SCROLL

SELAMAT DATANG DI Uniek M. Sari's BLOG

Selasa, 14 Mei 2013

PROTOKOLER ACARA RESMI

Sudah hal yang sangat lazim apabila dalam sebuah event akan dilakukan acara pembukaan secara resmi dalam bentuk seremonial. Ini berlaku bukan hanya di lingkungan pemerintahan melainkan juga di lingkungan swasta. Khusus untuk lingkungan pemerintahan, acara resmi memiliki tata cara dengan peraturan hukum yakni berdasar pada UU No. 09 Tahun 2010 tentang Keprotokolan.
 
Undang-Undang ini mengatur secara resmi bagaimana sebuah acara berlangsung dengan satu asumsi mendasar adalah bahwa dalam suatu acara kenegaraan atau acara resmi, pejabat negara, pejabat pemerintah dan Tomatsu yang tidak memperoleh penghormatan dan perlakukan protokil sesuai dengan kedudukannya adalah merupakan pelanggaran dengan tuduhan pelecehan jabatan. Dengan mengambil pada asumsi ini maka jelas peraturan keprotokolan tidak boleh dipandang enteng.

Definisi Protokol menurut Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 9 Tahun 2010 berbunyi “Keprotokolan adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang meliputi tata tempat, tata upacara dan tata penghormatan sebagai bentuk penghormatan kepada seseorang sesuai dengan jabatan dan/atau kedudukannya dalam Negara, pemerintahan atau masyarakat.”

Sedangkan pada Pasal 3 UU Nomor 9 Tahun 2010 yaitu 
  • Memberikan Penghormatan Kepada Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, Perwakilan Negara Asing dan/atau Organisasi Internasional, serta tokoh masyarakat tertentu, dan/atau Tamu Negara sesuai dengan kedudukan dalam Negara, pemerintahan dan masyarakat.
  • Memberikan Pedoman Penyelenggaraan suatu acara agar berjalan tertib, rapi, lancar dan teratur sesuai dengan ketentuan dan kebiasaan yang berlaku baik secara nasional maupun internasional; dan
  • Menciptakan hubungan baik dalam tata pergaulan antar bangsa.

Di dalam peraturan keprotokolan ditetapkan ranah-ranah keprotokolan seperti :
  1. Bahwa yang diatur dalam keprotokolan adalah Lambang Kehormatan NKRI, Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah dan Tokoh Masyarakat Tertentu 
  2. Alasan pengaturan terhadap Lambang Kehormatan NKRI agar selaras dengan kedudukannya sebagai lambang kedaulatan, tanda kehormatan dan symbol-simbol Negara ;terhadap Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah Tomastu untuk menciptakan ketertiban, memelihara kehormatan diri dan kedudukan serta Efektif dan Effisien 
  3. Yang melakukan pengaturan adalah pimpinan dengan otoritasnya dan pejabat protokol yang kompeten (bukan pembawa acara atau MC)  
  4. Cara pengaturannya adalah dengan  tata cara yaitu tertib, khidmat, bernuansa agung dan sesuai aturan, tata krama yaitu etiket dalam pengaturan, pelayanan dan ungkapan terakhir adalah aplikasi regulasi yang terkait dengan keprotokolan 
  5. Pengaturan dilakukan pada :
          -   Acara Kenegaraan
          -   Acara Resmi
          -   Pertemuan Resmi
          -   Kunjungan (State Visit, Official Visit dan Kunjungan Kerja).
          -   Audiensi dan Penerimaan Tamu
          -   Acara Perjamuan

Susunan acara yang ditata pada sebuah acara resmi berdasar UU No 09 tahun 2010 tentang Keprotokolan adalah :
  1. Pembukaan
  2. Menyanyikan lagu Indonesia Raya 
  3. Laporan Panitia Penyelenggara 
  4. Sambutan-Sambutan 
  5. Pembukaan Secara Resmi 
  6. Do'a 
  7. Ramah Tamah

Susunan di atas nampaknya sangat sepele sehingga terkesan tidak masalah bila diubah. Namun apabila dikaitkan dengan peraturan hukum yang menjadi landasan pelaksanaan sebuah kegiatan resmi maka perubahan susunan acara tidak dapat dianggap sepele. 
Pada sebuah acara seremonial di lingkup sebuah instansi pemerintahan, telah terjadi perubahan susunan acara tidak sebagaimana diatur oleh Undang-Undang. Hal ini dikarenakan seremonial kepemerintahan dipandu oleh pihak non pemerintah yang tidak memahami keprotokolan. Semoga kita belajar dari sebuah kesalahan untuk menjadi lebih baik lagi.
Salam KB !! 

Jumat, 10 Mei 2013

"TIDAK TAHU"

Pejabat

Arti jabatan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia online adalah 1 pekerjaan (tugas) dalam pemerintahan atau organisasi: 2 fungsi; 3 dinas; jawatan sedangkan pejabat adalah 1 pegawai pemerintah yg memegang jabatan penting (unsur pimpinan):2  kl kantor; markas; jawata.

PP Nomor 13 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No 100 tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural menyebutkan bahwa Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam jabatan struktural antara lain dimaksudkan untuk membina karier PNS dalam jabatan struktural dan kepangkatan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan perundangan yang berlaku.

Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras atau golongan.

