SCROLL

SELAMAT DATANG DI Uniek M. Sari's BLOG

Rabu, 08 Januari 2014

EFEKTIF-NYA PROGRAM KB DI MATA PEMDA

Pembentukan BKKBD merupakan amanat dari Undang-Undang no 52 tahun 2009 yang seharusnya diimplementasikan dalam Peraturan Daerah. Akan tetapi, dari 500 kabupaten/kota di Indonesia, sampai dengan akhir tahun 2013 baru terbentuk 12 BKKBD. Bukan hanya masih sedikit yang terbentuk, bahkan di salah satu kabupaten di Kalimantan Selatan yang semula bersemangat akan membentuk, terkendala dengan pertanyaan dari pihak Organisasi dan Tata Laksana : apakah benar efektif pembentukan BKKBD bagi daerah ?

Pertanyaan ini sepertinya biasa saja, namun akan menjadi sangat luar biasa sebab pertanyaan itu mengandung arti adanya keraguan terhadap UU no 52/2009 bahkan notabene terhadap keberhasilan program Kependudukan dan KB di Indonesia. Barangkali, kalau disandingkan dengan hasil SDKI 2012 yang terus menerus digembar-gemborkan sebagai kegagalan program KB mungkin sekali pertanyaan ini sangat benar. Hanya saja, teramat naif bila hanya melihat program KB dari angka TFR. Program KB sebenarnya bisa dilihat dan diukur dari segala sisi, bukan semata-mata berhenti di angka TFR.

HAMIL dan LAHIR

Keluarga Berencana (KB) memiliki tujuan untuk mengatur kelahiran dengan mencegah terjadinya kehamilan melalui pemasangan alat kontrasepsi. Artinya, sebuah alat kontrasepsi bagi Pasangan Usia Subur berperan sebagai alat pencegah terjadinya kehamilan sehingga mengurangi kelahiran.

Inti dari program KB adalah mencegah terjadinya kelahiran. Oleh karena itu, selain TFR, BKKBN juga bisa menghitung efektifitas pengguna alat kontrasepsi terhadap jumlah kelahiran yang sudah dicegah pada tahun tertentu. Hal ini dilakukan dengan melakukan Analisis Multi Indikator dengan sumber data dari statistik rutin dan pendataan keluarga tahun lalu.

Angka efektifitas penggunaan alat kontrasepsi diperoleh dari jumlah efektifitas per mix kontrasepsi di kali dengan % pengguna alat kontrasepsi. Sedangkan angka kelahiran tercegah dilihat dari CBR tahun sekarang dikurang dengan CBR tahun lalu. Tehnik penghitungan ini terdapat dalam Analisis Multi Indikator yang rutin dilakukan Sub Direktorat Analisa dan Evaluasi.

Kalimantan Selatan, dengan menggunakan penghitungan pada analisis multi indikator terhadap data tahun 2012 menunjukkan angka efektifitas penggunaan alat kontrasepsi tertimbang sebesar 95,82 berhasil mencegah kelahiran sebanyak  138.142 selama tahun 2012.  Ini merupakan angka keberhasilan dalam program KB yang dijalankan BKKBN. Dengan efetifitas pengguna kontrasepsi sebanyak 95,82% maka tercegahlah kehamilan sehingga Kalimantan Selatan batal mendapatkan penduduk baru sebanyak 138.142 pada tahun 2012.

NILAI SEORANG PENDUDUK BARU

Angka kelahiran tercegah sebanyak 138.142 ini memang tidak terkait dengan TFR. Akan tetapi, angka kelahiran tercegah ini dapat dihitung sebagai beneffit cost program KB dengan penghitungan sebagai berikut :


  1. Apabila program kesehatan dasar yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada Balita berupa imunisasi lengkap beserta perawatan kesehatan senilai Rp. 2.000.000,- peroang maka dengan tercegahnya kelahiran sebanyak 138.142 ini berarti terdapat penghematan senilai Rp. 276.284.000.000,-
  2. Apabila program Jampersal berlaku untuk ibu yang melahirkan dengan nilai Rp. 5.000.000,- setiap kelahiran maka kelahiran tercegah sebanyak 139.142 ini memberi penghematan senilai  Rp. 690.710.000.000,-
  3. Apanila program pendidikan dasar diberikan kepada anak usia sekolah dasar senilai Rp. 3.000.000,- perorang maka angka kelahiran tercegah sebanyak 139.142 ini memberi penghematan senilai Rp. 414.426.000.000,-
Dari ketiga unsur utama yang terkait dengan kehamilan dan kelahiran ini jelas terlihat bahwa angka kelahiran tercegah sebanyak 138.142 memberi kontribusi berupa penghematan biaya belanja bagi daerah dengan total nilai Rp. 1.381.420.000.000,-

Apabila diperbandingkan dengan dukungan anggaran dari APBN untuk provinsi Kalimantan Selatan sebesar 33 milyar maka dukungan program KB untuk penghematan APBD sebesar 41.861,2%

Dengan penghitungan semacam ini maka pertanyaan, apakah benar efektif pembentukan BKKBD bagi daerah bisa dijawab dengan jawaban yang sangat pasti yaitu SANGAT EFEKTIF dan MEMANG PERLU DIBENTUK.

Ini hanya sumbang pemikiran, semoga berguna sehingga BKKBN mampu mewujudkan amanat UU No 52/2009 yakni terbentuknya BKKBD di 500 Kabupaten/Kota se Indonesia.

Salam Sukses,
Salam KB 2 Anak Cukup
Semakin MATANP KB-ku semakin Sejahtera Keluargaku

Kamis, 05 Desember 2013

PENGAWASAN.......AWAS MENGAWAS

Organisasi apapun pasti menjalankan fungsi managemen dari Planning, Organizing, Actuating dan Controling. Masing-masing fungsi memiliki peran sendiri-sendiri namun saling terikat satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, fungsi menejemen ini bisa disamakan dengan sebuah sistem yang terdiri dari sub sistem P, sub sistem O, sub sistem A dan sub sistem C.

Berjalannya sub sistem sesuai rule of role akan mewujudkan sistem yang sehat sehingga organisasi yang menjalankan fungsi menejemen secara menyeluruh ini akan bisa mencapai tujuan organisasinya dengan baik, efektif dan efisien. Oleh karena itu, sebuah organisasi besar dan modern akan menempatkan sub sistem ini dalam struktur organisasi-nya yang dilengkapi dengan sarana-prasarana pendukung organisasi berupa Man, Money, Machine, Method dan Materials. Money, Machine, Materials dan Method pada dasarnya merupakan sarana-prasarana yang bersifat statis dimana akan menjadi dinamis bila digerakan oleh Man yang ada dalam organisasi.

