegasan biasanya berupa informasi yang masih merupakan satu kesatuan dengan isi surat dan 4) penutup yang merupakan bagian akhir dari badan surat berupa kalimat penegasan atas isi surat.
Tatanan kalimat di dalam badan surat harus memiliki kesatuan dengan perihal dan merupakan penjabaran yang rinci berdasarkan tingkat kepentingan, waktu, personil yang bertanggung jawab dan perlu atau tidaknya diberi tanggapan/jawaban.

Penutup Surat
Penutup surat dalam sebuah surat terdiri dari bagian penanggung jawab surat dan pihak lain yang dianggap memiliki kepentingan untuk mengetahui tentang isi surat. Biasanya pimpinan.
Dalam bagian penutup surat, pihak yang bertanggung jawab terhadap terbitnya surat adalah penanda tangan surat. Yang perlu diperhatikan adalah pihak-pihak lain yang bertanggung jawab sebelum surat ditandatangani oleh pimpinan. Hal ini bisa diketahui dari paraf yang ada pada bagian bawah kanan bawah keterangan penanda tangan surat dan pada jabatan penanda tangan surat. Paraf pada bagia bawah kanan keterangan penanda tangan surat menunjukkan bahwa keseluruhan surat surat dperiksa, dikoreksi dengan teliti sehingga bisa dilihat, dikoreksi dengan teliti oleh atasan yang bersangkutan sebelum di tanda tangan oleh pimpinan. Paraf pada jabatan pimpinan menunjukkan bahwa atasan pembuat konsep surat sudah melihat, memeriksa dan mengoreksi seluruh bagian dari surat sampai dengan pihak lain yang dianggap penting mengetahui isi surat (tembusan).

Tanpa ada paraf pada kedua bagian ini makan sebuah surat boleh jadi tidak melalui alur atau prosedur yang normal dan wajar sehingga perlu dipertanyakan keabsahannya. Kasus seperti ini, hanya terjadi apabila pimpinan tidak mengetahu dengan baik dan benar, prosedur administrasi ketatausahaan. Atau bisa juga menggambarkan, pimpinan yang tidak mempercayai bawahannya.

Dari surat sudah tersirat, type kepemimpinan sebuah lembaga. Dari surat juga tersirat apakah proses sebuah surat sesuai prosedur atau tidak. Dari surat juga tersirat, ketaatan seseorang pada aturan dan pada hukum yang berlaku.
Salam !!!

Senin, 11 Februari 2019

MEMBACA AKAL SEHAT

Ketika seseorang diangkat menjadi pimpinan dalam satu organisasi, biasanya telah dilakukan berbagai uji kompetensi dan penilaian-penilaian manajerial. Penerapan uji kompetensi dan penilaian manajerial ini dimaksudkan agar sebagai leader, bisa berperan secara optimal agar bawahan-bawahan dapat melaksanakan tugas secara mandiri dan tujuan organisasi tercapai secara maksimal. Tetapi, tahu bahwa akal sehat seorang pemimpin bisa dilihat dari surat yang di tanda tangani oleh pemimpina tersebut ?\

Saya punya gambaran begini.

Pada suatu hari, ada 5 orang staf di salah satu bagian dari sebuah organisasi yang mengajukan permohonan ijin ke atasannya untuk tidak masuk kerja pada tanggal 1 Pebruari 2019. Alasan pengajuan ijin adalah mereka akan melakukan perjalanan ke luar daerah dengan menggunakan biaya mandiri. Sebagai atasan yang memahami bahwa ijin merupakan hak pegawai maka si atasan memberikan ijin dan mewajibkan dibuatnya ijin secara tertulis untuk legalitas permohonan ijin para bawahannya. Untuk staf di level bagian organisasi maka surat ijin cukup dikeluarkan dan diketahui oleh Kepala Bagian.

Di tanggal 1 Pebruari 2019 ke-5 orang ini tidak masuk kerja dan tentu tidak ada presensi baik di finger print maupun secara manual. Namun dengan adanya surat ijin yang diketahui oleh Kepala Bagian selaku atasan para staf tersebut maka ketidak hadiran tersebut syah menurut legal forma.