Berdasar Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara nomor 43/KEP/2001 tanggal 20 Juli 2001 tentang Standar Kompetensi Jabatan Struktural Pegawai Negeri pada lampiran I sampai dengan IV disebutkan standar kompetensi yang menjadi syarat pengangkatan PNS ke dalam jabatan eselon I, II, III dan IV.

Khusus untuk jabatan eselon IV indikator dalam standar kompetensi-nya adalah sebagai berikut :
  1. Mampu memahami dan mewujudkan kepemerintahan yang baik (goodgovernance) dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab organisasinya
  2. Mampu memberikan pelayanan prima terhadap publik sesuai dengan tugas dantanggung jawab unit organisasinya
  3. Mampu melaksanakan pengorganisasian dalam rangka pelaksanaan tugas dantanggung jawab unit organisasinya
  4. Mampu mengatur/mendayagunakan sumberdaya sumberdaya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas unit organisasi
  5. Mampu mengambil keputusan yang tepat sesuai dengan kewenangan dan prosedur yang berlaku di unit kerjanya
  6. Mampu membangun jaringan kerja/melakukan kerjasama dengan unit-unit terkait baik dalam organisasi maupun di luar organisasi untuk meningkatkan kinerja unit organisasinya
  7. Mampu melakukan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dalam unit organisasinya
  8. Mampu menumbuh kembangkan inovasi, kreasi dan motivasi pegawai untuk mengoptimalkan kinerja unit organisasinya
  9. Mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam unit organisasinya
  10. Mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan pengawasan dan pengendalian dalam unit organisasinya
  11. Mampu memberikan akuntabilitas kinerja unit organisasinya
  12. Mampu melakukan evaluasi kinerja unit organisasi dan para bawahannya dan menetapkan tindak lanjut yang diperlukan.
  13. Mampu memberikan masukan-masukan tentang perbaikan-perbaikan/pengembangan-pengembangan kegiatan-kegiatan kepada pejabatdiatasny.
Apabila dikaitkan dengan good governance maka standar kompetensi kedua  menjadi tolok ukur bagi pejabat bersangkutan sebab hal ini terkait dengan pihak ekstern organisasi.


Jawaban : Tidak Tahu
Pejabat akan selalu terkait dengan kepemimpinan sedangkan kepemimpinan akan terkait dengan pengambilan keputusan kemudian yang paling dibutuhkan da lam hal ini adalah komunikasi. Bentuk komunikasi inilah yang menjadi bagian atas tolok ukur pelaksanaan standar kompetensi kedua bagi seorang pejabat struktural.

Pemahaman terhadap pentingnya komunikasi ini seharusnya dimiliki oleh seseorang yang sudah diangkat menjadi pejabat struktural. Namun justru seringkali, komunikasi dianggap bukan hal penting dalam kepemimpinan sehingga kerap diabaikan. Ini terlihat saat seorang menjawab sebuah pertanyaan atau permasalahan dengan serangkaian kata : "tidak tahu".

Ilustrasinya sebagai berikut :
Seorang Kepala Sub Bidang di sebuah organisasi pemerintahan didatangi oleh mitra kerja dari lintas sektor untuk menanyakan tentang kegiatan yang kan diselenggarakan oleh di wilayahnya. Jawaban dari si pejabat adalah "tidak tahu". Jawaban yang paling mudah diucapkan dan si penanya tidak akan meneruskan percakapan mengenai hal yang ditanyakan melainkan hal lainnya.

Tanpa disadari bahwa jawaban ini tidak etis diucapkan oleh seorang pejabat yang sudah definitif duduk dalam jabatan struktural. Apalagi kalau pertanyaan tersebut sebenarnya merupakan tugas pokok dan fungsi dari jabatan yang diembannya. Dampak yang tidak dipikirkan oleh pejabat dalam ilustrasi tersebut saat mengucapkan kalimat "tidak tahu" adalah
  • Adanya pemikiran tentang kapabilitas pejabat yang melantik sebab sudah mengangkat pejabat yang tidak memahami tugas pokok dan fungsi  jabatannya
  • Adanya pemikiran tentang pejabat yang digantikan sebab tidak meninggalkan satu informasi dan materi pun tentang tugas pokok dan fungsi jabatan yang digantikan.
Dengan adanya pejabat yang memiliki senjata pamungkas "tidak tahu" menjadi tugas khusus bagi atasan untuk memberikan pembinaan, agar organisasi mampu mewujudkan good governance.

Salam KB !!

Rabu, 08 Mei 2013

POTENSIAL bagi PENSIUNAN

Dalam sebuah rapat pembentukan organisasi di kantor setahun yang lalu, saya diundang untuk hadir sebab ini terkait dengan kegemaran saya dibidang tulis menulis. Tentu yang hadir adalah mereka yang memiliki kegemaran yang sama atau memang pekerjaannya dibidang tulis menulis. Yang cukup menarik adalah hadirnya beberapa pensiunan. Bukan hanya itu, pada saat rapat itu dibacakan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang sudah disusun ditingkat pusat. Kalimat yang cukup menarik adalah, pembentukan organisasi ini juga dengan memanfaatkan tenaga pensiunan potensial.