Efektifitas, efisiensi dan hasil yang baik dari organisasi boleh jadi tergantung pada penyediaan sarana dan pra sarana yang memadai dan sesuai untuk kebutuhan organisasi, akan tetapi lebih besar sangat dipengaruhi oleh orang-orang yang duduk sebagai pelaksana menejemen yang disebut menejer atau pimpinan.

http://3.bp.blogspot.com/-VuVO-Bai5iw/T_pFB5t7Q7I/AAAAAAAAAdM/_I41pMVZR_Q/s1600/manajemen.jpg
Pengawasan atau Controling

Dengan memahami bahwa pengawasan atau controling merupakan bagian dari fungsi menejemen yang tidak dapat dihilangkan atau ditiadakan dalam sebuah organisasi maka sudah seharusnya setiap individu yang terlibat di dalam organisasi memahami makna sesungguhnya dari sebuah pengawasan.

Dalam organisasi besar seperti Pemerintahan di sebuah negara, pelaksanaan kegiatan pembangunan juga tidak terlepas dari fungsi pengawasan, oleh karenanya, Pemerintah memiliki satu badan yang melaksanakan fungsi sesuai tugas pokok dan fungsi-nya seperti Badan Pengawas Keuangan untuk melakukan pengawasan dan kontrol di bidang anggaran, Badan Kepegawaian Negara untuk melakukan pengawasan dan kontrol bagi pegawai negeri maupun pegawai negara dan lain sebagainya. Disamping itu, pengawasan dapat dilakukan oleh publik atau masyarakat dikarenakan dalam sebuah negara demokrasi maka legitimasi tertinggi berada ditangan rakyat. Oleh karenanya, melalui lebaga-lembaga swadaya, masyarakat membentuk institusi yang menjalankan fungsi pengawasan seperti Indonesian Corruption Watch.

Pengawasan yang dilakukan oleh negara dan masyarakat merupakan pengawasan eksternal bagi sebuah organisasi dan institusi lainnya. Sebab, bagi organisasi itu sendiri, fungsi pengawasan yang melekat pada sistem dari fungsi menejemen harus tetap ada. Sehingga dapat dikatakan bahwa fungsi pengawasan yang dijalankan oleh organisasi sendiri disebut pengawasan internal.

Dengan melihat pada pengawasan eksternal dan pengawasan internal maka dapat dibedakan makna dari pengawasan itu sendiri. Secara harafiah, pengawasan adalah upaya untuk meniadakan penyimpangan penggunaan Man, Machine, Money, Method dan Materials organisasi yang akan merugikan organisasi. 

Pada saat sebuah pengawasan dilakukan secara internal (organisasi yang masih berada dalam satu Peraturan Hukum walaupun bersifat vertikal dan horizontal) lebih bersifat pada pembinaan agar tidak terjadi penyalah gunaan atau penyimpang dalam penggunaan sumber organisasi. Sedangkan pengawasan yang dilakukan secara eksternal lebih cenderung pada pembuktian bahwa organisasi tertentu tidak menyimpang atau tidak menyalah gunakan sumber organisasi (5M) tersebut.

Menyikapi Hasil Pengawasan
Sebuah pengawasan yang dilakukan secara sistematis akan menghasilkan sebuah temuan hasil pengawasan yang lebih fokus pada pont-point yang diawasi menyangkut 5 sumber organisasi tersebut. Hasil pengawasan berupa temuan biasanya akan disampaikan secara lisan berupaya pemaparan dan secara tertulis. Dari kedua cara penyampaikan tersebut, sebuah pengawasan tidak serta merta menghasilkan keputusan berupa sanksi melainkan harus memberi kesempatan kepada pihak-pihak yang diduga melakukan penyimpangan atau penyalahgunaan sumber organisasi.

Pemahaman terhadap hasil pengawasan tidak bisa terlepas dari pemahaman menejer terhadap fungsi menejemen. Ini juga menjadi faktor berpengaruh terhadap keberhasilan dalam men-sosialisasi-kan pengertian dan tujuan pengawasan. Oleh karenanya, bagaimana seorang menejer menyikapi hasil pengawasan bisa menjadi indikator pemahaman terhadap fungsi menejemen : controling.

Bila hasil pengawasan merupakan sebuah permasalahan maka dari hasil pengawasan intern yang dilakukan baru-baru ini, sikap-sikap yang ditunjukkan oleh para menejer adalah sebagai berikut :
  1. Mencari sumber permasalahan dan membebankan kepada sumber permasalahan untuk menyelesaikan hasil temuan. Hal ini kerap ditunjukan oleh seseorang yang hanya memahami pekerjaan yang menjadi tupoksi-nya tanpa memahami berlakunya sistem dalam organisasi bahwa satu sama lain walaupun dengan tupoksi yang berbeda merupakan satu kesatuan yang saling berpengaruh.
  2. Menghindari permasalahan dengan menghilangkan berkas dan bukti yang sebenarnya merupakan tanggung jawab menejerial dibidangnya. Hal ini ditunjukan oleh orang yang hanya fokus pada kepentingan diri dan lingkungannya padahal diri dan lingkungan itu merupakan sumber masalah bagi orang lain walaupun menyadari bahwa satu sub sistem berpengaruh terhadap sub sistem yang lain.
  3. Mempelajari permasalahan kemudian memahami yang menjadi permasalahan kemudian berupaya untuk menyelesaikan permasalahan.
Dengan melihat bahwa hasil pengawasan merupakan hasil dari sebuah proses sebab pengawasan itu sendiri merupakan sub sistem yang menjalankan sistem intern maka untuk menjawab hasil pengawasan tidak serta merta dengan menabrak sistem dari sub sistem itu sendiri. Berdasar pada pemahaman itu maka cara untuk menjawab hasil pengawasan adalah :
  1. Meminta feedback hasil pengawasan
  2. Menetapkan kesepakatan waktu untuk pembukti dalam menjawab hasil pengawasan dengan skala tertentu berdasar perhitungan hari kerja ;
  3. Mempersiapkan bukti-bukti autentik untuk memperkuat jawaban atau sanggahan dari hasil pengawasan ;
  4. Melakukan prosedur tetap (resmi) dalam menjawab atau menyanggah hasil pemeriksaan misalnya dengan membuat Berita Acara Pemeriksaan dimana dalam BAP inilah sanggahan dan bukti-bukti disajikan sehingga atasan langsung bisa menerbitkan Laporan BAP dengan menetapkan sanksi yang sudah diperbandingkan dengan hasil pengawasan dan hasil dalam BAP ;
  5. Prosedur tetap ini dilaksanakan dalam kurun waktu yang sudah disepakati ;
  6. Penetapan sanksi yang berlaku didasarkan atas Laporan BAP yang sudah dilakukan oleh atasan langsung.
Tulisan ini didasarkan pada pengamatan terhadap pola tingkah laku menejer di tempat bekerja, pasca pengawasan internal. Sebenarnya, disaat pengawasan internal dilakukan, harus diartikan sebagai pembinaan sehingga makna hasil pengawasan bisa diasumsikan sebagai "pembelajaran" untuk melakukan hal yang sama ketika pengawasan eksternal dilakukan oleh pihak dari luar organisasi. Sebab, sebuah pengawasan tidak akan menjadi alat untuk memasung sepanjang sumber organisasi seperti Man, Money, Machine, Method dan Materials dipergunakan sesuai dengan rule of law sementara pada menejer berbuat berdasar rule of role.