Akan tetapi pada tanggal 4 Pebruari 2019, terbitlah satu surat peringatan dari pimpinan organisasi yang isi-nya tidak memberikan ijin kepada staf-staf tersebut dan memasukkannya ke dalam kriteria TIDAK HADIR TANPA KETERANGAN meskipun sudah ada ijin tertulis dari atasan langsung.

Dari gambaran ini, saya akan mengurai di bagian mana letak tidak berfungsinya akal sehat.

Terbitnya Surat Peringatan

Apabila dipelajari dengan teliti berdasarkan peraturan tentang kepegawaian maka terbitnya surat peringatan oleh pimpinan organisasi ini justru melanggar secara hukum atas :
  1. Posisi dan kedudukan Kepala Bagian selaku atasan langsung para staf yang meminta ijin untuk tidak hadir pada tanggal 1 Pebruari 2019
  2. Hak pegawai atas ijin dalam rangka menyelesaikan keperluan keluarga 
Apabila dilihat dari keuntungan dan kerugian maka terbitnya surat peringatan itu merupakan satu kerugian bagi pimpinan tidak memberikan efek jera karena cost beneffit menjalankan ijin lebih besar daripada cost beneffit kena sanksi pembatalan ijin keberangkatan.

Isi Surat

Isi surat secara ringkas dapat dilihat pada perihal surat. Disaat sebuah surat dilayangkan dengan kriteria berupa "pemberitahuan pembatalan ijin" maka surat itu sudah bersifat eksekusi terhadap permasalahan ijin. Sanksi semacam ini tentunya menyalahi ketentuan atau aturan karena pemberian sanksi seharusnya dilakukan sesuai tahap-tahapan seperti teguran lisan 1 sampai dengan 3 apabila tidak diindahkan baru teguran tertulis 1 sampai 3 dan seterusnya.

Pemberian sanksi pada kriteria Tanpa Keterangan memberikan gambaran bahwa eksekusi diberikan tanpa mempertimbangkan hak dan kewenangan kepegawaian yakni berupa tahap-tahap pemberian sanksi. Oleh karenanya, tidak-lah berlebihan apabila ada orang yang begitu menerima layangan surat peringatan merasa seperti dunia akan kiamat. Ini shock terapi yang bisa mencederai hukum karena tidak sesuai prosedur.

Ada baiknya, perihal surat adalah pemanggilan staf yang membuat permohonan ijin untuk kemudian diberi pembinaan terlebih dahulu.

Tujuan Surat

Tujuan surat merupakan hal penting yang menunjukkan apakah pimpinan memahami duduk persoalan dengan benar dan kemudian membuat satu penyelesaian dengan benar pula di pandang dari segala sisi terutama sisi hukum.

Ketika sebuah surat yang berisi pemanggilan, pembinaan atau teguran tentunya tujuan surat harus sesuai dengan siapa yang akan dipanggil, dibina atau ditegur. Adalah sangat tidak masuk dalam akal sehat ketika yang akan ditegur adalah staf sebuah bagian sesuai dengan isi surat tetapi tujuan surat adalah kepala bagian dimana staf yang akan ditegur itu berada. Kalaupun pemanggilan, pembinaan, teguran atau apapun isi surat itu mau diberitahuan juga kepada atasan staf yang akan ditegur maka posisi kepala bagian adalah sebagai tembusan surat.

Dengan pemahaman posisi demikian maka jelas bahwa surat ditujukan kepada pihak yang sesuai dengan isi surat sedangkan pihak lain yang dianggap bukan pihak utama cukup ditempatkan dalam posisi tembusan untuk mengetahui adanya surat yang bersifat teguran tersebut.

Akhirnya, dengan menelaah seluruh bagian dari surat maka ketiak seorang pimpinan akan menandatangani sebuah surat dapat membaca terlebih dahulu guna memutuskan akan menggunakan akal sehat ataukah menggunaka emosional semata.

Akal sehat akan membimbing pada kebenaran yang sebenarnya dan emosional akan mengarahkan akal sehat pada kasus-kasus hukum yang baru.
Good choise and great to be a Family Planning member !!!

Senin, 21 Januari 2019

GENDER ITU ???