Pertanyaan mendasar adalah apakah semua pensiunan akan menjadi Penduduk Lanjut Usia Potensial ? Jawaban atas pertanyaan ini masih mengambang karena walaupun seseorang pensiun dalam sebuah jabatan struktural bukan jaminan bahwa yang bersangkutan akan menjadi penduduk Lansia yang potensial. Untuk mengetahui potensial atau tidaknya penduduk lanjut usia dapat dilihat pada pengertian potensi sebagai  sesuatu yang mesti dikenali dan diwujudkan. Selain itu dapat dilihat pada output dan outcome yang dihasilkan oleh penduduk Lanjut Usia tersebut.

Pengertian

Pengertian potensial menurut kamus bahasa indonesia adalah mempunyai potensi berupa kekuatan, kemampuan, kesanggupan dan daya berkemampuan. Sedangkan pengertian potensi itu sendiri adalah sebagai berikut :
  • Potensi adalah menemukan perubahan dan kecenderungan seseorang dalam menggunakan media pada proses tertentu untuk mencapai tujuan tertentu (djohani,1996:78).
  • Potensi adalah sebagai sesuatu yang mesti dikenali dan diwujudkan. Potensi yang tidak ditampakkan tidak akan mampu menciptakan reputasi, potensi yang tersembunyi apabila diusahakan untuk ditampakkan akan menjadi kekuatan dan kelebihan. 
  • Potensi merupakan sesuatu yang mungkin dicapai atau dikembangkan atau dimiliki atau terjadi pada seseorang maupun pada sesuatu
Dari pengertian potensi dan potensial ini sangat jelas indikator apabila seseorang dimasukkan ke dalam kriteria "potensial" akan memenuhi unsur-unsur :
  1. Kekuatan
  2. Kemampuan
  3. Kesanggupan
  4. Daya untuk memiliki kemampuan (berkemampuan)
  5. Inovatif
  6. Dapat diwujudkan dan dikembangkan
Dengan kriteria mendasar ini maka jelas, sangat terbatas orang-orang yang mampu berada dalam kelompok "potensial" di bidang tertentu. Potensial bukan hanya merupakan bakat dalam diri individu melainkan juga hasil dari pengembangan kualitas diri. Ada banyak orang yang kemudian menjadi potensial setelah rutin melakukan aktifitas yang semula bukan merupakan bakatnya namun di lain pihak ada juga orang yang justru mengembangkan bakatnya untuk menjadi potensial. Dalam hal ini, untuk menjadi potensial harus melalui long term period in the circle of life.



Pensiunan Potensial



Pemenuhan kriteria potensial diatas dilakukan secara individual bisa mengarahkan seseorang yang sudah pensiun masuk kriteria pensiun potensial. Sebagai contoh ketika seorang lurah di Banjarmasin pensiun, kemudian mampu membentuk Bank Sampah di tempat tinggalnya yang dengan Bank Sampah-nya tersebut pemerintah merasa terbantu maka dapat dikatakan bahwa pensiunan lurah ini adalah lanjut usia yang potensial. Atau misalnya ada pensiunan BKKBN yang kemudian secara mandiri membentuk kelompok Bina-Bina di lokasi tempat tinggalnya sehingga program Kependudukan dan KB bisa terbantu karena aktifitasnya maka boleh jadi disebut pensiunan potensial.

Upaya pengembangan yang dilakukan pensiunan lurah dan pensiunan BKKBN dalam contoh diatas tidak dengan memanfaatkan sarana dan dana dari pemerintah (kekuatan) namun mengandalkan hubungan kerja semasa masih aktif (kemampuan) diiringi dengan aktualisasi (kesanggupan dan daya) perencanaan. Ini bentuk inovasi dan bila berjalan maka akan menjadi kegiatan yang positif (dapat diwujudkan).

Akan berbeda dengan aplikasi pensiunan potensial yang selama ini disematkan pada pensiunan pegawai baik negeri maupun swasta. Kriteria potensial itu hanya bisa diaktualisasikan bila masih "menyusu" pada induk kedinasan tanpa mengaktualisasikan kriteria potensial yang sesungguhnya. 

Munculnya program-program baru menjadi lahan bagi para pensiunan untuk aktualisasi dalam sebutan "pensiunan potensial". Misalnya Ikatan Penulis yang seharusnya diisi oleh para penulis atau pensiunan yang punya kegemaran menulis namun ternyata ada pensiunan yang masuk ke dalam kegiatan ini padahal sepanjang  masa dinasannya tidak pernah membuat artikel. Atau asosiasi kegiatan usaha ekonomi yang seharusnya formula-nya lebih banyak dari dunia usaha agar mampu membantu memberikan modal usaha bagi kelompok usaha ekonomi keluarga namun ternyata diisi oleh pensiunan yang tidak memiliki kegiatan usaha apalagi modal. Namun ketika organisasi yang membawahi para pensiunan ini diajak kerja sama untuk menumbuhkan satu kegiatan usaha ekonomi produktif bagi anggota-nya dengan serta merta justru ditolak dengan alasan anggota-nya sudah ingin istirahat dari rutinitas kedinasan.

Tidak mudah untuk menjadi pensiunan potensial walau sebenarnya juga tidak teramat sulit untuk bisa potensial diusia pensiun, sebab itu kembali pada kompetensi diri sebagai individu, bukan kompetensi sebagai pegawai. Setidaknya, saat masih aktif dalam kedinasan sudah melakukan persiapan-persiapan individu sehingga benar-benar potensial sesuai karakteristiknya disaat pensiun. Dengan demikian, sebutan pensiunan potensial, melekat dengan tepat.