Sukses untuk kita semua, semoga bermanfaat.

Sabtu, 23 November 2013

SEJARAH-NYA TIDAK JAUH DARI RUMAH

Hidup tidak akan terlepas dari masa lalu. Dengan adanya masa lalu, orang bisa belajar untuk menjalani hidup dimasa yang akan datang.
Masa lalu bagi sebagian orang mudah dilupakan, namun bagi sebagian lainnya tentu tidak gampang dilupakan.

Salah satu dari masa lalu adalah sejarah. Sejarah menjadi sangat penting dan tidak mungkin untuk diabaikan. Oleh karenanya, sejarah harus tetap disampaikan dari generasi ke generasi. Terutama, sejarah yang benar dan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.

Berikut, saya lampirkan sebuah bukti sejarah berdirinya BKKBN di Kalimantan Selatan.


Surat keterangan ini ditanda tangani pada kegiatan yang diselenggarakan tanggal 28-29 Pebruari 1976 di Banjarmasin, oleh H. Hamli Carang sebagai Ketua BKKBN Tk I Kalimantan Selatan sedangkan Task Force BKKBN Tk II Banjarmasin yaitu N. Jubair, S.Sc. Ini merupakan masa-masa awal berdirinya BKKBN di Kalimantan Selatan, dengan melibatkan organisasi Ikatan Guru TK Indonesia sebagai penyebar luas informasi program KB.

Dari bukti autentik ini maka jelas bahwa dokter H. Hamli Carang patut diberi penghargaan sebagai pejuang Keluarga Berencana dan mendapat kehormatan untuk dikunjungi dalam nuansa peringatan Hari Keluarga Nasional setiap tahunnya. Keluarga Ketua BKKBN Tk I Kalimantan Selatan ini masih bisa digali riwayat hidup-nya dari keturunan beliau yakni suami dari pebulu tangkis nasional, Verawati Fajrin.

Sayangnya, terkadang banyak orang yang terpaku pada senioritas lalu menyatakan diri sebagai pengukir sejarah, padahal perjalanan hidup dalam pekerjaan yang digelutinya belum menggambarkan diri sebagai pelaku sejarah.

Sekedar tahu saja, surat keterangan di atas ternyata tidak susah mendapatkannya melainkan dalam file surat-surat lama milik ibuku.....di rumah.

Sejarah KB di Kalimantan Selatan ternyata tidak jauh dari rumah.

Salaaaaaam !!!

Sabtu, 05 Oktober 2013

MEMPENGARUHI KEBIJAKAN

Membaca keluh-kesah para petugas lapangan KB di media jejaring sosial facebook, sebenarnya sama seperti menyaksikan Indonesia Lawyer Club atau Debat yang ditayangkan oleh salah satu stasiun televisi. Pokok pembahasan merupakan materi yang sangat berbobot namun keseluruhan rangkaian posting status dan komentar-nya belum mengarah pada satu titik, memberikan jalan keluar. Ujung-ujung dari komentar adalah "seruan demo" baik demo untuk tidak mengerjakan tugas selaku PKB/PLKB maupun demo ke BKKBN Pusat. 

Berbeda dengan pengaruh jejaring sosial facebook di Turki atau Amerika Serikat yang mampu menyatukan aspirasi pembacanya untuk melakukan aksi, maka seruan-seruan di jejaring sosial ini hanya sampai pada batasan mempengaruhi "emosional" pembacanya.

Mengapa ?

Karena, kebijakan tentang Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, sesudah diserahkan kewenangannya kepada Pemerintah Daerah, ditanggapi dengan cara yang berbeda-beda seperti :
  1. PKB di provinsi A merasa diabaikan oleh Kepala Dearahnya sebab tidak ada jaminan terhadap status dan jabatan yang disandangnya, namun berbeda dengan provinsi X dimana Kepala Daerahnya memiliki sense og belonging sehingga status dan jabatan petugas lapangan KB terjamin dalam bentuk Peraturan Daerah.
  2. PKB dalam satu provinsi juga memiliki perbedaan penanganan. Ada kabupaten A yang mampu memberikan anggaran memadai bagi kader dan operasional kegiatan di lapangan namun ada kabupaten X yang justru mengabaikan anggaran sehingga gerak dan langkah PKB di kabupaten tersebut sangat bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional yang disalurkan melalui Perwakilan BKKBN di Provinsi.
  3. Perlakuan yang berbeda dari SKPD-KB dimana ada SKPD-KB yang peduli dengan program dan pelaksana program di lini lapangan sehingga bisa terbuka dan menyerahkan anggaran sesuai dengan kebutuhan lapangan namun ada juga yang tidak demikian.
Ketidak seragamana ini boleh jadi disebabkan oleh nomenklatur yang berbeda dari SKPD-KB di Kabupaten/Kota. Dampaknya, suara PKB/PLKB pun tidak seragam.

Bisakah PLKB/PKB Indonesia memiliki suara yang seragam ?

Bisa dipastikan bahwa seluruh PKB/PLKB di Indonesia bisa memiliki suara yang seragam, dengan cara secara terstruktur melakukan pendataan permasalahan yang ada di Kabupaten/Kota kemudian merekapitulasi permasalahan tersebut hingga ke tingkat nasional. Dengan cara ini, akan tercover permasalahan yang sama seluruh Indonesia untuk dijadikan bahan agar dapat mengubah kebijakan tentang program Kependudukan dan KB secara nasional.

Ketika ada PKB/PLKB yang menyatakan bahwa PLKB/PKB tidak bisa membuat kebijakan, hal itu 100% benar karena kebijakan hanya bisa dikeluarkan oleh lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif. Lembaga-lembaga ini berdasar aturan hukum hanya ada di Pusat yakni level Presiden dan Jajaran Sistem Pemerintahannya (Menetri atau Kepala Badan/Lembaga Negara), Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Perwakilan BKKBN Provinsi saja tidak memiliki kebijakan dalam pengertian sesungguhnya melainkan hanya berfungsi sebagai pelaksana kebijakan pusat dan memfasilitasi Kabupaten/Kota untuk melaksanakan kebijakan pusat.