Catatan ini bermula dari perjalananku ke kota dengan maskot itik-nya yakni Amuntai. Entah, ini kali ke berapa aku berada di kota penghasil telur itik dan itik terbesar di Kalimantan Selatan. Dalam sekian kali perjalanan tersebut rombongan tidak selalu menginap di ibukota Kabupaten Hulu Sungai Utara melainkan di Kabupaten lainnya. Akan tetapi dua perjalanan terakhir ini rombongan menginap di hotel yang baru dan berkelas. Aku berani mengatakan, hanya kalangan tertentu saja yang bisa menginap di hotel berbintang untuk level Kota Kabupaten.

Tamu hotel mendapat sarapan pagi di dining room hotel. Aku dan temanku masuk ke ruangan itu dan mengambil sarapan sesuai dengan keinginan masing-masing. Makanannya standard tapi cukup memadai. Tidak berapa lama kami menikmati hidangan sarapan, masuklah satu keluarga yang terdiri dari sepasang suami – isteri yang usia-nya berkisar antara 25 sampai dengan 30 tahunan dengan dua orang anak yang masih kecil. Tentunya ini pasangan yang punya kehidupan ekonomi yang mapan. Sahabat, anak pertamanya perempuan dan aku membayangkan dia seusia dengan Andin sedangkan adiknya sepertinya masih berusia satu tahun. Ada yang menarik dari pasangan usia subur ini. Hehehe boleh aja kan, aku pake istilah PUS dalam catatan ini ?

Aku melihat sang suami sudah menyeduh secangkir kopidan mengambil satu gelas air putih di meja makan. Sedangkan isteri-nya baru mengambilkan air putih untuk anak perempuannya dan sambil menggendong si kecil mengambil air minum di cangkir kemudian menempatkan di meja. Masih tetap memangku si kecil si isteri menyeruput ait minum di cangkirnya. Sesaat sesudah itu suami berdiri dan mengambil makanan kemudian menempatkan ke meja.

Saat berikutnya, si isteri berdiri dan menurunkan si kecil kemudian menuju meja saji. Saat mau menikmati sarapan, si suami melihat anak kecil-nya mau mengacak-acak pajangan bunga di ruang makan itu, dia berdiri mengangkat si kecil lantas menyuruh si kecil mendatangi ibunya. Uppppppppssss…. si kecil menuju ibu-nya padahal isterinya sedang mengambilkan makan buat anak perempuan di dekat suaminya !!!!

Hehehe….aku manyun……suami sudah bisa menikamti sarapan pagi sementara isteri-nya masih mengurus anak-anak dan belum makan. Akhirnya, ibu  muda itu mengambil jatah sarapan dan bocah cilik itu diberi hiburan seepotong tempe. Senang sepertinya karena setiap meja dia datangin untuk menunjukkan tempe itu.

Huuaaaaa…. aku kembali dibuat terpana oleh pasangan usia subur ini. Kulihat, baru saja isteri-nya menikmati beberapa sendok makanan si suami yang sudah selesai makan lantas meraih handphone dan kotak rokok yang semula tergeletak di meja lantas keluar ruangan !!!! Suami muda itu meninggalkan isteri bersama dua orang anaknya padahal si isteri belum penuh menikmati sarapannya !!!!

Tidak tahan dengan apa yang kulihat, aku ajak temanku untuk mendiskusikan apa yang kami saksikan bersama itu. Diskusi ringanpun terjadi. Sekarang, aku sharing ke teman semua.

Sahabatku, temanku, saudaraku, bagaimana pendapat kalian tentang cerita aku itu ?
Kesetaraan Gender - kah itu ???  Dimana posisi gender-nya ????

Minggu, 20 Januari 2019

INTERVENSI

Intervensi adalah sebuah istilah yang sebelumnya dikenal dalam dunia politik yakni berawal dari masuknya Negara satu untuk mencampuri urusan Negara lain yang sebenarnya bukan urusannya. Pada perkembangan selanjutnya konsep intervensi melekat di segala kegiatan yang akhirnya bergeser pada pengertian secara meluas yaitu CAMPUR TANGAN YANG BERLEBIHAN dalam segala lapisan masyarakat.

Apakah intervensi merupakan suatu hal yang negative ?