Tulisan ini hanya sumbangsih pemikiran semoga bermanfaat.


Muda Berkarya
Tua Bermanfaat
Salam KB !!

Senin, 22 April 2013

A PANIC DECISION

In the Books of Indonesian Dictionary, known that panic is describe of condition sudden of confused, nervous, or scared  (and so can not think calmly). From the meaning of panic, can be known the factor of panic are :
  1. Condition becomes a suddenly ;
  2. There's something that makes confused or nervous or scared ;
  3. Can not think calmly.
Based on these factors, its very easy to knows someone that always panic in an uncommonly situation. For someone that ever have an assessment test, will be knowing how panic she/he within an uncommonly situation. But sometimes, someone who knows that the simulation in assessment test for getting a promotion of level in a structure of organization, she/he will be do the best for the test. 
 
On the real situation, it's cannot be managed and will be can't be affected with a mock way. So, when someone in uncommonly of  situation and then the bad things shown by the attitude, for more than once or twice it describe to everybody that there's a panic by him/her. Physically, someone who have a panic attitude will be speak loudly or yelling or hitting to the others.

The panic not only shown by the deeds but also shown by a decision. The decision maker must have a good emotion and it can be shown by the good deeds so when makes a decision, there's a good reason to do this. There's relationship between the emotion and the deeds when making the decision. 
 
For example, there's a target for doing the jobs. The good proposed of makes the target achievement is if the target realization by the truth of data. Usually, there are  indicators to knows the truth data. Using the indicators is more useful for achievement the target than the other reason.

There's a new situation happened. When the target achievement was fulfilled because have been  gives the budgeting, it is a panic decision or not ?

Especially, if  the target achievement should be fulfilled by the truth data like growth a group to the perfectly. The answer of my question is depend on your heart and I hope you do the best.
Not because the panic situation because it's will be late to achieves the target on the fourth month in this year.


Good luck, and
I'm proud  to be  Family Planning participant !!!

Minggu, 07 April 2013

FORMULIR : ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN

Salah satu point penting yang dihasilkan dalam Rapat Kerja Nasional Program Kependudukan dan Keluarga Berencana adalah perlunya reformulasi Pencatatan dan Pelaporan agar data statistik rutin bisa lebih akurat untuk disajikan. Dalam tulisan saya yang lalu  dengan judul MEMBACA DATA YANG HILANG terungkap adanya formulir dalam langkah Pencatatan dan Pelaporan yang hilang dari peredaran. 