Namun, ini bukanlah harga mati sehingga PLKB/PKB juga mati langkah dan tidak dapat mempengaruhi kebijakan. Setiap warga negara memiliki hak yang sama di mata hukum. Oleh karena itu, sebenarnya setiap PKB/PLKB juga memiliki hak sama di mata hukum, di mata kebijakan. Hanya saja, cara mempengaruhi kebijakan yang dilakukan oleh PLKB/PKB sudah seharusnya yang menunjukkan kualitas kepegawaiannya sebab rata-rata PLB dari sarjana dan tidak sedikit dari PLKB yang sudah menyandang pangkat di golongan "PENATA".

Bagaimana Cara Mempengaruhi Kebijakan ?

Pertama dilakukan secara terorganisir dari daerah hingga ke pusat sehingga kesatuan dan persastuan menjadi landasan dalam upaya mempengaruhi kebijakan. PLKB/PKB Indonesia sudah memiliki organisasi resmi dengan sebutan IPeKB sehingga bisa menjadi wadah pemersatu ;
Kedua sesuai dengan jalur hukum yang berlaku dan bilamana perlu ada yang memback up secara hukum misalkan oleh Lembaga Bantuan Hukum ;
Ketiga lakukan secara elegan yakni dengan memberikan masukan kepada lembaga pengambil kebijakan yakni DPRD dan Pemerintah Daerah dalam bentuk Policy Brief sebab hanya dengan menggunakan policy brief sebuah kebijakan dapat dipengaruhi. Untuk dilaksanakan atau untuk diubah ;
Keempat sesuaikan dengan permasalahan setempat atau lokal sesuai dengan scope wilayah yang ingin diubah. Agar menjadi bahan pertimbangan bahwa  mengubah Undang-Undang tidak semudah mengubah Peraturan Daerah.

Tulisan ini dibuat karena terinspirasi dialog di facebook. Saya tidak punya keinginan lagi untuk melakukan dialog-dialog panjang di facebook sebab ujung-ujungnya saya diberi label "hanya bisa main perintah lihat peraturan sana-lihat peraturan sini" bahkan disebut sebagai "orang provinsi yang berani pasang badan untuk orang pusat" dan mengesampingkan bahwa forum yang ada itu adalah forum diskusi dengan dengan tujuan sharing pendapat.

Semoga yang membaca tulisan ini, tidak mencap saya sebagai orang yang bisanya cuma omong doang. Sesuai dengan level saya dalam kedinasan, silahkan buka www.kalsel.bkkbn.go.id  lihat pada bagian artikel dengan judul POLICY BRIEF. 

Salam KB, 2 Anak Cukup !!
KB-nya MANTAP, Keluarga-nya MANTAP

Selasa, 24 September 2013

EVENT ORGANIZER

Event organizer adalah organisasi atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan organisir terhadap sebuah kegiatan. Kehadiran event organizer disaat sekarang ini sangat diperlukan sebab orang sudah memanfaatkan efisiensi waktu sehingga dengan memanfaatkan event organizer maka sebuah kegiatan berskala besar sekalipun bisa terselenggara dengan baik. Bagi kalangan yang melakukan kegiatan bisnis, event organizer merupakan bisnis yang menjanjikan  di era ini.

Kalau mengambil prinsip dasar dari event organizer yakni pelaksanaan kegiatan secara terorganisir,  sehingga sebuah kegiatan bisa berlangsung sesuai perencanaan. Event organizer yang murni berbasis bisnis memperhitungan keuntungan. Hal ini disebabkan kegiatan yang dilakukan oleh event organizer memperhitungkan ketersediaan anggaran dari pihak yang akan menyelenggarakan kegiatan, konsep kegiatan dan biaya yang dibutuhkan hingga acara tersebut selesai dilaksanakan. Kepuasan pelanggan sebagai pemilik anggaran menjadi modal utama dan terpenting sehingga event organizer semacam ini akan berbuat se profesional mungkin agar usahanya kian bertahan dan kian meluas.

Bagaimana dengan kegiatan instansi pemerintahan ?

Prinsip kerja pada event organizer swasta sebenarnya bisa diterapkan oleh penyelenggara kegiatan di instansi pemerintahan. Dengan organization resources yang memadai, sangat memungkinkan instansi pemerintahan melakukan event atau kegiatan yang terkoordinir secara profesional. Hal ini dikarenakan, kegiatan yang diselenggarakan oleh instansi pemerintahan tidak akan dikenakan pinalti apalagi sampai mengalami kerugian secara finansial sebab dukungan anggaran tersedia per item kegiatan.

Adapun hal-hal yang menjadi acuan keberhasilan event organizer di lingkungan instansi pemerintahan adalah
  1. Pelaksanaan kegiatan 100% benar-benar sesuai dengan kerangka acuan kegiatan, dalam artian undangan bersifat transparan untuk event yang dimaksudkan.
  2. Kehadiran peserta pembukaan minimal 90% dari peserta yang diundang maka boleh dikatakan event tersebut sukses.
  3. Kehadiran peserta saat penutupan kegiatan minimal 80% maka boleh dikatakan event tersebut sukses.
  4. Penggunaan waktu kegiatan maksimal 80% dari waktu yang tersedia maka sebuah event akan terindikasi sukses.
Apa dampak ketidakprofesionalan ?

Dampak pelaksanaan kegiatan yang tidak profesional di instansi pemerintahan, sekali lagi bukanlah terkait dengan kerugian secara finansial melainkan kerugian seperti :
  1. Hilangnya wibawa instansi karena dinilai gagal menghadirkan peserta yang representatif untuk kegiatan yang diselenggarakan ;
  2. Bila hal ini terjadi berulang-ulang maka kepercayaan mitra kerja yang bekerjasama akan hilang dan berakibat pada penurunan dukungan progra yang dilaksanakan oleh organisasi.
  3. Munculnya label negatif terhadap organisasi selaku penyelenggara kegiatan hanya sekedar menyelesaikan anggaran tanpa tujuan yang jelas.
Perhatian atas dampak-dampak negatif ini sudah seharusnya diperhitungkan pada awal pembuatan rencana kegiatan.

Apa yang perlu dilakukan ?
Bagi penyelenggara kegiatan atau event organizer, sudah seharusnya mengaplikasikan fungsi manajemen dengan benar seperti :
  1. Membuat perencanaan yang matang meliputi kegiatan dan anggaran, surat undangan yang dikirimkan mempunyai kesesuaian dengan rencana kegiatan yang telah disusun. Hal ini dikarenakan, ada kegiatan dengan judul X pada surat namun ketika membaca spanduk ternyata berbunyi Y. Hal ini tentunya menimbulkan kebingungan dan kemudian menjadi kecurigaan peserta kegiatan ;
  2. Membagi personal dengan tepat agar setiap orang memiliki tanggung jawab yang besar terhadap pelaksanaan kegiatan. Dengan pembagian secara tepat ini maka akan dengan mudah memantau penyebaran undangan, perkiraan peserta yang datang bahkan ada atau tidaknya surat menyurat yang belum didistribusikan.
  3. Melakukan cek awal, cek berjalan dan cek akhir secara berkala baik sebelum, disaat maupun sesudah kegiatan dilaksanakan.