Mendengar kata urusan maka yang terbayang adalah hak dan kewenangan. Pelaksanaan hak dan kewenangan itu sendiri mengarah pada satu tujuan yakni tercapainya apa yang menjadi cita-cita tempat terlaksananya hak dan kewenangan tersebut. Ketika hak dan kewenangan ditempatkan pada lembaga pemerintahan maka tujuan yang harus dipenuhi dalam menjalankan fungsi dari hak dan kewenangan tersebut adalah visi dan misi lembaga tersebut.  Visi dan misi merupakan “ruh” bagi siapapun sebagai pelaksana hak dan kewenangan tersebut dari pucuk pimpinnan hingga ke level bawahan. Maka, ketika seorang pimpinan melakukan “campur tangan” dalam pengelolaan hak dan kewenangan sebenarnya belum tepat kalau dikatakan pimpinan meng-intervensi bawahan sepanjang campur tangan itu masih mengarah pada goals yang sama dalam lembaga itu sendiri.

Dengan demikian, kesamaan TUJUAN DAN GARIS KOMANDO merupakan salah satu hal yang meminimalisasi pengertian negative dari sebuah intervensi.

Kapan Intervensi jadi Konsep Negatif ?

Bahwa tujuan menjadi salah satu yang menyebabkan intervensi jadi permisif bila dilakukan. Selain itu, garis komando yakni dari pimpinan kepada bawahan juga merupakan hal yang membuat intervensi jadi permisif pula. Intervensi kemudian menjadi negative apabila dilakukan oleh pihak yang tidak memiliki TUJUAN dan GARIS KOMANDO yang sama.

Ini bisa dideskripsikan dalam situasi dimana seorang sebut saja “A” yang sebenarnya dari organisasi “X” masuk dan mencampuri hak dan kewenangan dalam organisasi “Y” melalui “B” yang dipimpin oleh “C”. Dari segi garis komando, sudah jelas sekali tidak ada garis komando antara “A” dengan “C” sedangkan garis komando “C” kepada “B” masih harus melewati beberapa lapisan garis komando pelaksana hak dan kewenangan di organisasi “Y”

Intervensi ini jelas menjadi tidak permisif sebab sudah bisa dipastikan bahwa intervensi dilakukan dengan TIDAK MENEMPATKAN TUJUAN ORGANISASI.  Sebagaian besar latar belakang tindakan intervensi lebih banyak disebabkan alasan dan tujuan PRIBADI. Intervensi semacam ini lah yang kemudian menyebabkan goals dari organisasi tidak tercapai. Bahkan bisa menjadikan sistem di dalam organisasi jadi terhambat dan jadi stagnan atau jalan ditempat tanpa mampu melakukan pencapaian goals secara optimal.

Sahabat……i intervensi yang saya gambarkan adalah dalam skala kecil yakni organisasi misalkan organisasi kemasyarakatan.

Bagaimana dengan intervensi di skala besar seperti instansi atau kantor di tingkat Kabupaten atau Propinsi ?

Bagaimana dengan intervensi di skala lebih besar seperti departemen dan kementerian ???

Atau lebih besar lagi yakni skala NASIONAL atau kenegaraan.

Bagaimana jawab yang tepat mengenai INTERVENSI  ANTARA HAK DAN KEWENANGAN.....???

Minggu, 06 Januari 2019

CAPAIAN KINERJA

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2014-2019 tahun ini akan berakhir. Semua Kementerian/Lembaga akan melakukan evaluasi dan penilaian terhadap pelaksanaan program dan anggaran guna mengetahui pencapaian indikator kinerja di instansi masing-masing. Tidak terkecuali dengan kegiatan pada Kependudukan dan Kelarga Berencana.

Mencapai Visi

Program dan anggaran di setiap lembaga pemerintahan tentunya di arahkan pada pencapaian Priroritas Pembangunan Nasional yang ditetapkan sebagai visi lembaga pemerintahan. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional  2014-2019 tercantum Rencana Strategis BKKBN dengan visi “Menjadi Lembaga yang handal dan dipercaya dalam mewujudkan Penduduk Tumbuh Seimbang dan Keluarga Berkualitas” dengan misi a) Mengarus utamakan Pembangunan Berwawasan Kependudukan; b) Menyelenggarakan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi; c) Memfasilitasi Pembangunan Keluarga; d) Mengembangkan jejaring kemitraan dalam pengelolaan Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga.dan e) Membangun dan menerapkan budaya kerja organisasi secara konsisten