Terkait dengan kedua hal diatas, pada pertemuan yang dilakukan Bidang Advokasi Penggerakan dan Informasi Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Selatan tanggal 15-16 Maret 2013, diperoleh beberapa informasi dari Pengelola Data dan Informasi SKPD-KB Kabupaten/Kota sebagai berikut :
  1. Bahwa dari semua sistematika pencatatan dan pelaporan, kebanyakan memang tidak menemukan lagi Register PUS, Register BKB, Register BKR, Register BKL, Register Kelompok KB dan Register UPPKS. Termasuk juga catatan-catatan yang seharusnya ada di kelompok kegiatan.
  2. Bahwa formulir dengan ukuran yang kecil sangat mempengaruhi besarnya font dari formulir. Kebanyakan, jenis font yang dipilih mengikuti besarnya kertas sehingga kecil-kecil dan sulit dibaca terutama oleh kader. 
  3. Bahwa dari formulir yang dikirim ke Kabupaten/Kota seringkalu terdapat formulir-formulir kosong, tanpa ada isi cetakan. satu kardus formulir yang dikirimkan terdapat 20-30 lembar yang kosong.
  4. Bahwa pengiriman dalam bentuk lembaran menyulitkan untuk pembagian ke lini lapangan sebab perlu menghitung lembar demi lembar.
Dari informasi tersebut, pembahasan berkembang kearah dampak yang ditimbulkan seperti :
  1. Tidak terkontrolnya jumlah PUS sesuai hasil pendataan karena tidak kembali pada Recording and Reporting dengan sumber data Hasil Pendataan Keluarga karena sarana untuk identifikasi berupa form R/I dan C/I yang tidak tersedia.
  2. Munculnya keengganan kader untuk melakukan pencatatan pelaporan akibat huruf yang sangat kecil di form Recording and Reporting.
  3. Pembagian formulir yang tidak bisa rasional karena Kabupaten/Kota memiliki keterbatasan untuk menghitung formulir sesuai kebutuhan Kecamatan.
Dari informasi dan pembahasan terhadap formulir-formulir yang dibutuhkan lini lapangan serta dengan menganalisa dan mempelajari situasi yang ada dapat di deskripsi kan sebagai berikut :
  1. Bahwa selama ini formulir dianggap sebagai pelengkap penderita yang kerap tidak menjadi keperluan utama dalam pelaksanaan Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana. Kondisi ini bila terjadi di tingkat Provinsi bisa jadi disebabkan kurangnya pemahaman akan pentingnya formulir-formulir tersebut dalam rangkaian Pencatatan dan Pelaporan di lini lapangan. Selain itu, sebagian besar dari Kabupaten/Kota tidak memiliki acuan untuk pengadaan formulir-formulir padahal hampir semua Kabupaten/Kota bisa menyediakan anggaran untuk pelaksanaan Program Kependudukan dan Keluarga Berencana seperti pengadaan operasional kelompok kegiatan.
  2. Penyedia barang dan jasa tidak serta merta bisa menyelesaikan komplain terhadap ukuran font dan lembaran formulir  disebabkan spesifikasi barang tidak dibuat oleh pengelola kegiatan data dan informasi melainkan diserahkan sepenuhnya kepada penyedia barang dan jasa atau kepada panitia pengadaan. 
  3. Disamping itu, penyelesaian formulir oleh penyedia barang dan jasa dilakukan dengan menggunakan percetakan di Pulau Jawa sehingga ketika ada formulir yang kosong tidak dapat langsung diperbaiki melainkan membutuhkan waktu dan biaya lagi. Kerugian dalam hal ini dirasakan oleh kecamatan yang mendapatkan formulir kosong. Kalau setiap kardus berisi 100 formulir maka formulir tanpa cetakan minimal 20 lembar  yang kosong. Bila satu kardus untuk satu kecamatan maka hasil kalkulasi nya adalah 151 kecamatan dikalikan 20 lembar = 3.020 lembar. Bila jumlah formulir yang disediakan minimal 5 macam maka kekurangan formulir menjadi 15.100 lembar. Dan bila formulir itu untuk kegiatan Pemutakhiran Data Keluarga, Pelayanan Kontrasepsi dan Pengendalian Lapangan maka boleh jadi angka 15.100 itu akan menjadi 45.300 lembar.
Dari analisa tersebut diatas, perlu dilakukan perubahan yang signifikan terhadap penyediaan formulir agar tidak lagi memberikan kerugian dalam hal pencatatan dan pelaporan juga agar proses pencatatan dan pelaporan sesuai dengan formulasi yang seharusnya yakni :
  1. Memberikan format R/R kepada SKPD-KB dengan saran agar memasukkan usulan penyediaan formulir pencatatan pelaporan,  khususnya Pemutakhiran Data Kependudukan dan Register Pendataan Keluarga kedalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Pada saran ini, sebagian besar peserta pertemuan menyetujui dan memberikan apresiasi sebab ada new inisiatif bagi mereka guna memberikan usulan pada APBD tahun 2014 di bidang Pencatatan dan Pelaporan.
  2. Memastikan bahwa penyedia barang dan jasa pengadaan formulir memahami SPEK yang dibutuhkan oleh lini lapangan sesuai hasil kesepakatan dengan pengelola Data dan Informasi Kabupaten/Kota  berupa ukuran kertas dan font yang dipergunakan dengan harga minimal sesuai Harga Perkiraan Sementara dalam pembuatan SPEK.
  3. SPEK diterbitkan oleh pengelola kegiatan dan diusulkan kepada Panitia Pengadaan dengan acuan sesuai SPEK Pusat dan kondisi riil fisik kertas yang ada di percetakan.
  4. Memastikan bahwa penyedia barang dan jasa memiliki percetakan dilokasi yang sama (satu daerah) guna memudahkan penyelesaian terhadap komplain atas barang dan jasa yang disepakati untuk disediakan.
Perubahan siginifikan ini hanya dapat dilakukan apabila tekad dalam menyelesaikan pekerjaan adalah untuk kebaikan pelaksanaan program. Hal inipun harus didasarkan pada niat keluar dari zona aman menjalin kemitraan dengan rekan kerja yakni pihak penyedia barang dan jasa yang bisa jadi sebenarnya tidak aman akibat adanya komplain dari SKPD-KB Kabupaten/Kota. Kalau diperhitungkan secara seksama maka sebenarnya komplain SKPD-KB inilah yang berpengaruh terhadap pelaksanaan program di lini lapangan karena SKPD-KB Kabupaten/Kota is the real partners for Family Program Planning. Bukan rekan penyedia barang dan jasa saja.

Tulisan ini dibuat tidak serta merta seusai kegiatan pertemuan dengan pengelola Data dan Informasi Kabupaten/Kota sebab harus dilakukan penelusuran terlebih dahulu sehingga we have the best solution for solve of the recording and reporting problems.

Salam KB !!!

Kamis, 28 Maret 2013

PERENCANAAN DAN PROGRAM

Hasil SDKI 2012 menunjukkan angka TFR secara nasional  2,6 sama dengan hasil SDKI tahun 2007. Artinya Total Fertility Rate secara nasional stagnan atau jalan ditempat. Hal ini bisa disebabkan banyak faktor seperti misalnya penambahan jumlah Pasangan Usia Subur yang cukup signifikan sepanjang tahun 2007 sampai dengan 2012. Namun demikian, disaat hal tersebut menjadi perbincangan di lingkungan kantor, satu pertanyaan yang mungkin muncul terkait dengan anggaran adalah dengan stagnannya angka TFR, kemana anggaran program selama ini ?