Tulisan ini terinsiprasi dari kehadiran dalam dua event atau 2 kegiatan yang dilakukan oleh penyelenggara yang sama dengan gambaran yang sama yakni jumlah peserta yang hadir tidak sampai 50% dari yang direncanakan sebagai peserta kegiatan.

Semoga tulisan ini bermanfaat, semakin mantap KB mantap keluargaku !!

Jumat, 20 September 2013

HAL MENGENAI PERKAWINAN

Perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi yang intim dan biasanya terkait dengan hubungan seksual.
Perkawinan umumnya dimulai dan diresmikan dengan upacara pernikahan sebagai landasan untuk membentuk keluarga.
Asal hukum melakukan perkawinan dilihat dari segi kategori kaidah hukum Islam adalah:
  1.  Ibahah (boleh), 
  2. Sunnah (kalau dipandang dari pertumbuhan jasmani, keinginan berumah tangga, kesiapan mental, kesiapan membiayai kehidupan berumah tangga telah benar-benar ada) 
  3. Wajib (kalau seseorang telah cukup matang untuk berumahtangga, baik dilihat dari segi pertumbuhan jasmani dan rohani, maupun kesiapan mental, kemampuan membiayai kehidupan rumah tangga dan supaya tidak terjerumus dalam lubang perzinahan),
  4. Makruh (kalau dilakukan oleh seseorang yang belum siap jasmani, rohani (mental), maupun biaya rumah tangga),
  5. Haram (kalau melanggar larangan-larangan atau tidak mampu menghidupi keluarganya.
Pada kondisi tengah-tengah seperti ini, maka hukum nikah baginya adalah mubah.


HUKUM PERNIKAHAN DALAM ISLAM

Berdasarkan Al-qur’an dan As-sunnah, Islam sangat menganjurkan kepada kaum muslimin yang mampu untuk melangsungkan perkawinan. Namun demikian dilihat dari kondisi orang yang melaksanakan perkawinan dan tujuan perkawinan, maka perkawinan itu dapat dikenakan hukum sebagai berikut :
Pernikahan Yang Wajib Hukumnya
Menikah itu wajib hukumnya bagi seorang yang sudah mampu secara finansial (ekonomi) dan juga khawatir jath kedalam perzinaan. Pernikahan diharapkan untuk menjaga diri dari zina sehingga hukumnya wajib.

Pernikahan Yang Sunnah Hukumnya
Yang tidak sampai diwajibkan untuk menikah adalah mereka yang sudah mampu namun masih tidak merasa takut jatuh kepada zina. Barangkali karena memang usianya yang masih muda atau pun lingkungannya yang cukup baik dan kondusif.

Pernikahan Yang Haram Hukumnya
Seseorang menjadi haram untuk menikah bila tidak mampu memberi nafkah secara materi dan tidak mampu melakukan hubungan seksual, kecuali bila dia telah berterus terang sebelumnya dan calon istrinya itu mengetahui dan menerima keadaannya. Orang yang terkena penyakit menular yang bila dia menikah dengan seseorng akan beresiko menulari pasangannya itu dengan penyakit maka hukumnya haram baginya untuk menikah kecuali pasang annya itu tahu kondisinya dan siap menerima resikonya.
Ada juga pernikahan yang haram dari sisi lain lagi yakni pernikahan yang tidak memenuhi syarat dan rukun seperti menikah tanpa wali atau tanpa saksi.
Pernikahan Yang Makruh Hukumnya 
Orang yang tidak punya penghasilan sama sekali dan tidak sempurna kemampuan untuk berhubungan seksual, hukumnya makruh bila menikah. Namun bila calon istrinya rela dan punya harta yang bisa mencukupi hidup mereka, maka masih dibolehkan bagi mereka untuk menikah meski dengan karahiyah (dibenci) sebab idealnya bukan wanita yang menanggung beban dan nafkah keluarga melainkan menjadi tanggung jawab pihak suami.
Pernikahan Yang Mubah Hukumnya
Orang yang berada pada posisi tengah-tengah antara hal-hal yang mendorong keharusannya untuk menikah dengan hal-hal yang mencegahnya untuk menikah, maka bagi hukum menikah itu menjadi mubah atau boleh. Tidak dianjurkan untuk segera menikah namun juga tidak ada larangan atau anjuran untuk mengakhirkannya.

Syarat-syarat pengantin lelaki ada lima perkara:
1. Berumur baligh, bila masih kecil, maka bapak atau kakek qabulnya.
2. Berakal, bila hilang akalnya, maka bapak qabulnya.
3. Tidak senasab atau sesusuan (radla) dengan pengantin wanita
4. Dengan kehendak sendiri (ikhtiar). Tidak sah bila dipaksa.
5. Menentukan dan mengetahui nama wanita yang akan dinikahi, mengetahui akan status calon istrinya, perawan atau janda dan sudah lepas ‘iddah.

Syarat-syarat pengantin wanita  :
1. Berusia baligh
2. Berakal
3. Tidak Senasab dan tidak Sesusuan dengan pengantin lelaki
4. Kehendak sendiri, tanpa adanya paksaan selain wali mujbir bapak/kakek
5. Mengetahui lelaki yang akan menikahi dirinya.
Didalam syarat mempelai pria dan wanita berdasar hokum Islam hanya disebutkan bahwa mempelai yang akan dinikahkan sudah baligh. Keadaan baligh dalam syarat ini adalah sudah masuk usia subur yakni bisa membuahi dan dibuahi, tanpa ada batasan usia. Karena perbaikan gizi dan pengaruh positif dari kesehatan menyebabkan seseorang bisa saja sudah baligh pada usia 9-10 tahun.

Apakah negara permisive dengan hal tersebut ?

Undang-Undang no 1 tahun 1974 pasal 1 merupakan landasan bahwa negara lebih memberi kebebasan kepada mereka yang berusia di atas 21 tahun untuk menikah. Bagi yang belum berusia 21 tahun harus mendapat ijin dari orangtua. Pasal 7 menjadi landasan bahwa negara menyetujui perkawinan dengan usia terendah 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki. Artinya, ketika orangtua mau membuat ijin dan ketika KUA mau menikahkan harus melihat apakah yang akan menikah sudah masuk dalam range usia 16 atau 19 tahun.

Dengan demikian, tidak ada kontra indikasi makna undang-undang perkawinan tersebut. Masyarakat hingga saat ini berlindung pada angka 16 dan 19 tanpa memahami makna sebenarnya dari kalimat dalam undang-undang ini.