Misi yang ditetapkan BKKBN adalah untuk mewujudkan visi BKKBN dan pengukuran pencapaian visi tersebut adalah dengan memantau secara berkala sasaran strategis  berikut 
  1. Menurunnya laju pertumbuhan penduduk (LPP)
  2. Menurunnya Angka kelahiran total (TFR) per WUS (15-49 tahun)
  3. Meningkatnya pemakaian kontrasepsi (CPR)
  4. Menurunnya kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet need)
  5. Menurunnya Angka kelahiran pada remaja usia 15-19 tahun (ASFR 15 – 19 tahun).
  6. Menurunnya kehamilan yang tidak diinginkan dari WUS (15-49 tahun).
Indikator Keberhasilan

Tercapainya visi melalui pelaksanaan misi berdasar sasaran strategis yang telah ditetapkan maka perlu diketahui pula indikator-indikator yang mengarah pada keberhasilan dalam merealisasikan visi itu sendiri. Berikut indikator yang menjadi tolok ukur keberhasilan BKKBN dalam merealisasikan visi menjadi lembaga yang handal dan dipercaya dalam mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualias adalahs ebagai berikut :

1. Sasaran Strategis dan Sumber Data Pengukuran
  • Menurunnya angka kelahiran total diukur melalui angka kelahiran total per wanita usia subur (15-49 tahun)
  • Meningkatnya persentase pemakaian kontrasepsi modern diukur melalui persentase pemakaian kontrasepsi modern (mCPR)
  • Menurunnya tingkat putus pakai kontrasepsi diukur melalui persentase penurunan angka ketidakberlangsungan pemakaian kontrasepsi
  • Menurunnya kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi diukur melalui persentase kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (Unmet Need)
  • Meningkatya Peserta KB Aktif yang mempergunakan metoda kontrasepsi jangka panjang diukur melalui persentase peserta KB Aktif MJKP
  • Meningkatnya Peserta KB Aktif diukur melalui jumlah peserta KB Aktif Tambahan.
Dari seluruh sasaran strategis imi hanya Peserta KB Aktif tambahan yang pencapaiannya diambil dari statistik rutin sebagai sumber data-nya. Sedangkan yang lainnya bersumebr dari Survey Kepuasan Akuntabilitas Program KKBPK Tahun 2018.

2. Sasaran Program dan Sumber Data Pengukuran
  • Menurunnya kehamilan yang tidak diinginkan dari Pasangan Usia Subur usia 15-49 tahun yang diukur dari persentase kehamilan yang tidak diinginkan dari PUS
  • Meningkatkan median usia kawin pertama yang diukur dari median usia kawin pertama perempuan
  • Meningkatnya pengetahuan keluarga tentang kependuduksn yang diukur dari persentase pengetahuan keluarga tentang kependudukan
  • Meningkatnya pengetahuan Pasangan Usia Subur tentang alat atau cara kontrasepsi yang diukur dari persentase pengetahan PUS tentang alat/cara kontrasepsi.
  • Meningkatnya pemanfaatan analisis dampak kependudukan sebagai pendukung kebijakan pembangunan berwawasan kependudukan yang diukur dari persentase kebijakan yang memanfaatkan analisis dampak kependudukan sebagai pendukung kebijakan pembangunan berwawasan kependudukan
Sasaran program yang tidak dapat dilakukan pengukurannya melalui SKAP KKBPK Tahun 2018 adalah yang berkaitan dengankependudukan. Sesuai dengan narasi atas sasaran program ini maka pengukuran sasaran program bagian pengendalian kependudukan ini adalagh melihat pada jumlah Kabupaten/kota yang menjadikan kependudukan sebagai kebijakan pembangunan. Kebijakan pembangunan di Kabupaten/Kota erwujd dalambentuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) sehingga seharusnya target yang ditetapkan adalah memperbandingkan antara jumlah RPJMD Kabupaten/Kota yang menempatkan Pengendalian Penduduk sebagai salah satu klausul dalam RPJMD terhadap RPJMD Kabupaten/Kota dalam satu provinsi.