Saya sempat terpesona mendengar pertanyaan ini sebab sepertinya si penanya mengindikasikan ada kesalahan dalam mengalokasikan anggaran program. Padahal, penanya adalah penanggung jawab program di daerah. Saat itu saya menjawab bahwa persentasi terbesar dari anggaran secara riil ditujukan kepada pelaksanaan program di daerah. Kalau stagnan-nya capaian hasil program (dalam hal ini TFR) dikaitkan dengan anggaran maka dapat dikatakan anggaran-nya memiliki tujuan yang benar namun tidak tepat sasaran.

Ketidak tepatan sasaran merupakan hal yang umum terjadi disemua instansi pemerintah. Hal ini dilontarkan DR. Hidayatullah, MM., MPA. Kepala Sub Bagian Perencanaan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Selatan dalam kegiatan Pelatihan Pengelolaan Data dan Informasi Gender dengan Materi METODA PENGELOLAAN DATA TERPILAH DALAM MENDUKUNG PPRG. PPRG singkatan dari Pedoman Perencanaan Pembangunan Responsif Gender merupakan pendekatan untuk mengintegrasikan perspektif gender dalam proses perencanaan dan penganggaran. Perencanaan yang responsif gender adalah perencanaan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender, yang dilakukan melalui pengintegrasian pengalaman, aspirasi, kebutuhan, potensi dan penyelesaian permasalahan perempuan dan laki-laki. 

Contoh yang sudah menggunakan PRRG adalah BKKBN sebab sudah menggunakan data terpilah sesuai dengan kriteria jenis kelamin meskipun tidak secara langsung. Namun demikian, ternyata masih dapat dikatakan pelaksanaan program masih tidak tepat yang diindikasikan dengan tidak adanya penurunan Total Fertility Rate.
Oleh karena itu, perlu ditelisik lebih mendalam lagi pemasalahan mendasar hingga tidak tepat sasaran program.

Sasaran Program

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia online, yang dimaksud sasaran adalah bulan-bulanan; yg disasarkan; hasil menyasar atau sesuatu yg menjadi tujuan. "Sesuatu" menunjukkan "materi" dari sebuah tujuan. Dalam hal ini, sasaran program Kependudukan dan Keluarga Berencana adalah Pasangan Usia Subur. Tujuan dari program Kependudukan dan Keluarga Berencana adalah menekan laju pertumbuhan akibat kelahiran dengan menaikan Contraceptive Preavalence Rate dan menurunkan Total Fertility Rate.

Dengan konsep tujuan dan sasaran ini menggambarkan bahwa ada keterkaitan yang cukup signifikan antara PUS sebagai peserta KB Aktif dengan penurunan TFR. Namun selama beberapa tahun ini, program Kependudukan dan Keluarga Berencana justru terfokus pada penggarapan terhadap peserta KB Baru. Hampir seluruh sumber daya organisasi ditujukan pada perolehan Peserta KB Baru. Perolehan peserta KB Baru ini ternyata dibarengi dengan tinggi-nya Drop Out Peserta KB. Hal ini dapat diartikan bahwa kegagalan dalam penurunan TFR akibat kurangnya pembinaan terhadap peserta KB Baru agar menjadi peserta KB Aktif. Kurangnya pembinaan terhadap peserta KB Aktif disebabkan kurangnya dukungan anggaran untuk pembinaan peserta KB Aktif. 

Hal ini merupakan permasalahan pertama yang menyebabkan tidak tercapainya target program Kependudukan dan Keluarga Berencana berupa TFR Nasional.

Penetapan Item Anggaran

Dari materi yang disampaikan dalam Pelatihan Pengelolaan Data dan Informasi Gender disampaikan bahwa dengan pengunaan data yang tepat maka penyusunan rencana anggaran tidak akan lepas sasaran. BKKBN dikenal sebagai lembaga yang memiliki data akurat seperti dikatakan FB. Didiek Santosa Kepala Bidang Analisis dan Penyajian Informasi Gender Asisten Deputi Informasi Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI karena datanya diperoleh by name by address
Dengan memperhatikan pernyataan yang disampaikan pemberi materi Strategi Meningkatkan IPM, IPG dan IDG di Kalimantan Selatan dan Cara Penghitungan Indikator Gender ini sebenarnya data di BKKBN menjadi kekuatan dalam penyusunan rencana anggaran agar tepat sasaran.

Hal yang seharusnya menjadi perhatian adalah item dalam penyusunan anggaran. Apabila data sudah menjadi kekuatan makan item yang ada dalam penyusunan mengarah pada pencapaian tujuan organisasi. Item ini harus memperhatikan faktor utama dan faktor pendukung. Yang masuk kedalam faktor utama dari program Kependudukan dan Keluarga Berencana adalah pelayanan dan pembinaan kesertaan ber-KB dari Pasangan Usia Subur seperti Klinik KB, Provider, Institusi Masyarakat Pedesaan, Petugas Lapangan KB, Pencatatan dan Pelaporan dan Institusi Ketahanan Keluarga. Yang termasuk kedalam faktor pendukung dari program Kependudukan dan Keluarga Berencana adalah peraturan perundang-undangan di daerah sebagai penguat fungsi regulasi Perwakilan di Provinsi seperti Lembaga Legislatif, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Unsur Pimpinan Daerah (Kepala Daerah-TNI-Kepolisian) dan Lintas Sektor :Lainnya.
Hal ini merupakan permasalahan berikutnya yang menjadi penyebab tidak tercapainya sasaran program Kependudukan dan Keluarga Berencana pada skala nasional.