Adapun UU no 23 tahun 2002 menjadi batasan bagi orangtua dan KUA bahwa saat yang akan menikah masih berusia 16 tahun maka sebenarnya yang bersangkutan masih masuk kriteria anak-anak yang memiliki hak-hak yang dilindungi oleh negara. Pelanggaran terhadap hak-hak anak ini mendapat sanksi hukum penjara dan denda. (Baca artikel UU Perlindungan Anak dalam Perkawinan dalam blogspot ini)

Dari dua Undang-Undang ini jelas bahwa negara memiliki ketegasan dalam menetapkan usia kawin pertama bagi masyarakatnya. Keputusan berada di tangan orangtua dan lembaga yang memberi ijin pernikahan. Oleh karena itu, pemerintah wajib memberikan penyuluhan yang tepat bagi remaja dan orangtua terkait Undang-Undang Pernikahan dan UU Perlindungan Anak ini.

Selain itu, kajian terhadap pertumbuhan kesehatan reproduksi, tingkat kematangan emosi dan tingkat kesiapan ekonomi yang akan menikah dapat dilihat pada kuadran-kuadran berikut ini :

1. Kuadran I
Usia 20 tahun ke atas
 Alat Reproduksi sdh berfungsi baik
Emosi Sudah Matang
Tamat SMA & bekerja

2. Kuadran II
Usia 17-19 tahun
Alat Reproduksi sdh berfungsi baik
Emosi dlm proses pematangan
Baru tamat SMA

3. Kuadran III
Usia 14-16 tahun
Alat Reproduksi berfungsi tapi belum sempurna
Emosi masih labil
Baru Tamat SMP

4. Kuadran IV
Usia 11-14 tahun
Alat Reproduksi belum sempurna fungsinya
Emosi sangat labil
Baru Tamat SD
Dari kuadran-kuadran I sampai dengan IV ini bila diintegrasikan dengan hukum Islam dalam perkawinan yang sudah disebutkan sebelumnya dapat diketahui. Dengan dasar pemikiran berdasar kuadran ini, orangtua yang akan menikahkan anaknya akan mengetahui berada dalam status hukum yang bagaimana sehingga dapat memberi keputusan yang tepat bagi anak-anaknya dalam pernikahan dan perkawinan.


Demikian, tulisan ini hanyalah sumbangsih pemikiran untuk program pengentasan kemiskinan melalui penyiapan generasi berencana dengan tepat.

Selasa, 10 September 2013

MANAJEMEN DAN HASILNYA

Tujuan Organisasi

Pemerintah memiliki tujuan dalam melaksanakan pembangunan secara nasional yakni masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 aline ke-empat. Untuk kewujudkan tujuan tersebut, maka pemerintah membentuk unit-unit kerja. Unit kerja ini ada yang diperuntukkan memenuhi kebutuhan fisik berupa sarana dan prasarana sehingga masyarakat bisa sejahtera secara adil. Ada juga unit kerja yang diperuntuukkan bagi pemenuhan kebutuhan non fisik, Dengan demikian, pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah dapat membentuk masyarakat yang sejahtera secara fisik dan non fisik.

Unit kerja, termasuk dalam kriteria organisasi sebab sesuai dengan pengertian organisasi menurut Stoner adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di bawah pengarahan atasan mengejar tujuan bersama. Sedangkan Stephen P. Robbins menyatakan bahwa Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan.
Dari dua definisi ini jelas bahwa unit kerja yang dibentuk oleh pemerintah termasuk dalam kriteria organisasi. Dan, sebuah organisasi akan terikat dengan tujuan-tujuan baik di internal organisasi itu sendiri maupun di luar organisasi tersebut.

Manajemen dalam Organisasi

Hubungan-hubungan kerja yang dilakukan relatif terus menerus ini tidak akan terlepas dari pelaksanaan  fungsi manajeman. James AF, Stoner menyatakan manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi  agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Fungsi organisasi ini merupakan satu kesatuan seperti mata rantai yang mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi.

Sumber daya organisasi yang digerakkan dengan menggunakan fungsi manajemen yang menjadi pendukung utama dalam pencapaian tujuan adalah :
  1. Manusia sebab organisasi itu sendiri terdiri dari kesatuan sosial atau hubungan antar orang. Artinya, manusia merupakan sumber daya organisasi yang menjalankan organisai itu sendiri.
  2. Metoda atau cara kerja organisasi sebab tiap-tiap organisasi memiliki type yang berbeda sehingga cara kerja organisasi merupakan sumber kekuatan bagi organisasi dalam mencapai tujuan
  3. Material atau bahan yang menjadi bagian dari organisasi baik itu berupa idea, data, informasi atau hal-hal yang bersifat fisik lainnya.
  4. Keuangan
  5. Mesin atau dapat juga diartikan sebagai proses untuk menghasilkan "sesuatu" dalam pencapaian tujuan organisasi.
Manajemen yang dijalan dalam sebuah organisasi secara khusus disebabkan oleh 1) perlunya pencapaian tujuan organisasi; 2)  sebagai upaya penyeimbangan tujuan sebab didalam organisasi sangat memungkinkan terjadinya tujuan yang saling bertentangan akibat adanya kepentingan-kepentingan dan 3) sebagai alat ukur pencapaian didasarkan pada kriteria efektifitas dan efisiensi.

Hasil Proses Manajemen

Organisasi dibentuk untuk mewujudkan sebuah tujuan. Tujuan organisasi bisa dilakukan dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang mengarah pada pencapaian tujuan. Disaat ada tujuan yang bertentangan akibat adanya kepentingan pribadi, diperlukan satu proses manajemen untuk pengambilan keputusan sehingga bisa meminimalisasi pertentangan tersebut dan kegiatan bisa berjalan dengan efisien dan efektif..
Inti dari organisasi adalah manajemen sedangkan inti dari manajemen adalah kepemimpinan dan yang terkait dengan kepemimpinan adalah pengambilan keputusan. Disaat sebuah keputusan telah ditetapkan dengan menggunakan proses manajemen yang tepat, sudah seharusnya keputusan ini dijunjung tinggi oleh anggota organisasi dan kepentingan-kepentingan yang muncul sesudah penetapan keputusan dapat diabaikan, agar tujuan utama dari organisasi bisa terwujud.

Dengan demikian hasil dari proses manajemen adalah diambilnya keputusan di level pemimpin untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka mencapai tujuan utama baik melalui tujuan antara maupun tujuan pendukung.