3. Sasaran di Luar Rencana Staretgis dan Sumber Data Pengukurannya
  • Meningkatnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi yang diukur dari indeks pengetahuan kesehatan reproduksi remaja (KRR)
  • Terbentuknya Kampung KB yang dikur dari jumlah kampung KB yang dicanankan tahn 2018
  • Meningkatnya pengelolaan Kampung KB melalui Kelompok Kerja (Pokja) Kampung KB yang diukur dari persentase Kampung KB yang telah memiliki Pokja Kampung KB
  • Meningkatnya pengetahuan orangtua tentang pengasuhan anak yang diukur dari persentase orangtua hebat yang memiliki Baduta terpapar 1000 Hari Pertama Kehidupan
  • Meningkatnya Akuntabilitas kinerja program dan anggaran yang diukur dari penilaia evaluasi pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern Pemerintahan (SPIP) hasil audit BPKP
  • Meningkatnya pencapaian kinerja yang diukur dari persentase pencaian kinerja hasil audit Kinerja BPKP
  • Meningkatnya pencapaian output yang diukur dari persentase pencapaian output program KKBPK
  • Meningkatnya penyerapan angaran yang diukur dari persentase penyerapan anggaran
  • Terlaksananya penetapan BMN berdasarkan status penggunaannya yang diukr dari persentase BMN yang telah ditetapkan status penggunaannya.
Dari seluruh sasaran program ini sasaran pengetahua remaja dan sasaran mengenai pengetahuan orangtua tentang pengasuhan anak yang bisa diambil dari data SKAP KKBPK Tahun 2018 sedangkan lainnya diambil dari aplikasi yang terkait pelaksaaan program dan angaran.

Analisis Keberhasilan

Dalam mencapai sasaran strategis program KKPBK harus dilaksanakan di tingkat Kabupaten/Kota karena beberapa urusan pemerintahan dalam program KKBPK berdasar UU 23 tahun 2014 berada di Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, sasaran strategis dan sasaran program didistribusikan lagi ke Organisasi Perangkat Daerah Program Keluarga Berencana Kabupaten/Kota berupa kegiatan-kegiatan strategis. Dari pelaksanaan kegiatan di Kabupaten/Kota inilah yang kemudian menjadi tolok ukur pencapaian sasaran strategis di tingkat provinsi dan kemudian diperhitungkan secara nasional.

Dari pencapaian ini harus dilakukan dianalisis atas hasil dari pencapaian sasaran strategis dengan memperbandingkan 2(dua) sasaran strategis atau dengan memperbandingkan antara pencapaian sasaran strategis dengan sasaran program.

1. Analisis pencapaian dalam sasaran strategis
  • TFR dan mCPR
  • mCPR dan Unmet Need
  • PA MKJP dan PA Tambahan
2. Analisis pencapaian sasaran strategis dan sasaran program
  • TFR dan ASFR serta Peningkatan Usia Kawin Pertama Perempuan
  • mCPR dan Pengetahuan PUS tentang alat/cara ber-KB
Dari hasil analisis ini akan diperoleh beberapa diagram yang sudah menjadi perhatian pada rencana kegiatan tahun ke depan. Apalagi tahun 2020 merupakan tahun dengan sistem pemerintah yang dihasilkan dari Pemilihan Umum tentunya perlu strategi dan rencana kerja yang lebih terfokus sesuai hasil capaian dalam RPJMN 2014-2019 dalam mewujudkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang yang berakhir di tahun 2025.

Pencapaian sasaran di luar rencana strategis sifatnya hannya penunjang yang diperlukan sebagai tolok ukur pelaksanaan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Masih mengacu pada dasar yang sama, pembahasan tentang ini akan disampaikan pada artikel yang lain.

Skema Hasil Analisis dan Tindak Lanjut

Capaian TFR yang rendah memberikan gambaran bahwa terdapat permasalahan berkaitan dengan pengetahuan Pasangan Usia Subur dalam mengatur jarak dan jumlah kelahiran. Rendahnya TFR tidak dapat disandingkan dengan tingginya ASFR kelompok umur 15-19 tahun sebab TFR adalah jumlah dari 5 kelompok umur ASFR dimana kelompok umur 15-19 tahun hanya salah satu saja dari 5 kelompok umur yang di survey.

Capaian mCPR yang rendah memberikan gambaran bahwa terdapat permasalahan yang berkaitan dengan pengetahuan Pasangan Usia Subur tentang jenis, sifat dan cara kerja alat kontrasepsi modern. Rendahnya mCPR justru dapat disandingkan dengan beberapa sasaran strategis maupun sasaran program seperti rendahnya pengetahuan PUS terhadap alat atau cara kontrasepsi dan tingginya unmet need.