Mengatasi permasalahan dalam hal program tepat sasaran haruslah diketahui faktor utama dan faktor pendukung dari tujuan program. Dengan mengetahui faktor utama dan faktor penunjang, khususnya di daerah, tempat dimana sebagian besar anggaran program Kependudukan dan Keluarga Berencana dialokasikan maka besar kemungkinan perencanaan pembangunan di BKKBN bukan hanya responsif gender melainkan tepat sasaran. Semoga belum terlambat untuk memusatkan perhatian pada sasaran yang tepat hingga Millenium Development Goals yang menjadi acuan program pada tahun 2015 bisa terpenuhi terutama dibidang Kesehatan dan Keluarga Berencana. 

Tulisan ini terinspirasi usai mengikuti Pelatihan yang diselenggarakan oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Kalimantan Selata dan kebetulan pada waktu yang bersamaan telah dikemukakan adanya kegiatan perencanaan tahun 2014. Semoga tulisan ini memberi manfaat, khususnya buat saya dan semoga berguna buat semua.
Salam KB !!!!

Jumat, 22 Maret 2013

MEMAHAMI TUPOKSI

Tupoksi merupakan akronim yang kerap dilekatkan pada seseorang yang bekerja dalam sebuah organisasi baik organisasi formal maupun non formal dan organisasi pemerintah maupun swasta. Tupoksi sendiri berasal dari kata tugas pokok dan fungsi yang dimaknai sebagai sasaran utama atau pekerjaan yang dibebankan kepada organisasi untuk dicapai dan dilakukan. Dalam organisasi pemerintahan, tugas pokok dan fungsi merupakan bagian tidak terpisahkan dari keberadaan organisasi tersebut. 

Penetapan tugas pokok dan fungsi atas suatu unit organisasi menjadi landasan hukum bagi unit organisasi tersebut dalam beraktifitas sekaligus sebagai rambu-rambu dalam pelaksanaan tugas dan koordinasi pada tataran aplikasi di lapangan. Dalam pengertian ini maka dapat dikatakan bahwa tugas pokok organisasi akan menyebar ke tugas pokok komponen yang ada di struktur organisasi itu sendiri. Bagi organisasi modern,  penetapan tugas pokok dan fungsi ini menjadi sangat penting sebab struktur organisasi yang multilevel memungkinkan terjadinya tabrakan pelaksanaan kegiatan bila tidak diberi tugas pokok dan fungsi. Sebuah  organisasi modern memiliki ciri utama memiliki banyak komponen dan menggunakan sarana komunikasi informasi yang mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi.


Pembagian Tugas Pokok dan Fungsi

Tugas pokok dan fungsi yang tersebar dalam komponen penyelenggara merupakan satu rantai yang saling berhubungan dan bergerak pada arah, kecepatan dan ritme yang sama atau diibaratkan sebagai mesin penggerak sehingga rangkaian kegiatan ini benar-benar bergerak ke arah pencapaian tujuan organisasi. Melalui bagan struktur organisasi dapat diketahui mengenai pelaksanaan tugas pokok dan fungsi sebuah organisasi. Bagian-bagian dari struktur organisasi merupakan bagian dari rantai dalam mesin penggerak. Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi biasanya akan melekat pada tanggung jawab dan kewenangan.

Oleh karenanya, tugas pokok dan fungsi dalam organisasi kerap dibedakan ke dalam berbagai jenis.
  1. Tugas pokok dan fungsi struktural adalah tugas pokok dan fungsi yang dijalankan bagian dari organisasi sesuai dengan struktur pekerjaan yang terkait secara langsung terhadap pencapaian tujuan organisasi. Di dalam tugas pokok dan fungsi struktural ini dilaksanakan berdasar jenjang managerial yang terdapat dalam organisasi. Inti dari organisasi adalah menajemen dan inti dari manajemen adalah kepemimpinan maka tanggung jawab dan kewenangan tupoksi struktural akan terkait dengan kepemimpinan.
  2. Tugas pokok dan fungsi fungsional adalah tugas pokok dan fungsi yang dijalan sesuai kebutuhan organisasi dalam upaya untuk mencapai tujuannya. Di dalam tugas pokok dan fungsi fungsional ini tidak berlaku jenjang managerial dan hanya merupakan bagian dari aspek manajemen.
Dari kedua hal diatas maka sebenarnya bagi sebuah organisasi baik formal maupun informal, pemerintah maupun swasta tidak akan dapat hanya menerapkan tugas pokok dan fungsi fungsional sebab masih dibutuhkan managerial pada level tertentu.


Membaca Tupoksi Jabatan


Berbicara tentang tugas pokok dan fungsi organisasi bila dikaitkan dengan organisasi pemerintah maka tidak akan terlepas dari pegawai pelaksana tugas pokok dan fungsi di organisasi pemerintah tersebut. Berdasar pada tanggung jawab dan kewenangan maka seorang pelaksana tugas pokok dan fungsi dalam struktural dapat melakukan tugas pokok dan fungsi fungsional. Oleh karenanya, dalam sebuah organisasi pemerintahan modern akan menyertakan jabatan struktural dan jabatan fungsional di bagan organisasinya.