Efektif dan Efisien dalam Manajemen

Banyak organisasi yang bisa mewujudkan tujuan utama namun berakhir dengan kriteria tidak efektif dan tidak efisien. Hal dikarenakan sumber daya organisasi lebih banyak dihabiskan untuk kegiatan yang tidak mengarah pada tujuan utama.  Ilustrasi kondisi tersebut sebagai berikut :

Dalam sebuah rapat pembahasan rencana kegiatan, ditemukan permasalahan yang belum bisa dipecahkan yaitu gedung untuk penyelenggaraan sebuah event bukan gedung yang representatif bagi organisasi. Setelah mengalamai beberapa kali pembahasan, ada anggota organisasi yang kemudian berhasil menghubungi pemilik gedung yang dinilai representatif dan bisa dipergunakan pada tanggal yang diinginkan. Waktu tersedia, harga bisa dinegosiasi ulang dan dipastikan gedung siap pakai pada tanggal yang diharapkan. Keputusan yang ditetapkan dalam rapat  itu adalah memakai gedung itu untuk penyelenggaraan event.

Bila proses manajemen berhenti sampai di point ini maka sumber daya organisasi lainnya akan bisa diarahkan untuk kegiatan lain dalam rangka melaksanakan event yang menjadi tujuan utama organisasi. Akan tetapi, ilustrasi di atas dilanjutkan dengan kegiatan yang berdampak pada tidak efektif dan tidak efisien-nya penerapan manajemen yaitu :

Semua manusia (Man) di dalam organisasi itu, sesudah rapat selesai dan sudah ditetapkan tentang gedung yang akan dipergunakan,  ternyata berusaha mencari gedung lain selain gedung yang sudah ditetapkan dalam pertemuan. Didapatkan gedung dengan katagori gratis untuk organisasi. 

Di dalam penilaian sesaat, gedung yang gratis ini merupakan keuntungan organisasi. Akan tetapi, sebenarnya organisasi sudah berbuat tidak efektif sebab masih berkutat di permasalahan gedung padahal keputusan terhadap gedung sudah dilakukan saat pertemuan. Andai saja, sumber daya organisasi tidak lagi diarahkan pada kegiatan mencari gedung lain maka akan banyak kegiatan yang dipersiapkan untuk lebih optimalnya kegiatan tersebut seperti :
  1. Melihat ulang skema upacara dan membuat perkiraan cuaca sehingga dapat menyediakan sarana yang representatif disaat panas dan hujan
  2. Menghitung ulang jumlah konsumsi yang tersedia agar siapapun yang terlibat dalam kegiatan tidak terabaikan
  3. Merinci kembali kebutuhan transportasi untuk bisa mengangkut tenaga yang sangat penting bagi penyelenggaraan kegiatan seperti bendahara yang akan melakukan pembayaran semua tagihan, tenaga pekerja yang akan melakukan pekerjaan kasar dimana para manajer tidak mungkin melakukannya dan lain sebagainya.
Semoga tulisan ini membawa manfaat bagi siapapun, agar menejerial yang dilaksanakan bisa menjadi indikator efektif dan efisien.

Salam KB, 2 Anak Cukup !!

Sabtu, 07 September 2013

NEGOSIASI dan BKKBN

Pengertian Negosiasi

Setiap organisiasi memiliki tujuan. Sebuah organisasi tidak akan terlepas dari manajemen yang akan mengelola organisasi untuk mencapai sebuah tujuan. Sedangkan dalam mencapai tujuan organisasi, tidak bisa dilakukan oleh organisasi itu sendiri melainkan harus bekerjasama dengan organisiasi lainnya.

Dengan mengadopsi pada pemikiran tersebut maka sebuah organisasi akan terkait dengan organisasi lainnya agar tujuan organisasi benar-benar tercapai. Dalam hal ini, diperlukan adanya kemitraan antar organisasi. Sebuah kemitraan memiliki nilai yang sangat penting dan berharga namun keberhasilan dalam pencapaian tujuan organisasi yang dilakukan bersama mitra  kerja tidak terlepas dari satu hal pokok yakni negosiasi.

Berdasar Kamus Besar Bahasa Indonesia Online diketahui arti dari kata negosiasi adalah 1 proses tawar-menawar dengan jalan berunding guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasi) dan pihak (kelompok atau organisasi) yang lain; 2 penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak yang bersengketa.

Unsur-Unsur Negosiasi

Dalam hubungan pencapaian tujuan organisasi BKKBN yakni Penduduk Tumbuh Seimbang Tahun 2015 yang dilakukan dengan mengadakan pelayanan maka negosiasi dilakukan untuk mencapai kesepakatan. Ini dilakukan dengan memperhatikan unsur-unsur dari negosiasi itu sendiri seperti ;

  1. Kepercayaan, maksudnya agar pihak yang diajak bernegosiasi mempercayai materi negosiasi sehingga bersedia melakukan kerjasama dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Kepercayaan akan terbentuk bila sebuah kerjasama menguntungkan mitra kerja terutama secara performance dan keperrcayaa menjadi modal yang sangat berharga untuk langkah-langkah koordinasi pada kegiatan-kegiatan selanjutnya manakala para negosiator mampu memainkan peran positif bagi organisasi. 
  2. Proses tawar menawar, maksudnya bahwa suasana dalam melakukan negosiasi sangat menentukan hasil dari kerjasama dengan mitra kerja. Sebuah hasil negosiasi yang baik adalah apabila keputusan yang dilakukan memuaskan kedua belah pihak. Kepuasan ini tentunya menyangkut 5 M yakni Methode, Material, Money, Man dan Machine. Dengan demikian, proses tawar menawar saat melakukan negosiasi adalah apabila kedua belah pihak merasa puas dengan keseimbangan pengelolaan sumber daya organisasinya saat menetapkan sebuah kerjasama. Artinya, sebuah negosiasi akan dikatakan berhasil apabila setelah kerjasama dilakukan kedua belah pihak merasa terpenuhi pengelolaan 5M sebagai sumber daya organisasi-nya. Hal ini dikarenakan, kadangkala setelah sebuah kerjasama berhasil dilaksanakan baru disadari bahwa salah satu pihak merasa dirugikan sumber daya organisasi-nya karena pihak yang diajak negosiasi ternyata hanya melakukan kegiatan dengan sumber organisasi yang sangat minim.
  3. Komunikasi memegang peranan yang sangat penting dalam melakukan negosiasi. Pernyataan-pernyataan positif dan negatif yang tepat waktu dan tepat sasaran akan menjadi tepat guna dalam negosiasi. Dengan penguasaan terhadap visi, misi dan kekuatan organisasi berupa sumber daya  organisasi yang tersedia menjadi modal utama dari komunikasi dalam sebuah negosiasi. Ketika ada pernyataan yang mengandung keragu-raguan atas kekuatan organisasi yang dimiliki maka akan menjadi bumerang saat melakukan kerja sama. 
  4. Orang atau Manusia si pelaku negosiasi itu sendiri sangat berpengaruh baik terhadap proses maupun hasil negosiasi sebab orang yang ditunjuk sebagai negosiator sangat dipengaruh oleh emosi, karakter, kemampuan berkomunikasi dan penguasaan terhadap kekuatan organisasi. Miss communication kerap terjadi apabila orang-orang yang dihadirkan dalam  negosiasi tidak memiliki emosional dan kapabilitas yang memadai dalam bernegosiasi.
  5. Antara komunikasi dan orang yang harus diperhatikan adalan Power (kekuatan), Authority (wibawa) dan Knowledge (pengetahuan) sebab tiga hal ini menjadi modal berpa kekuatan dalam melakukan tawar menawar.
  6. Memiliki kriteria yang bisa dipertanggung jawabkan dalam menetapkan kerjasama dan memiliki banyak alternatif untuk melaksanakan kerjasama tersebut.