Tingginya unmet need memberikan gambaran bahwa masih banyak pasangan usia subur yang tidak mendapatkan informasi yang benar terkait dengan sarana pelayanan kontrasepsi serta jenis dan cara kerja kontrasepsi sehingga tidak mendapatkan akses untuk pelayanan KB. Tingginya unmet need dapat disandingkan dengan pengetahuan PUS tentang alat/cara kontrasepsi.

Capaian secara nasional merupakan titik ukur keberhasilan provinsi-provinsi dalam melaksanakan kegiatan guna mencapai sasaran strategis dan sasaran program. 
Diagram yang mungkin etrbentuk adalah

1. TFR versus mCPR

  • TFR tinggi dan CPR tinggi diperlukan perbaikan atau pembenahan dalam sistem pencatatan dan pelaporan melalui kader-kader IMP dan Kampung KB dalam kegiatan Rumah Dataku
  • TFR tinggi dan CPR rendah diperlukan pembinaan terhadap Pasangan Usia Subur melalui Kelompok kegiatan (Poktan) seperti BKB, BKR, BKL dan UPPKS
  • TFR rendah dan CPR tinggi diperlukan pembinaan kelestarian ber-KB dan meningkatkan kualitas ber-KB bagi Pasangan Usia Subur melalui kelompok kegiatan seperti BKB, BKR, BKL dan UPPKS
  • TFR rendah dan CPR rendah diperlukan pembinaan terhadap petugas lapangan KB dalam melaksanakan tugas penyuluhan dan tugas pencatatan/pelaporan.
2. mCPR versus Unmet Need
  • mCPR rendah dan Unmet Need tinggi diperlukan pembendahan dalam sistem pencatatan dan pelaporan. Akan lebih mudah bila dilakukan pencatatan dan pelaporan melalui data basis yang benar-benar riil di lapangan. Terutama melalui Rumah Dataku di Kampung KB
  • mCPR rendah dan Unmet Need rendah  diperlukan pembinaan terhadap petugas lapangan untuk menambah wawasan tentang alat kontrasepsi, tehnik penyuluhan, penggunaan alat bantu pengambilan keputusan juga tentang peran dan fungsi kelompok kegiatan seperti BKB, BKR, BKL dan UPPKS dalam pembinaan kelestarian peserta KB
  • mCPR tinggi dan Unmet Need tinggi diperlukan pembendahan dalam sistem pencatatan dan pelaporan. Akan lebih mudah bila dilakukan pencatatan dan pelaporan melalui data basis yang benar-benar riil di lapangan. Terutama melalui Rumah Dataku di Kampung KB
  • mCPR tinggi dan Unmet Need rendah diperlukan pembinaan kelestarian ber-KB dan meningkatkan kualitas ber-KB bagi Pasangan Usia Subur melalui kelompok kegiatan seperti BKB, BKR, BKL dan UPPKS
3. PA MKJP versus PA Tambahan
  • PA MKJP rendah dan PA Tambahan tinggi perlu dilakukan penyuluhan tentang peningkatan kualitas akseptor KB dari Non MKJP ke arah MKJP oleh petugas lapangan KB dan peningkatan kompetensi petugas lapangan KB tentang jenis dan fungsi alat/cara kontrasepsi.
  • PA MKJP rendah dan PA Tambahan rendah perlu dilakukan peningkatan kompetesni petugas lapangan KB terhadap program KKBPK
  • PA MKJP tinggi dan PA Tambahan rendah diperlukan pembendahan dalam sistem pencatatan dan pelaporan. Akan lebih mudah bila dilakukan pencatatan dan pelaporan melalui data basis yang benar-benar riil di lapangan. Terutama melalui Rumah Dataku di Kampung KB
  • PA MKJP tinggi dan PA Tambahan tinggi diperlukan pembinaan kelestarian ber-KB dan meningkatkan kualitas ber-KB bagi Pasangan Usia Subur melalui kelompok kegiatan seperti BKB, BKR, BKL dan UPPKS
Demikian pembahasan tentang capaian kinerja ini dan akan bersambung dengan artikel lain

Entri yang Diunggulkan

MENILIK KELEMBAGAAN (Pengamatan dari 3 bagian)

S aya sudah pernah menulis mengenai kelembagaan BKKBN dalam artikel di  https://uniek-m-sari.blogspot.com/2015/02/uu-no-23-tahun-2014-dan-kk...