Pada jabatan struktural maka tugas pokok dan fungsi yang dilaksanakan akan terkait dengan kepemimpinan dan pengambilan keputusan sebagai inti dari manajemen dan inti dari organisasi. Sedangkan jabatan fungsional yang tidak terkait dengan manajerial maka tidak ada tanggung jawab dan kewenangan dalam kepemimpinan dan pengambilan keputusan. Dalam pelaksanaannya, sebagian tugas pokok dan fungsi dari jabatan fungsional dapat dilakukan oleh pejabat struktural asalkan sudah mengikuti pendidikan dan pelatihan yang menjadi syarat untuk jabatan fungsional, sebaliknya pada jabatan fungsional tidak dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsi dari jabatan tsruktural walaupun sudah mengikuti pendidikan dan pelatihan struktural. Hal ini tidak terlepas dari tanggung jawab dan kewenangan kepemimpinan yang tidak ada pada jabatan fungsional.

Yang justru harus dicermati adalah adanya kesalahan dalam penerapan tugas pokok dan fungsi seperti misalnya :

  1. Tugas pokok dan fungsi pejabat struktural dilaksanakan oleh pejabat fungsional. Pada tataran ini sebenarnya kesalahan lebih bertitik tolak pada kemampuan dalam menjabarkan tugas pokok dan fungsi masing-masing jabatan. Jabatan fungsional memiliki tugas pokok dan fungsi yang mengacu pada Peraturan Presiden sedangkan tugas pokok dan fungsi jabatan struktural diatur oleh lembaga yang bersangkutan dengan mengacu pada peraturan perundangan yang lebih tinggi  ;
  2. Tugas pokok dan fungsi pejabat eselon tertentu dilaksanakan oleh pejabat pada eselon diatasnya. Ini berdampak pada kurangnya responsibility jabatan dari pejabat yang bersangkutan ;
  3. Tugas pokok dan fungsi yang seharusnya dilaksanakan oleh seorang pejabat justru dilaksanakan oleh staf atau bawahannya.
Kesalahan semacam ini sebenarnya bisa saja dikesampingkan namun lambat laut akan berpengaruh pada fungsi bagian selaku mesin organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Oleh karenanya, perlu dilakukan pemantapan dalam pengertian dan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi ini melalui kegiatan pembinaan baik secara perseorangan maupun per-satuan kerja.

Sosialisasi tugas pokok dan fungsi dilakukan dalam rangka mengembalikan fungsi-fungsi yang seharusnya dilaksanakan agar bisa berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk itu dan asessment merupakan cara untuk mengetahui ketepatan dalam menempatkan seseorang dalam gugus tugas pokok dan fungsi di organisasi.

Dengan melalui sosialisasi dan assesment ini maka setiap individu yang berada dalam sebuah organisasi akan memahami tugas pokok dan fungsinya sehingga mesin organisasi berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar tujuan organisasi bisa tercapai.

Tulisan ini terinspirasi dari hasil pengamatan terhadap penyimpangan penggunaan sarana kantor untuk kepentingan pribadi oleh staf yang tidak memiliki tanggung jawab dan kewenangan untuk itu. Penyimpangan ini, dikeluhkan juga oleh staf yang lain karena berpengaruh besar terhadap tugas pokok dan fungsi yang menjadi tanggung jawab dan kewenangannya.

Semoga tulisan ini juga menginspirasi berbagai pihak untuk melakukan pembinaan tupoksi secara berjenjang. Terima kasih.

Kamis, 14 Maret 2013

The Functional Allowances



At my first job description in structural official is about training and development. I should try to learn about all of training and development including the trainers there. We call the trainer with widyaiswara.

What is widyaiswara ?


In accordance with regulation No. 101 of  2000 on Education and Training Position of Civil Servants (PNS), mentioned that one of the crucial components of the training is widyaiswara. This is confirmed in the Minister of State PAN Number 14/2009 regarding Functional Official of Widyaiswara and Credit Value of Widyaiswara and Head of the Joint Regulation LAN and BKN No. 1 and 2 in 2010.

Widyaiswara is the word. comes from Sanskrit. Vidya is mean knowledge, ish is mean have and vara is mean selected. So widyaiswara in the simple meaning is someone who has knowledges and she/he selected by some of competences.
So, from that two terms of  functional, we can take the result of widyaiswara is a functional positions of civil servants with the task of educating, teaching and / or training in full on the unit education and training from government agencies. It means, widyaiswara is functional official, not structural functional in a government agencies.

Allowances of widyaiswara is based on Government Regulation No. 52/2006 and related with that, the job descriptions of widyaiswara is based on Government Regulation No. 1/2006. In that regulations there's no one explanation that widyaiswara can do the structural official jobs except requested by head officer. 
Allowances of widyaiswara is attached together with the job description.

Based on prime secretary letter that widyaiswara can't get allowances when teaching at a training have many reactions of widyaiswara. The feared thing,  is widyaiswara only give dinamika kelompok at a training event. The other functional duty of widyaiswara,  will be given by the structural level.

Entri yang Diunggulkan

MENILIK KELEMBAGAAN (Pengamatan dari 3 bagian)

S aya sudah pernah menulis mengenai kelembagaan BKKBN dalam artikel di  https://uniek-m-sari.blogspot.com/2015/02/uu-no-23-tahun-2014-dan-kk...