Indikator Keberhasilan Negosiasi

Keberhasilan dari proses negosiasi dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut :
  1. Alokasi waktu dan persiapan yang efektif dan efisien dalam melakukan negosiasi. Hal ini sangat ditentukan oleh seberapa besar pengetahuan tentang mitra yang diajak negosiasi terutama mengetahui tentang organization resources mitra kerja. Dengan memiliki pengetahuan yang memadai tentang mitra kerja yang diajak negosiasi untuk melakukan kerja sama maka proses negosiasi tidak membutuhkan waktu dan persiapan yang lama dan keputusan yang diambil akan semakin mudah dilakukan.
  2. Pengetahuan terhadap permasalahan yang dinegosiasi baik oleh para negosiator maupun pihak mitra kerja yang diajak bernegosiasi. Semakin besar pengetahuan mitra kerja tentang permasalahan yang akan disepakati kerjasama-nya maka semakin mudah untuk menetapkan bentuk kerjasama.
  3. Penggunaan strategi negosiasi yang tepat meliputi keterampilan berkomunikasi, tehnik penyampaian informasi, adanya sikap konstruktif dan transparan  sehingga menciptakan pemahaman terhadap visi dan keterpaduan misi guna dilaksanakan dalam bentuk kerjasama yang jelas antar kedua belah pihak.
  4. Tercapainya kesepakatan karena adanya kesediaan untuk berkompromi dalam memanfaatkan sumber daya organisasi agar terwujud kerjasama yang saling menguntungkan.
  5. Terlaksananya kesepakatan oleh kedua belah pihak yang diukur dari efektifitas dan efisiensi pengelolaan 5 M dalam organisasi yakni Man, Method, Money, Material dan Machine.
Negosiasi dan BKKBN

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana memiliki program yang tujuan akhirnya hanya bisa dirasakan 10 sampai 20 tahun yang akan datang. Pembangunan manusia yang dilaksanakan oleh BKKBN tidak bersifat fisik sebagaimana pembangunan sarana dan prasarana. Menyadari akan hal tersebut  dan juga bahwa sebuah pencapaian tujuan organisasi hanya bisa dicapai dengan melakukan kerjasama, BKKBN menempatkan satu budaya kerja selain Cerdas dan Ulet yakni Kemitraan.

Berubahnya nomenklatur BKKBN dari menggunakan kata Koordinasi menjadi Kependudukan mengandung makna bahwa Koordinasi tidak melekat dalam tugas pokok dan fungsi BKKBN. Oleh karenanya konsep kemitraan menjadi salah satu budaya kerja di BKKBN yang memiliki nilai sangat tinggi. Kemitraan ini erat kaitannya dengan kegiatan negosiasi dan ini menjadi tanggung jawab posisi middle manager.

BKKBN memiliki kekuatan berupa sumber organisasi seperti Man, Money, Method, Material dan Machine yang sangat memadai. Methode, Material dan Machine yang dimiliki BKKBN sangat up to date sesuai dengan perubahan dan perkembangan tehnologi informasi. Kompetensi Man yang ada di BKKBN pun selalui ditingkatkan sejalan dengan perubahan lingkungan strategis dan perkembangan ilmu pengetahuan. Selama masih dapat mempertahankan posisi di pemerintahan dengan tujuan yang bisa dipertanggung jawabkan maka Money menjadi unsur penting dari kekuatan BKKBN.

Dengan kekuatan-kekuatan sumber daya organisasi ini maka setiap melakukan negosiasi sudah barang tentu mitra kerja akan memperhatian dan menjadikan sumber daya BKKBN sebagai unsur positif dalam menjalankan kemitraan. Sedangkan sumber daya organisasi sebagai kekuatan mitra kerja lebih sering tidak dipelajari secara maksimal sehingga seringkali hasil akhir dari negosiasi tidak menggambarkan win-win solution. Win-win solution yang merupakan hasil negosiasi bila difokuskan pada sumber daya organisasi bisa saja dengan rumus :
  1. You have Man and I have Money atau
  2. You have Method and I have Machine atau
  3. You have Method and I have Material atau
  4. You have Man and Method, I have money and material
  5. dan seterusnya.
Yang sering terjadi adalah mobilitas Man yang cukup tinggi dan penggunaan Money dengan over budgeting sedangkan hasil dari pelaksanaan hanya mendapatkan akseptor yang tidak sesuai dengan mobilitas tenaga dan biaya bahkan belum mencapai target penggunaan kontrasepsi jangka panjang yang menjamin keberlangsungan peserta KB.

Perubahan sistem pemerintahan menyebabkan terjadinya perubahan besar bagi BKKBN. Sejak otonomi daerah diberlakuan dan penyerahan kewenangan bidang KB-KS ke Pemerintah Daeraha maka Mitra BKKBN dalam menjalankan program Kependudukan dan KB tidak terbatas antar instansi di level pusat saja melainkan di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Kader-Kader penggerak di lini lapangan. Hal ini menuntu BKKBN untuk lebih mengoptimalkan peran manajerial dalam memanfaatkan sumebr daya organisasi sehingga negosiasi benar-benar menghasilkan kemitraan yang terjalin dengan baik dan bisa menerapkan rumus win-win solution secara tepat waktu, tepat sasaran dan tepat guna.

Tulisan ini merupakan hasil pemikiran setelah mengikuti beberapa kegiatan yang terkait dengan penggunaan sumber daya organisai yakni Man, Money, Method, Material dan Machine dalam upaya menggalang kemitraan melalui negosiasi.

Semoga bermanfaat dan salam KB : 2 Anak Cukup !!

Entri yang Diunggulkan

MENILIK KELEMBAGAAN (Pengamatan dari 3 bagian)

S aya sudah pernah menulis mengenai kelembagaan BKKBN dalam artikel di  https://uniek-m-sari.blogspot.com/2015/02/uu-no-23-tahun-2014-dan-kk...